Elvira Purnamasari berusia 30 tahun, anak pertama dari tiga bersaudara yang telah dilangkahi oleh kedua adiknya untuk menikah lebih dulu, menjalani hidup yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Ayah mereka telah berpulang saat adik bungsunya kelas 6 SD akibat kecelakaan. Almarhum Taufik Eka Putra meninggalkan tiga orang anak dan seorang istri.
Untung saja ayah Elvira mempunyai investasi dalam bentuk rumah kos. Jadi, walaupun mereka menjadi anak yatim, kehidupan mereka tidak terpuruk. Ibu Elvira bernama Aprilia Pangestu bekerja pada sebuah perusahaan biskuit terkenal sebagai kepala produksi. Sejak kematian suaminya yang cukup tragis, wanita cantik itu menutup hati dan bertekad untuk menjadi janda dari tiga orang anak, karena cintanya pada sang suami dan anak-anak.Hingga pada hari Minggu pagi, Elvira menemui Aprilia yang sedang duduk menikmati secangkir kopi di meja makan."Maa ... Vira mau ngomong hal yang penting." Elvira menarik salah satu kursi pada meja makan tersebut.Aprilia memperhatikan wajah putri sulungnya yang tak biasa secara formal meminta waktu untuk berbicara. Lalu, Ia pun menjawab, "Ngomong aja, tumben serius banget. Apa kamu ada masalah di kantor?"Elvira memegang tangan Aprilia dan menarik napas panjang seraya berucap, "Maa ... ada lelaki yang mau lamar Vira. Tapi, dia kerjaannya serabutan dan orang tuanya juga bukan berasal dari keluarga kaya. Sederhana sih Maa. Bagaimana menurut Mama?"Aprilia menelan salivanya dan berusaha sangat berhati-hati sekali berbicara pada Elvira menyangkut masalah lelaki, mengingat putri sulungnya telah dilangkahi oleh kedua adiknya."Mama nggak masalah dia bekerja apa dan dimana, yang penting halal. Untuk masalah dia berasal dari orang kaya atau miskin sekalipun, bukan jadi kriteria untuk jadi teman dekatmu. Bagi Mama, yang utama dia lelaki baik dan dari keluarga baik-baik, juga sayang sama kamu." Aprilia bertutur kata dengan sangat hati-hati."Kalau Mama udah setuju, nanti Vira tinggal kasih tau lelaki itu untuk langsung melamar sesuai tanggal yang udah dia tetapkan," ucap Elvira tersenyum samar memandang netra Aprilia.Dengan mengeryitkan dahinya, Aprilia coba mengingat-ingat lelaki yang pernah diajak putrinya ke rumah itu. Seingat Aprilia, sejak patah hati ditinggal pacarnya, menikahi wanita yang dihamili oleh lelaki itu, selama 5 tahun Elvira tidak berpacaran. Saat patah hati, usianya baru 25 tahun."Vira ... seingat Mama, kamu nggak pernah ajak seorang lelaki ke rumah ini untuk dikenalkan sama Mama. Apa memang Mama yang nggak ingat waktu kamu kenalkan lelaki itu?" tanya Aprilia terlihat bingung dengan ucapan putrinya.Pikiran Elvira yang didera rasa takut menjadi perawan tua dan merasa akan jadi beban kedua adiknya jika tidak menikah, membuat dirinya bertekad untuk mencari jodoh secepat mungkin.Elvira menyingkirkan rasa cinta yang harus dibangun terlebih dahulu saat bertemu lelaki dari situs biro jodoh. Kali ini, yang terpenting baginya, lelaki itu serius untuk menikahinya dan tahapan cinta dan pacaran akan dilalui saat mereka telah menikah, pikir Elvira saat itu."Vira ... apa Mama pernah bertemu lelaki itu?" tanya Aprilia kembali saat dilihat Elvira menunduk dengan pikiran yang melayang jauh."Maa ... uhm, Vira ikut biro jodoh ... soalnya Vira pikir, kalau pacaran lama-lama juga percuma. Habis waktu tapi hasil akhirnya belum tentu menikah," ucap Elvira memberikan alasan atas tindakannya ikut biro jodoh.Aprilia sangat paham dan menyadari kalau kenekatan dan rasa malu Elvira yang dilangkahi oleh kedua adiknya, membuat dirinya membuka situs biro jodoh yang banyak bertebaran di dunia maya."Vira ... apa kamu yakin lelaki itu berasal dari keluarga baik-baik? Berapa lama kamu mengenal lelaki itu?" tanya Aprilia kembali dengan nada kuatir. Kecemasan yang dirasakan berbalut rasa kasihan pada tindakan yang telah diambil putrinya."Sudah satu bulan ini kami telah saling mengenal, lelaki itu namanya Gilang. Dia akan melamar Vira setelah kita saling mengenal selama satu bulan," tutur Elvira menjelaskan perkenalannya.Mendengar ucapan putri sulungnya, Aprilia pun tertegun. Pikirannya melayang. Bagi