“Mas Gilang, mau kemana?” tanya Elvira saat mereka baru sampai di kamar hotel super deluxe hadiah pernikahan dari Aprilia untuk berbulan madu di Pulau Bali.
“Aku ada sedikit urusan penting,” ucap Gilang usai menerima panggilan telepon dari seseorang, saat mereka baru saja tiba di hotel.“Urusan penting?” tanya Elvira memandang aneh ke arah Gilang, seorang lelaki yang baru kemarin menyandang status sebagai suaminya.“Ya, aku jalan dulu,” ucap Gilang tanpa menoleh kearah Elvira di saat hari pertama bulan madu mereka.“Mas, kita baru menikah dan kamu udah tinggalin aku?!” keluh Elvira dengan nada tinggi.BLAM!Tak ada jawaban yang didengar oleh Elvira. Yang terdengar hanya langkah kaki dari lelaki yang baru menikahinya dan bunyi pintu yang ditutup keras oleh Gilang kala meninggalkan dirinya sendirian di kamar pengantin mereka. Sama sekali tidak ada sedikit pun respons dari Gilang atas apa yang dikatakan Elvira.Gilang telah menghilang dari dalam kamar itu, meninggalkan pengantin wanita yang menunggu keromantisan yang tertunda sejak kemarin malam.Tak ada yang bisa dikatakan oleh Elvira. Ia hanya termenung di sebuah kursi kayu panjang persis di depan tempat tidur mereka atas apa yang dialaminya. Bahkan Gilang tidak memberitahukannya, urusan penting apa yang dilakukan di Bali? Padahal, saat mereka akan ke Bali tidak ada sedikit pun Gilang menyinggung tentang urusan penting di Bali, karena tujuan mereka memang hanya untuk menikmati bulan madu.Dikeluarkan pakaian dalam koper Elvira. Diambilnya pakaian tidur nan seksi pemberian dari sahabatnya. Ulfa memberikan dua set lingerie. Dielusnya pakaian tidur tipis berbahan satin warna putih dan pink, yang seharusnya dipakai kemarin malam pada saat malam pertama. Namun, ditundanya hingga mereka berada di Bali untuk menikmati surgawi dunia, saat akan melepaskan masa lajang mereka.“Ulfa, kayaknya baju tidur elo kagak hoki banget. Sekarang aja gue ditinggal laki gue. Ternyata nikah itu kagak enak,” selorohnya sendirian seraya mengelus baju tidur nan seksi itu dengan wajah kecewa.Dipandanginya ranjang pengantin yang telah ditata indah oleh pihak hotel dengan membuat sepasang angsa dari handuk berwarna pink dan putih dan dibentuk menyerupai hati. Kelopak bunga mawar berwarna putih bercampur dengan melati putih kecil bertebaran di atas tempat tidur. Membuat tempat tidur itu demikian semerbak.Di sisi kanan dan kiri tempat tidur khusus pengantin, ada rangkaian bunga segar dengan ucapan ‘selamat berbahagia’. Serta ada juga bunga sedap malam yang ditempatkan pada sebuah pot bening kaca.Elvira kembali mengingat-ingat perjalanan mereka hingga sampai menuju pernikahan. Hanya selama 3 bulan mereka saling mengenal satu dan lainnya. Mungkin rasa cinta diantara mereka tidak sebanyak orang yang berpacaran selama setahun bahkan tiga tahun.Selama tiga bulan perkenalan hingga menuju pernikahan, hanya satu kali saja Gilang mencium dirinya dan itu pun pada bagian kening, saat mereka melangsungkan ijab kabul.“Hmmm, sekalinya ketemu lelaki dan mau ngajak nikah, kok yaa kelewat banget jaga kehormatan gue yaa.? Tapi, kalau sampai cium bibir gue aja kagak berani, apa emang begitu prinsipnya Gilang? Apes amat dah nasib gue. Pengen ngerasain untuk yang pertama aja susahnya kayak gini,” gerutu Elvira bermonolog saat memandang dirinya di cermin dan berbicara pada dirinya sendiri.Mengingat semua yang baru disadarinya selama tiga bulan ini, membuat bulu kuduknya bangun. Pikiran negatifnya kini bermain di otak kirinya, Elvira takut kalau lelaki yang dikenalnya selama 3 bulan, bukanlah lelaki tulen. Elvira berpikir, kalau Gilang adalah seorang lelaki pencinta sejenis. Hal itu jelas membuat kegelisahan dalam kalbunya teramat sangat kuat.