Elvira dan Irwan pun jalan keluar hotel. Dengan menggunakan taxi mereka pun menuju sebuah restoran yang berada di dekat pantai. Sopir yang membawa mereka pun dengan ramah mengobrol. Irwan pun menimpali obrolan sopir taxi tersebut.
“Berapa lama liburan di Bali, Bos?” tanya sopir tersebut.“Kami lagi bulan madu selama 7 hari. Baru satu hari berada di hotel itu, apa bapak tau tempat romantis lainnya selain di sini?” tanya Irwan melirik ke arah Elvira yang duduk dekat kaca mobil sambil memandang sedikit kemacetan kala jam telah menunjukan pukul 3 sore.“Ada Bos ... daerah Ubud. Disana ada Vila pribadi yang disewakan. Untuk pengantin baru sih lebih nyaman disana, lebih privasi. Pemandangannya juga persawahan terasering. Bagus untuk yang suka tenang dan alam. Untuk tempat wisatanya juga banyak, hawanya juga lebih sejuk dibanding Kuta, kalau Bos mau ... ini saya ada brosurnya, Bos tinggal tanya-tanya aja. Nanti saya siap antar kesana,” ungkap sopir tersebut mempromosikan daerah wisata lainnya sembari menyetir.“Baik Pak, ngomong-ngomong dengan Pak siapa ya? Orang Bali, kan? Tapi, nanti akan saya bicarakan dulu sama istri,” tutur Irwan yang menarik tangan Elvira untuk mendekat.“Saya dengan Made Cenik,” jawab sopir taxi tersebut seraya melihat ke arah kaca bagian tengah.Elvira yang tidak ingin sopir taxi tersebut tahu, kalau dirinya sedang melakoni diri sebagai wanita yang dijual oleh suaminya dalam artian sebagai pelacur, akhirnya menerima rangkulan tangan Irwan dan merapatkan tubuhnya ke dalam pelukan lelaki tampan dan tersenyum samar.“Sayang, besok pagi kita pindah ke Vila daerah Ubud, mau? Aku rasa hotel yang kita tempati itu terlalu ramai. Aku mau lebih private dan lebih tenang ... gimana sayang?” tanya Irwan layaknya seorang suami bagi pasangan pengantin baru dengan sesekali mencium kepala Elvira.Elvira yang merasa risih atas sandiwara yang di perlihatkan oleh Irwan pun menjawab, “Ya, terserah aja. Kalau aku ikut aja.”Irwan yang merasakan ada jarak diantara dirinya dan Elvira pun, meraih jemari lentik Elvira dan menciumnya seraya berucap, “Justru aku mau cari tempat yang sepi dan tenang, karena aku lihat kamu nggak nyaman di hotel itu, sayang. Makanya, aku mau kita ke Vila itu. Gimana?”Mendapat desakan dari Irwan atas keinginannya untuk lebih private dalam melakukan hubungan intens pada dirinya, membuat Elvira pun setuju atas keinginan Irwan. Namun, ia bingung jika Aprilia, mamanya mengontrol dirinya yang tidak berada di hotel tersebut.“Kalau mamaku nanya kenapa pindah hotel gimana? Karena kan, hotel itu hadiah dari ma-ma ...,” lirih Elvira, mengingat hadiah Aprilia saat menikahi Gilang, seorang lelaki yang belakangan diketahui sebagai gay.Irwan yang mendengar lirih ucapan Elvira pun berbisik padanya, “Hotel itu biar di tempati sama suamimu yang banci. Kalau kamu berada disana, justru staf hotel mengira kamu berselingkuh sama aku. Untuk mama kamu, nanti kita pikirkan lagi, ya.”Mendengar ucapan Irwan, Elvira pun menganggukkan kepalanya dan menghalau kabut tipis yang menutupi netranya kala teringat wajah Aprilia dan kedua adiknya, Edwin dan Emilia dengan mengambil tisu dan menyapunya lembut, lalu mengambil kaca mata hitam untuk menutupi matanya dari rasa sedih.“Silakan Bos, ini restorannya,” ucap Made saat mobil yang dikendarainya parkir di sebelah restoran.“Ayo sayang, kita makan dulu. Pak Made, silakan makan sekalian, Bapak bisa cari meja dan nanti kasih tau pramusajinya, tagihannya ke saya,” pinta Irwan saat keluar mobil taxi tersebut dan menggandeng tangan Elvira.Sopir taxi tersebut pun menganggukkan kepalanya dan melihat Irwan menggandeng mesra Elvira menuju restoran dekat pantai untuk menikmati makanan seafood.Seorang pramusaji mengenakan kostum kebaya sebagai atasan dan kain menyambut kedatangan pasangan tak sah itu, “Selamat datang di Sari Seafood, akan makan di dalam atau di luar?”