-HAPPY READING.
Aqilla berlari ke arah toilet perempuan. Ia sebal menjadi pusat perhatian. Memangnya kenapa harus dilihatin sih? Ada yang aneh? Hanya karena Maxime? huh.
Aqilla melepas kerudungnya sebentar lalu membasuh wajahnya menggunakan air. Siang ini begitu panas bagi Aqilla. Setelah membasuh wajahnya aqilla memakai jilbabnya lagi. Menatap cermin yang begitu bersih.
"Gimana caranya biar orang gila itu jauh dari aku," gumamnya.
Aqilla segera keluar daro toilet, entah kenapa hanya ada dirinya. Kenapa jadi menakutkan/ Please ini siang hari.
Ceklek
Tiba tiba pintu tertutup dengan sendirinya. Keringat dingin turun dar dahinya. Apa ada hantu? Tak lama Aqilla mendengar suara langkah seseorang.
"Hai Aqilla," sapa seseorang dari arah bilik kamar mandi paling pojok. Aqilla melotot, bukan bukan hantu tapi orang yang sering melakukan pelecehan di sekolah ini. Orang ini kenapa ada di sini.
"Pergi atau saya teriak Aron," ancam Aqilla sambil menunjuk orang itu.
Aron Adinata laki-laki yang sering melakukan pelecehan di sekolah ini. Aron sudah dikeluarkan tapi kenapa bisa kembali lagi.
Aron terkekeh. "Teriak aja sekenceng mungkin. Gak akan ada yang denger,"
Aqilla semakin ketakutan, siapapun itu Aqila mohon bantu Aqilla. Aqilla terus berzikir minta pertolongan pada Allah. Aron semakin maju membuat Aqilla was was.
Aron hampir menyentuh pipi Aqilla namu Aqilla langsung menepisnya. "Jual mahal juga ya lo," ucap Aron sambil tersenyum devil.
Aqilla menggeleng. "Please lepasin saya,"
"Lepasin? Main dulu lah bentar." Aqilla menggeleng,
"K-kenapa kamu di sini? Tolong pergi." Suara Aqilla bergetar.
"Gak semudah itu cant-"
BRAKKKK
Ada yang mendobrak pintu dari luar. Maxime, Dio, dan Ascrf ang muncul. Maxime tersenyum smirk.
"Eh dongo lo ngapain?" tanya Maxime dengan santai tapi mata yang mengisyaratkan kemarahan. Berani beraninya nyenggol bidadarinya. Ea:v
"Apaansi lo? Ganggu waktu gue mau seneng seneng," jawab Aron.
Maxime maju selangkah. "Mau ngapain?"
"Gue mau nikmatin tubuh-"
BUGGGG
Hidung Aron mengeluarkan darah setelah terkena tonjokan Maxime. "nEnak gak? Harusnya lo itu direhab. Udah gak bener kayaknya otak lo," disaat maxime sedang beergelut yang dilakukan Dio dan Ascraf adalah ngupil.
Maxime menoleh. "Heh lo berdua ngapa sih?" geram Maxime melihat kelakuan kedua temannya.
Keduanya menyengir lalu berdiri di samping Aron. "Ron dari pada lama lama mending ikut gue ke ruang BK," ucap Dio.
"OGAHHH!!"
Maxime langsung meninju Aron habis habisan. Dio langsung mencegah Maxime.
"Mati ntar anak orang ngawur lu Max," peringat Dio.
Aron menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Tadi ia masuk lewat p[intu belakang dan dibantu seseorang untuk menelusup kemari.
Tak lama guru Bk datang. "Kamu sudah saya keluarkan kenapa bisa masuk ke sekolah ini?"
"Urusan bapak?" Pak Udin geleng geleng kepala manusia ini memang tidak takut siapapun.
"Kamu masuk lewat mana? Kamu minta tolong kan sama anak sini?" Aron diam tak menjawab membuat Pak Udin geram.
"Geret dia keluar Pak!!" Pak udin meminta satpam sekolah segera membawa Aron. Anak kurang ajar seperti Aron harus segera dilenyapkan.
"Awas lo." Aron menunjuk Maxime sebelum pergi dari sana.
* * *
"Makasih," ucap Aqilla sambil menunduk. Dirinya masih takut dengan masalah yang tadi.
"Sama-sama, gak usah takut ada gue." Senyum tulus ter ukir di bibir Maxime yang tipis dan merah.