“Apa Mas Gilang homo yaa? Kenapa selama tiga bulan masa pendekatan, dia terlihat sangat sopan? OMG ... gimana kalau dugaan gue benar? Aduh, gue harus bagaimana?” seketika Elvira panik, seraya menutup matanya membayangkan hal buruk sembari memijat-mijat kepalanya yang dirasa mulai pening memikirkan hal diluar dugaan dan duduk di depan cermin memandang wajah cantiknya.Elvira kembali mengingat kejadian di rumah mamanya. Kamar pengantin yang telah disiapkan oleh Aprilia, untuk dirinya saat akan melepas masa lajang sama sekali tidak tersentuh di malam itu. Saat itu, Gilang beralasan lelah ingin tidur lebih awal sebelum mereka pergi ke Bali.“Gila! Kok gue baru merasa ada yang aneh sama Gilang yaa? Masa sih sebagai lelaki normal, dia kuat menahan diri untuk nggak tidur sama gue di malam pertama waktu di rumah, hemm, sekarang gue curhat sama siapa nih? Kalau gue ngomong ke Ulfa, nanti malah dia bocor ke nyokap gue. Aduh, nikah bukannya kagak ada masalah, malah tambah masalah! Sebel banget dah kalau udah begini!”Kejanggalan yang dirasa oleh Elvira kembali dirasakan hari ini. Sebagai lelaki normal, seharusnya Gilang telah melakukan kewajibannya sebagai lelaki, apalagi telah tertunda lebih dari satu hari. Namun, hari ini Elvira kembali menelan pil kekecewaan, saat Gilang lebih memilih urusan penting yang tak diketahuinya dibanding menuntaskan kewajibannya sebagai suami.Di depan cermin Elvira pun menunjuk ke arah diri sendiri seraya berucap, “Ini semua gara-gara elo terlalu pegang prinsip! Coba kalau pikiran elo bebas kayak cewek lain yang pacarannya bebas, mungkin elo udah nikah dari dulu. Nyesel kan, elo sekarang?!"Elvira terus saja merenung dan mengupas satu persatu kejanggalan yang terjadi selama tiga bulan ini, hingga mereka sampai ke Bandara. Pikiran Elvira pun mengembara mengingat kejadian di Bandara. Baru disadarinya kalau Gilang sama sekali tidak romantis layaknya pengantin baru.Jemari tangannya saja tidak pernah digenggamnya, kecuali saat mereka melakukan ijab kabul. Selama ini fokus Elvira hanya pada gimana secepatnya ia menikah dan melepas predikat ‘Perawan Tua’.Elvira yang bingung pada sikap Gilang dan perilakunya membuat ia hanya mampu mondar-mandir di dalam kamar tanpa ada yang bisa dilakukan. Sampai akhirnya, telepon hotel di dekat nakas ranjangnya berdering kuat hingga membuat terkejut.“Ya selamat siang, Mbak, kenapa yaa?” tanya Elvira saat mendengar sapaan dari seorang resepsionis diujung telepon.“Maaf Buu, tadi ada pesan dari Pak Gilang yang meminta pada kami untuk menanyakan makan siang yang akan ibu pesan,” ucap seorang wanita bagian resepsionis.“Makan? Uhm, sepertinya saya belum lapar Mbak. Apa ada lagi yang disampaikan suami saya?” tanya Elvira singkat.“Bapak hanya pesan untuk mengingatkan makan siang Ibu saja,” tutur wanita bagian resepsionis itu kembali.“Oh, baik Mbak, nanti kalau saya lapar akan saya hubungi, terima kasih.”Percakapan pun berakhir. Lalu, Elvira yang tak sanggup memikirkan sendiri perihal keraguan pada diri Gilang pun, menghubungi sahabatnya, Ulfa.“Ulfa ...,” sapanya ragu.“Wah, pengantin baru mau cerita pengalaman apa nih?” tanya Ulfa saat menjawab sapaan sahabatnya.“Uhm ... Ulfa, sepertinya pernikahan gue dalam masalah deh,” suara Elvira sangat pelan saat akan mengutarakan kejanggalan yang ada dalam pikirannya.