Aprilia, jika dibandingkan adiknya, Elvira juga cantik jelita. Elvira mempunyai kulit putih bersih. Wajah oval disertai dagu terbelah. Bibirnya pun terlihat penuh dan seksi. Hidung lancip dan alisnya terbilang cukup tebal. Ditambah rambutnya yang panjang dan hitam berkilau. Apalagi, penampilannya disempurnakan dengan tinggi tubuhnya yang mencapai 169 centi meter dengan berat hanya 58 kilo gram. Ukuran dadanya pun, lebih besar dibandingkan adiknya. Membuat putri sulungnya lebih seksi dibandingkan putri bungsunya. Namun, kenapa pula putri sulungnya harus masuk ke dalam kancah pencarian jodoh? Itu yang membuat Aprilia tertegun memikirkannya.Elvira yang memandang mamanya tampak termenung dengan pandangan jauh, menanyakan kembali atas keputusan yang diambilnya, "Maa ... bagaimana menurut Mama? Pasti Mama kaget ya? Vira harap Mama maklum sama keputusan ini.""Vira ... Mama nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Cuma, apa nggak sebaiknya kamu coba membuka diri lagi seperti dulu? Berpacaranlah dulu selama satu tahun dengan lelaki itu, biar kalian bisa saling mengenal kebiasaan dan karakter masing-masing," tolak Aprilia secara halus.Sebenarnya, Elvira bukanlah seorang wanita yang tidak pernah pacaran. Ia berulang kali jatuh cinta dan berulang kali pula patah hati. Ia juga tidak pernah memasang target atas tipe lelaki yang disuka dan dicintanya.Terakhir kali yang membuatnya down, saat hubungan cinta yang telah berjalan tiga tahun harus kandas saat kekasih hatinya menikahi wanita lain yang telah dihamilinya. Sungguh hal yang miris dan sangat menjatuhkan mental dan harga dirinya."Maa, maaf. Kayaknya Vira udah bosen kenalan dan pacaran untuk tau karakter lelaki yang akan jadi suami, kalau toh hasil akhirnya, menikah sama wanita lain." Elvira menolak dan kembali mengungkap kekecewaan atas kisah cinta yang telah lima tahun lalu dan memandang manik mata Aprilia.Mendengar sanggahan dari putrinya, Aprilia pun menyerahkan seluruh keputusan pada pilihan hati Elvira seraya berkata, "Kalau itu sudah jadi keputusanmu, Mama hanya bisa mendoakan saja. Baiklah, pagi ini Mama akan ke rumah adik-adikmu. Kalau kamu mau sarapan, makanan sudah ada di meja.""Ya, Maa ... makasih." Elvira pun membuka tudung saji dan menikmati sarapannya.Aprilia meninggalkan Elvira yang sedang menikmati sarapan pagi. Wanita paruh baya itu bersiap-siap untuk mengunjungi kedua anaknya yang telah tinggal di rumah masing-masing bersama keluarga kecilnya.Setelah Aprilia bersiap untuk ke rumah anak-anaknya, Elvira kembali melamun usai sarapan. Ia teringat akan kejadian lima tahun lalu, saat hatinya demikian hancur dan hidupnya terpuruk oleh cinta yang diagungkannya.Lima tahun lalu, Elvira telah dikhianati oleh kekasih yang dicintanya ketika mereka masih bersama. Hatinya terasa hancur lebur dan air matanya, hari itu terkuras habis hanya untuk menangisi lelaki yang tak pantas dicinta olehnya dan telah menyita waktu serta pikiran.Sampai akhirnya, Elvira disadarkan oleh sahabatnya dan selalu teringat kata-kata Ulfa, temannya sejak SMA hingga selesai kuliah yang kini telah menikah. Namun, belum diberikan keturunan.“Udahlah elo lupa’in si kecoak itu. Yang penting elo nggak dinodai sama dia. Syukurnya elo bisa jaga diri. Kalau kagak, elo bisa dimadu sama si kecoak itu,” umpat Ulfa atas kejadian yang menimpa sahabatnya kala itu.“Tapi, gara-gara dia, gue jadi buang waktu percuma selama 3 tahun. Nyesel banget ... dasar kecoak brengsek!” umpat Elvira pula, kala mereka kembali membahas sang mantan yang kini mereka panggil dengan sebutan ‘kecoak’.Sebenarnya yang membuat Elvira sakit hati, saat pacarnya mengatakan alasan meninggalkan dirinya. Hal itu disebabkan, karena ia selalu menolak saat akan diajak berhubungan intim. Sejak saat itu, pandangan Elvira terhadap lelaki pun berubah. Ia menyamaratakan semua lelaki yang hanya memikirkan bagian selangkangan aja dan itu membuatnya nyaris tidak ingin jatuh cinta lagi."Vira ... sudah sana mandi dulu, kok malah bengong di meja makan. Mama berangkat dulu sama Pak Ikhsan. Kalau kamu mau pakai mobil, nanti Mama minta Pak Ikhsan balik ke rumah," tegur Aprilia saat melihat putrinya dengan pandangan jauh kedepan."Saya nggak kemana-mana kok Maa. Nanti Ulfa mau ke rumah. Kami udah janjian bertemu di rumah." jawab Elvira tersenyum memandang Aprilia."Oh, Ulfa ... sahabatmu itu. Syukurlah, dia datang ke rumah, biar ada teman kamu ngobrol. Ya udah Mama jalan dulu. Byee," pamit Aprilia melambaikan tangan, diiringi langkah panjangnya keluar rumah menuju mobil yang telah siap mengantarkannya.