Bantu vote ya say. Makasih. Baca juga cerita ini: 1. Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya. 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku. 3. Maaf, Aku Pantang Cerai 4. Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.
Talak bab 88"Sean datang, Kak," ucap Wendi, sembari menunjuk dengan bibirnya. Rani hanya melirik, begitu juga dengan Marco. Rani menyingkirkan tas dan laptopnya, agar ada tempat untuk suaminya duduk. "Masih lama ngobrolnya?" Sean bertanya, sembari duduk di depan istrinya. Karena Marco dan Wendi duduk mengapit Rani, kedua pria itu bahkan tak bersusah-susah untuk pindah, agar memberikan tempat untuk pria itu. "Kalau begitu sampai di sini saja, Kak. Sudah malam pulanglah, istirahat. Kalau bosan, bisa kembali tinggal di apartemen. Kau bukan orang susah seperti dulu, jika tak bahagia lepaskan saja," ucapan Wendi pelan, tapi menusuk hati Sean. Dia menatap wajah istrinya, namun wanita itu pura-pura tak tau. "Ayo pulang," ajak Sean. "Duluan saja, aku masih ingin di sini," jawab Rani pelan. "Jangan kekanakan-kanakkan, Rani. Kita selesaikan masalah kita, jangan mengumbarnya di luar. Seperti wanita yang haus perhatian pria lain," ujar Sean sinis. "Bagus, kalau begitu enyahlah dari hadapanku
Talak bab 89"Kau sudah gila, Pak Gilang?!" Wendi terduduk lemas, sembari menatap Marco yang bertarung dengan Gilang. Bagaimana tidak, pria itu tau, selama seminggu ini Wendi dan Marco mencari Rani. Bukannya memberitahu keberadaannya, pria itu memilih menyembunyikannya. Yah, Rani berada di rumah Gilang, dalam perawatan tunangannya. "Kau pikir mudah menyembunyikannya. Aku terpaksa, itu juga demi janinnya. Rani harus istirahat total, karena kandungan terus bermasalah." Mendengar penjelasan Gilang. Mau tak mau Marco dan Wendi harus menahan diri, walau sebenarnya mereka masih ingin menghajar Dosen killer itu. "Sudahlah. Aku minta maaf, karena ini salahku. Kalian jangan menyalahkan Gilang lagi, kasihan dia selama satu minggu ini, dia yang merawatku." Ketiga pria itu berbaring di rerumputan. Tak peduli meski pakaian mereka kotor, saat ini mereka merasa lega karena beban mereka sudah terlepas. "Sayang!"Rani dan ketiga orang itu serempak berbalik. Mereka melihat Sean berlari mendekat, Ran
Talak bab 90"Tuan muda, mari makan dulu. Ini saya buatkan bubur ayam." Bi Ani menuangkan bubur ke dalam mangkok. Rani tak bersuara, hanya diam sembari menatap wanita itu. "Bibi tidak usah repot-repot. Di sini ada Rani, biar dia yang mengurusku," pinta Sean. Setelah melihat wajah masam Rani. "Eh, jangan. Kau tak boleh berbuat begitu, Sean. Bi Ani ini sudah lama berkerja padamu, sudah tugasnya melayani majikannya. Aku tak akan sanggup melakukannya. Jadi biarkan dia melakukan, apa yang dia inginkan." Rani tersenyum, lalu meraih tasnya dan memilih pergi. "Aku mau istirahat, Bibi bisa menjaganya atau gantian dengan Rika keponakan Bi Ani. "Rani sudah mengetahui, ternyata gadis yang tadi memeluk suaminya, adalah keponakan Bi Ani. Pantas terlihat akrab dengan Sean. "Sayang, tolong jangan pergi," pinta Sean. "Maaf Sean, tapi aku muak berada di sini. Begini saja, kau akan tinggal di sini seperti saran dokter. Bi Ani, Rika dan Margin akan menemanimu. Aku tak akan menganggu kalian lagi," ujar
Talak bab 91"Terima kasih Tuan muda. Telah mengampuni kami, sekali lagi saya minta maaf, dan tolong jaga Nyonya muda. Mungkin sudah takdir, dia menjadi istri anda Tuan." Paman Abdi menundukkan kepala, seolah memberi hormat pada Rani dan Sean."Terima kasih, Paman. Tolong jaga dirimu baik-baik, saya tak akan melupakan bantuanmu." Rani mengulurkan tangan, menjabat tangan keriput paman Abdi, lalu menciumnya. "Sama-sama Nyonya muda. Jaga kesehatan anda, jangan terlalu lelah saat bekerja."Paman Abdi menatap Rani dengan mata berkaca-kaca. Dia ingin memeluk wanita ini, tapi dia tak boleh melakukannya lagi. Rani bukan lagi sosok yang pernah dia rindukan. "Apa yang kau lakukan, Pak? Kenapa menatapnya seperti itu?" tanya bi Rani. "Kau akan sangat menyesal, Bu. Saat tau apa yang ada, di tubuh Nyonya muda," jawab paman Andi.Sembari melangkah meninggalkan mansion. "Setelah lebih dari dua puluh tahun. Kita harus meninggalkan mansion ini, hanya gara-gara kebodohanmu, Bu," sesal Paman Abdi."Ayo m