“Apa?!” teriakan Ulfa sangat keras diujung telepon. “Gue kagak salah denger? Ya Allah ... ada masalah apa, Vira ...? Hey, baru dua hari nih, elo kawin."Elvira menghela napas kasar dan terdiam tanpa bisa mengutarakan semua yang terjadi. Hingga Ulfa sampai menegurnya dari ujung telepon, saat tak kunjung pula didengar tanggapan atas pertanyaannya.“Vira ... Hello!”“Hmmm, gini Faa ... masalahnya, laki gue sampai sekarang kagak nyentuh gue sama sekali, aneh kan?” ungkap Elvira meluncur dari bibirnya dan minta pendapat sahabatnya.“Emang waktu di rumah mama elo, kagak jadi malam pertamanya? Elo nggak nanya ke dia, kenapa kagak tuntasin kewajiban dia?” tanya Ulfa memberikan saran yang juga ikut terbawa suasana dengan menarik napas.“Gue malu laah, Faa, dia itu laki-laki, harusnya kan, lebih tau dan pengalaman. Aneh aja, kok bisa dia kagak nafsu sama gue? Menurut elo, apa dia homo? Soalnya selama pacaran dia cuma cium pipi gue. Satu kali pun dia kagak pernah cium bibir gue,” Elvira melampiaskan semuanya pada Ulfa tentang kejanggalan Gilang yang selama pacaran tidak pernah diumbar pada siapa pun.“OMG ... Vira ..! Napa elo baru cerita sama gue? Sekarang apa tindakan elo?” tanyanya.“Faa, tunggu ya, ada notifikasi pesan dari Gilang. Jangan tutup teleponnya. Gue mau baca pesannya dulu,” pinta Elvira, membuka menu pesan pada ponsel tanpa menutup teleponnya.[Pesan masuk Gilang : Vira ... kamu mandi yang bersih dan wangi yaa, pakai baju tidur seksi, sebentar lagi aku balik. Oh ya, Uhm, aku orangnya pemalu. Bisa kamu pakai penutup mata waktu aku datang ke kamar kita? Aku malu kalau kamu sampai lihat tubuh polosku. Apa bisa kamu lakukan untukku? Mungkin itu akan aku lakukan sampai aku merasa nyaman dan nggak malu lagi]Membaca pesan singkat dari Gilang membuat Elvira menelan salivanya. Jantungnya berdebar kuat. Ia bingung harus membalas apa. Sampai akhirnya teriakan suara dari Ulfa mengingatkannya pada panggilan yang ditunda dari ponselnya.“Hello!! Vira! Hello!” teriak Ulfa.“Hello ... ya Ulfa, sorry,” ucapnya.Lalu, Elvira memberitahukan pesan yang dikirim oleh Gilang.“Oh, gitu ... berarti dugaan elo salah dong. Mungkin memang dia itu orangnya pemalu banget. Ya udah elo ikutin aja maunya. Nanti juga, lama-lama jadi biasa dan kagak malu lagi,” ucap Ulfa. “Ya udah elo siap-siap yaa. Besok telepon gue lagi, gimana rasanya melewati hari pertama begituan, enak apa kagak barang laki elo. Hahahhahaha.”Setelah bercanda dan melepas keraguan yang telah disebar pada sahabat baiknya, hubungan telepon antara mereka pun berakhir dan Elvira pun membalas pesan dari Gilang.[Pesan keluar Elvira : Ya, untuk penutup matanya kamu yang beli, apa sekarang aku yang beli?]Beberapa detik kemudian, Gilang kembali membalas pesan Elvira.[Pesan masuk Gilang : Aku udah bawa penutup mata untuk kamu dan aku taruh di laci meja rias. Kalau kamu udah siap, tolong kamu kirim pesan]Usai membaca pesan singkat suaminya, Elvira beranjak dari kursi panjang di depan tempat tidurnya menuju laci pada meja rias. Dicarinya penutup mata yang telah di siapkan oleh Gilang. Dengan tersenyum, Elvira memandang ke arah cermin dan bermonolog.“Kira’in cewek aja yang malu untuk lakuin yang pertama kali, ternyata cowok model Gilang gitu juga. Uhm, ternyata elo salah ... Vira!” tunjuk Elvira pada cermin atas pikiran negatif yang telah diuraikan pada Ulfa, sahabatnya.Setelah menyiapkan satu setel baju tidur nan seksi berwarna putih berisi satu tali dengan bagian dada terbuka berisi renda membuat baju tidur itu terlihat sangat seksi. Elvira juga tersenyum memandang celana dalam berwarna putih dengan tali pengikat pada bagian kanan dan kiri pinggulnya yang terkesan sangat tipis. Serta penutup mata