Tak lama kemudian, Elvira pun keluar dari kamar mandi dan Irwan yang telah menunggu di sisi tempat tidur pun tersenyum nakal memandang Elvira yang hanya membelitkan handuk pada tubuhnya. Setelah itu, Elvira mengambil celana jeans dan tshirt berwarna biru muda.
“Vira, aku udah izin sama suamimu, kalau kita akan keluar hotel untuk beli oleh-oleh,” ucap Irwan memandang ke arah Elvira tanpa berkedip.“Untuk apa izin sama dia? Mulai saat ini dia nggak punya hak apa pun pada diriku! Apalagi kamu!” tegas Elvira membelakangi Irwan kala mengancingkan kemejanya.Elvira yang telah memakai pakaian, mengambil koper dan merapikan pakaiannya yang berada di lemari kamar hotel. Melihat hal itu, Irwan yang tahu kalau Elvira akan pergi dari kamar itu pun, menghubungi Gilang atas tindakan yang akan dilakukan istrinya.“Hallo! Istrimu akan melarikan diri! Jangan bilang kamu bersekongkol dengannya! Cepat kemari!” teriak Irwan kala menghubungi Gilang.“Apa?! Baik saya ke sana. Lima menit saja saya sudah sampai. Kebetulan, saya juga sedang menuju ke sana, tolong tahan dia, sampai saya sampai, Bos!” pinta Gilang panik.Irwan kembali ke dalam kamar, tampak Elvira sedang memasukkan beberapa sepatunya ke dalam koper tanpa memerhatikan Irwan yang melihat ke arahnya. Setelah selesai mengemas koper miliknya, Elvira pun menarik koper tersebut tanpa memedulikan Irwan yang masih menatap tak percaya atas tindakan Elvira.“Jangan pergi! Sebelum suamimu datang ke kamar ini!” cegah Irwan memegang tangan Elvira. yang menarik kopernya menuju pintu keluar kamar hotel.Lalu, Elvira berupaya menepis pegangan tangan Irwan dan berucap, “Lepaskan aku! Lepas brengsek ...!”Ditariknya lengan Elvira hingga wajahnya dan wajah lelaki tampan itu hanya berjarak tiga centimeter, hawa hangat menerpa wajah Elvira saat lelaki itu berbicara dengan sangat dekat.“Dengar ...! Kalian pasti bekerja sama untuk menipuku!” Irwan menatap lekat wajah Elvira tepat di hadapannya.“Kamu pikir aku gila! Mau tidur sama lelaki yang nggak aku kenal? Hah!” sanggah Elvira penuh emosi.“Hey! Aku juga nggak kenal kamu dan aku juga nggak tau kesepakatan apa yang terjadi antara kamu dan homo itu!” ungkap Irwan atas apa yang diketahuinya tentang Gilang.“Apa?! Homo? Gilang homo?” Elvira terkejut hingga membuat kedua netranya melotot dan nyaris keluar saat mendengar apa yang dikatakan dari mulut Irwan.“Ya, homo ... dan, jangan kamu belaga nggak tau dengan keadaan lelaki yang udah menikahimu. Tolong ... jangan bersandiwara dan mau menipuku mentah-mentah! Aku hanya ingin kamu temani aku tidur selama tujuh hari. Setelah itu kamu bebas ... simpel kan?” tukas Irwan tegas, menatap wajah Elvira sangat dekat dengan lengan yang mencengkeram siku wanita itu sedemikian kuat.Gilang adalah seorang lelaki yang menyukai lelaki. Perkenalannya dengan Irwan terjadi, saat Gilang mendekati Irwan yang ia pikir sama seperti dirinya karena memiliki tubuh atletis, maskulin dan ramah. Namun, akhirnya sejak perkenalan tanpa sengaja membuat mereka sering melakukan transaksi daging mentah.Sejak saat itu, Gilang sering mencarikan wanita sesuai karakter Irwan, setiap lelaki itu ke Jakarta. Karena Irwan adalah lelaki yang suka berfantasi dan tidak puas hanya dengan seorang wanita yang sama.Jadi