Home / Lain / Takdir Yang Tersembunyi / Pergi Untuk Kembali

Share

Takdir Yang Tersembunyi
Takdir Yang Tersembunyi
Author: Putri Malu

Pergi Untuk Kembali

Author: Putri Malu
last update Last Updated: 2021-05-13 07:12:31

“STOOPPP!!! TIDAK BISAKAH KALIAN BERHENTI MEMBUAT AKU MENDERITA? AKU SUDAH MUAK DENGAN KALIAN BERDUA!“ teriakku marah.

PLAKK!

Sebuah tamparan keras berhasil mendarat dipipiku dengan sempurna. Aku hanya menatap tajam ke arah seorang wanita paruh baya yang berdiri di hadapanku tanpa berkata apapun.

Aku benar-benar muak dengan semua ini.

“Berani sekali kau berteriak kepada kami seperti itu!" Sahut seorang wanita paruh baya dengan nada yang tak kalah kerasnya.

“Aku putuskan mulai hari ini aku akan angkat kaki dari rumah ini! Cih, rumah? Bahkan ini tidak pantas disebut rumah! Pantasnya ini disebut neraka!" kataku sambil membelalakan mataku.

"Lihat saja aku akan kembali dan mengusir kalian semua dari sini!“ ancamku seraya pergi.

BRAKK!!

Aku banting pintu dengan sekencang-kencangnya tak peduli.

“DASAR ANAK KURANG AJAR!“ teriak wanita itu dari dalam.

***

Tes ... Tes ...Tes

Ku tengadahkan kepalaku ke atas langit. Sedikit demi sedikit air hujan membasahi wajahku. Aku tak peduli lagipula hanya gerimis saja, aku terus berjalan menyusuri jalan komplek tanpa arah tujuan.

Aku bahkan tak tahu harus kemana, tak kusangka semakin lama hujan semakin deras.

"Sial," batinku.

Aku mengedarkan mataku, memeriksa sekeliling mungkin saja ada tempat untukku berteduh. Mataku berhenti pada sebuah pos ronda yang tidak jauh dari tempatku berdiri.

Aku bergegas berlari sambil menyeret koperku dan menutupi kepalaku berharap air hujan tidak terlalu membasahi. Kubersihkan bajuku dari percikan-percikan air hujan sesampainya di pos itu, lalu kusimpan koper yang kubawa disana.

Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Sepi. Tak ada orang sama sekali.

“Huft, Aku benar-benar manusia yang paling tidak beruntung didunia ini," gumamku dalam hati.

Malam semakin larut, hujan bahkan tak memberi sinyal akan berhenti, ditambah angin yang berhembus cukup kencang berhasil menusuk tulangku. Dingin.

Entah mengapa hujan selalu membuatku merasa sedih, selalu mengingatkanku pada kenangan-kenangan indah saat kedua orang tuaku masih ada. Sudah 1 bulan semenjak ayah pergi menyusul ibu, sekarang aku sendirian. Tak terasa air mataku menetes semakin lama semakin deras seperti tak mau kalah dengan sang hujan.

“Haaa ... ayah ... ibu ... aku rindu kalian...."

"Kenapa kalian meninggalkan aku disini sendirian. Kenapa kalian tidak membawaku bersama kalian?“ isakku.

Tangisku pecah malam ini, aku menangis sejadi-jadinya berteriak sekencang-kencangnya bersama derasnya hujan malam ini.

***

“Adelina ... ayo bangun sayang, ayo kita sarapan.”

Aku mendengar suara seorang wanita memanggil namaku dengan sangat lembut dan aku mengenal suara ini.

"Ini suara ...."

Dengan cepat kubuka kedua mataku dan aku terbelalak tak percaya.

Ibu?

"Ibuuu ...."

Aku memeluknya erat, erat sekali sampai aku tak ingin melepasnya.