***Sekitar tiga puluh menit kemudian, sebuah mobil Brio berwarna merah masuk ke halaman rumahnya. Gegas Elvira menyambut kedatangan sahabat baiknya di teras rumah. Dipeluk erat tubuh sahabatnya dan ia pun mengajak Ulfa ke kamar seraya meminta Darmi, pembantu rumah tangga di rumah itu untuk membuatkan minuman."Mbok Darmi! Buatkan teh manis hangat dua, sama kudapannya bawa ke kamar saya," perintah Elvira setengah berteriak pada Darmi yang tengah berada di dapur."Baik, Mbak!" jawabnya pula setengah berteriak dari dapur.sesampai di kamarnya, Elvira langsung menceritakan perihal situs yang ia ikuti dan tentang Gilang, lelaki yang berkenalan dengannya.“Ulfa, menurut elo ... aneh apa kagak gue ikut situs mencari jodoh itu?”“What!? Hemm, untuk hal ini gue abstain. Gelap ... gue kagak ngerti masalah situs model gitu. Apa elo yakin sama orang yang mau elo temui? Soalnya, kita kagak tau karakter dan sifat orang yang ingin nikah sama kita,” tolak Ulfa secara tidak langsung agar hati sahabatnya tidak terluka."Ulfa, gue merasa cuma itu cara gue cepet dapat jodoh. Elo sendiri tau, kedua adik gue udah pada kawin. gue kagak mau, kalau udah tua jadi nyusahin mereka. Dari pada tambah tua dan tambah susah dapat suami, jadi gue ikut situs itu. Emang sih kalau jodoh pasti datang sendiri, tapi kalau gue kagak usaha kapan ketemunya?" keluh Elvira dalam tanyanya.Dengan bijak Ulfa pun menjawab, "Vira ... satu pinta gue. Tolong kenali tipe manusianya seperti apa itu lelaki, biar elo kagak sakit hati lagi, Ok?!" ujar Ulfa mendukung keinginan Elvira. Namun, dengan syarat, lelaki itu tidak kasar dalam berbicara dan tidak pula main tangan. Obrolan mereka berlanjut hingga Aprilia telah tiba kembali dari rumah kedua anaknya.***Sampai akhirnya, Elvira pun memutuskan untuk menerima lamaran Gilang, seorang lelaki seusia dengannya, berwajah tampan, tubuh atletis dan orangnya juga cukup humoris serta sopan alias tidak nakal. Hal itu bisa dilihat lewat chat dan pesan yang selama ini dikirimnya.Namun yang jadi masalah, Gilang hanya sebagai pekerja serabutan. Istilah orang masa kini menyebutnya ‘PALUGADA’ (Apa lu cari gua ada).Sebenarnya, hati Elvira belum sepenuhnya mantap. Tetapi, keinginannya untuk menutup masa lajang dan mem-proklamirkan pada semua orang serta temannya kalau ia sudah mendapat label ‘menikah’ hanya berpikir simpel atas tindakan yang dibisikkan dalam hatinya. Kalau besok atau lusa tak bahagia, ia akan bercerai dari Gilang, pikirnya saat itu.Pada hakikatnya, bercerai saat berumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Hal ini jelas akan berbeda di saat kita terpuruk dalam kegagalan dalam berumah tangga.Sedangkan Elvira yang hanya mengenal Gilang satu bulan, memutuskan menerima lamaran Gilang di bulan kedua dan menyetujui pernikahan di bulan ketiga, menjadi suatu keputusan yang terlalu tergesa-gesa untuk berumah tangga.Tepat di hari pernikahan Elvira, mereka hanya mengundang kerabat, teman dekat dan sanak saudara berikut tetangga di sekitar satu kompleks rumah Aprilia, dalam perhelatan pernikahan putri sulungnya yang sederhana.Aprilia melepas putri pertamanya menikah dengan lelaki yang tidak bisa ia terima sepenuh hatinya untuk menjadi menantu. Bukan karena tidak kaya seperti menantunya, Rifai. Hanya saja, hati seorang ibu sudah bisa melihat signal tak baik dari gelagat keluarga besannya yang kadang berbicara dengan berbisik-bisik satu dan lainnya. Kini Aprilia hanya bisa berdoa dan mengikhlaskan putrinya dibawa ke rumah keluarga Gilang, usai melewati satu malam di rumahnya.Walaupun Aprilia ingin agar Elvira tinggal dirumah itu bersamanya. Namun, bibirnya tak mampu untuk mengutarakan keinginannya. Karena Aprilia tidak ingin menghina Gilang yang tinggal bersama orang tua dan adik perempuannya di sebuah perumahan type 36. Berbeda jauh dengan dirinya yang tinggal di sebuah hunian Real Estate.