dalam kurun waktu dua tahun perkenalan mereka, tidak pernah sekalipun Gilang membawa wanita yang sama untuk diajak berfantasi oleh lelaki tampan nan tajir tersebut. Terlebih, kala Gilang mengetahui status Elvira yang masih perawan dan berhasil dijeratnya, maka Gilang pun menawarkannya pada Irwan.Mengetahui kebenaran dari bibir Irwan, membuat Elvira hanya mampu menelan ludah, memejamkan mata dan mengatupkan bibir serta menggelengkan kepalanya perlahan. Bersamaan dengan keterkejutannya, Gilang yang membawa satu kunci kamar hotel itu pun masuk ke dalam kamar.Melihat Gilang datang dengan penampilan perlente, Irwan pun melepas pegangan tangannya pada Elvira dan berucap tajam, “Gilang ... Ingat! Kamu sudah terima uangku tunai! Jadi jangan kalian berkelit dan bersandiwara!”Setelah itu, Irwan pun meninggalkan keduanya di ruang tamu dekat pintu keluar kamar hotel. Elvira yang melihat kedatangan Gilang pun langsung menyerang lelaki gemulai yang telah menipunya mentah-mentah dalam satu ikatan pernikahan.Dengan sangat marah atas tindakan Gilang, lelaki yang baru dua hari jadi suaminya, Elvira pun langsung menyerang lelaki itu dengan geram. seraya berteriak keras, usai tangannya di lepas oleh Irwan.“Manusia laknat! Jahanam kamu! Bangsattttt ...!”Bugh... Bugh... Bugh...Sebuah tendangan menghantam perut Gilang. Elvira membabi buta, menyerang tubuh Gilang yang akhirnya terjungkal dilantai marmer hotel tersebut.Dengan emosi tinggi, Elvira yang telah gelap mata dan kesetanan, beberapa kali melayangkan pukulannya ke wajah lelaki tampan itu nan gemulai tersebut. Irwan pun berlalu dari ruang itu menuju kamar, terlihat Irwan melirik ke arah Elvira yang tengah menendang Gilang dan melakukan pembiaran atas apa yang dilakukan Elvira.Dalam keadaan terjatuh dan bersimpuh di lantai marmer, kembali Elvira melancarkan serangannya dengan memukul, menendang Gilang secara brutal. Terlihat, Gilang hanya terdiam meringkuk memegangi perut dan sesekali memegangi kepalanya agar tak terkena tendangan Elvira.“Mati kamuuu, laknattt ...!” ucap Elvira dalam Keadaan emosi tingkat dewa.“Adduhh! Sakit ...! Stop Vira ...! Maafkan aku! Maafkan aku!” teriak Gilang saat kaki Elvira kembali menginjak-injak dirinya yang kini ada di lantai.Akhirnya darah pun keluar dari hidung dan dari robekan sudut bibir lelaki gemulai tersebut. Elvira yang selama ini tidak pernah melakukan tindakan kasar dan tidak pernah melihat darah keluar dari hidung serta dari sudut bibir Gilang pun, terkejut dan tersadar atas tindakan brutalnya.Sementara, Irwan yang meninggalkan sepasang suami-istri tersebut bertengkar di ruang tamu, masuk ke dalam kamar dan menunggu pertengkaran diantara mereka, berakhir. Kini Irwan hanya mendengar pembicaraan mereka dari dalam kamar hotel tersebut.“Apa salahku? Apa emang ini motivasi kamu menikahi aku? Hah!” teriak Elvira dengan wajah penuh kekecewaan menoleh ke arah Gilang yang masih di lantai marmer dengan baju penuh darah.“Kelak kamu akan tahu, kenapa aku lakukan ini. Aku juga nggak bisa menolak perintah yang harus aku lakukan. Tolong, lakukanlah apa yang sudah jadi takdirmu. Setelah tujuh hari menemani Pak Irwan, aku janji akan beritahu kamu masalah ini, dan kamu akan tahu mengapa aku menjualmu pada lelaki itu," ucap lirih Gilang dan mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.