berwarna hitam yang telah diambil di laci meja rias diletakan pada sisi tempat tidur.Elvira pun tersenyum semeringah, berjalan menuju kamar mandi dengan perasaan campur aduk. Ada rasa penasaran, malu dan entah apa yang harus dilakukannya kala berdekatan dengan lelaki yang baru dikenalnya.Namun, Elvira meyakinkan dirinya, kalau Gilang adalah lelaki normal yang romantis. Dari semua cerita malam pertama yang di dengar dari teman dan sahabatnya, baru kali ini Elvira merasakan kekonyolan dan romantisnya Gilang serta sikap terbuka lelaki itu yang meminta padanya untuk memakai penutup mata. Hal itu akan menjadi kenangan yang tak akan terlupakan.‘Akhirnya, gue akan melewati masa bahagia juga,’ bisik hati Elvira, kala menyalakan shower dan hangatnya air pun, mulai membasahi seluruh bagian tubuh yang akan diserahkan pada seorang lelaki halal baginya.Selepas membersihkan diri, Elvira membalurkan tubuhnya dengan handbody yang menyegarkan kulit tubuhnya. Memberikan wewangian pada bagian siku, lengan dekat urat nadi dan terakhir pada bagian belakang telinganya. Lalu, dipakainya lingerie seksi pemberian Ulfa, sahabatnya. Dipandangi tubuh sintalnya yang telah berbalut lingerie seksi. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menyentuh bagian punggung. Terlihat, Elvira berputar perlahan di depan cermin untuk melihat keelokan tubuhnya. Hingga ia pun berbicara pada dirinya sendiri. “Bagaimana mungkin, Gilang mampu menolak gue? Kalau dia liat kemulusan dan keseksian tubuh gue, dijamin dia bakal terus pengen bulan madu. Hehehehe, gue kok jadi narsis,” celoteh Elvira tersenyum bangga melihat penampilan seksinya berbalut lingerie tipis.Elvira berjalan menuju tempat tidur yang sejak awal kedatangannya tidak berani disentuhnya. Ia pun menyelonjorkan kedua kaki jengang nan mulus itu. Lalu, mengirimkan pesan singkat pada Gilang. Terakhir, ia meraih
Elvira yang menangis hingga membuat kedua matanya sembab dan lelah, akhirnya pun tertidur pulas dalam kondisi polos. Lelaki tampan berjambang yang telah membayar tunai pada Gilang selama 7 hari untuk tidur bersama Elvira pun beranjak dari tempat tidur dan meraih gawai dari jas hitam dan beberapa pakaian yang berserakan dilantai saat ia terpesona dengan bentuk indah tubuh Elvira.Lelaki tampan itu pun memakai kembali boxer nya, duduk di kursi depan bufet panjang yang berisi televisi dan menghubungi Gilang.“Hey! Aku mau kasih tahu kamu ... istrimu menamparku! Apa ada ganti rugi dari tamparan itu? Hehehehe,” tanya lelaki tampan itu dan terkekeh saat berbicara dengan Gilang seraya kembali memegang pipinya,“Maaf Bos Irwan ... bisa jadi istri saya shock. Tapi, saya jamin dia nggak akan melakukan hal itu lagi. atas kelakuan istri saya, saya minta maaf. Tapi, benar kan, dia masih perawan?” tanya Gilang, kuatir kalau Elvira tidak perawan dan lelaki yang di panggil Bos Irwan meminta uangn
Tak lama kemudian, Elvira pun keluar dari kamar mandi dan Irwan yang telah menunggu di sisi tempat tidur pun tersenyum nakal memandang Elvira yang hanya membelitkan handuk pada tubuhnya. Setelah itu, Elvira mengambil celana jeans dan tshirt berwarna biru muda. “Vira, aku udah izin sama suamimu, kalau kita akan keluar hotel untuk beli oleh-oleh,” ucap Irwan memandang ke arah Elvira tanpa berkedip. “Untuk apa izin sama dia? Mulai saat ini dia nggak punya hak apa pun pada diriku! Apalagi kamu!” tegas Elvira membelakangi Irwan kala mengancingkan kemejanya. Elvira yang telah memakai pakaian, mengambil koper dan merapikan pakaiannya yang berada di lemari kamar hotel. Melihat hal itu, Irwan yang tahu kalau Elvira akan pergi dari kamar itu pun, menghubungi Gilang atas tindakan yang akan dilakukan istrinya. “Hallo! Istrimu akan melarikan diri! Jangan bilang kamu bersekongkol dengannya! Cepat kemari!” teriak Irwan kala menghubungi Gilang. “Apa?! Baik saya ke sana. Lima menit saja saya sudah