"Aku sangat merindukan ibu, rindu, rindu sekali,“ tuturku sambil tetap memeluknya.

“Rindu?" -ibu melepaskan pelukan kemudian mengernyitkan dahi- "Kan kita sering ketemu sayang ... anak ibu satu ini ada-ada saja," ucap ibu tersenyum.

Aku diam tak menjawab mencoba mengingat-ingat yang terjadi.

"Ayo cepat bangun! Kita sarapan, ayah sudah menunggu di ruang makan,“ ucap ibu lagi.

“Ayah? Ayah disini juga?" Dahiku semakin mengkerut, diikuti anggukan ibu.

Tanpa pikir panjang aku segera melompat dari tempat tidurku, meraih gagang pintu kamarku dan segera keluar menuju ruang makan.

Kulihat ayah sedang sibuk menatap handphone di tangan kirinya sambil menyeruput secangkir kopi. Lalu aku menghampirinya.

"Ayah! aku merindukan ayah, rindu sekali,‘‘ kataku lagi, sambil memeluknya dari belakang.

Aku kemudian melepaskan pelukanku dan menatapnya. Senyumku merekah aku bahagia sekali melihat mereka berdua disini. Kulihat ayah agak bingung dengan tingkahku, ayah menatap ibu dan ibu hanya mengangkat kedua bahunya.

Bahkan jika ini hanya mimpi aku tidak peduli, aku berharap tidak akan pernah bangun lagi. Kulihat mereka masih saling menatap kebingungan.

Aku peluk mereka lagi secara bersamaan, lagi, lagi dan lagi. Setelah selesai dengan drama peluk memeluk kami menikmati sarapan pagi lalu bersenda gurau seperti biasa, tertawa bersama dan masih banyak lagi.

"Sudah! Sudah! ayo habiskan makanannya. Ayah harus ke kantor dan Adelia harus kuliah, kan?"

"Kuliah? tapi Adelia kan sudah lulus kuliah bu,’’ jawabku dengan mulut penuh.

"Ngawur kamu, sudah sana siap-siap,‘‘ pinta ibu.

Aku mulai merasa ada yang aneh, benarkah ini hanya mimpi? bahkan ini terlalu nyata untuk disebut mimpi.

Tapi aku tidak mau ambil pusing memikirkannya kutepis semua pikiran negatif di kepalaku dan kuikuti perkataan ibu. Aku melangkah menuju pintu depan rumah.

Aneh rasanya berat sekali meninggalkan mereka berdua, ku balikkan badanku menatap kearahnya, mereka tersenyum sembari melambaikan tangannya.

“Adelia sayang kalian,“ kataku kemudian berlari ke arah mereka.

“Ayah dan ibu juga sayang Adelia,” ucap mereka lalu mencium keningku.

“Kamu anak ayah dan ibu yang paling cantik, paling hebat dan yang paling kuat, jangan sedih ya nak Ayah dan Ibu akan selalu ada disamping Adelia, hati-hati dijalan,“ tutur mereka lagi sambil memelukku.

Kulanjutkan kembali langkah kakiku lalu kubuka pintu rumahku.

Sriiingg ...

Tiba-tiba, sebuah cahaya menyilaukan entah datang darimana membuatku menyipitkan mataku, aku menengok kanan dan kiri tapi tetap tak bisa melihat apapun selain cahaya itu bahkan ayah dan ibu.

Saking silaunya aku menutup kedua mataku, tak berselang lama aku merasa cahaya itu semakin lama semakin redup.

Aku buka perlahan mataku, kulihat sebuah langit-langit yang terbuat dari kayu yang sudah tua dan dipenuhi dengan debu.

Reflek aku bangun dari pembaringanku, kutengok kanan dan kiri melihat sekeliling. Aku menarik napas panjang berusaha menenangkan dan menyadarkan diriku.

Kepalaku memutar memori kejadian semalam. Aku meringkuk melipat kedua kaki dan memeluknya lalu menenggelamkan wajahku diantara tanganku.