“Berapa uang yang kamu terima? Aku akan kembalikan pada lelaki itu!” ucap Elvira, bertanya atas hal yang telah dilakukan Gilang, suami yang baru dua hari menikahinya.Gilang yang tahu emosi dan puncak amarah Elvira telah mereda, usai menghajar dirinya pun menoleh ke arah wanita cantik itu. Kemudian ia pun berucap, “Aku terima uang itu seratus juta.”Dengan menelan ludahnya, Elvira yang telah kehilangan tenaga atas emosi dan amukannya pun berkata perlahan pada Irwan yang telah kembali ke ruang tamu dan berada diantara mereka.“Lepaskan aku ... akan aku berikan uang itu.”Lelaki tampan itu pun menatap Elvira dengan senyum tipis saat melihat sisa-sisa emosi dan kebrutalan Elvira saat menghajar Gilang hingga Irwan dapat melihat jelas darah yang mengotori kemeja lelaki gemulai itu.“Jadi gimana ...? Apa dramanya sudah selesai?” senyum tersungging di bibir Irwan.Elvira yang melihat cara Irwan tersenyum memandang Gilang. Dirinya juga beranjak dari tempat duduk dan berucap dengan sorot mata tajamnya ke arah lelaki yang telah menodainya., “Akan aku transfer sejumlah yang dia terima dari kamu! Mana nomor rekeningnya?!"“Hmmm ... Kamu tahu berapa yang harus kamu transfer kalau suamimu yang homo itu membatalkannya?” ejek Irwan tersenyum miring menatap Elvira.“Apa maksud kamu! Jangan mengambil keuntungan dari aib yang telah aku terima! Kamu sudah dengar dari lelaki terkutuk ini, kan? Kamu memberinya uang seratus juta," keluh Elvira menatap tajam dengan manik hitamnya ke arah Irwan.“Hahahhahaha ... seharusnya suamimu itu harus bertanya, apa dia bisa membantu kesulitan kamu. Sebenarnya, aku tidak ingin dirimu yang sangat nikmat itu diganti oleh uang berapa pun. Tetapi, karena suamimu telah berlaku jahat padamu, maka aku berbaik hati dengan meminta ganti rugi sebanyak 10x lipat. Gimana?” tantang Irwan seraya memegang dagu Elvira dan mencium pipinya.“Apa? Sudah gila kamu? Kalau 100 juta aku punya. Itu pun, aku minta waktu sampai esok hari, saat Bank buka. Gimana bisa aku kembalikan uang seratus juta jadi satu milyar! Itu pemerasan!” tolak Elvira menepis tangan Irwan.“Kalau kamu anggap aku memeras. Berarti kalian berdua penipu!” balas Irwan memandang ke arah bagian dada Elvira.Setelah itu tanpa disangka, Irwan berbisik ke telingga Elvira, “Bagaimana kalau aku berikan kamu 100 juta? Toh, keperawanan kamu juga sudah aku nikmati. Bukankah kamu menikmati permainanku juga?”Dengan jantung berdetak keras Elvira mengingat bagaimana ia berusaha keras melawan rasa yang diberikan lelaki tampan itu. Kini, ia bingung untuk memutuskan hal yang di hadapinya. Namun yang pasti, ia akan melakukan gugatan cerai pada Gilang.Sementara itu, Gilang masih duduk bersimpuh di lantai dengan darah yang telah berhenti dari hidungnya dan ada luka disudut bibirnya bekas pukulan Elvira. Sedangkan Erwin, masih memandang Elvira yang kembali duduk di kursi tamu, dengan pikiran nakal dan keinginan hasratnya untuk menaklukkan keangguhan wanita yang membohongi kenikmatan diantara mereka.Irwan memberikan isyarat pada Gilang agar pergi dari kamar itu. Lalu, lelaki penyuka sesama jenis itu pun, bangun dari lantai dan berjalan masuk ke dalam kamar. Terlihat Gilang mengambil satu setel pakaiannya dari dalam koper dan berlalu menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang berisi darah yang telah kering serta membersihkan wajahnya ke kamar mandi.