Aqilla memegang botol air mineral yang masih tertutup rapat. Maxime langsung mengambil botol tersebut. "Diminum dulu,"
Maxime membuka botol itu lalu menyerahkan pada Aqilla. "Makasih." Maxime mengangguk.
"Yakin lo gak papa?"
"Iya,"
"Makanya Qil, kalo kemana mana itu jangan sendiri," nasehat Maxime takut hal ini terulang lagi.
Aqilla mendengus. "kaya apaan aja,"
"Lah ntar kalo kaya tadi lagi gimana?"
"Tinggal teriak,"
"Heleh tadi lo teriak aja kaga kedengeran,"
Aqilla baru ingat kenapa Maxime bisa tahu dirinya dikamar mandi. Baru Aqilla ingin bertanya maxime sudah berkata lebih dahulu. "Tadi gue ngikutin lo. Yakali bidadari gue jalan sendiri," ucap Maxime sambil mengedipkan matanya.
"Berisik,"
"Yeilah kan kumat,"
"Keknya kita jodoh deh Qil." Botol yang Aqilla pegang, Aqilla lemparkan ke tong sampah karena sudah habis.
"Tempat ibadah aja beda. Kamu Gereja, aku Masjid." ucap Aqilla spontan.
Maxime langsung bersemangat. "Berarti kalo tempat ibadahnya sama lo mau sama gue?"
"Gak." Jawaban Aqilla tak membuat maxime patah semangat ia haru terus berusaha hahay.
"Kite coba lain kali,"
"Gak perlu," jawab Aqilla yang masih setia duduk di samping Maxime.
Btw mereka sedang berada di taman sekolah yang sangat asri dan terawat. Sekolah yang diidam idamkan anak-anak lain. Sekolah yang terletak di tengah tengah ibu koa jakarta.
"Pulang mau gue anter?" tanya Maxime yang berniat baik.
Aqilla menggeleng ia takut nanti ayahnya ada di rumah. "Enggak perlu nanti di jemput ayah,"
Maxime hanya mengangguk saja. Bukan karena takut bertemu ayah aqilla tapi takut nanti malah Aqilla yang terkena dampak.
"Yaudah ayo kekelas gue anterin," Aqilla menatap Maxime yang begitu bai. Walaupun Maxime berandalan tapi Aqilla bisa melihat setengah kebaikan diri maxme. Baru setengah bukan sepenuhnya
Aqilla berjalan menuju kelasnya, melihat beberapa orang melirik kearahnya. Tiba-tiba ada yang merangkulnya dari belakang.
"Gakpapa ada kita berdua." Suara itu adalah suara Diana.
Cash mengacungkan ibu jarinya. "Kita bakal ada kok buat Qilla. Jangan trauma ya Qills," Aqilla merasa terharu memiliki dua sahabat seperti Diana dan Cash.
"Mata lo kalo masih ngeliatin bae gue congkel ya," geram Diana melihat kelakuan manusia yang berada di sana.
Cash menggaruk ramburnya. "Kalo abis dicongkel di kemanain?' tanya Cash dengan lugu.
"Lo makan!!!!" Diana geram dengan satu temannya ini yang punya otak sangat polos.
Aqilla terkekeh. "Makasih ya guyss," Aqilla memeluk kedua temannya.
"Kaya apa aja Qil." semua lalu terbahak dan pasang mata melihat bagaimana bahagianya persahabatan mereka.