“Di luar aja. Tolong sopir taxi yang pakai topi biru itu dilayani dan Bill nya,” pinta Irwan melirik Elvira yang menyetujui keinginannya.Mereka pun berjalan mengikuti pramusaji yang menunjuk ke arah meja dengan dua kursi beserta payung besar di atasnya. Kemudian mereka pun duduk dan memilih menu makanan. Setelah itu, Elvira memfoto suasana pantai di sore yang mendung itu.“Bawa kemari ponselnya, aku akan foto kamu,” pinta Irwan meminta ponsel Elvira.“Nggak usah, aku nggak mau di foto,” tolaknya.Irwan yang mendengar penolakan Elvira pun berucap, “Kenapa kamu selalu aja menolak apa yang akan aku lakukan buat kamu? Vira, jangan anggap aku jahat. Kamu tau kan, siapa penjahatnya? Aku cuma ingin bersikap normal aja. Nikmati liburanmu ini.”Elvira yang mendengar celoteh dari Irwan pun melengos dan bergumam dalam hatinya, ‘Dasar lelaki brengsek! Gampang sekali mulutnya ngomong. Santai apa coba ... nggak ngerti apa itu orang, kepala gue pening banget.’Kala mereka sedang menunggu dua paket makanan seafood, terdengar dering ponsel Irwan. Dengan sigap lelaki tampan itu menjawab ponselnya.“Mas Irwan, ini Ana kangen katanya,” ucap seorang wanita dalam sambungan teleponnya.“Ya, kasihkan ponselmu,” perintah Irwan tanpa ada senyum di wajah tampannya.“Sayang, baru Papi satu hari tugas kok udah kangen ... pulang dari tugas nanti Papi bawain oleh-oleh ya,” cicit Irwan tersenyum kecil.“Papi, kapan-kapan ajak Ana ke Bali juga. Kata mami seminggu Papi disana,” ungkap suara seorang anak perempuan berusia lima tahun.“Iya Papi di Bali satu minggu. Kapan-kapan kalau Ana udah libur sekolah kita jalan-jalan ke Bali ya,” janji Irwan sembari tersenyum.“Papi lagi dimana ini?” tanya kembali anak perempuan tersebut.“Papi lagi mau makan di dekat pantai. Apa Ana mau lihat pantai? Sekarang kita video call ya,” tutur Irwan lembut. Setelah itu, lelaki tampan itu pun melakukan hubungan video call memperlihatkan siasana pantai dan pasirnya hingga membuat anak perempuan tersebut teriak-teriak kesenangan.“Ya udah, sekarang Papi mau makan dulu. Kasihkan mami ponselnya,” perintah Irwan.Tak berapa lama terdengar suara perempuan, “Ya Mas”“Lain kali, kamu jangan langsung hubungi aku seperti ini! Kamu tau kan, aku sedang bersama siapa? Ingat! Kalau Ana mau telepon, kamu kirim pesan dulu!” keluh Irwan dengan wajah masam saat melakukan hubungan telepon lewat video call dengan seorang wanita yang di panggil mami oleh anak perempuan tersebut.Usai melakukan hubungan telepon, Irwan memejamkan matanya, menarik napas dan melepaskan perlahan. Elvira yang mendengar dan memandang ke arah Irwan, merasa kesal atas sikap kasarnya pada seorang wanita dengan sebutan mami tersebut.“Ayo kita makan,” ajak Irwan tersenyum.Elvira yang melihat kekasaran Irwan pada wanita dalam telepon tersebut melirik judes ke arahnya dan mulai menikmati makanannya tanpa menjawab ucapan Irwan.“Vira, kamu itu orangnya cuek dan dingin banget. Pantas aja kamu menikah di usia 30 tahun,” sindir Irwan memandang ke arah Elvira yang tetap menikmati makanannya tanpa terusik ucapan Irwan.Saat mereka sedang menikmati makanan, terdengar dering ponsel Elvira. Melihat pada layar ponselnya Aprilia menghubunginya lewat video call membuat Elvira beranjak dari tempat duduknya menjauh lima langkah dari meja makan dan menjawab panggilan video call tersebut.“Ya, Maa. Apa kabar?” tanya Elvira singkat.“Mana Gilang? Sekarang kamu lagi di luar hotel?” tanya Aprilia kala dilihat rambut Elvira terkena embusan angin laut.“Iya Maa ... Vira lagi liat pantai sendirian. Mas Gilang di hotel, katanya malas jalan-jalan ke Pantai,” jawab Elvira berbohong dengan memperlihatkan debur ombak dan keramaian turis berjemur.“Emang dekat dari hotel kamu pantainya?” tanya Aprilia kembali.