“Astaga ternyata semua itu hanya mimpi ....“ Aku meneteskan air mata. Lagi.

Sudah 15 menit aku bertahan di posisi seperti ini, kakiku mulai terasa sakit.

"Cukup Adelia bukan waktunya buat menangisi yang sudah tidak ada ayo bangkit semangat, kamu cantik, kamu hebat, kamu kuat!" batinku.

Aku mengeluarkan telepon genggam dari saku bajuku, mencari nomor beberapa temanku, kuharap mereka bisa membantuku. Kucoba telepon mereka satu persatu tapi nihil. Mereka semua tak bisa membantuku sama sekali.

Hanya tersisa satu nomor yang belum kuhubungi, kuberanikan diri untuk meneleponnya, aku berharap dia tak mengecewakan aku.

“Halo Ki, ini gue Adelia.”

“Iya Lia kenapa?” sahutnya disebrang sana.

“Tolongin gue cari kosan dong, gue pergi dari rumah semalem."

"Hah? Seriusan lo Lia? Terus semalem lo tidur dimana?”

“Di pos Ronda Ki.’’

"Waah gilak sih, ya udah nanti gue w******p lo kalo gue udah nemu kosannya.’’

"Oke gue tunggu infonya," kataku kemudian mengakhiri obrolan kami.

Ting!

Tak berselang lama suara yang aku tunggu-tunggu akhirnya muncul. Sebuah pemberitahuan pesan masuk dari Kirana pop up di layar handphoneku. Dengan cepat kuklik pesan tersebut.

“Lia ini alamat kosannya jalan merpati no.29 Cihampelas ini nomor ibu kos nya 089754362055.”

Alamat kost yang diberikan Kirana tidak cukup jauh dari tempatku berada, sebelum aku menuju tempat tersebut aku berniat menuju ke sebuah toko perhiasan.

***

“Ini kunci kost nya kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk telepon ibu,” ucap bu Tia sang pemilik kosan.

“Terimakasih bu.”

“Ya sudah ibu tinggal, semoga kamu betah tinggal disini," ucap bu Tia seraya pergi.

Akhirnya aku menemukan tempat tinggal baru, setidaknya ini lebih baik daripada harus tinggal dengan nenek sihir dan anak sihir gila itu.

Setidaknya aku bisa sedikit lebih tenang disini. Untunglah aku masih menyimpan perhiasan peninggalan ibuku jadi bisa kujual.

Kriitt ...

Setelah membuka pintu mataku memeriksa setiap sudut ruangan tersebut.

“Ini lebih kecil dari dari ukuran kamar mandiku,” pikirku.

“Ayolah siapa peduli, ini bukan waktunya mengeluh! Kamu harus sabar Adelia,“ gumamku.

Aku rebahkan tubuhku di atas kasur lantai yang ukurannya hanya cukup menampung satu orang. Aku lelah, lebih tepatnya hatiku yang merasa lelah.

Kupenjamkan mataku memikirkan strategi apa yang harus kulakukan untuk mengambil kembali semua harta milikku, dari tangan nenek sihir jahat itu.

Nenek sihir sekaligus ibu tiriku. Sebenarnya setelah satu tahun kepergian ibu, ayah menikah lagi, dari awal aku tidak ingin menyetujui pernikahan mereka.

Entah apa yang wanita itu lakukan hingga membuat ayahku ingin menikahinya. Aku rasa dia memelet ayahku.

Aku tidak menyukainya dari awal bahkan setelah mereka menikah. Nenek sihir itu pandai sekali bersandiwara di depan ayahku. Aku kira nenek sihir itu hanya ada di dalam cerita dongeng tapi ternyata aku salah. Dan tak kusangka aku akan mengalami hal serupa seperti di dalam cerita.

