"Aku bisa saja menjual rumah ini aku hanya memikirkan kepentingan Anindita."
Riana ingin melawan Jonathan meski sebenarnya dia merasa ngilu melakukan itu.
"Kamu tidak usah berpura-pura baik. Anindita semakin lama akan semakin dewasa dan dia akan menemukan takdirnya sendiri tidak usah dihubung-hubungkan dengan rumah ini!"
Jonatan berkacak pinggang matanya tajam menatap Riana.
"Kamu akan menyesal, Jo!"
"Aku akan menyesal jika rumah ini tidak jadi dijual. Lalu aku tidak bisa memberikan apa yang diinginkan oleh calon istriku."
"Perempuan itu masih terlalu kecil Jo! Dia masih belum tahu bagaimana caranya mencari uang dengan benar. Jika rumah ini dijual lalu ternyata perempuan itu tidak bisa menggunakannya dengan benar apakah kamu tidak akan menyesal?"
Riana mencoba untuk memberikan sedikit nasihat tapi sayang sekali nasihat itu justru ditertawakan oleh Jonathan.
"Hahaha!"
"Hahaha!"
Jonathan tertawa terbahak-bahak.
Semakin lama semakin kencang.
Riana merasa panik dia tidak enak dengan para tetangga yang pasti akan mendengar tawa itu.
Tawa itu bukan tawa bahagia tawa itu adalah tawa penuh ejekan dan hinaan.
"Andai pun uang itu habis di tangan istriku, itu akan menjadi masalahku, bukan masalahmu! Yang terpenting sekarang adalah rumah ini segera dijual dan aku bisa segera menikah. Aku harus memenuhi permintaan calon istriku sebagai bukti rasa sayangku padanya.
Calon istriku memang masih sangat muda. Usianya belum genap 20 tahun itu sebabnya aku merasa seperti mendapatkan anugerah menikah dengannya. Jarang sekali ada perempuan muda yang mau dengan laki-laki tua seperti aku. Usia kami terpaut 8 tahun Riana.
Dan itu membuat aku bangga di depan teman-temanku!"
Riana kembali menelan kegetiran.
Calon istri mantan suaminya memang baru saja lulus SMA.
Hal itu membuat Riana merasa dirinya tidak pantas berada di hadapan Jonathan.
Gadis yang berusia belasan tahun itu begitu menawan.
Riana merasa muak terlebih ketika teman-temannya mengetahui saat Jonathan sedang berjalan-jalan dengan gadis itu.
Sebagai seorang aktivis Riana sangat malu.
Gadis itu telah membuat Jonathan lupa tentang kenangan antara dirinya dengan Riana.
Gadis itu telah membuat Jonathan lupa bahwa ada Anindita di antara mereka.
"Calon istriku meminta modal usaha dan aku akan memberikannya. Aku merasa bangga di usianya yang masih sangat muda dia bercita-cita ingin membuka usaha untuk membantuku."
Jonathan bicara sendiri, dia terus saja berbicara meskipun Riana sebenarnya tidak ingin mendengarnya.
Riana tidak bisa mengusir Jonathan karena rumah itu juga rumahnya.
Sehingga terpaksa Riana harus mendengarkan semuanya dengan rasa sakit.
"Hanya gara-gara cinta yang baru saja diucapkan oleh gadis kecil seperti itu kamu bisa tergila-gila sampai seperti ini.
Kamu sampai melupakan anak kandungmu sendiri! Hanya demi memberikan modal pada calon istrimu kamu sampai tega mengusir anakmu dari semua kenangan tentang rumah ini."
Riana mencoba untuk membela diri Riana mencoba untuk memberikan pemahaman demi pemahaman pada Jonathan.
Dan bukannya berhasil pemahaman-pemahaman yang berusaha diberikan itu justru membuat Jonatan semakin tega mencaci Riana dengan caranya.
"Jangan terlalu banyak bicara Riana! Jangan terlalu banyak drama! Aku tahu kalau sebenarnya kamu yang tidak ingin keluar dari rumah ini karena kamu ingin mengambil hak penuh atas rumah ini kan?"
"Apa yang dikatakan oleh Adinda ternyata benar. Aku harus bertindak menjual rumah ini sebelum kamu memanipulasi semuanya!"