“Nggak dekat sih, Maa. Tadi Vira pakai taxi kemari. Maunya sih liat sunset sore ini sembari makan.” Kembali Elvira menjawab dengan sebuah kebohongan, memandang ke arah laut yang membentang dengan deburan ombak yang saling bersahutan.“Vira, lain kali kalau suami kamu nggak mau ke pantai, kamu jangan ke pantai. Apalagi kalian masih pengantin baru. Kamu udah izin Gilang kan, waktu jalan ke pantai?” tanya Aprilia seraya menasihati putrinya.“Iya Maa, udah kok Vira izin. Udah dulu ya Maa, Vira mau jalan-jalan di pinggir pantai, mumpung airnya agak surut,” ucap Vira ingin menyudahi panggilan telepon.“Ya sudah jangan lama-lama di pantai. Nanti sampai di hotel telepon Mama,” pinta Aprilia menutup pembicaraan diantara mereka.Lalu, Elvira pun kembali berjalan mendekati meja makan. Terlihat Irwan tersenyum memandang Elvira dan berkata, “Mama kamu?”“Ya, abis ini kita balik ke hotel. Mama mau lihat Gilang,” tutur Elvira dengan wajah tegang menjawab Irwan dan menyudahi makanannya yang masih tersisa.Kemudian, Elvira pun menghubungi Gilang, “Sekarang kamu balik ke hotel! Sebentar lagi mama mau video call!”“Aku nggak bisa ke hotel, aku sedang Party,” tolak Gilang.“Cepat ke hotel! Atau mamaku akan tau semuanya! Cepat!” teriak Elvira dan menutup sambungan telepon tersebut.“Ayo kita balik,” ucap Elvira meninggalkan Irwan yang masih minum jusnya.“Tunggu! Mau kemana kamu?” tanya Irwan yang segera berlari kecil mengimbangi langkah Elvira.Lelaki tampan itu pun meraih tangan Elvira dan berkata, “Tunggu! Aku bayar dulu.”“Kalau sampai mama video call lagi gimana?” tanya Elvira panik sembari memegang ponselnya dan melihat ke arah ponselnya.Dengan sigap, Irwan meraih ponsel Elvira dan mematikan ponsel itu dengan kedua mata Elvira yang melotot ke arahnya.“Apa-apaan sih, pakai rebut ponsel orang dan main matiin aja!” sungut Elvira yang meraih kembali ponselnya dari tangan Irwan.“Jangan kamu nyalakan lagi ponselnya, sebelum sampai hotel dan bertemu banci itu,” ujar Irwan menatap lekat pada netra Elvira yang tampak terdiam menelaah ucapan Irwan.Lalu, Irwan pun berjalan menuju kasir membayar makanan yang mereka makan dan berjalan menuju mobil taxi yang diminta menunggu mereka. Sesaat kemudian, mobil yang membawa mereka pun meluncur ke hotel.Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka pun sampai di hotel. Irwan pun janjian pada sopir taxi tersebut untuk mengantar mereka besok pagi ke sebuah Vila di Ubud. Setelah itu, Irwan pun masuk ke hotel dan masuk ke dalam lift untuk sampai di lantai 3.Sesampai di dalam kamar, Elvira yang bingung tampak mondar-mandir saat Gilang tidak datang ke hotel itu. Sedangkan, Aprilia ingin ia menghubunginya sesampai di hotel. Terlihat Elvira menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan sesekali tangannya meremas-remas rambut di kepalanya. Irwan yang tahu kalau Elvira bingung pun menegurnya, “Vira, anggap aja aku ini Gilang.”“Gimana caranya? Kamu itu loh, wajahnya berjambang. Mamaku pasti kenallah wajah si Brengsekkk itu!” ketus Elvira dengan wajah panik.Beberapa detik, suasana di kamar hotel itu senyap. Kemudian, Irwan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur, naik ke atas tempat tidur dan berkata, “Selimuti aku. Bilang saja Gilang lagi nggak enak badan. Baru aja minum obat dan tertidur.”Elvira yang mengerti dan menangkap maksud dari ucapan dan tindakan Irwan, akhirnya menutupi tubuh lelaki itu. Lalu, Elvira menghubungi Aprilia.“Halo Maa ... ini Mas Gilang udah tidur. Katanya kurang enak badan dan tadi Vira kasih obat langsung tidur,” cicit Elvira berbohong pada Aprilia dengan memperlihatkan posisi Irwan yang menutupi wajahnya dengan bantal guling namun tubuhnya berbalut baju tidur terlihat oleh Aprilia.“Ya udah jangan di ganggu. Harusnya kamu nggak usah juga video call Mama. Kasian kalau sampai terbangun. Ya udah kamu juga jaga kesehatan. Kalau gimana, beli vitamin untuk jaga kesehatan, Raa,” perintah Aprilia yang melakukan video call dan melihat seorang lelaki tertidur di kamar putrinya.