Share

Bab 9

Penulis: Amih Lilis
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kiri-kiri, Sist. Di sini aja.” Aku menepuk pundak Nur, yang hari ini tumben baik hati mau nganterin aku pulang.

Nurhayati tepatnya, karna Nurbaiti sedang tidak masuk hari ini. Si Nur pun mencebik kesal dan menoyorku yang tadi iseng memperlakukannya seperti kang ojeg.

“Kunyuk! Ngelunjak emang lo ya? Udah gue anterin bukannya makasih, malah bikin gue kaya kang ojek aja,” omelnya membuat aku terbahak saja.

“Abis lo mirip banget sama kang ojek jaman now. Sweater ijo sama helm ijo. Jadi salfok ‘kan gue. Lo kayaknya benar-benar menghayati banget peran lo jadi kang ojek ya, Nur?” sindirku di sela kekehanku.

“Bangke emang lo! Temen nggak ada akhlak. Nama gue emang Nurhayati, kali! Dan gue—”

“POKOKNYA BELLA NGGAK MAU!”

Ucapan si Nur pun langsung terhenti, tatkala lengkingan suara Bella menginterupsi dari arah rumahnya. Aku dan si Nur sontak menoleh ke arah sumber suara. Kami langsung melihat Bella tiba-tiba keluar dari sana, sambil berlari sembarang arah. Entah mau ke mana itu bocah, yang jelas, dia lari kenceng sekali.

“Anak lo kenapa?” tanya Nur asal. Membuat aku mendelik galak.

Sembarangan aja! Kalau sampai kedengaran tetangga lain gimana? Bisa salah paham orang-orang. Permintaan si Bella kemarin aja sudah bikin beberapa orang heboh mulai menggunjingkan aku. Eh, sekarang si Nur malah ingin menambahkan.

Makasih, deh! Aku belum siap Virall.

Nggak lama setelah kepergian si Bella, bapaknya pun turut keluar dengan wajar gusar, bersama seorang wanita cantiiikkkkk sekali.

Kali aku gak lebay, loh. Cewek itu beneran cantik banget kayak model luar Negri. Rambutnya aja agak pirang. Pokoknya tuh Cewek sukses bikin aku minder banget.

Btw ... siapa ya, dia? Calon istri Pak Dika. Wah! Saingan aku dong. Eh?

“Tan, kamu lihat Bella larinya ke arah mana?” tanya Pak Dika kemudian menghampiriku.

“Ke sana, Pak.” Aku menunjuk arah Bella lari tadi.

“Gimana, Dik?” tanya wanita itu yang baru sampai setelah aku menjawab pertanyaan Pak Dika.

“Kamu lebih baik pergi. Sudah aku bilang jangan ganggu kami lagi!” sentak Pak Dika keras, membuat aku sampai terlonjak saking kagetnya.

Iya beneran aku kaget. Soalnya Pak Dika yang aku kenal itu, jangankan marah atau menyalak seperti tadi, ngomong aja jarang. Nah, kalian bisa bayanginkan gimana kagetnya aku.

“Tapi aku tetap ibunya, Dik. Aku berhak ketemu anakku.” Kekagetanku pun kian bertambah dengan pernyataan wanita cantik ini.

Jadi ... dia ibunya si Bella? Wagelasih! Pantes aja si Bella kaya boneka gitu mukanya. Emaknya licin banget tampilannya.

“Iya! Ibu yang nggak pernah mengharapkan anaknya!”

“No! Itu nggak benar! Kamu tau pasti alasanku meninggalkan kalian waktu itu ‘kan? Aku harus memanfaatkan kesempatan emas itu.”

“Kalau begitu hidup aja sama karir brengsek kamu itu. Jangan pedulikan kami lagi, karena kami baik-baik saja tanpa kamu.”

Mereka malah asyik berdebat berdua, membuat aku dan si Nur saling lirik tak enak hati. Berasa kayak nonton catatan hati suami secara live aku tuh.

“No, Dik! Please ... give me second chance!” Wanita itu terlihat memohon sama Pak Dika sambil meraih lengan pria yang saat ini sedang memakai kaos oblong hitam itu.

Tunggu! Kayanya aku kenal itu kaos?

“In your dream!” sentak Pak Dika ketus. Aku dan si Nur kembali berjengit di tempat kami.

Ngagetin aja, sih!

“Dik? Please ....”

“Sekali aku bilang tidak! Maka tidak, Vero!”

“Tapi ...”

“Ekhem!” Aku pun akhirnya dengan terpaksa berdehem keras. Ya, karena aku mulai nggak nyaman aja berada di tengah pertengkaran pasangan yang sepertinya pernah menikah itu.