Jonathan menambahkan kalimatnya semakin lama kalimat-kalimat yang diucapkan oleh bibirnya semakin menyakitkan.
"Astaghfirullahaladzim jadi gadis itu yang mencoba untuk mengacaukan pikiranmu?!
Apakah kamu lupa siapa yang membuatmu sampai jadi seperti saat ini?! Siapa yang memberikan kamu modal sampai kamu bisa memiliki perusahaanmu? Siapa Jo?!!!"
Kali ini Riana berteriak hatinya sangat sakit.
Tetapi bukan yang merasa iba Jonathan justru semakin menjadi-jadi saja.
Jonathan memberikan gulungan yang dari tadi ada di dalam genggaman tangannya.
"Aku tidak mau kamu terlalu banyak berkisah! Dulu memang kamu memodali aku tapi aku juga telah memberikan uang yang banyak kepadamu, bahkan nilainya lebih besar dari modal yang kamu berikan dan aku pikir itu cukup! Jadi tolong jangan mengungkit-ungkit tentang hal itu lagi!"
"Kamu memberikan modal kepadaku 200 juta. Lantas setiap bulan aku memberimu 25 juta selama 5 tahun berapa uang yang sudah aku berikan kepadamu? Atas itu kamu juga tidak bersyukur! Hanya karena kamu melihat aku sedang bersama dengan seorang gadis lalu kamu menuntut bercerai denganku!
Dan dengan sangat lantangnya kamu juga menuntut hak asuh atas Anindita.
Aku pikir saat itu kamu mampu!
Jadi jangan permalukan dirimu dengan merengek-rengek agar rumah ini tidak dijual!"
Jonathan mulai membeberkan semuanya sampai-sampai dia lupa bahwa uang 25 juta itu adalah kewajibannya untuk menafkahi Riana dan juga Anindita.
Riana tidak pernah minta dinafkahi 25 juta tetapi Jonathan sendiri yang memberikannya lalu sekarang Jonathan membalikkan fakta.
"Ini adalah banner yang bertuliskan rumah ini dijual lengkap dengan nomor teleponku dan nomor teleponmu. Jika ada pembeli hubungi aku!"
Jonathan membanting banner itu di atas meja jati yang berada di ruang tamu rumah besar tersebut.
Riana menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar.
Ada sembilu yang menusuk hatinya, sakit sekali rasanya.
Jonathan hendak pergi meninggalkan rumah tersebut setelah meletakkan banner itu dengan kasar.
Tetapi tiba-tiba seorang gadis kecil keluar dari kamar.
"Tidak usah sibuk meributkan rumah ini Ma, Anindita bisa tinggal di manapun asalkan bersama Mama. Sebentar lagi Ayah pasti juga akan memiliki anak dan ayah akan melupakan Anindita. Seperti ayah teman-teman Anindita di sekolah yang menikah lagi."
"Ayah akan merasa bangga berhasil membesarkan anak orang lain tetapi membuang darah dagingnya sendiri!"
Anindita bicara dengan suara yang lantang seperti seorang anak kecil yang sedang membacakan puisi.
Riana tidak tahu Anindita mendapatkan kalimat itu dari mana.
Yang pasti kalimat itu membuat dada Riana bergetar.
Kalimat itu seperti palu godam yang datang dan dihantamkan pada tubuh Riana.
Mendengarkan kalimat itu air mata Riana menetes.
Usia Anindita masih 5 tahun tapi dia bicara begitu jelas tampak sekali kalau dia sangat cerdas.
Jonathan sama sekali tidak bergeming dengan kalimat yang diucapkan oleh Anindita.
"Akhirnya aku melihat sendiri penampakan di rumah ini. Kamu benar-benar telah berhasil merubah Anindita menjadi anak yang pemberani salah satunya berani melawan ayahnya sendiri!"
Setelah mengucapkan kalimat tersebut Jonatan pergi meninggalkan rumah itu.
Menyisakan sayatan-sayatan luka di hati Riana juga di dalam hati Anindita.
Riana ingin mengejar Jonathan lalu kemudian memarahi Jonathan karena apa yang sudah dia ucapkan itu benar-benar menyinggung hatinya.