“Mama juga jaga kesehatan. Daag Maa,” ucap Elvira memutus pembicaraan.Usai Elvira menutup pembicaraan dengan Aprilia, Lelaki tampan itu pun bangun dari tempat tidur dan melepaskan pakaian tidurnya serta pakaian dalamnya dan berucap, “Untung aja aku punya ide cemerlang. Sekarang kamu puaskan aku.”Elvira pun tak mampu menolak, saat Irwan telah telanjang bulat dan memeluknya serta mulai melucuti pakaiannya satu persatu.“Sekarang puaskan aku dan cepat kamu naik ke atas tubuhku,” perintah Irwan.“Aku nggak bisa ... gimana caranya?” tanya Elvira lugu melihat ke arah Irwan yang telah merebahkan tubuhnya dengan rudal yang telah berdiri tegak.“Ayo kemarilah, aku yang akan ajari kamu,” Irwan menelan ludah berkali-kali saat memandang lekuk tubuh Elvira dengan senyum nakalnya.Dengan perlahan Elvira pun mengikuti perintah Irwan dengan mulai naik ke atas tubuh lelaki tampan itu dan berkata, “Apa kamu nggak merasa berat dengan beban tubuhku?”“Hahahhahaha, Vira ... Vira ..., Ayo masukkan rudalku, nanti aku ajari caranya,” perintah Irwan kembali.Setelah itu, Irwan pun mengajari Elvira cara memuaskan seorang lelaki dalam posisi di atas. Walaupun masih agak kaku dalam melakukan apa yang di perintahkan oleh Irwan, namun Elvira terus berupaya untuk membiasakan gerakan yang di ajarkan Irwan. Sampai akhirnya Irwan pun menggoda dengan kata-kata nakalnya saat kedua tangannya menggantikan bibirnya yang sejak awal Elvira di atas terus menyesap kedua gundukan yang masih tampak kencang.“Vira, kalau kamu udah mahir ... pasti kamu ketagihan dan minta di atas terus. Yaaa ... Akh ... terus sayang, Oh ... nikmatnya. Akh ... tekan sayang. Goyangkan ... Oh, nikmatnya. Terusss.”Irwan pun telah pula merasakan sensasi nikmat yang diberikan Elvira, kala wanita cantik itu mulai belajar untuk memuaskan lelaki itu diatas tubuhnya dan mulai terdengar erangan kecil diselingi decap dari bibir lelaki tampan yang terus menyesap gundukan besar nan kenyal milik Elvira.Lalu, tanpa disadari oleh keduanya, pintu kamar hotel itu pun terbuka dan terlihat, Gilang berjalan menuju kamar dan menyaksikan Elvira tengah menggoyangkan tubuhnya diatas tubuh Irwan yang terus mengerang karena nikmat.Gilang yang melihat aksi Elvira di atas tubuh Irwan, memvideokan semua yang dilakukan oleh kedua pasangan itu, sampai akhirnya, Irwan pun histeris hingga terduduk dan itu membuat Elvira yang merasakan klimaks langsung memeluk lelaki tampan itu dan tanpa disadari kuku jemari tangannya menusuk punggung lelaki tampan itu. “Oh, nikmatnya..,” desis Irwan dengan napas tersengal-sengal, seraya mengecup bibir Elvira. “Ma-maaf, sepertinya Ku-kuku jemari aku Me-melukai punggungmu,” ucap Elvira takut menatap Irwan yang berada di hadapannya saat dirinya masih duduk pada kedua paha lelaki tampan itu. “No Problem Sayang, gimana lebih nikmat, bukan?” tanya Irwan menatap lekat Elvira. Dengan malu-malu Elvira mengangguk dan menjawab perlahan, “Iyaaa.” “Vira, apa kamu sengaja minta aku ke hotel untuk melihat permainan kalian?” tanya Gilang yang berdiri persis di belakang tubuh Elvira yang masih duduk di pangkuan Irwan. Elvira yang terkejut dengan suara Gilang langsung menarik selimut dan menutupi
Hari ini adalah hari keenam Elvira menjalankan tugasnya sebagai wanita yang dijual suaminya. Dan selama lima hari bersama Irwan justru Elvira merasa dirinya semakin dekat dan memahami karakter dari Irwan dalam sisi baiknya, walau tidak seutuhnya ia paham atas karakter asli Irwan. Namun, pesona Irwan atas celoteh, kejujuran dan candanya membuat Elvira kian merasa nyaman. Selama lima hari, Irwan telah membuat rasa nyaman pada Elvira. Karena lelaki itu, telah memberikan rasa hangat dan menjadikan Elvira melewati bulan madu yang tak diberikan oleh Gilang. Apalagi perhatian Irwan pada Elvira layaknya bukan sebagai wanita yang dijual oleh suaminya dengan mengajak Elvira membeli oleh-oleh untuknya, keluarga dan teman-temannya. Hari ini, Irwan yang tertarik dengan sebuah Vila yang dijual, berkeinginan untuk melihat lokasi Vila di sekitar Ubud. “Vira, ganti pakaianmu. Aku mau liat beberapa Vila yang dijual. Kali aja ada yang menarik, bagus juga daerah ini. Tenang dan masih terlihat lebih asr