Talak bab 92"Rani, bukankah dia suamimu?" Rani menatap arah telunjuk Marco. Setelah itu dia memutar bola matanya, sudah jelas itu Sean, masih juga di tanyakan. "Jangan pedulikan dia, daripada mengaum nantinya. Cepat duduk dan katakan, apa yang kau temukan.Marco segera duduk di samping Rani. Lalu menyerahkan sebuah dokumen, Rani mengambil dan memeriksanya. "Marco, menjauh dari istriku. Sebelum aku patahkan tanganmu." Marco dan Rani bingung, karena yang mengancam Marco seorang wanita. Dia pelayan kafe, wanita itu terlihat takut, lalu dia menunjuk ke arah suami Rani. "Dasar gila, kekanak-kanakan." Marco dan Rani melirik Sean sebentar. Setelah itu kembali fokus, dengan dokumen yang di bawa Marco. "Marco, tatap mataku."Astaga, Sean terus menganggu Marco dan Rani. Kali ini Marco menatap langsung ke arah Sean, pria itu tak melakukan apa-apa, hanya menunjukkan jari telunjuk dan jadi tengah. Sebagai tanda mencolok ke mata, artinya jelas. Cuma mau bilang, kalau dia mengawasinya."Apa dia ta
Talak bab 93"Mbak Rani." Rani menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Dia memicingkan mata, saat melihat adik Hendra bersama anaknya. "Mau apa, dia datang kemari lagi?" tanya Sean. Sembari mengikatkan tali sepatu Rani yang terlepas.Della menahan rasa dengkinya. Saat melihat perlakuan manis, suami baru mantan kakak iparnya. Dulu Rani yang selalu menunduk di bawah kaki Hendra, tapi kini dibawah kakinya, justru seorang pria yang begitu sempurna. Selain tampan dia juga kaya raya. Entah apa keistimewaan Rani, sampai bisa mendapatkan jackpot, seperti suami barunya. "Ada urusan apa dengan istriku? Kalau urusan soal Hendra. Sebaiknya kau pergi saja, karena kami tak punya waktu untuk itu," ucap Sean ketus.Tangannya menggenggam telapak tangan Rani. Jari-jari mereka terjalin erat, Della melihat dan itu membuat matanya sakit. "Aku butuh bantuanmu, Mbak. Tolong beri aku pekerjaan. Apa saja gak masalah, asal kerja dan dapat gaji. Demi anakku, Mbak. Kami sudah tak tau mau kemana, karena mas Dan
Talak bab 94"Bagaimana? Ada kabar apa?" Sean menatap seorang pria, yang duduk di depannya. Pria itu menunjukkan beberapa lembar foto, di foto itu terlihat Della dan Lisa, sedang makan di restoran cepat saji."Saya juga mendapatkan sebuah rekaman. Percakapan wanita ini, dengan seorang wanita lainya, Bos. Dia memanggilnya mbak Ita." Sean tersenyum, ternyata wanita ini masih belum jera. "Aku mengenalnya, tenang saja aku yang akan mengurusnya.Awasi terus wanita ini. Aku ingin tau siapa saja, yang bekerjasama dengannya. Jangan lupa rekam, jika ada pembicaraan yang penting." Waktu Rani memintanya mengawasi Della, Sean merasa itu tak perlu, tapi kemudian dia merasa tak salah menuruti Rani Karena itu dia meminta anak buahnya. Mengikuti dan mengawasi Della adik Hendra. 'Mereka tak ada kapok-kapoknya. Baiklah kali ini aku akan tunjukkan, apa yang bisa aku lakukan untuk melindungi istriku.'"Sayang, masih sibuk?" Rani menjulurkan kepala, dari sela pintu yang sedikit terbuka. Sean tersenyum, la
Talak bab 95"Mbak Rani!" Rani mendesah kesal karena pangilan itu. Lagi-lagi Della berulah, dia sudah sangat muak dengan wanita ini."Mau apa lagi Della? Tidak ada puas-puasnya kau menggangguku. Sekarang mau apa lagi?" Rani membanting pintu mobilnya. Entah darimana mantan adik iparnya ini, mengetahui tempat kuliahnya."Ampuni aku, Mbak. Kami sudah tak punya apa-apa lagi. Tolong jangan masukkan aku ke penjara, seperti kau memasukkan Mas Hendra. Meski kita tak lagi menjadi saudara ipar, tolong kasihani aku dan anakku. Kau sudah menjadi istri orang kaya, Mbak. Jangan terlalu kejam pada kami, Rara meninggal sudah takdir bukan salah kami. Kami hanya orang miskin tak bisa melawan orang kaya sepertimu." Rani mengerutkan keningnya, karena tak mengerti sama sekali, dengan apa yang Della katakan. Namun wajahnya mengeras dan rahangnya mengatup rapat, setelah menyadari apa yang telah terjadi. Entah darimana, orang-orang telah mengerumuni tempat ini.Lengkap dengan kamera dan siaran langsung. Waj