Tetapi saat Riana ingin berlari satu tangannya ditarik oleh Anindita.
Langkah Riana terhenti dia menoleh ke arah Anindita lalu memeluk gadis kecil itu.
Riana masih ingat betapa sulitnya mendapatkan Anindita. Mereka harus bolak-balik ke dokter hanya demi memeriksakan kesuburan untuk mendapatkan keturunan.
Riana juga masih sangat ingat betapa Jonathan begitu bersemangat mengantar Riana ke dokter kandungan.
Tapi semuanya itu bisa hancur begitu saja hanya karena ada perempuan lain yang tiba-tiba saja datang dalam rumah tangga mereka.
Dua hari berselang setelah kepergian Jonathan.Anindita demam, panasnya tinggi, Riana panik."Ya Allah apa yang terjadi denganmu, Nak?"Riana menyentuh pipi Anindita.Kemudian dia bergegas mengambil termometer yang tersimpan di laci meja kamar Anindita.Tertera di termometer tersebut angka 39.Riana membelalakkan matanya.Demamnya tinggi sekali, Anindita juga mengigau."Mama, mama, ma ma."Suara Anindita terdengar lemah sekali. "Iya, Sayang, mama ada di sini.""Uhuk uhuk uhuk."Anindita terbatuk-batuk. "Uhuk uhuk uhuk uhuk."Kemudian gadis kecil itu menyentuh dadanya. Wajahnya memerah. Anindita menunjukkan reaksi bahwa dia sukar bernafas. "Sekarang sebaiknya kita ke dokter saja."Riana segera berkemas, tak lupa Anindita dipakaikan jaket dan Riana segera memesan taksi online.Riana membawa Anindita ke rumah sakit.Di sepanjang jalan dia hanya bisa berdzikir dan mengumandangkan doa melalui komat-kamit bibirnya.Setiap ibu di dunia ini tidak akan pernah rela melihat anak-anak mereka
Setelah Anindita dinyatakan sembuh Riana mulai kembali berani menerima beberapa tawaran untuk menjadi moderator. "Mama berangkat dulu ya..""Mama mau ke mana?""Mama mau mengisi acara, siapa tahu nanti ada rezeki untuk kita."Riana berbicara sambil mengusap-usap rambut Anindita. Pertengkaran antara Riana dan Jonathan membuat luka yang luar biasa besar di dalam diri Riana. Ada keinginan untuk menjadi kaya raya dan mengalahkan Jonathan, keinginan yang semakin mendesak di dalam dadanya. "Nanti Anindita akan ditemani oleh Bu Surti. Bukankah Bu Surti sangat baik pada kamu?"Anindita yang polos, lucu dan baik hati itu menganggukkan kepalanya pertanda bahwa dia setuju dengan apa yang diucapkan oleh Riana."Ya sudah kalau begitu Mama siap-siap dulu nanti kalau Bu Surti datang Mama akan ajak Bu Surti untuk masuk kemari."Riana hendak pergi meninggalkan ranjang tempat di mana Anindita beristirahat tetapi tiba-tiba tangan Anindita menarik tangan Riana. Riana menoleh ke arah Anindita seraya
Bab 6Malam itu sepulang dari pertemuan nya dengan Basri Adam di sebuah tempat yang sama sekali tidak pernah disangka apalagi direncanakan. Hati Riana demikian gembira karena cinta lamanya bersemi kembali. Riana mencintai Basri Adam begitu dalam, dia bahkan tidak memerlukan cincin pernikahan ataupun pesta di gedung yang mewah, Riana hanya berharap bisa mencintai Basri Adam sampai menutup mata.Cinta Riana terhadap Basri Adam demikian besar. Ketika cinta itu kembali bertemu tidak ada yang bisa dikatakan selain rasa bahagia yang tiada tara. Riana masuk ke dalam kamar Anindita dia melihat putrinya itu sudah tertidur lelap. Riana kemudian masuk ke dalam kamar mandi pribadinya dan mencuci tubuhnya lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa digunakan untuk tidur. Ada ponsel di tangan kanannya. Dia membuka foto-foto Basri Adam di akun Instagram milik Basri Adam."Assalamualaikum. Apakah kamu sudah sampai di rumah?"Riana membaca pesan itu kemudian tersenyum. "Waalaikumsalam,