Sekitar pukul tiga sore, seusai ke kantor Notaris untuk penandatanganan pembelian Vila, Irwan kembaki ke Vila yang disewanya. Sebelum sampai di Vila, terdengar dering ponselnya. Melihat nama “Larasati” tertera di layar ponselnya, Irwan pun mematikan panggilan tersebut seraya menggerutu. “Dasar perempuan sialan! Kenapa sih, perempuan itu nggak ngerti juga apa yang aku katakan tempo hari.” Made Cenik yang mendengar lelaki tampan berusia 40 tahun yang menggerutu usai melihat seseorang yang menghubunginya, hanya bisa melirik dari kaca spion pada tengah mobilnya. Tak lama terdengar nada bip, pada ponselnya. Kembali Irwan meraih ponselnya dan membaca pesan tersebut. [Pesan masuk Larasati : Mas, tadi Ana jatuh dari tangga dan sekarang di Rumah Sakit] Membaca pesan singkat atas putrinya membuat Irwan langsung menghubungi wanita berumur 40 tahun tersebut. “Sekarang gimana kondisi Ana! Kamu memang nggak becus ngurus anakku! Kalau terjadi sesuatu dengan Ana ... Aku tak akan mengampunimu!”
Mobil yang membawa Elvira dan Irwan akhirnya sampai di sebuah hotel tempat awal Elvira menginap. Sebelum Elvira turun, Irwan yang sejak dalam perjalanan menuju Kuta lebih banyak terdiam dan tampak sibuk dengan gawainya, ikut turun dari mobil untuk mengantar Elvira masuk ke dalam lobby hotel tersebut. “Pak Made, tunggu di sini dulu, saya antar istri saya ke dalam,” pinta Irwan membohongi sopir taxi tersebut. “Siap, Pak! Uhm, maaf Pak, apa ibu akan pakai taxi saya untuk jalan-jalan selama di hotel ini?” tanya Made saat menjawab permintaan Irwan. “Rasanya nggak Pak Made. Hari ini tugas Bapak sampai antar saya ke Bandara aja. Soalnya ibu malas kemana-mana kalau nggak ada saya,” jawab Irwan dan tampak Made mengangguk sembari menurunkan koper dan beberapa oleh-oleh yang dibeli Elvira selama di Ubud. Irwan pun berjalan disisi Elvira sementara Made, sang sopir akhirnya membantu membawakan koper dan tas kanvas yang berisi oleh-oleh hingga ke dalam hotel. Sesampai di lobby, Irwan pun memeluk
Keesokan hari, pagi sekali sekitar pukul 7 pagi terlihat Gilang telah berada di hotel tersebut dan berbicara dengan bagian resepsionis di lobby hotel. “Pagi Pak, hari ini kamar atas nama Elvira Purnamasari akan check-out. Bisa minta tolong hubungi kamarnya? Dan sekalian saya minta Room boy untuk bantu bawa kopernya ke bawah,” pinta Gilang. “Baik Pak, tunggu sebentar, saya hubungi dulu,” jawab lelaki tersebut. Tak berapa lama, lelaki tersebut menghubungi Elvira dan meminta bagian Room boy untuk bantu membawakan kopernya. Berselang 10 menit kemudian, Elvira keluar dari lift dan mereka pun bertemu di lobby. “Vir ... kita pakai taxi diluar atau pakai mobil hotel?” tanya Gilang saat Elvira menanyakan tagihan makanan semalam serta minta bagian resepsionis untuk mencarikan satu mobil untuk membawanya ke Bandara, tanpa menggubris pertanyaan Gilang. “Bai Buu, ditunggu dulu sekitar sepuluh menit lagi. Mobil sedang disiapkan. Kalau boleh saya tahu, pukul berapa pesawat berangkat?” tanya bagi