Irwan memberikan isyarat pada Gilang agar pergi dari kamar itu. Lalu, lelaki penyuka sesama jenis itu pun, bangun dari lantai dan berjalan masuk ke dalam kamar. Terlihat Gilang mengambil satu setel pakaiannya dari dalam koper dan berlalu menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang berisi darah yang telah kering serta membersihkan wajahnya ke kamar mandi.“Vira, gimana keputusan kamu?” tanya Irwan mendekati wanita cantik yang telah terlihat tenang. “Keputusan apa lagi?! Pak Irwan mau saya kembalikan uang yang 100 juta itu? Kalau mau besok kita ke Bank.” Ketus Elvira menjawab pertanyaan lelaki tampan itu dengan menatap tajam ke arahnya. “Vira, asal kamu tau ... sebenarnya berapa pun nilainya, aku maunya tetap pakai kamu. Aku suka wanita yang bersih, terutama bagian ternikmatmu itu,” cicit Irwan dengan lidah yang dimainkan olehnya. Elvira yang tanpa sengaja melihat Irwan memainkan lidahnya, melempar pandangannya ke tempat lain dan beranjak dari tempat duduknya. Saat Elvira telah
Elvira dan Irwan pun jalan keluar hotel. Dengan menggunakan taxi mereka pun menuju sebuah restoran yang berada di dekat pantai. Sopir yang membawa mereka pun dengan ramah mengobrol. Irwan pun menimpali obrolan sopir taxi tersebut.“Berapa lama liburan di Bali, Bos?” tanya sopir tersebut.“Kami lagi bulan madu selama 7 hari. Baru satu hari berada di hotel itu, apa bapak tau tempat romantis lainnya selain di sini?” tanya Irwan melirik ke arah Elvira yang duduk dekat kaca mobil sambil memandang sedikit kemacetan kala jam telah menunjukan pukul 3 sore.“Ada Bos ... daerah Ubud. Disana ada Vila pribadi yang disewakan. Untuk pengantin baru sih lebih nyaman disana, lebih privasi. Pemandangannya juga persawahan terasering. Bagus untuk yang suka tenang dan alam. Untuk tempat wisatanya juga banyak, hawanya juga lebih sejuk dibanding Kuta, kalau Bos mau ... ini saya ada brosurnya, Bos tinggal tanya-tanya aja. Nanti saya siap antar kesana,” ungkap sopir tersebut mempromosikan daerah wisata lai
Gilang yang melihat aksi Elvira di atas tubuh Irwan, memvideokan semua yang dilakukan oleh kedua pasangan itu, sampai akhirnya, Irwan pun histeris hingga terduduk dan itu membuat Elvira yang merasakan klimaks langsung memeluk lelaki tampan itu dan tanpa disadari kuku jemari tangannya menusuk punggung lelaki tampan itu. “Oh, nikmatnya..,” desis Irwan dengan napas tersengal-sengal, seraya mengecup bibir Elvira. “Ma-maaf, sepertinya Ku-kuku jemari aku Me-melukai punggungmu,” ucap Elvira takut menatap Irwan yang berada di hadapannya saat dirinya masih duduk pada kedua paha lelaki tampan itu. “No Problem Sayang, gimana lebih nikmat, bukan?” tanya Irwan menatap lekat Elvira. Dengan malu-malu Elvira mengangguk dan menjawab perlahan, “Iyaaa.” “Vira, apa kamu sengaja minta aku ke hotel untuk melihat permainan kalian?” tanya Gilang yang berdiri persis di belakang tubuh Elvira yang masih duduk di pangkuan Irwan. Elvira yang terkejut dengan suara Gilang langsung menarik selimut dan menutupi