"Halo kamu sedang di mana?" suara Jonathan yang tidak ramah itu menyapa Riana."Aku baru saja tiba di rumah." Riana menjawab singkat, dia rasanya tidak ingin berdebat dengan Jonathan dan malam ini tubuhnya terlalu penat, berbagai aktivitas sudah dia lalui malam ini dan dia hanya ingin istirahat."Aku ingin memberitahumu bahwa rumah itu sudah mendapatkan penawaran.Seseorang yang bekerja di badan usaha milik negara menawar rumah itu di angka 500 juta.'"Apa 500 juta murah sekali?" Riana sangat kaget dengan apa yang dikatakan oleh Jonathan karena rumah yang saat ini ditempati oleh Riana bisa dijual dengan harga di atas 800 juta seperti harga dari rumah tetangga yang lain tapi kenapa Jonathan justru memberikan rumah itu dengan harga yang sangat murah?!"Ayolah Riana. . Aku malas berdebat denganmu, malam ini aku hanya memberitahukan bahwa rumah itu sudah laku di harga 500 juta dan besok lusa aku akan memberikan rumah tersebut beserta sertifikatnya kepada orang yang memang berniat serius u
Pagi hari Riana sudah bangun dari tidurnya. Dia mencium kening Anindita kemudian menyiapkan makan pagi. "Bagaimana kabarmu Apakah kamu sudah merasa enakan?" Riana bertanya kepada Anindita perihal kesehatannya. "Anindita baik-baik saja, Ma.""Alhamdulillah untuk sementara waktu kamu tidak usah sekolah dulu sampai kamu benar-benar sehat ya."Anindita mengangguk.Setelah sarapan pagi selesai Riana mengantarkan Anindita ke kamar tidurnya lalu menyiapkan beberapa permainan yang bisa membuat Anindita tidak merasa bosan. "Mama mau pergi sebentar nanti kalau bibi sudah datang kamu main-main sama bibi ya."Anindita menganggukkan kepalanya. Riana merasa bersyukur karena memiliki seorang anak yang penurut, baik hati, tidak cerewet dan tidak pernah menuntut. Riana bergegas pergi meninggalkan rumahnya setelah taksi online yang dia pesan datang. Dia menunjukkan alamat kepada sopir taksi tersebut dan taksi pun diarahkan ke sana. Sepanjang perjalanan pikiran Riana berputar-putar pada ancaman
Kamu jadi datang kan malam ini tanya Basri Adam kepada Riana melalui pesan singkat w******p-nyaJadi jangan khawatir hanya itu jawaban yang diberikan oleh Riana kepada Basri Adam.Basri Adam langsung menyudahi perbincangan mereka setelah mengirimkan emoticon ibu jari pada pesan singkat Riana.30 menit berlalu kini Riana sudah sampai di lobby hotel dia menoleh ke kanan dan ke kiri karena dia tidak tahu harus ke arah mana menemui Basri Adam.Riana langsung mengambil ponselnya untuk menelpon Basri Adam. Tetapi tiba-tiba seorang laki-laki muncul di sampingnya. "Permisi apakah anda Ibu Riana?" Pertanyaan itu mengalir begitu saja membuat Riana membelalakkan mata. Dia merasa tidak mengenali laki-laki tersebut. "Saya ajudan Pak Basri Ibu diminta untuk naik ke atas dan saya akan mengantarkan Ibu kepada beliau." Riana melihat laki-laki itu dari atas sampai bawah dia merasa tidak percaya dan dia juga merasa takut. "Ibu tidak perlu khawatir semuanya akan baik-baik saja perkenalkan nama say