“Vira ... Mama berpesan, hormati suamimu dan keluarganya. Jangan bantah suami dan ibu, bapak mertuamu, kini mereka juga sudah menjadi orang tuamu. Jaga pula kehormatan keluarga mereka,” pinta Aprilia, saat melepas kepergian Elvira usai resmi menjadi istri dari Gilang dengan perayaan kecil-kecilan di rumahnya.“Ya, Maa. Vira akan ingat semua pesan Mama dan Vira minta maaf karena belum bisa buat bahagia Mama,” jawab Elvira berurai air mata saat merasakan perpisahan pada Aprilia yang telah menemaninya selama 30 tahun.Ada sebersit rasa penyesalan yang menyelinap dalam hati kecil Elvira, kala melihat dan merasakan air mata Aprilia mengenai dirinya. Kalau dipikirkan secara waras, sebenarnya menikah bukanlah suatu hubungan simpel antara ia dan Gilang. Kini, Elvira baru menyadari, menikah adalah sebuah hubungan antar seluruh keluarga. Namun, apa mau dikata, Elvira telah memutuskan semuanya sesimpel ia berpikir tentang arti pernikahan dan perceraian.Aprilia juga berpesan pada menantunya, “Lang ... kamu juga sekarang udah Mama anggap seperti anak sendiri. Tolong kalau ada selisih paham atau ada yang nggak kamu suka sama sifat atau karakter Vira, beritahu Mama. Nanti Mama juga akan menasihatinya,” tutur Aprilia saat Gilang berpamitan dan mencium punggung tangannya yang dijawab dengan anggukkan kepalanya.Begitu juga dengan Ibu dan ayahanda Gilang yang bernama Zuraida dan Syamsudin. Aprilia menitip pesan dan meminta pada kedua orang tua Gilang untuk bisa menerima semua kekurangan yang ada pada putrinya.“Bu Ida dan Pak Syam, saya serahkan putri saya dengan ikhlas pada keluarga Bapak. Tolong kalau dalam perjalanan rumah tangga mereka, ada salah kata pada putri saya, disampaikan saja kepada saya. Biar bagaimana pun, keburukan pada putri saya, bukan semata salahnya saja. Saya juga salah mendidiknya. Jadi, saya mohon beritahukan saya, maklum ketiga anak saya telah jadi anak yatim sejak kecil. Bisa jadi saya yang lalai mendidiknya,” sopan santun tutur bahasa Aprilia diutarakan pada kedua orang tua Gilang yang tampak hanya menganggukkan kepalanya, tanpa mengatakan sepatah dua patah kata pun.Beberapa sanak saudara dan sahabat pun saling berjabat tangan Elvira yang telah sah menjadi istri Gilang, saat akan pulang ke rumah keluarga lelaki itu. Ulfa sahabat baik Elvira juga melepas kepergiannya dengan berurai air mata.Ulfa hadir dan memeluk erat sahabatnya. Walau hati kecilnya dibaluri banyak firasat buruk. Namun Ulfa yakin, Elvira mampu melewatinya dan bisa menjadi istri yang akan dicintai oleh suami, walaupun mereka baru saling mengenal selama tiga bulan.“Vira ... gue pesen sama elo, Please kalau elo mau curhat tentang apa pun, gue siap terima telepon elo selama 24 jam. Jangan sungkan! Karena namanya berkeluarga ada pasang surutnya. Jadi, elo kagak boleh lupa berbagi cerita duka sama gue. Kalau cerita sukanya, cukuplah elo yang tau,” pinta Ulfa memeluk erat sahabat yang sangat dikasihi layaknya saudara kandung.“Elo doa’in yang baik-baik Ulfa. Gue mau hidup bahagia,” rajuk Elvira, memandang raut wajah sedih Ulfa dengan tatapan sedih ketika melihat kabut tebal menumpuk di netra sahabatnya.“Masalah bahagia buat elo, pastilah gue doain. Maksud gue, elo kagak perlu jaim dan jaga jarak sama gue kalau udah nikah. Ngerti kan maksud gue?”Lalu, mereka kembali berpelukan, cipika-cipiki dan menangis bersama. Entah mengapa firasat buruk menggelayut jelas di hati dan pikiran Elvira.“Mas Gilang, mau kemana?” tanya Elvira saat mereka baru sampai di kamar hotel super deluxe hadiah pernikahan dari Aprilia untuk berbulan madu di Pulau Bali.“Aku ada sedikit urusan penting,” ucap Gilang usai menerima panggilan telepon dari seseorang, saat mereka baru saja tiba di hotel. “Urusan penting?” tanya Elvira memandang aneh ke arah Gilang, seorang lelaki yang baru kemarin menyandang status sebagai suaminya. “Ya, aku jalan dulu,” ucap Gilang tanpa menoleh kearah Elvira di saat hari pertama bulan madu mereka. “Mas, kita baru menikah dan kamu udah tinggalin aku?!” keluh Elvira dengan nada tinggi. BLAM! Tak ada jawaban yang didengar oleh Elvira. Yang terdengar hanya langkah kaki dari lelaki yang baru menikahinya dan bunyi pintu yang ditutup keras oleh Gilang kala meninggalkan dirinya sendirian di kamar pengantin mereka. Sama sekali tidak ada sedikit pun respons dari Gilang atas apa yang dikatakan Elvira.Gilang telah menghilang dari dalam kamar itu, meninggalkan pengantin wan