“Vira, gimana keputusan kamu?” tanya Irwan mendekati wanita cantik yang telah terlihat tenang. “Keputusan apa lagi?! Pak Irwan mau saya kembalikan uang yang 100 juta itu? Kalau mau besok kita ke Bank.” Ketus Elvira menjawab pertanyaan lelaki tampan itu dengan menatap tajam ke arahnya. “Vira, asal kamu tau ... sebenarnya berapa pun nilainya, aku maunya tetap pakai kamu. Aku suka wanita yang bersih, terutama bagian ternikmatmu itu,” cicit Irwan dengan lidah yang dimainkan olehnya. Elvira yang tanpa sengaja melihat Irwan memainkan lidahnya, melempar pandangannya ke tempat lain dan beranjak dari tempat duduknya. Saat Elvira telah
Elvira dan Irwan pun jalan keluar hotel. Dengan menggunakan taxi mereka pun menuju sebuah restoran yang berada di dekat pantai. Sopir yang membawa mereka pun dengan ramah mengobrol. Irwan pun menimpali obrolan sopir taxi tersebut.“Berapa lama liburan di Bali, Bos?” tanya sopir tersebut.“Kami lagi bulan madu selama 7 hari. Baru satu hari berada di hotel itu, apa bapak tau tempat romantis lainnya selain di sini?” tanya Irwan melirik ke arah Elvira yang duduk dekat kaca mobil sambil memandang sedikit kemacetan kala jam telah menunjukan pukul 3 sore.“Ada Bos ... daerah Ubud. Disana ada Vila pribadi yang disewakan. Untuk pengantin baru sih lebih nyaman disana, lebih privasi. Pemandangannya juga persawahan terasering. Bagus untuk yang suka tenang dan alam. Untuk tempat wisatanya juga banyak, hawanya juga lebih sejuk dibanding Kuta, kalau Bos mau ... ini saya ada brosurnya, Bos tinggal tanya-tanya aja. Nanti saya siap antar kesana,” ungkap sopir tersebut mempromosikan daerah wisata lai
Gilang yang melihat aksi Elvira di atas tubuh Irwan, memvideokan semua yang dilakukan oleh kedua pasangan itu, sampai akhirnya, Irwan pun histeris hingga terduduk dan itu membuat Elvira yang merasakan klimaks langsung memeluk lelaki tampan itu dan tanpa disadari kuku jemari tangannya menusuk punggung lelaki tampan itu. “Oh, nikmatnya..,” desis Irwan dengan napas tersengal-sengal, seraya mengecup bibir Elvira. “Ma-maaf, sepertinya Ku-kuku jemari aku Me-melukai punggungmu,” ucap Elvira takut menatap Irwan yang berada di hadapannya saat dirinya masih duduk pada kedua paha lelaki tampan itu. “No Problem Sayang, gimana lebih nikmat, bukan?” tanya Irwan menatap lekat Elvira. Dengan malu-malu Elvira mengangguk dan menjawab perlahan, “Iyaaa.” “Vira, apa kamu sengaja minta aku ke hotel untuk melihat permainan kalian?” tanya Gilang yang berdiri persis di belakang tubuh Elvira yang masih duduk di pangkuan Irwan. Elvira yang terkejut dengan suara Gilang langsung menarik selimut dan menutupi