Setelah Riana tidur tanpa sepengetahuannya ternyata Basri Adam belum benar-benar tidur. Basri Adam menoleh ke arah Riana dia melihat Riana dengan penuh kasih. Basri Adam bahkan membetulkan selimut yang saat ini sedang digunakan oleh Riana."Seandainya kamu mau dan berani menikah denganku sejak dulu mungkin jalan hidupmu akan berbeda. Tapi sayang, kamu lebih mementingkan egomu di atas segalanya."Harapan dan keinginan untuk bisa menikahi Riana sudah ada sejak dulu kala tetapi sayang harga diri dan nama baik berada di atas harapan dan keinginan itu sehingga pernikahan bersama Riana tidak pernah bisa diwujudkan."Aku mengagumi Ayah karena Ayah sangat mencintai Bunda.""Meskipun Ayah sekarang telah menjadi pejabat Ayah harus janji Ayah tidak boleh menikah lagi di luar sana.""Ayah harus terus menjaga hati dan perasaan Bunda maka itu artinya Ayah juga mencintai kami.""Mas Basri, sebagai seorang adik aku merasa bangga memiliki kakak sepertimu. Meskipun Mbak Nur kasih dalam keadaan sakit
Pagi itu Basri Adam memerintahkan kepada Riana untuk mengajak Anindita makan di resto hotel. "Anindita mau berenang?" Basri Adam bertanya dengan sangat sopan sambil mencubit dagu Anindita. "Iya Om Anindita pengen berenang sudah lama sekali Anindita tidak berenang. Dulu Anindita pernah diajak Ayah berenang tapi setelah Ayah pergi dari rumah Anindita tidak pernah berenang lagi."Riana menundukkan kepalanya Basri Adam tersenyum dalam gejolak hatinya."Kalau begitu sekarang berenang bareng Ayah lagi. Anindita boleh memanggil Om dengan panggilan Ayah. Dan Anindita boleh mengajakku berenang kapanpun Anindita mau."Riana terkejut mendengar kalimat itu sebuah kalimat bermakna untuk Anindita namun sangat menakutkan bagi Riana. "Serius Anindita boleh memanggil Om dengan panggilan Ayah?" Andita kecil namun pintar itu berkata ada banyak harapan dari pendar matanya."Serius boleh Sayang.""Asyikkk."Anindita bersorak kegirangan lalu mereka berdua bergandengan tangan menuju ke kolam renang.Anin
Pernikahan Indah itu akhirnya digelar Riana merasa sangat bahagia dengan apa yang sudah dia dapatkan saat ini. "Sarapan dan kopinya sudah siap."Riana bicara sambil memeluk Basri Adam dari belakang."Uhhh. . Menyenangkan sekali, memiliki istri memang selalu begitu, menyenangkan dan membahagiakan. Dulu ketika Bundamu masih hidup dia selalu saja melayaniku dengan baik."Basri Adam berbicara sambil matanya menerawang. Ada cemburu cemburu kecil yang mulai muncul di hati Riana. Sejak dulu Basri Adam selalu begitu, tidak pernah berhenti memuji istrinya. Sepertinya perempuan yang paling baik di dunia ini hanyalah istrinya. Basri Adam duduk di ruang makan sambil menikmati makan paginya. Sesekali dia menyeruput air putih yang ada di samping piring lebarnya. Riana memperhatikan itu. 'Tumben dia makan dengan lahap biasanya selalu bilang bahwa masakan almarhum istrinya adalah masakan yang paling enak di dunia.'Riana melihat Basri Adam dia memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh s
Sebuah rumah mewah dibelikan oleh Basri Adam untuk Riana."Rumah ini terlalu besar untuk kami." Riana berbicara kepada Basri Adam. "Tidak perlu khawatir aku akan memberikan beberapa pembantu untukmu supaya kamu dan Anindita tidak kesepian lagi pula aku juga akan sering datang dan tinggal di sini."Basri Adam mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Riana membelalakkan matanya."Maksudnya?" Riana sengaja menggantung kalimatnya. "Aku ingin menikah denganmu, dan pernikahan itu tidak ada hubungannya dengan rumah pemberianku ini. Rumah ini sebagai tanda sayangku padamu yang tidak pernah bisa aku wujudkan dan baru bisa aku wujudkan saat ini."Riana menitikkan air mata karena terharu. Kehidupannya yang sakit berbulan-bulan yang lalu rasanya tertebus hari ini. Basri Adam telah memanjakannya."Besok aku akan datang dengan penghulu dan kita akan menikah.""Tapi apakah itu tidak terlalu terburu-buru?""Tidak Riana semakin cepat maka akan semakin baik."Riana tidak bisa lagi menolak permintaan