Selepas membersihkan diri, Elvira membalurkan tubuhnya dengan handbody yang menyegarkan kulit tubuhnya. Memberikan wewangian pada bagian siku, lengan dekat urat nadi dan terakhir pada bagian belakang telinganya. Lalu, dipakainya lingerie seksi pemberian Ulfa, sahabatnya. Dipandangi tubuh sintalnya yang telah berbalut lingerie seksi. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menyentuh bagian punggung. Terlihat, Elvira berputar perlahan di depan cermin untuk melihat keelokan tubuhnya. Hingga ia pun berbicara pada dirinya sendiri. “Bagaimana mungkin, Gilang mampu menolak gue? Kalau dia liat kemulusan dan keseksian tubuh gue, dijamin dia bakal terus pengen bulan madu. Hehehehe, gue kok jadi narsis,” celoteh Elvira tersenyum bangga melihat penampilan seksinya berbalut lingerie tipis.Elvira berjalan menuju tempat tidur yang sejak awal kedatangannya tidak berani disentuhnya. Ia pun menyelonjorkan kedua kaki jengang nan mulus itu. Lalu, mengirimkan pesan singkat pada Gilang. Terakhir, ia meraih
Elvira yang menangis hingga membuat kedua matanya sembab dan lelah, akhirnya pun tertidur pulas dalam kondisi polos. Lelaki tampan berjambang yang telah membayar tunai pada Gilang selama 7 hari untuk tidur bersama Elvira pun beranjak dari tempat tidur dan meraih gawai dari jas hitam dan beberapa pakaian yang berserakan dilantai saat ia terpesona dengan bentuk indah tubuh Elvira.Lelaki tampan itu pun memakai kembali boxer nya, duduk di kursi depan bufet panjang yang berisi televisi dan menghubungi Gilang.“Hey! Aku mau kasih tahu kamu ... istrimu menamparku! Apa ada ganti rugi dari tamparan itu? Hehehehe,” tanya lelaki tampan itu dan terkekeh saat berbicara dengan Gilang seraya kembali memegang pipinya,“Maaf Bos Irwan ... bisa jadi istri saya shock. Tapi, saya jamin dia nggak akan melakukan hal itu lagi. atas kelakuan istri saya, saya minta maaf. Tapi, benar kan, dia masih perawan?” tanya Gilang, kuatir kalau Elvira tidak perawan dan lelaki yang di panggil Bos Irwan meminta uangn
Tak lama kemudian, Elvira pun keluar dari kamar mandi dan Irwan yang telah menunggu di sisi tempat tidur pun tersenyum nakal memandang Elvira yang hanya membelitkan handuk pada tubuhnya. Setelah itu, Elvira mengambil celana jeans dan tshirt berwarna biru muda. “Vira, aku udah izin sama suamimu, kalau kita akan keluar hotel untuk beli oleh-oleh,” ucap Irwan memandang ke arah Elvira tanpa berkedip. “Untuk apa izin sama dia? Mulai saat ini dia nggak punya hak apa pun pada diriku! Apalagi kamu!” tegas Elvira membelakangi Irwan kala mengancingkan kemejanya. Elvira yang telah memakai pakaian, mengambil koper dan merapikan pakaiannya yang berada di lemari kamar hotel. Melihat hal itu, Irwan yang tahu kalau Elvira akan pergi dari kamar itu pun, menghubungi Gilang atas tindakan yang akan dilakukan istrinya. “Hallo! Istrimu akan melarikan diri! Jangan bilang kamu bersekongkol dengannya! Cepat kemari!” teriak Irwan kala menghubungi Gilang. “Apa?! Baik saya ke sana. Lima menit saja saya sudah
Irwan memberikan isyarat pada Gilang agar pergi dari kamar itu. Lalu, lelaki penyuka sesama jenis itu pun, bangun dari lantai dan berjalan masuk ke dalam kamar. Terlihat Gilang mengambil satu setel pakaiannya dari dalam koper dan berlalu menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang berisi darah yang telah kering serta membersihkan wajahnya ke kamar mandi.“Vira, gimana keputusan kamu?” tanya Irwan mendekati wanita cantik yang telah terlihat tenang. “Keputusan apa lagi?! Pak Irwan mau saya kembalikan uang yang 100 juta itu? Kalau mau besok kita ke Bank.” Ketus Elvira menjawab pertanyaan lelaki tampan itu dengan menatap tajam ke arahnya. “Vira, asal kamu tau ... sebenarnya berapa pun nilainya, aku maunya tetap pakai kamu. Aku suka wanita yang bersih, terutama bagian ternikmatmu itu,” cicit Irwan dengan lidah yang dimainkan olehnya. Elvira yang tanpa sengaja melihat Irwan memainkan lidahnya, melempar pandangannya ke tempat lain dan beranjak dari tempat duduknya. Saat Elvira telah