Hari ini adalah hari keenam Elvira menjalankan tugasnya sebagai wanita yang dijual suaminya. Dan selama lima hari bersama Irwan justru Elvira merasa dirinya semakin dekat dan memahami karakter dari Irwan dalam sisi baiknya, walau tidak seutuhnya ia paham atas karakter asli Irwan. Namun, pesona Irwan atas celoteh, kejujuran dan candanya membuat Elvira kian merasa nyaman. Selama lima hari, Irwan telah membuat rasa nyaman pada Elvira. Karena lelaki itu, telah memberikan rasa hangat dan menjadikan Elvira melewati bulan madu yang tak diberikan oleh Gilang. Apalagi perhatian Irwan pada Elvira layaknya bukan sebagai wanita yang dijual oleh suaminya dengan mengajak Elvira membeli oleh-oleh untuknya, keluarga dan teman-temannya. Hari ini, Irwan yang tertarik dengan sebuah Vila yang dijual, berkeinginan untuk melihat lokasi Vila di sekitar Ubud. “Vira, ganti pakaianmu. Aku mau liat beberapa Vila yang dijual. Kali aja ada yang menarik, bagus juga daerah ini. Tenang dan masih terlihat lebih asr
Sekitar pukul tiga sore, seusai ke kantor Notaris untuk penandatanganan pembelian Vila, Irwan kembaki ke Vila yang disewanya. Sebelum sampai di Vila, terdengar dering ponselnya. Melihat nama “Larasati” tertera di layar ponselnya, Irwan pun mematikan panggilan tersebut seraya menggerutu. “Dasar perempuan sialan! Kenapa sih, perempuan itu nggak ngerti juga apa yang aku katakan tempo hari.” Made Cenik yang mendengar lelaki tampan berusia 40 tahun yang menggerutu usai melihat seseorang yang menghubunginya, hanya bisa melirik dari kaca spion pada tengah mobilnya. Tak lama terdengar nada bip, pada ponselnya. Kembali Irwan meraih ponselnya dan membaca pesan tersebut. [Pesan masuk Larasati : Mas, tadi Ana jatuh dari tangga dan sekarang di Rumah Sakit] Membaca pesan singkat atas putrinya membuat Irwan langsung menghubungi wanita berumur 40 tahun tersebut. “Sekarang gimana kondisi Ana! Kamu memang nggak becus ngurus anakku! Kalau terjadi sesuatu dengan Ana ... Aku tak akan mengampunimu!”
Sudah dua bulan ini, bayi cantik yang dilahirkan oleh Larasati diasuh oleh Elvira. Sejak hari kematian Larasati, Elvira akhirnya menyusui ketiga bayi. Antara si kembar dan bayi Larasati hanya beda usia satu setengah bulan. Rasa lelah Elvira yang bersemangat untuk tetap memberikan ASI eksklusif untuk ketiga bayi tersebut selama 6 bulan, membuat Irwan merasa kasihan pada Elvira harus bangun tengah malam, hingga tubuhnya terlihat lebih kurus. Irwan selalu menemani Elvira saat mengurusi ketiga bayi mereka. Sementara Anastasia yang telah berusia 6,5 tahun sudah bisa mengurus dirinya sendiri.Tetapi, tidak seperti malam ini. Saat halilintar saling bersahutan membuat ketiga bayi menangis dan Anastasia yang biasanya sudah terbiasa tidur di kamarnya sendiri, merasa takut kala mendengar suara halilintar dengan curah hujan yang sangat besar usai perayaan tahun baru. Hingga akhirnya, Irwan pun membawa busa spring bed milik Anastasia ke kamar ketiga bayi mereka.“Gimana..., sekarang Ana udah ngga
Satu bulan kemudian, di bulan Desember saat hujan mulai kian mencurahkan intensitasnya. Irwan yang selalu datang ke rumah Elvira, tidak menampakkan batang hidungnya. Biasanya lelaki tampan itu selalu ke rumah pukul tujuh pagi. Irwan selalu sarapan di rumah itu. Dan jika matahari tidak bersembunyi dari balik awan, Irwan selalu mengajak si kembar dengan kereta dorongnya.Rutinitas yang dilakukan oleh Irwan sebelum kerja dan selalu menghabiskan waktu saat libur, membuat Elvira merasakan kesepian yang sejak kelahiran si kembar selalu di temani Irwan di pagi hari, kini wanita cantik itu sarapan seorang diri.“Ibu akan sarapan sekarang? Atau tunggu bapak?” tanya Urip salah seorang pelayan di rumah itu.Elvira memandang jam didinding. Dilihat jam telah menunjukkan pukul 8 pagi. Sudah satu jam berlalu, Irwan pun belum datang ke rumahnya.Dalam hati Elvira pun berkata, ‘Ehm..., apa karena hujan, pak Irwan nggak ke rumah yaa? Padahal hari ini kan dia libur?’“Buu..., sarapan sekarang?” tanya pe