Hari ini adalah hari keenam Elvira menjalankan tugasnya sebagai wanita yang dijual suaminya. Dan selama lima hari bersama Irwan justru Elvira merasa dirinya semakin dekat dan memahami karakter dari Irwan dalam sisi baiknya, walau tidak seutuhnya ia paham atas karakter asli Irwan. Namun, pesona Irwan atas celoteh, kejujuran dan candanya membuat Elvira kian merasa nyaman. Selama lima hari, Irwan telah membuat rasa nyaman pada Elvira. Karena lelaki itu, telah memberikan rasa hangat dan menjadikan Elvira melewati bulan madu yang tak diberikan oleh Gilang. Apalagi perhatian Irwan pada Elvira layaknya bukan sebagai wanita yang dijual oleh suaminya dengan mengajak Elvira membeli oleh-oleh untuknya, keluarga dan teman-temannya. Hari ini, Irwan yang tertarik dengan sebuah Vila yang dijual, berkeinginan untuk melihat lokasi Vila di sekitar Ubud. “Vira, ganti pakaianmu. Aku mau liat beberapa Vila yang dijual. Kali aja ada yang menarik, bagus juga daerah ini. Tenang dan masih terlihat lebih asr
Sekitar pukul tiga sore, seusai ke kantor Notaris untuk penandatanganan pembelian Vila, Irwan kembaki ke Vila yang disewanya. Sebelum sampai di Vila, terdengar dering ponselnya. Melihat nama “Larasati” tertera di layar ponselnya, Irwan pun mematikan panggilan tersebut seraya menggerutu. “Dasar perempuan sialan! Kenapa sih, perempuan itu nggak ngerti juga apa yang aku katakan tempo hari.” Made Cenik yang mendengar lelaki tampan berusia 40 tahun yang menggerutu usai melihat seseorang yang menghubunginya, hanya bisa melirik dari kaca spion pada tengah mobilnya. Tak lama terdengar nada bip, pada ponselnya. Kembali Irwan meraih ponselnya dan membaca pesan tersebut. [Pesan masuk Larasati : Mas, tadi Ana jatuh dari tangga dan sekarang di Rumah Sakit] Membaca pesan singkat atas putrinya membuat Irwan langsung menghubungi wanita berumur 40 tahun tersebut. “Sekarang gimana kondisi Ana! Kamu memang nggak becus ngurus anakku! Kalau terjadi sesuatu dengan Ana ... Aku tak akan mengampunimu!”
Mobil yang membawa Elvira dan Irwan akhirnya sampai di sebuah hotel tempat awal Elvira menginap. Sebelum Elvira turun, Irwan yang sejak dalam perjalanan menuju Kuta lebih banyak terdiam dan tampak sibuk dengan gawainya, ikut turun dari mobil untuk mengantar Elvira masuk ke dalam lobby hotel tersebut. “Pak Made, tunggu di sini dulu, saya antar istri saya ke dalam,” pinta Irwan membohongi sopir taxi tersebut. “Siap, Pak! Uhm, maaf Pak, apa ibu akan pakai taxi saya untuk jalan-jalan selama di hotel ini?” tanya Made saat menjawab permintaan Irwan. “Rasanya nggak Pak Made. Hari ini tugas Bapak sampai antar saya ke Bandara aja. Soalnya ibu malas kemana-mana kalau nggak ada saya,” jawab Irwan dan tampak Made mengangguk sembari menurunkan koper dan beberapa oleh-oleh yang dibeli Elvira selama di Ubud. Irwan pun berjalan disisi Elvira sementara Made, sang sopir akhirnya membantu membawakan koper dan tas kanvas yang berisi oleh-oleh hingga ke dalam hotel. Sesampai di lobby, Irwan pun memeluk
Keesokan hari, pagi sekali sekitar pukul 7 pagi terlihat Gilang telah berada di hotel tersebut dan berbicara dengan bagian resepsionis di lobby hotel. “Pagi Pak, hari ini kamar atas nama Elvira Purnamasari akan check-out. Bisa minta tolong hubungi kamarnya? Dan sekalian saya minta Room boy untuk bantu bawa kopernya ke bawah,” pinta Gilang. “Baik Pak, tunggu sebentar, saya hubungi dulu,” jawab lelaki tersebut. Tak berapa lama, lelaki tersebut menghubungi Elvira dan meminta bagian Room boy untuk bantu membawakan kopernya. Berselang 10 menit kemudian, Elvira keluar dari lift dan mereka pun bertemu di lobby. “Vir ... kita pakai taxi diluar atau pakai mobil hotel?” tanya Gilang saat Elvira menanyakan tagihan makanan semalam serta minta bagian resepsionis untuk mencarikan satu mobil untuk membawanya ke Bandara, tanpa menggubris pertanyaan Gilang. “Bai Buu, ditunggu dulu sekitar sepuluh menit lagi. Mobil sedang disiapkan. Kalau boleh saya tahu, pukul berapa pesawat berangkat?” tanya bagi