Elvira dan Irwan pun jalan keluar hotel. Dengan menggunakan taxi mereka pun menuju sebuah restoran yang berada di dekat pantai. Sopir yang membawa mereka pun dengan ramah mengobrol. Irwan pun menimpali obrolan sopir taxi tersebut.“Berapa lama liburan di Bali, Bos?” tanya sopir tersebut.“Kami lagi bulan madu selama 7 hari. Baru satu hari berada di hotel itu, apa bapak tau tempat romantis lainnya selain di sini?” tanya Irwan melirik ke arah Elvira yang duduk dekat kaca mobil sambil memandang sedikit kemacetan kala jam telah menunjukan pukul 3 sore.“Ada Bos ... daerah Ubud. Disana ada Vila pribadi yang disewakan. Untuk pengantin baru sih lebih nyaman disana, lebih privasi. Pemandangannya juga persawahan terasering. Bagus untuk yang suka tenang dan alam. Untuk tempat wisatanya juga banyak, hawanya juga lebih sejuk dibanding Kuta, kalau Bos mau ... ini saya ada brosurnya, Bos tinggal tanya-tanya aja. Nanti saya siap antar kesana,” ungkap sopir tersebut mempromosikan daerah wisata lai
Gilang yang melihat aksi Elvira di atas tubuh Irwan, memvideokan semua yang dilakukan oleh kedua pasangan itu, sampai akhirnya, Irwan pun histeris hingga terduduk dan itu membuat Elvira yang merasakan klimaks langsung memeluk lelaki tampan itu dan tanpa disadari kuku jemari tangannya menusuk punggung lelaki tampan itu. “Oh, nikmatnya..,” desis Irwan dengan napas tersengal-sengal, seraya mengecup bibir Elvira. “Ma-maaf, sepertinya Ku-kuku jemari aku Me-melukai punggungmu,” ucap Elvira takut menatap Irwan yang berada di hadapannya saat dirinya masih duduk pada kedua paha lelaki tampan itu. “No Problem Sayang, gimana lebih nikmat, bukan?” tanya Irwan menatap lekat Elvira. Dengan malu-malu Elvira mengangguk dan menjawab perlahan, “Iyaaa.” “Vira, apa kamu sengaja minta aku ke hotel untuk melihat permainan kalian?” tanya Gilang yang berdiri persis di belakang tubuh Elvira yang masih duduk di pangkuan Irwan. Elvira yang terkejut dengan suara Gilang langsung menarik selimut dan menutupi
Hari ini adalah hari keenam Elvira menjalankan tugasnya sebagai wanita yang dijual suaminya. Dan selama lima hari bersama Irwan justru Elvira merasa dirinya semakin dekat dan memahami karakter dari Irwan dalam sisi baiknya, walau tidak seutuhnya ia paham atas karakter asli Irwan. Namun, pesona Irwan atas celoteh, kejujuran dan candanya membuat Elvira kian merasa nyaman. Selama lima hari, Irwan telah membuat rasa nyaman pada Elvira. Karena lelaki itu, telah memberikan rasa hangat dan menjadikan Elvira melewati bulan madu yang tak diberikan oleh Gilang. Apalagi perhatian Irwan pada Elvira layaknya bukan sebagai wanita yang dijual oleh suaminya dengan mengajak Elvira membeli oleh-oleh untuknya, keluarga dan teman-temannya. Hari ini, Irwan yang tertarik dengan sebuah Vila yang dijual, berkeinginan untuk melihat lokasi Vila di sekitar Ubud. “Vira, ganti pakaianmu. Aku mau liat beberapa Vila yang dijual. Kali aja ada yang menarik, bagus juga daerah ini. Tenang dan masih terlihat lebih asr
Sudah dua bulan ini, bayi cantik yang dilahirkan oleh Larasati diasuh oleh Elvira. Sejak hari kematian Larasati, Elvira akhirnya menyusui ketiga bayi. Antara si kembar dan bayi Larasati hanya beda usia satu setengah bulan. Rasa lelah Elvira yang bersemangat untuk tetap memberikan ASI eksklusif untuk ketiga bayi tersebut selama 6 bulan, membuat Irwan merasa kasihan pada Elvira harus bangun tengah malam, hingga tubuhnya terlihat lebih kurus. Irwan selalu menemani Elvira saat mengurusi ketiga bayi mereka. Sementara Anastasia yang telah berusia 6,5 tahun sudah bisa mengurus dirinya sendiri.Tetapi, tidak seperti malam ini. Saat halilintar saling bersahutan membuat ketiga bayi menangis dan Anastasia yang biasanya sudah terbiasa tidur di kamarnya sendiri, merasa takut kala mendengar suara halilintar dengan curah hujan yang sangat besar usai perayaan tahun baru. Hingga akhirnya, Irwan pun membawa busa spring bed milik Anastasia ke kamar ketiga bayi mereka.“Gimana..., sekarang Ana udah ngga