Dan kalian tahu kegilaannya semakin parah setelah ayah meninggal, entah bagaimana dia melakukannya, tapi dia mengambil alih perusahaan ayah, kemudian memperlakukan aku seenak jidatnya. Aku dijadikan pembantu oleh nenek sihir itu, aku tak melawan bukan karena aku takut tapi aku menghargai permintaan terakhir ayah untuk menghormatinya tapi lama kelamaan dia dan anaknya membuat aku muak.

-Flashback on-

“Adelia ... ada yang ingin ayah bicarakan sama kamu.”

“Apa yah?” kataku sambil terus menyantap makanan di hadapanku.

“Ayah berencana menikah dengan tante Tere gimana menurut Adelia?”

Uhuk!

"Pelan-pelan sayang!" Ayah menyodorkan segelas air putih.

Aku tersentak kaget mendengar rencana ayah. Aku tak tahu harus menjawab apa. Aku mengerti perasaan ayah yang mungkin ayah merasa kesepian tanpa kehadiran seorang istri disampingnya.

Tapi apakah ayah benar-benar secepat itu melupakan ibu? Lagipula aku tidak suka dengan tante Tere sepertinya dia memiliki niat buruk pada keluarga kita.

“Adelia ayah sedang bicara denganmu.” Ayah melambaikan tangannya dihadapan wajahku.

“A-ah ... iya yah apa tadi? Oh menikah yaa? Tante tere?” Aku bicara tak karuan.

Aku menarik napas dalam-dalam berusaha mengontrol semua perasaanku. Aku tidak mau perkataanku menyakitinya.

“Hmm ... apa Ayah yakin dengan tante Tere dia kan pegawai Ayah, dan bukankah ayah baru saja memperkerjakannya beberapa bulan yang lalu? Apa ayah yakin sudah mengenalnya dengan baik?" tanyaku bertubi-tubi.

“Ayah yakin sayang, ayah yakin dia bisa membantu ayah untuk mengurus perusahaan sambil menunggu kamu siap menjadi penerus ayah. Dan ayah rasa dia bisa menjadi ibu yang baik untuk kamu," tutur ayah yakin.

Aku diam tak menjawab. Aku tak tahu harus meyetujuinya atau tidak. Aku memiliki prasangka buruk mengenai tante Tere.

Dan masalahnya aku tidak ingin menjadi egois hanya demi kebahagiaanku sendiri. Aku ingin ayah juga bahagia.

Ku akui setelah kepergian ibu, ayah banyak diam. Dia tidak ceria seperti saat bersama ibu meskipun ayah berusaha bahagia dihadapanku tapi aku tahu ayah kesepian. Setelah berdiskusi dan menimbang-nimbang akhirnya aku putuskan untuk menyetujui keinginan ayah. Aku harap keputusanku tidak salah.

“Oke ayah apapun yang membuat ayah bahagia aku senang,” ucapku kemudian tersenyum dan memeluknya.

“Kuharap aku tak akan pernah menyesali keputusan yang kubuat sendiri,“ batinku.

“Terimakasih sayang kamu memang putri ayah yang paling mengerti ayah.”

***

Pesta pernikahan pun digelar dengan meriah. Aku tersenyum memperhatikan ayah dari jauh sambil memegang sebuah gelas berisi air berwarna merah tampak aura bahagia terpancar di wajah ayah, tak pernah kulihat ayah senyum selebar itu setelah kepergian ibu.

Selain itu Ayah juga sibuk memperkenalkan istri barunya pada kolega-kolega bisnisnya.

Doorr!!

Seseorang tiba-tiba menepuk pundakku pelan dari belakang.

Reflek aku membalikkan badanku kesebelah kiri, aku menatapnya dari atas sampai bawah tampak seorang wanita dengan rambut sebahu terurai, tinggi semampai dengan gaun berwarna hitam selutut tersenyum kepadaku.

"Siapa dia?" batinku sambil mengangkat salah satu alisku.