Elvira yang mendengar percakapan diantara mereka hanya terdiam di kamar. Dirinya tak mampu keluar kamar usai rasa sedih berbalut emosi ada di hatinya. Hingga akhirnya, pembantu rumah tangga di rumah itu, Iyem diminta untuk memanggil Elvira untuk makan siang. Tok ... Tok ... “Neng Vira, Ibu ngajak makan siang,” panggil pembantu rumah tangga itu diluar pintu kamarnya. Dengan berat hati, Elvira pun menjawab, “Tadi saya udah makan di Bandara.” Setelah itu, bunyi bip pada ponsel Elvira membuat ia teringat pada mamanya. Dibaca pesan masuk dari Aprilia. [Pesan masuk mama : Vira, apa kamu sudah sampai? Apa jadi kamu ke rumah? Kalau emang nggak jadi, mama mau ke rumah adikmu] Elvira berkali-kali menarik napas panjang usai membaca pesan singkat Aprilia. Wanita cantik itu bingung untuk menentukan sikap. Apakah ia akan ke rumah mamanya atau tidak. “Ya Allah, sekarang aku harus bagaimana? Bingung jadinya,” Elvira bermonolog sambil memikirkan jalan keluar atas apa yang dihadapinya. Setelah b
Zuraida dan Syamsudin, adalah orang tua asuh yang mengambil Gilang dan Gempita sejak bayi. Sebelum dari itu, Zuraida adalah kembang desa yanv hijrah ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan bekerja di sebuah pabrik dengan hanya berbekal kecantikan dirinya. Namun, kejamnya Ibu Kota dari pada ibu tiri membuat Zuraida yang ditipu oleh orang yang mengajak dirinya bekerja dari kampung dijebloskan langsung ke lokalisasi yang ada di bagian utara Jakarta, sedangkan Syamsudin sendiri adalah seorang lelaki yang mahir bela diri, karena selama di kampung, dia ikut pencak silat dan ketika di Jakarta dia direkrut untuk menjadi penjaga keamanan di daerah lokalisasi, tempat Zuraida bekerja. Gambaran kedua orang tua dari Gilang dan Gempita adalah, orang yang mengecap dunia hitam sejak mereka juga menginjakkan kakinya di Jakarta tanpa punya pendidikan. Zuraida dan Syamsudin mengambil kedua anak dari dua orang wanita pekerja malam, karena kedua wanita naas itu adalah anak buah dari Zuraida. Dimana saat it
Adik Elvira yang bernama Amelia Puspitasari datang bersama kedua anaknya. Dulu, Amelia menikah saat ia berusia 20 tahun dan suaminya Rifai berusia 25 tahun, kini usia Amelia telah 25 tahun dengan dua orang anak berusia 4 tahun dan 2 tahun. Rifai selain telah menjadi PNS, dia juga mempunyai rumah kos-kos’an hingga kehidupan mereka lebih makmur dibandingkan Elvira dan Ervan Dwi Prayoga, adik lelaki Elvira yang bekerja di sebuah Bank Swasta. “Gimana kak, rasanya menikah? Pasti lebih enak kan? Ada temen yang bisa di ajak ngobrol waktu mau tidur, ada yang di ajak berantem waktu kita bete dan ada yang disuruh-suruh waktu kita pengen sesuatu. Yaa, nggak?” tanya Amelia menggoda Elvira saat dilihat ada tanda kissmark di lehernya.“Biasa aja sih, lebih enak tinggal sendiri malah,” ucapnya keceplosan.Aprilia yang mendengar ucapan putrinya pun mengernyitkan dahinya dan melirik ke arah Elvira yang serius mengatakan apa yang terlanjur lepas dari bibirnya.“Vira, apa kalian baik-baik aja?” ta
Sudah dua bulan ini, bayi cantik yang dilahirkan oleh Larasati diasuh oleh Elvira. Sejak hari kematian Larasati, Elvira akhirnya menyusui ketiga bayi. Antara si kembar dan bayi Larasati hanya beda usia satu setengah bulan. Rasa lelah Elvira yang bersemangat untuk tetap memberikan ASI eksklusif untuk ketiga bayi tersebut selama 6 bulan, membuat Irwan merasa kasihan pada Elvira harus bangun tengah malam, hingga tubuhnya terlihat lebih kurus. Irwan selalu menemani Elvira saat mengurusi ketiga bayi mereka. Sementara Anastasia yang telah berusia 6,5 tahun sudah bisa mengurus dirinya sendiri.Tetapi, tidak seperti malam ini. Saat halilintar saling bersahutan membuat ketiga bayi menangis dan Anastasia yang biasanya sudah terbiasa tidur di kamarnya sendiri, merasa takut kala mendengar suara halilintar dengan curah hujan yang sangat besar usai perayaan tahun baru. Hingga akhirnya, Irwan pun membawa busa spring bed milik Anastasia ke kamar ketiga bayi mereka.“Gimana..., sekarang Ana udah ngga