Dua minggu kemudian, berita buruk menimpa Gilang. Lelaki gemulai itu dikatakan tengah meregang nyawa. Kondisinya sedang sekarat. Karena itu, Gempita yang selama ini bolak-balik menjengguk Gilang pun berinisiatif untuk menghubungi Elvira, di hari minggu kala semua masalah Elvira selama dua minggu itu terselesaikan.“Pagi Kak Vira,” sapa Gempita pada sambungan telepon dengan suara parau.“Pagi Gempita, apa kabar? Semua baik-baik saja kan?!” tanya Vira dengan cemas. Padahal selama ini mereka selalu berkirim kabar dengan Gempita.“Kak Vira, apa bisa ke Jakarta? Kak Gilang waktunya nggak lama lagi. Kondisinya semakin melemah. Padahal Gempi udah janji mau pertemukan Kak Vira sama kak Gilang. Kakak, apa bisa tolong Gempi buat menuruti keinginan terakhir kak Gilang?” tanya Gempita dalam isak tangisnya.“Baiklah, aku akan kabari kamu sore ini. Kamu yang sabar yaa..., bisikkan ke telinga Gilang. Kalau aku sudah memaafkan dia,” pinta Elvira dan sambungan telepon mereka pun berakhir.Usai berkomu
Elvira dan Amelia menempati satu kamar hotel yang sama dengan Irwan. Hanya saja Irwan kali ini bersama Bram. Sedangkan Narto dan Harto, kakak ipar Bram telah pulang dini hari usai seluruh rangkaian pemeriksaan dan forensik atas diri almarhumah Melisa telah selesai.Di dalam kamar hotel 101 di lantai satu, Elvira telah bersiap dengan pakaian serba hitam begitu juga dengan Amelia.“Kak Vira, kemarin aku lihat pak Irwan menangis di sebelah kamar jenazah. Aku dengar dia berbicara dengan pak Bram. Katanya, ingin sekali dia memeluk Kak Vira. Tapi, kata dia suatu hal yang mustahil. Kasihan aku liatnya.”“Kasihan apa sih, Dek. Wong aku bukan istrinya ... Jelas nggak mungkin dia berani peluk aku,” jawab Elvira tersenyum simpul.“Sekarang kalau kakak ngomong udah kayak wong Suroboyo, hahahahahaha..., tapi Kak, kalau diajak nikah mau kan?” tanya Amelia sembari menyisir rambutnya.“Ogah! Aku nggak mau punya suami yang masih punya istri. Tapi, aku juga nggak mau punya suami yang ceraikan istrinya u
Acara pengajian di rumah baru Irwan Kusuma untuk menyambut kedua putra kembar keluarga itu, disambut dengan derai air mata. Irwan membawa bayi Andre dan Amelia membawa bayi Andri ke dalam rumah. Suasana di dalam rumah telah ramai oleh ibu-ibu pengajian yang ada di kompleks perumahan itu.Lalu, Nita yang mengkoordinasikan ibu-ibu pengajian, meminta pada ibu-ibu yang sudah datang mengirimkan doa untuk Elvira.“Terima kasih saya ucapkan pada Ibu-ibu semua yang telah hadir di rumah ini. Saya mohon bantuannya untuk mengirimkan doa pada Elvira Purnamasari, mama si kembar. Semoga Allah melindunginya dan bisa segera ditemukan,” pinta Nita dalam isak tangisnya.“Aamiin...,” serempak ibu-ibu pengajian itu pun menadahkan tangan dan mengusap wajahnya.Setelah itu, salah satu dari ibu-ibu yang berada di ruang keluarga yang cukup besar itu pun, memimpin doa dengan menyebutkan nama Elvira. Setelah itu, mereka pun semuanya mengaji.Saat ibu-ibu yang diundang pengajian di rumah Irwan tengah mengirimkan