Elvira yang mendengar percakapan diantara mereka hanya terdiam di kamar. Dirinya tak mampu keluar kamar usai rasa sedih berbalut emosi ada di hatinya. Hingga akhirnya, pembantu rumah tangga di rumah itu, Iyem diminta untuk memanggil Elvira untuk makan siang. Tok ... Tok ... “Neng Vira, Ibu ngajak makan siang,” panggil pembantu rumah tangga itu diluar pintu kamarnya. Dengan berat hati, Elvira pun menjawab, “Tadi saya udah makan di Bandara.” Setelah itu, bunyi bip pada ponsel Elvira membuat ia teringat pada mamanya. Dibaca pesan masuk dari Aprilia. [Pesan masuk mama : Vira, apa kamu sudah sampai? Apa jadi kamu ke rumah? Kalau emang nggak jadi, mama mau ke rumah adikmu] Elvira berkali-kali menarik napas panjang usai membaca pesan singkat Aprilia. Wanita cantik itu bingung untuk menentukan sikap. Apakah ia akan ke rumah mamanya atau tidak. “Ya Allah, sekarang aku harus bagaimana? Bingung jadinya,” Elvira bermonolog sambil memikirkan jalan keluar atas apa yang dihadapinya. Setelah b
Sudah dua bulan ini, bayi cantik yang dilahirkan oleh Larasati diasuh oleh Elvira. Sejak hari kematian Larasati, Elvira akhirnya menyusui ketiga bayi. Antara si kembar dan bayi Larasati hanya beda usia satu setengah bulan. Rasa lelah Elvira yang bersemangat untuk tetap memberikan ASI eksklusif untuk ketiga bayi tersebut selama 6 bulan, membuat Irwan merasa kasihan pada Elvira harus bangun tengah malam, hingga tubuhnya terlihat lebih kurus. Irwan selalu menemani Elvira saat mengurusi ketiga bayi mereka. Sementara Anastasia yang telah berusia 6,5 tahun sudah bisa mengurus dirinya sendiri.Tetapi, tidak seperti malam ini. Saat halilintar saling bersahutan membuat ketiga bayi menangis dan Anastasia yang biasanya sudah terbiasa tidur di kamarnya sendiri, merasa takut kala mendengar suara halilintar dengan curah hujan yang sangat besar usai perayaan tahun baru. Hingga akhirnya, Irwan pun membawa busa spring bed milik Anastasia ke kamar ketiga bayi mereka.“Gimana..., sekarang Ana udah ngga
Satu bulan kemudian, di bulan Desember saat hujan mulai kian mencurahkan intensitasnya. Irwan yang selalu datang ke rumah Elvira, tidak menampakkan batang hidungnya. Biasanya lelaki tampan itu selalu ke rumah pukul tujuh pagi. Irwan selalu sarapan di rumah itu. Dan jika matahari tidak bersembunyi dari balik awan, Irwan selalu mengajak si kembar dengan kereta dorongnya.Rutinitas yang dilakukan oleh Irwan sebelum kerja dan selalu menghabiskan waktu saat libur, membuat Elvira merasakan kesepian yang sejak kelahiran si kembar selalu di temani Irwan di pagi hari, kini wanita cantik itu sarapan seorang diri.“Ibu akan sarapan sekarang? Atau tunggu bapak?” tanya Urip salah seorang pelayan di rumah itu.Elvira memandang jam didinding. Dilihat jam telah menunjukkan pukul 8 pagi. Sudah satu jam berlalu, Irwan pun belum datang ke rumahnya.Dalam hati Elvira pun berkata, ‘Ehm..., apa karena hujan, pak Irwan nggak ke rumah yaa? Padahal hari ini kan dia libur?’“Buu..., sarapan sekarang?” tanya pe