-Bersambung
*HAPPY READING🦋Laki laki dengan seragam keluar dari celana, celana robek di bagian dengkul, dan kalung salib yang melingkar di lehernya sedang berjalan melewati mushola. Laki laki itu adalah Maxime Garuda pentolan di sekolah yang terkenal di jakarta ini. Maxime menoleh kearah Mushola ada siswi berjilbab yang baru selesai melaksanakan sholat sunnah.Entah kenapa hati Maxime berdebar. Maxime memegang dadanya. "Gue kenapa nih?" hanya dengan memandang wajah gadis itu jantung Maxime berdetak cepat. Maxime menoleh lagi, gadis itu sudah akan keluar dari mushola. Maxime merapihkan rambutnya, dirinya akan menghadang gadis itu.Gadis itu bingung saat sudah berada di depan Maxime. Saat gadis itu hendak ke kiri Maxime juga ikut. Akan kekanan Maxime juga mengikutinya. Mata gadis itu menatap kearah kalung salib berwarna silver yang dipakai Maxime. Lalu gadis itu menghela nafas panjang."Bisa
*HAPPY READING🦋Aqilla keluar dari gerbang sekolah melihat kearah langit yang mendung. Mungkin sore ini akan turun hujan. Aqilla menyeberang jalan untuk pergi ke halte seberang jalan, ia akan naik bus sore ini karena ayahnya sedang sibuk. Sebenarnya ayah Aqilla adalah seseorang yang otoriter tapi karena kesibukan ayahnya, Aqilla diperbolehkan naik bus. Langit masih gelap, segelap hidup Aqilla selama ini.Aqilla merenung, entahlah apa yang ia renungkan. Aqilla Mengingat laki-laki menyebalkan itu. Laki-laki yang akhir-akhir ini mendekatinya yang tidak sengaja bertemu di mushola sekolah. Aqilla merasa kepalanya sedang berputar putar jika mengingatnya."Mau gue anter pulang?" Aqilla kaget dengan suara itu.Suara laki-laki yang tadi siang ia temui. Baru juga Aqilla memikirkannya, orangnya sudah berada di hadapannya sekarang. Aqilla menolak ajakan Maxime dengan menggeleng.&
-HAPPY READINGMalas itulah yang dirasakan Aqilla sekarang kala melihat orang yang sama menghadangnya lagi. Aqila melepas kacamata yang bertengger di hidungnya, lalu memijat pangkal hidungnya."Mau kamu apa sih? Emang kita ada urusan?" tanya Aqilla yang sudah muak dengan orang di depannya.Sedangkan Maxime hanya menyengir kuda. "Ada kok, kita ada urusan."Aqilla mengerenyit, ada urusan apa memangnya? Karena tahu apa yang sedang dipikirkan Aqilla, Maxime langsung menjelaskan."Ekhem kita kan harus mulai mecintai, dan mengasihi. Seperti kata Tuhan bukan begi-""Berisik," Aqilla dengan cepat langsung memotong ucapan Maxime.Mereka berada di atas anak tangga paling atas. Aqilla baru selesai dari kantin dan Maxime yang memang ingin mengapeli Aqilla.Maxime menyender pada tembok yan
Langit sore ini begitu cerah tidak mendung sama sekali. Aqilla menkmatinya di jok belakang motor Maxime. Tiba-tiba Maxime membelokkan motornya ke arah angkringan pinggir jalan. Tempat biaa dia nongkrong atau beli makanan.Aqilla mengerutkan keningnya. "Makan dulu," ucap Maxime."Saya nggal laper,"Maxime melepas helmnya lalu menoleh kebelakang. "Yang ngajakin lo makan siapa? Gue doang yang mau makan." Aqilla sangat kesal dengan jawaban Maxime.Mereka lalu masuk kdalam angkringan kecil itu. Angkringan yang hanya ditutupi oleh terpal. Kecil namun bagi Maxime tempat ini penuh kenangan. Bang Mahen pemilik Angkringan ini langsung menyapa Maxime. Bang Mahen menoleh kearah Aqilla."Sape nih? Baru lagi?" tanya Bang Mahen."Ini?" tanya Maxime sambil menunjuk Aqilla. Bang Mahen menganggu. "Temen, doain jadi calon mantu mak gue," jela
-HAPPY READING."Seriusan ya Ma?" Tyas mengangguk.Tyas lalu memunguti panci dan makaroni yang berceceran disana. Maxime menghela nafas, siapa suruh ngotorin nih dapur fikirnya. Maxime meminta mamahnya untuk pergi dari sana agar bibi saja yang membersihkan. Dan Mamanya menurut walaupun perlu agak dipaksa.Maxime mengajak mamanya ke ruang tengah. "Emang dia sapa sih Max?" tanya Tyas pada putra bungsunya."Adadeh, nanti aka aku kenalin ya?"Tyas hanya mengangguk saja, biarkan nanti Maxime juga akan memberitahu dengan sendirinya."Abang belum pulang?" tanya Maxime. Tyas menggeleng, kapan abangnya akan pulang. Maxime rindu diomeli oleh sang abang."Keatas dulu Mah," Max naik menuju kamarnya. 'Dah dapet restuu, asikkkkk," batin Maxime.* * *Aqlla makan dikantin