Satu bulan kemudian, di bulan Desember saat hujan mulai kian mencurahkan intensitasnya. Irwan yang selalu datang ke rumah Elvira, tidak menampakkan batang hidungnya. Biasanya lelaki tampan itu selalu ke rumah pukul tujuh pagi. Irwan selalu sarapan di rumah itu. Dan jika matahari tidak bersembunyi dari balik awan, Irwan selalu mengajak si kembar dengan kereta dorongnya.Rutinitas yang dilakukan oleh Irwan sebelum kerja dan selalu menghabiskan waktu saat libur, membuat Elvira merasakan kesepian yang sejak kelahiran si kembar selalu di temani Irwan di pagi hari, kini wanita cantik itu sarapan seorang diri.“Ibu akan sarapan sekarang? Atau tunggu bapak?” tanya Urip salah seorang pelayan di rumah itu.Elvira memandang jam didinding. Dilihat jam telah menunjukkan pukul 8 pagi. Sudah satu jam berlalu, Irwan pun belum datang ke rumahnya.Dalam hati Elvira pun berkata, ‘Ehm..., apa karena hujan, pak Irwan nggak ke rumah yaa? Padahal hari ini kan dia libur?’“Buu..., sarapan sekarang?” tanya pe
Dua minggu kemudian, berita buruk menimpa Gilang. Lelaki gemulai itu dikatakan tengah meregang nyawa. Kondisinya sedang sekarat. Karena itu, Gempita yang selama ini bolak-balik menjengguk Gilang pun berinisiatif untuk menghubungi Elvira, di hari minggu kala semua masalah Elvira selama dua minggu itu terselesaikan.“Pagi Kak Vira,” sapa Gempita pada sambungan telepon dengan suara parau.“Pagi Gempita, apa kabar? Semua baik-baik saja kan?!” tanya Vira dengan cemas. Padahal selama ini mereka selalu berkirim kabar dengan Gempita.“Kak Vira, apa bisa ke Jakarta? Kak Gilang waktunya nggak lama lagi. Kondisinya semakin melemah. Padahal Gempi udah janji mau pertemukan Kak Vira sama kak Gilang. Kakak, apa bisa tolong Gempi buat menuruti keinginan terakhir kak Gilang?” tanya Gempita dalam isak tangisnya.“Baiklah, aku akan kabari kamu sore ini. Kamu yang sabar yaa..., bisikkan ke telinga Gilang. Kalau aku sudah memaafkan dia,” pinta Elvira dan sambungan telepon mereka pun berakhir.Usai berkomu
Elvira dan Amelia menempati satu kamar hotel yang sama dengan Irwan. Hanya saja Irwan kali ini bersama Bram. Sedangkan Narto dan Harto, kakak ipar Bram telah pulang dini hari usai seluruh rangkaian pemeriksaan dan forensik atas diri almarhumah Melisa telah selesai.Di dalam kamar hotel 101 di lantai satu, Elvira telah bersiap dengan pakaian serba hitam begitu juga dengan Amelia.“Kak Vira, kemarin aku lihat pak Irwan menangis di sebelah kamar jenazah. Aku dengar dia berbicara dengan pak Bram. Katanya, ingin sekali dia memeluk Kak Vira. Tapi, kata dia suatu hal yang mustahil. Kasihan aku liatnya.”“Kasihan apa sih, Dek. Wong aku bukan istrinya ... Jelas nggak mungkin dia berani peluk aku,” jawab Elvira tersenyum simpul.“Sekarang kalau kakak ngomong udah kayak wong Suroboyo, hahahahahaha..., tapi Kak, kalau diajak nikah mau kan?” tanya Amelia sembari menyisir rambutnya.“Ogah! Aku nggak mau punya suami yang masih punya istri. Tapi, aku juga nggak mau punya suami yang ceraikan istrinya u
Acara pengajian di rumah baru Irwan Kusuma untuk menyambut kedua putra kembar keluarga itu, disambut dengan derai air mata. Irwan membawa bayi Andre dan Amelia membawa bayi Andri ke dalam rumah. Suasana di dalam rumah telah ramai oleh ibu-ibu pengajian yang ada di kompleks perumahan itu.Lalu, Nita yang mengkoordinasikan ibu-ibu pengajian, meminta pada ibu-ibu yang sudah datang mengirimkan doa untuk Elvira.“Terima kasih saya ucapkan pada Ibu-ibu semua yang telah hadir di rumah ini. Saya mohon bantuannya untuk mengirimkan doa pada Elvira Purnamasari, mama si kembar. Semoga Allah melindunginya dan bisa segera ditemukan,” pinta Nita dalam isak tangisnya.“Aamiin...,” serempak ibu-ibu pengajian itu pun menadahkan tangan dan mengusap wajahnya.Setelah itu, salah satu dari ibu-ibu yang berada di ruang keluarga yang cukup besar itu pun, memimpin doa dengan menyebutkan nama Elvira. Setelah itu, mereka pun semuanya mengaji.Saat ibu-ibu yang diundang pengajian di rumah Irwan tengah mengirimkan