-To be continued-

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Putri Malu
Halo readers ini cerita pertamaku disini, semoga kalian suka yaa. Beri bintang 5 yaa kalau kalian suka. Terimakasih 😊
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Takdir Yang Tersembunyi   Apa Yang Terjadi?

    Aku masih tak bergeming dan wanita itu masih menatapku. Semakin lama bibir tipisnya kembali ke posisi semula."Kenalin, gue nadia." Wanita itu mengulurkan tangannya ke arahku."Nadia mar-ga-re-tha," ucapnya lagi penuh penekanan.Kusimpan gelas yang sedari tadi kugenggam di atas meja yang berada di sampingku, lalu meraih tangannya."Gue Adelina Chris-tan-to," balasku tak mau kalah.Kami saling menatap, kemudian kami saling menyinggungkan senyuman. Entah kenapa aku tidak nyaman dengan cara tersenyum Nadia padaku. Aku merasa senyumannya tidak tulus."Nadiaa ...." Suara wanita yang tak lain adalah ibu tiriku membuat kami saling melepaskan genggaman. Aku menengok ke arah sumber suara tampak ibu tiriku berjalan cepat ke arah kami diikuti ayahku di belakangnya.Ibu tiriku segera memeluk wanita muda bernama Nadia itu, membuatku mundur satu langkah.&nbs

    Last Updated : 2021-05-18
  • Takdir Yang Tersembunyi   Inilah Waktunya

    "Ada masalah di kantor, Mba."Ucapan terakhir pak Rendra benar-benar mengangguku memejamkan mataku saja aku tak bisa. Aku terlalu penasaran mengenai masalah apa yang terjadi di perusahaan, membuat otakku tak berhenti berputar. Aku bahkan sudah mencoba menelepon pak Rendra berkali-kali tapi tak diangkat sama sekali. Aku harap nenek sihir itu tidak membuat masalah yang serius."Aku harus segera masuk ke perusahaan secepatnya."***Aku menengadahkan kepalaku menatap sebuah gedung yang menjulang tinggi di hadapanku. Aku tahu orang-orang yang sedang berlalu lalang itu pasti sedang melirikku.Tak berselang lama aku menyudahi kegiatanku, lalu berjalan masuk ke dalam menuju gedung tersebut. Baru saja aku ingin masuk lebih dalam, tiba-tiba dua orang petugas keamanan menghentikan langkahku."Permisi ada yang bisa saya bantu?""Saya mau bertemu dengan ibu Teresia Margare

    Last Updated : 2021-05-19
  • Takdir Yang Tersembunyi   Aku Berhasil

    Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi, itu artinya sisa satu jam lagi rapat direksi akan diadakan. Aku sudah tak sabar.Aku raih blouse lengan panjang berwarna soft pink lalu kupadukan dengan rok pendek selutut yang warnanya tidak jauh berbeda dengan blouse yang aku gunakan. Aku berputar-putar di depan cermin memastikan penampilanku sempurna.Kulihat lagi polesan make up di wajahku, oh tidak kutemukan sedikit lipstik yang keluar dari garis bibirku. Dengan cepat kuraih tisu yang tak jauh dariku kemudian kubersihkan lipstik berwarna merah tua itu.Setelah selesai aku alihkan perhatianku lalu menata rambutku sedemikian rupa."Sempurna!" Gumamku.Kulangkahkan kakiku keluar dari kamar kostku, tampak semua penghuni wanita disana menatapku. Kuyakin mereka terpesona dengan penampilanku. Kulihat sebuah mobil avanza berwarna hitam terparkir tak jauh dari tempat dimana aku tinggal. Aku hampiri