Dua minggu kemudian, berita buruk menimpa Gilang. Lelaki gemulai itu dikatakan tengah meregang nyawa. Kondisinya sedang sekarat. Karena itu, Gempita yang selama ini bolak-balik menjengguk Gilang pun berinisiatif untuk menghubungi Elvira, di hari minggu kala semua masalah Elvira selama dua minggu itu terselesaikan.“Pagi Kak Vira,” sapa Gempita pada sambungan telepon dengan suara parau.“Pagi Gempita, apa kabar? Semua baik-baik saja kan?!” tanya Vira dengan cemas. Padahal selama ini mereka selalu berkirim kabar dengan Gempita.“Kak Vira, apa bisa ke Jakarta? Kak Gilang waktunya nggak lama lagi. Kondisinya semakin melemah. Padahal Gempi udah janji mau pertemukan Kak Vira sama kak Gilang. Kakak, apa bisa tolong Gempi buat menuruti keinginan terakhir kak Gilang?” tanya Gempita dalam isak tangisnya.“Baiklah, aku akan kabari kamu sore ini. Kamu yang sabar yaa..., bisikkan ke telinga Gilang. Kalau aku sudah memaafkan dia,” pinta Elvira dan sambungan telepon mereka pun berakhir.Usai berkomu
Elvira dan Amelia menempati satu kamar hotel yang sama dengan Irwan. Hanya saja Irwan kali ini bersama Bram. Sedangkan Narto dan Harto, kakak ipar Bram telah pulang dini hari usai seluruh rangkaian pemeriksaan dan forensik atas diri almarhumah Melisa telah selesai.Di dalam kamar hotel 101 di lantai satu, Elvira telah bersiap dengan pakaian serba hitam begitu juga dengan Amelia.“Kak Vira, kemarin aku lihat pak Irwan menangis di sebelah kamar jenazah. Aku dengar dia berbicara dengan pak Bram. Katanya, ingin sekali dia memeluk Kak Vira. Tapi, kata dia suatu hal yang mustahil. Kasihan aku liatnya.”“Kasihan apa sih, Dek. Wong aku bukan istrinya ... Jelas nggak mungkin dia berani peluk aku,” jawab Elvira tersenyum simpul.“Sekarang kalau kakak ngomong udah kayak wong Suroboyo, hahahahahaha..., tapi Kak, kalau diajak nikah mau kan?” tanya Amelia sembari menyisir rambutnya.“Ogah! Aku nggak mau punya suami yang masih punya istri. Tapi, aku juga nggak mau punya suami yang ceraikan istrinya u
Acara pengajian di rumah baru Irwan Kusuma untuk menyambut kedua putra kembar keluarga itu, disambut dengan derai air mata. Irwan membawa bayi Andre dan Amelia membawa bayi Andri ke dalam rumah. Suasana di dalam rumah telah ramai oleh ibu-ibu pengajian yang ada di kompleks perumahan itu.Lalu, Nita yang mengkoordinasikan ibu-ibu pengajian, meminta pada ibu-ibu yang sudah datang mengirimkan doa untuk Elvira.“Terima kasih saya ucapkan pada Ibu-ibu semua yang telah hadir di rumah ini. Saya mohon bantuannya untuk mengirimkan doa pada Elvira Purnamasari, mama si kembar. Semoga Allah melindunginya dan bisa segera ditemukan,” pinta Nita dalam isak tangisnya.“Aamiin...,” serempak ibu-ibu pengajian itu pun menadahkan tangan dan mengusap wajahnya.Setelah itu, salah satu dari ibu-ibu yang berada di ruang keluarga yang cukup besar itu pun, memimpin doa dengan menyebutkan nama Elvira. Setelah itu, mereka pun semuanya mengaji.Saat ibu-ibu yang diundang pengajian di rumah Irwan tengah mengirimkan