Saat mobil yang membawa Elvira masuk ke dalam halaman pertokoan sesuai dengan lokasi yang diberikan oleh Wicaksono. Namun, terlihat keempat orang penculik tidak keluar dari dalam mobil. Kesempatan itu di pakai oleh Darsono untuk memberitahukan pihak berwajib terdekat pada wilayah Surabaya.“Siang menjelang sore Pak! Saya Darsono, wartawan sebuah koran kriminal. Izin ingin melaporkan kejadian yang saya lihat di sebuah Rumah Sakit. Tapi, saya nggak tau apa ini perampokan atau apa. Sebuah mini bus dengan plat nomor X000xx dari Rumah sakit menuju tol. Sekarang ini berada di sebuah ruko dekat dengan pos polisi perumahan,” lapor Darsono pada bagian kepolisian terdekat.Namun, alangkah terkejutnya saat polisi yang mendapat laporan langsung merespons dengan cepat laporan tersebut.“Terima kasih Pak Darsono, kesatuan polisi telah bersiap-siap meluncur ke lokasi. Mobil mini bus tersebut tidak merampok, tetapi mereka menculik seorang wanita yang habis melahirkan bayi kembar di rumah itu. Apa Pak
Saat Amelia siuman, wanita cantik itu pun menangis kembali dan histeris memanggil Elvira hingga Irwan memeluknya, untuk memberikan semangat dan keyakinan atas Elvira yang akan baik-baik saja. Karena saat ini, Amelia terlihat sangat ketakutan kala teringat atas kejadian penculikan itu. “Amel, tolong tenangkan dirimu. Tadi Mbak Nita juga udah minta tolong dengan mas Narto dan mas Harto. Ini pihak kepolisian juga sedang berkoordinasi dengan melakukan pengejaran. Kamu yang sabar dan bantu doa yaa...,” Irwan mengelus punggung Amelia layaknya seorang kakak lelaki yang selama ini tidak di dapat dari Ervan.“Pak Irwan..., kasihan kak Vira..., hikss..., kenapa nasib kak Vira malang sekali? Padahal kak Vira orang yang baik. Siapa yang jahat seperti itu sama kakak?” isak Amelia dalam pelukan Irwan.Dibiarkan Amelia menumpahkan segala kegelisahan hatinya. Lalu, Irwan yang melihat Amelia telah kembali tenang, memberitahukan padanya tentang kedua bayi Elvira yang dikembalikan ke ruang bayi.“Amel..
Bab 94 : Elvira diculik?Amelia yang tidak ikut bersama suami dan kedua anaknya serta pengasuh dari kedua anaknya balik ke Jakarta, akan menemani Elvira yang rencananya hari ini akan pulang ke rumah Irwan, atas desakan Nita yang tengah menyiapkan kedatangan si kembar ke rumah yang di peruntukan bagi Elvira dan kedua bayinya.“Vira..., lihat ini tempat tidur si kembar. Kemarin itu Mbak minta langsung tukang dekorasi kamar bayi mengganti wallpaper dindingnya. Irwan kemarin itu pakai dasar warna ungu. Aneh sekali papanya si kembar itu. Dia pikir kamar untuk janda, kali yaa, Hehehehehe...,” tawa Nita saat menghubungi Elvira lewat panggilan video call.Nita memperlihatkan kamar si kembar dengan corak berwarna biru muda dan lantai kayu yang dialasi dengan permadani berwarna biru tua serta dua tempat tidur bayi berwarna putih yang dipadu dengan lemari pakaian berwarna biru muda.“Terima kasih, Mbak..., bagus sekali kamar si kembar,” ucap Elvira tersenyum dengan bias kebahagiaan dari matanya.
Darsono dan Melisa pun berjalan keluar Rumah Sakit. Sesampai di tempat parkir, dilihatnya Irwan tengah bersama seorang bengkel yang sedang mengurusi keempat bannya. Darsono melihat keganjilan pada keempat ban Irwan yang gembos. Lalu, ia pun berbicara dengan Melisa.“Lisa, apa ada orang lain juga yang sedang bermasalah dengan lelaki itu?” tanya Darsono seraya mengamati beberapa orang di sekitar mereka dari dalam mobil.“Nggak tau juga Om. Sekarang rencana kita gimana? Apa Om nggak penasaran untuk lihat kak Vira? Seingat Lisa, besok kak Vira pulang dari Rumah sakit Kalau Lisa mau cari tempat menginap dekat Rumah Sakit. Soalnya Lisa nggak percaya kalau kak Vira menolak Lisa,” ungkap Melisa.Entah mengapa, Darsono juga ikut penasaran atas diri Elvira. Maka, ia pun sepakat dengan Melisa untuk mencari penginapan dekat Rumah Sakit, agar besok pagi saat Elvira akan pulang dari Rumah Sakit, ia bisa mengambil fotonya dan membuat berita tentang dirinya berdasarkan cerita Irwan, pikir Darsono.D