    Last Updated : 2021-05-21
  • Takdir Yang Tersembunyi   Masalah Baru

    "Selamat ibu Adelia." Pak Tommy mengulurkan tangannya padaku, dengan senang hati aku terima uluran tangannya."Terimakasih pak Tommy," kataku lalu tersenyum lebar.Satu persatu orang yang berada di ruangan itu menghampiriku dan menyalamiku, kulirik sekilas ke arah sang nenek sihir Teresia Margaretha. Tergambar jelas wajahnya menahan amarah, tatapannya yang tajam seolah-olah ingin menusukku. Aku berikan senyuman tersinis yang aku miliki sambil mengangkat kedua bahuku.BRAKK!!Teresia keluar dari ruangan lalu membanting pintu dengan sangat keras hingga mengalihkan perhatian orang-orang di ruangan tersebut beberapa saat. Aku tahu mereka tidak peduli dengan itu itulah sebabnya mereka tetap menyalamiku dan memberikan ucapan selamat, kemudian satu persatu dari mereka meninggalkan ruang pertemuan."Jadi apa rencana Mba ... maksud saya ibu Adelia?" tanya pak Rendra setelah mereka semua pergi.

    Last Updated : 2021-05-24
  • Takdir Yang Tersembunyi   Ayah Sang Direktur

    "Saya juga tidak berniat menjalin dengan perusahaan yang dipimpin oleh direktur arogan seperti anda. Ayo Pak kita pergi dari sini buang-buang waktu saja," ucapku kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan tersebut.Aku membuka pintu ruangan itu kasar, kulangkahkan kakiku secepat mungkin sedang pak Rendra mengekorku dibelakang berusaha mengimbangi langkahku."Dasar direktur arogan memangnya kamu pikir kamu hebat, lihat saja perusahaanku juga bisa bangkit tanpa harus menjalin kerjasama dengan kamu!" umpatku dalam hati.Aku hentikan langkahku sesaat setelah keluar dari gedung perusahaan itu lalu membalikkan tubuhku, "Cih! Menyesal? Yang ada saya yang menyesal pernah menginjakkan kaki saya di perusahaan ini!" umpatku sambil menggerakkan kaki menginjak-injak tanah berulang kali."Ibu Adel ayo kita pergi dari sini semua orang memperhatikan ibu."Mendengar pak Rendra mengatakan hal itu, aku tegakkan

    Last Updated : 2021-05-25
  • Takdir Yang Tersembunyi   Perjanjian Gila

    Tak satupun dari pekerjaanku selesai, pikiranku penuh dengan berbagai pertanyaan. Disatu sisi aku penasaran dengan apa yang akan pak Agung katakan tapi disisi lain aku tak mau berhubungan dengannya apalagi menemuinya. "Haaa...." Aku mendengus kesal kemudian menghentikan kegiatan menulisku lalu meletakkan bolpoin yang aku genggam di atas meja dengan kasar. Aku sandarkan punggungku ke kursi lalu menengadahkan kepalaku sesaat kemudian kembali ke posisi semula. Aku melirik jam dinding yang berada dihadapanku dan waktu menunjukkan pukul 5 sore. Aku mendekatkan diriku ke meja lalu kutumpu kepalaku dengan kedua tangan yang kuletakkan di atas meja dan setelah menimbang-nimbang aku meraih telepon yang berada di meja kemudian menghubungi pak Rendra. "Halo pak. Tolong katakan padanya aku akan berada di sana 1 jam dari sekarang," kataku singkat. "Baik Bu." "Ish, sigap sekali dia. A