Gila, sih! Ini aku baru pulang, masa harus jadi penonton drama live begini? Mana ... tetangga yang lain udah mulai ngintip-ngintip lagi dari pager. Nanti kalau mereka mengira ada cinta segitiga antara kami, gimana? Semakin viral aku.

“Mon maaf nih ya, Pak. Tapi ... kalian mau sampai kapan berantem? Itu si Bella udah keburu jauh loh. Nanti bakal susah ngejarnya,” ujarku mencoba mengingatkan mereka pada Bella yang terlupakan.

Baik ‘kan aku?

“Kamu benar. Kalau begitu ayo cari Bella,” balas Pak Dika sambil tiba-tiba meraih tanganku dan mengajakku berlari ke arah yang kutunjuk tadi.

Lah, kok dia malah jadi ngajakin aku? Salah alamat kayanya ini.

“Eh-eh, Pak! Salah ... salah ....” Aku mencoba menarik tanganku dan menghentikan langkah Pak Dika. Pria itu pun berhenti dan menoleh ke arahku dengan bingung.

“Maksud kamu? Katanya tadi Bella lari ke arah sini?” Pak Dika pun ternyata tak kalah bingung.

“Ya, emang ke sana.”

“Lalu, kenapa kamu bilang salah?”

Haduh ... pria ini ya?

“Bukan itu maksud saya?”

“Lalu?

“Ck! Maksud saya, Bapak salah narik. Ini tangan saya, Bapak! Tangan ibunya si Bella yang onoh!” sahutku sambil menunjuk tangan mulus wanita cantik yang tadi berdebat dengannya.

Siapa, sih, namanya tadi? Belum kenalan, ih!

“Dia benar!” sahut wanita itu, sambil melirikku tak suka. “Yang harusnya kamu gandeng itu aku, bukan dia. Karena aku adalah ibunya Bella!” sambungnya seperti ingin menegaskan statusku di sini.

Wanita itu terlihat benar-benar nggak bersahabat menatapku, membuat aku refleks menelan saliva kelat hanya karwna tatapannya itu.

Wah! Kayanya ada yang salah paham lagi di sini.

“Aku nggak salah,” balas Pak Dika tiba-tiba, lalu mengaitkan jemari kami ssemakine kuat.

Deg!

Eh, kok? Itu tangannya ...

“What do you mean, Mahardika?” tanya wanita itu dengan tatapan menyalang.

“Maksudku jelas. Aku memang tak salah menggandeng orang. Karena harus kamu tau. Dia ...” Pak Dika menunjukku tiba-tiba. “Adalah Ibu sambung buat Bella.”

Eh-eh! Maksudnya apa itu?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
evi syafneli
semangat pak Dika
goodnovel comment avatar
Mamah Tyo
lanjuttt teruss ..pak dika
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 10

    “Tunggu deh, Pak!” Aku akhirnya menarik tangan Pak Dika, setelah kami lumayan jauh dari mantan istrinya.Ya! Setelah pernyataan sepihaknya itu. Pak Dika memang langsung menyeretku lagi, hingga aku tidak bisa berkilah untuk ucapannya tadi. Namun, walau pun begitu, tetap saja ini harus diluruskan. Semua karena wanita selalu membutuh kepastian. Iya ‘kan?“Kenapa, Tan?” tanya Pak Dika akhirnya. Ia menurut untuk menghentikan langkahnya.“Itu, Pak. Sebelum kita lanjut cari si Bella. Saya mau tanya dulu. Tadi itu ... maksud Bapak apa men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 11

    “Pokoknya Bella maunya sama Tante Intan aja!” Bella merapatkan pelukannya padaku, saat ibunya berusaha menggendongnya.Ya! Akhirnya kami berhasil menemukan Bella, berkat orang gila yang terus saja menyebut Bella ini boneka. Wajar, sih. Bella memang seperti boneka tampangnya. Soalnya, biangnya juga licin banget kayak keramik di mall.Nggak itu bapak atau ibunya. Dua-duanya dari bibit unggul. Lalu, apa kalian mau tau di mana Bella ditemukan?

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 12

    “Tan?”“Iya, Pah?”“Sini bentar, Nak,”Aku pun langsung mengurungkan niatku yang tadinya hendak ke dapur untuk ambil minum. Kini aku berbelok ke arah ruang tv, di mana Papa dan Mama berada.“Duduk sini, Nak,” titah Papah saat sudah dekat dengan tempat itu.Aku pun mengambil duduk di sofa samping Mama, karena Papa sendiri duduk di sofa single. Mama duduk di sebelahnya, di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 13

    Ratu Isabella sakit!Wew! Haruskah aku bikin pengajian buat ngerayainnya? Soalnya aku senang banget dengar kabar ini.Asli!Please, jangan bilang aku kejam atau nggak punya hati. Kalian nggak tau aja bagaimana rasanya hidup berdampingan sama makhluk ngeselin kayak bocah itu.Hidupku rasanya runyam!Makanya boleh ya aku adain pengajian syukuran. Biar boc