Satu bulan kemudian, di bulan Desember saat hujan mulai kian mencurahkan intensitasnya. Irwan yang selalu datang ke rumah Elvira, tidak menampakkan batang hidungnya. Biasanya lelaki tampan itu selalu ke rumah pukul tujuh pagi. Irwan selalu sarapan di rumah itu. Dan jika matahari tidak bersembunyi dari balik awan, Irwan selalu mengajak si kembar dengan kereta dorongnya.Rutinitas yang dilakukan oleh Irwan sebelum kerja dan selalu menghabiskan waktu saat libur, membuat Elvira merasakan kesepian yang sejak kelahiran si kembar selalu di temani Irwan di pagi hari, kini wanita cantik itu sarapan seorang diri.“Ibu akan sarapan sekarang? Atau tunggu bapak?” tanya Urip salah seorang pelayan di rumah itu.Elvira memandang jam didinding. Dilihat jam telah menunjukkan pukul 8 pagi. Sudah satu jam berlalu, Irwan pun belum datang ke rumahnya.Dalam hati Elvira pun berkata, ‘Ehm..., apa karena hujan, pak Irwan nggak ke rumah yaa? Padahal hari ini kan dia libur?’“Buu..., sarapan sekarang?” tanya pe
Dua minggu kemudian, berita buruk menimpa Gilang. Lelaki gemulai itu dikatakan tengah meregang nyawa. Kondisinya sedang sekarat. Karena itu, Gempita yang selama ini bolak-balik menjengguk Gilang pun berinisiatif untuk menghubungi Elvira, di hari minggu kala semua masalah Elvira selama dua minggu itu terselesaikan.“Pagi Kak Vira,” sapa Gempita pada sambungan telepon dengan suara parau.“Pagi Gempita, apa kabar? Semua baik-baik saja kan?!” tanya Vira dengan cemas. Padahal selama ini mereka selalu berkirim kabar dengan Gempita.“Kak Vira, apa bisa ke Jakarta? Kak Gilang waktunya nggak lama lagi. Kondisinya semakin melemah. Padahal Gempi udah janji mau pertemukan Kak Vira sama kak Gilang. Kakak, apa bisa tolong Gempi buat menuruti keinginan terakhir kak Gilang?” tanya Gempita dalam isak tangisnya.“Baiklah, aku akan kabari kamu sore ini. Kamu yang sabar yaa..., bisikkan ke telinga Gilang. Kalau aku sudah memaafkan dia,” pinta Elvira dan sambungan telepon mereka pun berakhir.Usai berkomu
Elvira dan Amelia menempati satu kamar hotel yang sama dengan Irwan. Hanya saja Irwan kali ini bersama Bram. Sedangkan Narto dan Harto, kakak ipar Bram telah pulang dini hari usai seluruh rangkaian pemeriksaan dan forensik atas diri almarhumah Melisa telah selesai.Di dalam kamar hotel 101 di lantai satu, Elvira telah bersiap dengan pakaian serba hitam begitu juga dengan Amelia.“Kak Vira, kemarin aku lihat pak Irwan menangis di sebelah kamar jenazah. Aku dengar dia berbicara dengan pak Bram. Katanya, ingin sekali dia memeluk Kak Vira. Tapi, kata dia suatu hal yang mustahil. Kasihan aku liatnya.”“Kasihan apa sih, Dek. Wong aku bukan istrinya ... Jelas nggak mungkin dia berani peluk aku,” jawab Elvira tersenyum simpul.“Sekarang kalau kakak ngomong udah kayak wong Suroboyo, hahahahahaha..., tapi Kak, kalau diajak nikah mau kan?” tanya Amelia sembari menyisir rambutnya.“Ogah! Aku nggak mau punya suami yang masih punya istri. Tapi, aku juga nggak mau punya suami yang ceraikan istrinya u
Acara pengajian di rumah baru Irwan Kusuma untuk menyambut kedua putra kembar keluarga itu, disambut dengan derai air mata. Irwan membawa bayi Andre dan Amelia membawa bayi Andri ke dalam rumah. Suasana di dalam rumah telah ramai oleh ibu-ibu pengajian yang ada di kompleks perumahan itu.Lalu, Nita yang mengkoordinasikan ibu-ibu pengajian, meminta pada ibu-ibu yang sudah datang mengirimkan doa untuk Elvira.“Terima kasih saya ucapkan pada Ibu-ibu semua yang telah hadir di rumah ini. Saya mohon bantuannya untuk mengirimkan doa pada Elvira Purnamasari, mama si kembar. Semoga Allah melindunginya dan bisa segera ditemukan,” pinta Nita dalam isak tangisnya.“Aamiin...,” serempak ibu-ibu pengajian itu pun menadahkan tangan dan mengusap wajahnya.Setelah itu, salah satu dari ibu-ibu yang berada di ruang keluarga yang cukup besar itu pun, memimpin doa dengan menyebutkan nama Elvira. Setelah itu, mereka pun semuanya mengaji.Saat ibu-ibu yang diundang pengajian di rumah Irwan tengah mengirimkan