    Last Updated : 2021-06-11

Latest chapter

  • Takdir Yang Tersembunyi   Perjanjian Gila

    Tak satupun dari pekerjaanku selesai, pikiranku penuh dengan berbagai pertanyaan. Disatu sisi aku penasaran dengan apa yang akan pak Agung katakan tapi disisi lain aku tak mau berhubungan dengannya apalagi menemuinya. "Haaa...." Aku mendengus kesal kemudian menghentikan kegiatan menulisku lalu meletakkan bolpoin yang aku genggam di atas meja dengan kasar. Aku sandarkan punggungku ke kursi lalu menengadahkan kepalaku sesaat kemudian kembali ke posisi semula. Aku melirik jam dinding yang berada dihadapanku dan waktu menunjukkan pukul 5 sore. Aku mendekatkan diriku ke meja lalu kutumpu kepalaku dengan kedua tangan yang kuletakkan di atas meja dan setelah menimbang-nimbang aku meraih telepon yang berada di meja kemudian menghubungi pak Rendra. "Halo pak. Tolong katakan padanya aku akan berada di sana 1 jam dari sekarang," kataku singkat. "Baik Bu." "Ish, sigap sekali dia. A

  • Takdir Yang Tersembunyi   Ayah Sang Direktur

    "Saya juga tidak berniat menjalin dengan perusahaan yang dipimpin oleh direktur arogan seperti anda. Ayo Pak kita pergi dari sini buang-buang waktu saja," ucapku kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan tersebut.Aku membuka pintu ruangan itu kasar, kulangkahkan kakiku secepat mungkin sedang pak Rendra mengekorku dibelakang berusaha mengimbangi langkahku."Dasar direktur arogan memangnya kamu pikir kamu hebat, lihat saja perusahaanku juga bisa bangkit tanpa harus menjalin kerjasama dengan kamu!" umpatku dalam hati.Aku hentikan langkahku sesaat setelah keluar dari gedung perusahaan itu lalu membalikkan tubuhku, "Cih! Menyesal? Yang ada saya yang menyesal pernah menginjakkan kaki saya di perusahaan ini!" umpatku sambil menggerakkan kaki menginjak-injak tanah berulang kali."Ibu Adel ayo kita pergi dari sini semua orang memperhatikan ibu."Mendengar pak Rendra mengatakan hal itu, aku tegakkan

  • Takdir Yang Tersembunyi   Masalah Baru

    "Selamat ibu Adelia." Pak Tommy mengulurkan tangannya padaku, dengan senang hati aku terima uluran tangannya."Terimakasih pak Tommy," kataku lalu tersenyum lebar.Satu persatu orang yang berada di ruangan itu menghampiriku dan menyalamiku, kulirik sekilas ke arah sang nenek sihir Teresia Margaretha. Tergambar jelas wajahnya menahan amarah, tatapannya yang tajam seolah-olah ingin menusukku. Aku berikan senyuman tersinis yang aku miliki sambil mengangkat kedua bahuku.BRAKK!!Teresia keluar dari ruangan lalu membanting pintu dengan sangat keras hingga mengalihkan perhatian orang-orang di ruangan tersebut beberapa saat. Aku tahu mereka tidak peduli dengan itu itulah sebabnya mereka tetap menyalamiku dan memberikan ucapan selamat, kemudian satu persatu dari mereka meninggalkan ruang pertemuan."Jadi apa rencana Mba ... maksud saya ibu Adelia?" tanya pak Rendra setelah mereka semua pergi.

  • Takdir Yang Tersembunyi   Aku Berhasil

    Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi, itu artinya sisa satu jam lagi rapat direksi akan diadakan. Aku sudah tak sabar.Aku raih blouse lengan panjang berwarna soft pink lalu kupadukan dengan rok pendek selutut yang warnanya tidak jauh berbeda dengan blouse yang aku gunakan. Aku berputar-putar di depan cermin memastikan penampilanku sempurna.Kulihat lagi polesan make up di wajahku, oh tidak kutemukan sedikit lipstik yang keluar dari garis bibirku. Dengan cepat kuraih tisu yang tak jauh dariku kemudian kubersihkan lipstik berwarna merah tua itu.Setelah selesai aku alihkan perhatianku lalu menata rambutku sedemikian rupa."Sempurna!" Gumamku.Kulangkahkan kakiku keluar dari kamar kostku, tampak semua penghuni wanita disana menatapku. Kuyakin mereka terpesona dengan penampilanku. Kulihat sebuah mobil avanza berwarna hitam terparkir tak jauh dari tempat dimana aku tinggal. Aku hampiri