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 14

    Sluuurrrppp ….Aaahhh ….Glek!Aku meneguk ludah tanpa sadar. Saat melihat Bella menyeruput kuah sayur yang aku buatkan, hingga tak bersisa di mangkuknya.Gila! Nih bocah doyan apa lapar, sih? Sampai bersih gitu mangkoknya. Nggak usah dicuci lagi kayaknya. Sudah licin gitu kok.“Enak, Tante. Nanti bikinin lagi ya?”Kebiasaan! Sakit-sakit tetap aja ngelunjak.“Masih ad

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 15

    “Pagi, Tan. Udah mau berangkat kuliah ya?” sapa Bu Nana, saat aku baru saja nengeluarkan motor matic ke halaman rumah.Bu Nana ini adalah ibunya Pak Dika dan saat ini dia sedang menyiram tanaman kesayangannya di depan rumah. Orang tua Pak Dika memang sudah kembali pulang, sehari setelah kejadian itu.Duh, nggak usah diingetin ya soal kejadian itu. Soalnya jantung aku suka mau copot kalau inget moment mendebarkan itu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 16

    “Tante, lama,” rengek Bella, saat siang itu aku jemput di sekolahnya.“Jangan rewel. Udah untung Tante jemput,” balasku malas plus kesal.Soalnya gara-gara harus jemput Bella, aku harus absen dari acara nonton bareng duo Nur. Padahal, acaranya sudah kami rencanakan dari jauh-jauh hari. Gara-gara telepon dari Bu Nana, semua jadi buyar sudah.“Tan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 17

    Aku pernah sakit hati, aku pernah dikecewakan, bahkan pernah diselingkuhi. Karena aku bukan gadis polos yang tak pernah mengenal pacaran.Tidak! Tentu saja aku pernah pacarana, bahkan sejak SMP pun aku sudah punya pacar dan sering menangis karena putus cinta. Akan tetapi, hanya menangis seadanya karena sakit hati biasa, yang akan hilang seiring berlalunya hari.Hanya saja, kenapa aku merasa sakit hati kali ini beda ya?Rasanya lebih sakit dan lebih menyesakan. Sampai membuat aku kehilangan semangat hidup berhari-hari.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Extra part 2

    Mahardika POV“Mas, sarapannya udah siap!”“Iya, sebentar.”Sekali lagi, aku pun merapikan tampilanku dan memastikan kalau semuanya sudah terpasang sempurna. Setelah itu, aku langsung bergegas turun memenuhi panggilan istriku tadi.Istriku? Ya! Barusan yang tadi memanggilku memang adalah istriku. Namanya Intan Mulia Mardani. Mahasiswi cantik yang dulu tinggal di samping rumahku.“Bella nggak mau Mama!”“Nggak pakai ya, Bell! Pokoknya kamu harus belajar!”“Tapi Bella nggak suka.”“Ya, belajar sukalah!&rdquo

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Extra part 1

    Bella POV“Bell, dimakan dong, Sayang. Jangan cuma diacak-acak terus. Nanti nasinya nangis loh.”Bodo amat! Nangis juga bukan urusan Bella. Bagus malah. Biar Bella ada temannya.“Bella, Sayang. Kamu kenapa, sih? Masih marah karena kita pindah ke sini atau ada yang menggangu kamu di sekolah barumu?”Semuanya benar! Bella memang masih kesal, karena tiba-tiba harus pindah ke sini, ke lingkungan yang banyak orangnya. Juga, harus sekolah di sekolah baru, yang nggak keren sama sekali.Hanya saja lebih dari itu, Bella kesal karena Papa selalu saja sibuk, bahkan di weekend seperti ini pun

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 51

    Aku membuka mataku dengan tidak ikhlas pagi ini. Seluruh tubuhku rasanya ngilu dan sakit saat digerakkan. Rasanya, aku seperti baru saja menjadi korban tawuran antar kampung. Benar-benar remuk redam.Namun, yang paling terasa ngilu di antara semuanya adalah area pangkal paha. Rasanya seperti ada setrum setiap kali aku bergerak.Ah, tempat itu. Aku ingat. Semalam dia juga sempat mengeluarkan darah, saat Pak Dika pertama kali menerobosnya.Ya! Akhirnya, setelah sekian purnama dan ribuan halangan yang membentang, Pak Dika pun akhirnya berhasil buka puasa semalam, bahkan sampai nambah berkali-kali.Lebay ya aku? Emang! Hanya saja aku serius ini. Memang setelah menikah, kami tak bisa langsung menikmati malam pertama.Ada aja halan

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 50

    Sebenarnya, mataku masih sangat perih untuk dibuka. Namun, kecupan bertubi di pipi dan leherku sangat mengganggu sekali. Membuatku mau tak mau terbangun, dan mulai mengerjapkan mata demi mengumpulkan kesadaranku.Ck, sialan! Siapa, sih, yang gangguin aku tidur? Nggak tahu apa, kalau badan aku capek banget, abis jadi ratu seharian tadi.Aku butuh tidur!CupCupCupCiuman itu semakin membuatku merinding, karena kini sudah sampai pada belahan dadaku.Nggak hanya itu saja, aku bahkan merasakan sebuah rasa dingin mulai merayap naik dari bawah kaos tidurku. Terus naik, naik dan naik hingga ....