Saat mobil yang membawa Elvira masuk ke dalam halaman pertokoan sesuai dengan lokasi yang diberikan oleh Wicaksono. Namun, terlihat keempat orang penculik tidak keluar dari dalam mobil. Kesempatan itu di pakai oleh Darsono untuk memberitahukan pihak berwajib terdekat pada wilayah Surabaya.“Siang menjelang sore Pak! Saya Darsono, wartawan sebuah koran kriminal. Izin ingin melaporkan kejadian yang saya lihat di sebuah Rumah Sakit. Tapi, saya nggak tau apa ini perampokan atau apa. Sebuah mini bus dengan plat nomor X000xx dari Rumah sakit menuju tol. Sekarang ini berada di sebuah ruko dekat dengan pos polisi perumahan,” lapor Darsono pada bagian kepolisian terdekat.Namun, alangkah terkejutnya saat polisi yang mendapat laporan langsung merespons dengan cepat laporan tersebut.“Terima kasih Pak Darsono, kesatuan polisi telah bersiap-siap meluncur ke lokasi. Mobil mini bus tersebut tidak merampok, tetapi mereka menculik seorang wanita yang habis melahirkan bayi kembar di rumah itu. Apa Pak
Saat Amelia siuman, wanita cantik itu pun menangis kembali dan histeris memanggil Elvira hingga Irwan memeluknya, untuk memberikan semangat dan keyakinan atas Elvira yang akan baik-baik saja. Karena saat ini, Amelia terlihat sangat ketakutan kala teringat atas kejadian penculikan itu. “Amel, tolong tenangkan dirimu. Tadi Mbak Nita juga udah minta tolong dengan mas Narto dan mas Harto. Ini pihak kepolisian juga sedang berkoordinasi dengan melakukan pengejaran. Kamu yang sabar dan bantu doa yaa...,” Irwan mengelus punggung Amelia layaknya seorang kakak lelaki yang selama ini tidak di dapat dari Ervan.“Pak Irwan..., kasihan kak Vira..., hikss..., kenapa nasib kak Vira malang sekali? Padahal kak Vira orang yang baik. Siapa yang jahat seperti itu sama kakak?” isak Amelia dalam pelukan Irwan.Dibiarkan Amelia menumpahkan segala kegelisahan hatinya. Lalu, Irwan yang melihat Amelia telah kembali tenang, memberitahukan padanya tentang kedua bayi Elvira yang dikembalikan ke ruang bayi.“Amel..
Bab 94 : Elvira diculik?Amelia yang tidak ikut bersama suami dan kedua anaknya serta pengasuh dari kedua anaknya balik ke Jakarta, akan menemani Elvira yang rencananya hari ini akan pulang ke rumah Irwan, atas desakan Nita yang tengah menyiapkan kedatangan si kembar ke rumah yang di peruntukan bagi Elvira dan kedua bayinya.“Vira..., lihat ini tempat tidur si kembar. Kemarin itu Mbak minta langsung tukang dekorasi kamar bayi mengganti wallpaper dindingnya. Irwan kemarin itu pakai dasar warna ungu. Aneh sekali papanya si kembar itu. Dia pikir kamar untuk janda, kali yaa, Hehehehehe...,” tawa Nita saat menghubungi Elvira lewat panggilan video call.Nita memperlihatkan kamar si kembar dengan corak berwarna biru muda dan lantai kayu yang dialasi dengan permadani berwarna biru tua serta dua tempat tidur bayi berwarna putih yang dipadu dengan lemari pakaian berwarna biru muda.“Terima kasih, Mbak..., bagus sekali kamar si kembar,” ucap Elvira tersenyum dengan bias kebahagiaan dari matanya.
Darsono dan Melisa pun berjalan keluar Rumah Sakit. Sesampai di tempat parkir, dilihatnya Irwan tengah bersama seorang bengkel yang sedang mengurusi keempat bannya. Darsono melihat keganjilan pada keempat ban Irwan yang gembos. Lalu, ia pun berbicara dengan Melisa.“Lisa, apa ada orang lain juga yang sedang bermasalah dengan lelaki itu?” tanya Darsono seraya mengamati beberapa orang di sekitar mereka dari dalam mobil.“Nggak tau juga Om. Sekarang rencana kita gimana? Apa Om nggak penasaran untuk lihat kak Vira? Seingat Lisa, besok kak Vira pulang dari Rumah sakit Kalau Lisa mau cari tempat menginap dekat Rumah Sakit. Soalnya Lisa nggak percaya kalau kak Vira menolak Lisa,” ungkap Melisa.Entah mengapa, Darsono juga ikut penasaran atas diri Elvira. Maka, ia pun sepakat dengan Melisa untuk mencari penginapan dekat Rumah Sakit, agar besok pagi saat Elvira akan pulang dari Rumah Sakit, ia bisa mengambil fotonya dan membuat berita tentang dirinya berdasarkan cerita Irwan, pikir Darsono.D