Saat mobil yang membawa Elvira masuk ke dalam halaman pertokoan sesuai dengan lokasi yang diberikan oleh Wicaksono. Namun, terlihat keempat orang penculik tidak keluar dari dalam mobil. Kesempatan itu di pakai oleh Darsono untuk memberitahukan pihak berwajib terdekat pada wilayah Surabaya.“Siang menjelang sore Pak! Saya Darsono, wartawan sebuah koran kriminal. Izin ingin melaporkan kejadian yang saya lihat di sebuah Rumah Sakit. Tapi, saya nggak tau apa ini perampokan atau apa. Sebuah mini bus dengan plat nomor X000xx dari Rumah sakit menuju tol. Sekarang ini berada di sebuah ruko dekat dengan pos polisi perumahan,” lapor Darsono pada bagian kepolisian terdekat.Namun, alangkah terkejutnya saat polisi yang mendapat laporan langsung merespons dengan cepat laporan tersebut.“Terima kasih Pak Darsono, kesatuan polisi telah bersiap-siap meluncur ke lokasi. Mobil mini bus tersebut tidak merampok, tetapi mereka menculik seorang wanita yang habis melahirkan bayi kembar di rumah itu. Apa Pak
Saat Amelia siuman, wanita cantik itu pun menangis kembali dan histeris memanggil Elvira hingga Irwan memeluknya, untuk memberikan semangat dan keyakinan atas Elvira yang akan baik-baik saja. Karena saat ini, Amelia terlihat sangat ketakutan kala teringat atas kejadian penculikan itu. “Amel, tolong tenangkan dirimu. Tadi Mbak Nita juga udah minta tolong dengan mas Narto dan mas Harto. Ini pihak kepolisian juga sedang berkoordinasi dengan melakukan pengejaran. Kamu yang sabar dan bantu doa yaa...,” Irwan mengelus punggung Amelia layaknya seorang kakak lelaki yang selama ini tidak di dapat dari Ervan.“Pak Irwan..., kasihan kak Vira..., hikss..., kenapa nasib kak Vira malang sekali? Padahal kak Vira orang yang baik. Siapa yang jahat seperti itu sama kakak?” isak Amelia dalam pelukan Irwan.Dibiarkan Amelia menumpahkan segala kegelisahan hatinya. Lalu, Irwan yang melihat Amelia telah kembali tenang, memberitahukan padanya tentang kedua bayi Elvira yang dikembalikan ke ruang bayi.“Amel..
Bab 94 : Elvira diculik?Amelia yang tidak ikut bersama suami dan kedua anaknya serta pengasuh dari kedua anaknya balik ke Jakarta, akan menemani Elvira yang rencananya hari ini akan pulang ke rumah Irwan, atas desakan Nita yang tengah menyiapkan kedatangan si kembar ke rumah yang di peruntukan bagi Elvira dan kedua bayinya.“Vira..., lihat ini tempat tidur si kembar. Kemarin itu Mbak minta langsung tukang dekorasi kamar bayi mengganti wallpaper dindingnya. Irwan kemarin itu pakai dasar warna ungu. Aneh sekali papanya si kembar itu. Dia pikir kamar untuk janda, kali yaa, Hehehehehe...,” tawa Nita saat menghubungi Elvira lewat panggilan video call.Nita memperlihatkan kamar si kembar dengan corak berwarna biru muda dan lantai kayu yang dialasi dengan permadani berwarna biru tua serta dua tempat tidur bayi berwarna putih yang dipadu dengan lemari pakaian berwarna biru muda.“Terima kasih, Mbak..., bagus sekali kamar si kembar,” ucap Elvira tersenyum dengan bias kebahagiaan dari matanya.
Darsono dan Melisa pun berjalan keluar Rumah Sakit. Sesampai di tempat parkir, dilihatnya Irwan tengah bersama seorang bengkel yang sedang mengurusi keempat bannya. Darsono melihat keganjilan pada keempat ban Irwan yang gembos. Lalu, ia pun berbicara dengan Melisa.“Lisa, apa ada orang lain juga yang sedang bermasalah dengan lelaki itu?” tanya Darsono seraya mengamati beberapa orang di sekitar mereka dari dalam mobil.“Nggak tau juga Om. Sekarang rencana kita gimana? Apa Om nggak penasaran untuk lihat kak Vira? Seingat Lisa, besok kak Vira pulang dari Rumah sakit Kalau Lisa mau cari tempat menginap dekat Rumah Sakit. Soalnya Lisa nggak percaya kalau kak Vira menolak Lisa,” ungkap Melisa.Entah mengapa, Darsono juga ikut penasaran atas diri Elvira. Maka, ia pun sepakat dengan Melisa untuk mencari penginapan dekat Rumah Sakit, agar besok pagi saat Elvira akan pulang dari Rumah Sakit, ia bisa mengambil fotonya dan membuat berita tentang dirinya berdasarkan cerita Irwan, pikir Darsono.D