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 49

    Bella nih emang rese banget, sumpah!Padahal dia sendiri yang minta adik cepat, tapi dia juga yang berkali-kali menggagalkan proses pembuatannya.Menyebalkan banget ya ‘kan?Lebih dari itu, aku kasihan sama Pak Dika juga. Soalnya, dua kali lho pria itu harus berhenti saat nanggung. Nggak bisa aku bayangkan gimana sakitnya tuh, hihihi .…Rasanya, pasti seperti siap-siap mau bersin. Eh, malah digagalin teman. Jengkelnya sampai ke ubun-ubun.Akan tetapi mau gimana lagi? Kami nggak bisa mengabaikan Bella dan malah asyik sendiri dengan urusan kami ‘kan?Sekarang ini dia anak kami dan tentu nggak boleh mengabaikannya. Untung, Pak Dika lumayan paham akan hal itu dan si

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 48

    “Njir! Akhirnya bisa rebahan juga!” seruku girang. Sambil melemparkan diri ke atas tempat tidur sembarangan.“Tan? Language, please!” tegur Pak Dika, yang baru saja menutup pintu di kamar kami.Ah, iya. Aku lupa kalau sekarang lagi sama dia. Akhirnya aku pun melirik ke arahnya, dan langsung nyengir konyol sambil bangkit untuk duduk kembali.“Maaf, Mas. Refleks,” cicitku kemudian.Kukira, dia awalnya akan mengomel dan menceramahiku seperti biasanya. Namun, yang terjadi dia hanya m

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 47

    Acara pun beralih pada resepsi, di kebun belakang. Seperti yang aku bilang. Enaknya nikah sama tetangga itu tuh kaya gini. Kita nggak harus sewa gedung mahal-mahal.Soalnya, dua rumah jadi satu aja. Udah lebih dari cukup untuk menampung banyaknya para tamu yang hadir.Sebenarnya, acara resepsi ini konsepnya sederhana dan santai, mengikuti kemauanku yang ingin pesta ala remaja modern dan nggak mau ribet. Makanya, tema kali ini kami pakai garden party yang santai banget.Aku aja cuma pakai gaun pengantin simple selutut, dengan akses yang nggak terlalu glamor, tapi tetap chick

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 46

    “Njir, laki lo cakep banget, Cuy. Jadi pengen jadi pelakor.”Aku sontak meremas kuat lengan Nurbaeti, sampai dia meringis tertahan. Saat seenaknya dia ngomong seperti tadi. Enak aja! Baru sah, masa udah ngadepin setan rumah tangga alias valakor!Mana valakornya teman sendiri lagi. Oh, tidak! Aku nggak mau hidupku sampai kayak di sinetron ikan terbang ya?“Nyet, dengar kenapa. Nunduk mulu. Nyari apaan, sih, lu? Duit koinan ya?”Ini lagi satu si Nurhayati. Nggak ngerti banget apa yang aku rasain. Ya kali aku harus bikin pengumuman, kalau aku lagi grogi parah. Makanya aku nggak berani lihat ke depan.Iya benar. Aku memang grogi parah saat ini. Itulah kenapa dari mulai keluar kamar sampai menunju mimbar te

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 45

    Akhirnya, hari besar itu pun tiba setelah satu minggu ini aku menjalani pingitan dan segala macam adat yang harus aku laksanakan. Kini, di sinilah aku sekarang. Duduk gelisah di pinggiran tempat tidur, menunggu dengan harap-harap cemas kabar dari ruang tamu rumahku.Kabar apa?Ya, apalagi? Tentu saja aku menunggu kabar selanjutnya dari prosesi ijab qabul yang sedang Pak Dika lakukan.Duh ... kira-kira lancar nggak, ya?“Nggak usah grogi gitu ngapa, Cuy. Gue yakin Pak Dika pasti lancar kok, ngucapin ijab qabulnya. Secara, dia ‘kan udah pernah melakukannya. Jadi ... pasti udah bukan hal berat lagi buat dia mengulanginya.”Entah aku harus bahagia atahu menangis mendengar celetukan Nurbaeti tadi. Soalnya, dia tu

DMCA.com Protection Status