Riana melangkahkan kakinya mengikuti langkah kaki Basri Adam sementara Anindita berada di dalam gendongan Basri Adam. Rasanya puas sekali bisa membuat Jonathan terpuruk dan terkalahkan. Selama ini Jonathan begitu sombong, dia tidak pernah mau menerima kekalahan sama sekali. Riana masuk ke dalam mobil, dia duduk tepat di samping Basri Adam. "Ayah hebat! Ayah sangat hebat!" Anindita memuji Basri Adam membuat Basri Adam tersenyum kemudian mengusap rambut gadis kecil itu. Kemudian semuanya terdiam, hening tanpa suara sepertinya mereka sengaja menjaga perasaan mereka masing-masing. Sopir mengemudikan mobil mewah milik Basri Adam. Setibanya di hotel mereka berdua turun. Basri Adam berbisik pada ajudannya dan sang ajudan pun menganggukkan kepala. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Basri Adam yang berjalan bersama Riana, mereka memasuki lift kemudian menuju ke kamar Riana.Riana melepas alas kakinya lantas masuk ke dalam toilet kamar dan Basri Adam duduk di sofa sambil menuangka
Jonathan keluar dari dalam rumah dia terkejut melihat Riana dan Anindita sudah berada di rumahnya. "Untuk apa lagi kamu kemari?"Jonathan bertanya sambil memandang rendah ke arah Riana dan Anindita."Pasti untuk mendapatkan hak atas rumah yang saat ini mereka tempati. ." Ajeng menghina Riana kemudian dia memeluk Jonathan di depan Riana dan anindita."Kedatangan ku kemari untuk membeli rumah itu! Cepat keluar kan sertifikatnya dan kita buat surat perjanjian!"Riana tidak memperdulikan mereka dia berbicara sesuai dengan apa yang dia inginkan. "Kamu mau membeli rumah itu? Dengan harga berapa? Dapat uang dari mana? Jangan berpura-pura, pasti kamu sudah punya rencana licik kan?"Jonathan mengucapkan kalimat itu sambil ibu jarinya menunjuk-nunjuk wajah Riana."Kamu tidak perlu banyak bicara keluarkan sertifikatnya dan aku akan langsung mentransfer kan uangnya ke rekeningmu!""Ha ha ha. ."Ajeng tertawa terbahak-bahak. "Pasti setelah sertifikat ada di tanganmu kamu akan langsung lari dan m
Pagi itu Basri Adam memerintahkan kepada Riana untuk mengajak Anindita makan di resto hotel. "Anindita mau berenang?" Basri Adam bertanya dengan sangat sopan sambil mencubit dagu Anindita. "Iya Om Anindita pengen berenang sudah lama sekali Anindita tidak berenang. Dulu Anindita pernah diajak Ayah berenang tapi setelah Ayah pergi dari rumah Anindita tidak pernah berenang lagi."Riana menundukkan kepalanya Basri Adam tersenyum dalam gejolak hatinya."Kalau begitu sekarang berenang bareng Ayah lagi. Anindita boleh memanggil Om dengan panggilan Ayah. Dan Anindita boleh mengajakku berenang kapanpun Anindita mau."Riana terkejut mendengar kalimat itu sebuah kalimat bermakna untuk Anindita namun sangat menakutkan bagi Riana. "Serius Anindita boleh memanggil Om dengan panggilan Ayah?" Andita kecil namun pintar itu berkata ada banyak harapan dari pendar matanya."Serius boleh Sayang.""Asyikkk."Anindita bersorak kegirangan lalu mereka berdua bergandengan tangan menuju ke kolam renang.Anin