  • Takdir Yang Tersembunyi   Inilah Waktunya

    "Ada masalah di kantor, Mba."Ucapan terakhir pak Rendra benar-benar mengangguku memejamkan mataku saja aku tak bisa. Aku terlalu penasaran mengenai masalah apa yang terjadi di perusahaan, membuat otakku tak berhenti berputar. Aku bahkan sudah mencoba menelepon pak Rendra berkali-kali tapi tak diangkat sama sekali. Aku harap nenek sihir itu tidak membuat masalah yang serius."Aku harus segera masuk ke perusahaan secepatnya."***Aku menengadahkan kepalaku menatap sebuah gedung yang menjulang tinggi di hadapanku. Aku tahu orang-orang yang sedang berlalu lalang itu pasti sedang melirikku.Tak berselang lama aku menyudahi kegiatanku, lalu berjalan masuk ke dalam menuju gedung tersebut. Baru saja aku ingin masuk lebih dalam, tiba-tiba dua orang petugas keamanan menghentikan langkahku."Permisi ada yang bisa saya bantu?""Saya mau bertemu dengan ibu Teresia Margare

  • Takdir Yang Tersembunyi   Apa Yang Terjadi?

    Aku masih tak bergeming dan wanita itu masih menatapku. Semakin lama bibir tipisnya kembali ke posisi semula."Kenalin, gue nadia." Wanita itu mengulurkan tangannya ke arahku."Nadia mar-ga-re-tha," ucapnya lagi penuh penekanan.Kusimpan gelas yang sedari tadi kugenggam di atas meja yang berada di sampingku, lalu meraih tangannya."Gue Adelina Chris-tan-to," balasku tak mau kalah.Kami saling menatap, kemudian kami saling menyinggungkan senyuman. Entah kenapa aku tidak nyaman dengan cara tersenyum Nadia padaku. Aku merasa senyumannya tidak tulus."Nadiaa ...." Suara wanita yang tak lain adalah ibu tiriku membuat kami saling melepaskan genggaman. Aku menengok ke arah sumber suara tampak ibu tiriku berjalan cepat ke arah kami diikuti ayahku di belakangnya.Ibu tiriku segera memeluk wanita muda bernama Nadia itu, membuatku mundur satu langkah.&nbs

  • Takdir Yang Tersembunyi   Pergi Untuk Kembali

    “STOOPPP!!! TIDAK BISAKAH KALIAN BERHENTI MEMBUAT AKU MENDERITA? AKU SUDAH MUAK DENGAN KALIAN BERDUA!“ teriakku marah. PLAKK! Sebuah tamparan keras berhasil mendarat dipipiku dengan sempurna. Aku hanya menatap tajam ke arah seorang wanita paruh baya yang berdiri di hadapanku tanpa berkata apapun. Aku benar-benar muak dengan semua ini. “Berani sekali kau berteriak kepada kami seperti itu!" Sahut seorang wanita paruh baya dengan nada yang tak kalah kerasnya. “Aku putuskan mulai hari ini aku akan angkat kaki dari rumah ini! Cih, rumah? Bahkan ini tidak pantas disebut rumah! Pantasnya ini disebut neraka!" kataku sambil membelalakan mataku. "Lihat saja aku akan kembali dan mengusir kalian semua dari sini!“ ancamku seraya pergi. BRAKK!! Aku banting pintu dengan sekencang-kencangnya tak peduli. “DASAR ANAK KURANG AJAR!“ teriak wanita itu dari dalam. *** Tes ... Tes ...Tes Ku tengadahkan kepalaku ke atas langit. Sedikit demi sedikit air hujan membasahi wajahku. Aku tak peduli lagip

DMCA.com Protection Status