Setelah Riana tidur tanpa sepengetahuannya ternyata Basri Adam belum benar-benar tidur. Basri Adam menoleh ke arah Riana dia melihat Riana dengan penuh kasih. Basri Adam bahkan membetulkan selimut yang saat ini sedang digunakan oleh Riana."Seandainya kamu mau dan berani menikah denganku sejak dulu mungkin jalan hidupmu akan berbeda. Tapi sayang, kamu lebih mementingkan egomu di atas segalanya."Harapan dan keinginan untuk bisa menikahi Riana sudah ada sejak dulu kala tetapi sayang harga diri dan nama baik berada di atas harapan dan keinginan itu sehingga pernikahan bersama Riana tidak pernah bisa diwujudkan."Aku mengagumi Ayah karena Ayah sangat mencintai Bunda.""Meskipun Ayah sekarang telah menjadi pejabat Ayah harus janji Ayah tidak boleh menikah lagi di luar sana.""Ayah harus terus menjaga hati dan perasaan Bunda maka itu artinya Ayah juga mencintai kami.""Mas Basri, sebagai seorang adik aku merasa bangga memiliki kakak sepertimu. Meskipun Mbak Nur kasih dalam keadaan sakit
Kamu jadi datang kan malam ini tanya Basri Adam kepada Riana melalui pesan singkat w******p-nyaJadi jangan khawatir hanya itu jawaban yang diberikan oleh Riana kepada Basri Adam.Basri Adam langsung menyudahi perbincangan mereka setelah mengirimkan emoticon ibu jari pada pesan singkat Riana.30 menit berlalu kini Riana sudah sampai di lobby hotel dia menoleh ke kanan dan ke kiri karena dia tidak tahu harus ke arah mana menemui Basri Adam.Riana langsung mengambil ponselnya untuk menelpon Basri Adam. Tetapi tiba-tiba seorang laki-laki muncul di sampingnya. "Permisi apakah anda Ibu Riana?" Pertanyaan itu mengalir begitu saja membuat Riana membelalakkan mata. Dia merasa tidak mengenali laki-laki tersebut. "Saya ajudan Pak Basri Ibu diminta untuk naik ke atas dan saya akan mengantarkan Ibu kepada beliau." Riana melihat laki-laki itu dari atas sampai bawah dia merasa tidak percaya dan dia juga merasa takut. "Ibu tidak perlu khawatir semuanya akan baik-baik saja perkenalkan nama say
Pagi hari Riana sudah bangun dari tidurnya. Dia mencium kening Anindita kemudian menyiapkan makan pagi. "Bagaimana kabarmu Apakah kamu sudah merasa enakan?" Riana bertanya kepada Anindita perihal kesehatannya. "Anindita baik-baik saja, Ma.""Alhamdulillah untuk sementara waktu kamu tidak usah sekolah dulu sampai kamu benar-benar sehat ya."Anindita mengangguk.Setelah sarapan pagi selesai Riana mengantarkan Anindita ke kamar tidurnya lalu menyiapkan beberapa permainan yang bisa membuat Anindita tidak merasa bosan. "Mama mau pergi sebentar nanti kalau bibi sudah datang kamu main-main sama bibi ya."Anindita menganggukkan kepalanya. Riana merasa bersyukur karena memiliki seorang anak yang penurut, baik hati, tidak cerewet dan tidak pernah menuntut. Riana bergegas pergi meninggalkan rumahnya setelah taksi online yang dia pesan datang. Dia menunjukkan alamat kepada sopir taksi tersebut dan taksi pun diarahkan ke sana. Sepanjang perjalanan pikiran Riana berputar-putar pada ancaman
"Halo kamu sedang di mana?" suara Jonathan yang tidak ramah itu menyapa Riana."Aku baru saja tiba di rumah." Riana menjawab singkat, dia rasanya tidak ingin berdebat dengan Jonathan dan malam ini tubuhnya terlalu penat, berbagai aktivitas sudah dia lalui malam ini dan dia hanya ingin istirahat."Aku ingin memberitahumu bahwa rumah itu sudah mendapatkan penawaran.Seseorang yang bekerja di badan usaha milik negara menawar rumah itu di angka 500 juta.'"Apa 500 juta murah sekali?" Riana sangat kaget dengan apa yang dikatakan oleh Jonathan karena rumah yang saat ini ditempati oleh Riana bisa dijual dengan harga di atas 800 juta seperti harga dari rumah tetangga yang lain tapi kenapa Jonathan justru memberikan rumah itu dengan harga yang sangat murah?!"Ayolah Riana. . Aku malas berdebat denganmu, malam ini aku hanya memberitahukan bahwa rumah itu sudah laku di harga 500 juta dan besok lusa aku akan memberikan rumah tersebut beserta sertifikatnya kepada orang yang memang berniat serius u