Saat mobil yang membawa Elvira masuk ke dalam halaman pertokoan sesuai dengan lokasi yang diberikan oleh Wicaksono. Namun, terlihat keempat orang penculik tidak keluar dari dalam mobil. Kesempatan itu di pakai oleh Darsono untuk memberitahukan pihak berwajib terdekat pada wilayah Surabaya.“Siang menjelang sore Pak! Saya Darsono, wartawan sebuah koran kriminal. Izin ingin melaporkan kejadian yang saya lihat di sebuah Rumah Sakit. Tapi, saya nggak tau apa ini perampokan atau apa. Sebuah mini bus dengan plat nomor X000xx dari Rumah sakit menuju tol. Sekarang ini berada di sebuah ruko dekat dengan pos polisi perumahan,” lapor Darsono pada bagian kepolisian terdekat.Namun, alangkah terkejutnya saat polisi yang mendapat laporan langsung merespons dengan cepat laporan tersebut.“Terima kasih Pak Darsono, kesatuan polisi telah bersiap-siap meluncur ke lokasi. Mobil mini bus tersebut tidak merampok, tetapi mereka menculik seorang wanita yang habis melahirkan bayi kembar di rumah itu. Apa Pak
Saat Amelia siuman, wanita cantik itu pun menangis kembali dan histeris memanggil Elvira hingga Irwan memeluknya, untuk memberikan semangat dan keyakinan atas Elvira yang akan baik-baik saja. Karena saat ini, Amelia terlihat sangat ketakutan kala teringat atas kejadian penculikan itu. “Amel, tolong tenangkan dirimu. Tadi Mbak Nita juga udah minta tolong dengan mas Narto dan mas Harto. Ini pihak kepolisian juga sedang berkoordinasi dengan melakukan pengejaran. Kamu yang sabar dan bantu doa yaa...,” Irwan mengelus punggung Amelia layaknya seorang kakak lelaki yang selama ini tidak di dapat dari Ervan.“Pak Irwan..., kasihan kak Vira..., hikss..., kenapa nasib kak Vira malang sekali? Padahal kak Vira orang yang baik. Siapa yang jahat seperti itu sama kakak?” isak Amelia dalam pelukan Irwan.Dibiarkan Amelia menumpahkan segala kegelisahan hatinya. Lalu, Irwan yang melihat Amelia telah kembali tenang, memberitahukan padanya tentang kedua bayi Elvira yang dikembalikan ke ruang bayi.“Amel..
Bab 94 : Elvira diculik?Amelia yang tidak ikut bersama suami dan kedua anaknya serta pengasuh dari kedua anaknya balik ke Jakarta, akan menemani Elvira yang rencananya hari ini akan pulang ke rumah Irwan, atas desakan Nita yang tengah menyiapkan kedatangan si kembar ke rumah yang di peruntukan bagi Elvira dan kedua bayinya.“Vira..., lihat ini tempat tidur si kembar. Kemarin itu Mbak minta langsung tukang dekorasi kamar bayi mengganti wallpaper dindingnya. Irwan kemarin itu pakai dasar warna ungu. Aneh sekali papanya si kembar itu. Dia pikir kamar untuk janda, kali yaa, Hehehehehe...,” tawa Nita saat menghubungi Elvira lewat panggilan video call.Nita memperlihatkan kamar si kembar dengan corak berwarna biru muda dan lantai kayu yang dialasi dengan permadani berwarna biru tua serta dua tempat tidur bayi berwarna putih yang dipadu dengan lemari pakaian berwarna biru muda.“Terima kasih, Mbak..., bagus sekali kamar si kembar,” ucap Elvira tersenyum dengan bias kebahagiaan dari matanya.
Darsono dan Melisa pun berjalan keluar Rumah Sakit. Sesampai di tempat parkir, dilihatnya Irwan tengah bersama seorang bengkel yang sedang mengurusi keempat bannya. Darsono melihat keganjilan pada keempat ban Irwan yang gembos. Lalu, ia pun berbicara dengan Melisa.“Lisa, apa ada orang lain juga yang sedang bermasalah dengan lelaki itu?” tanya Darsono seraya mengamati beberapa orang di sekitar mereka dari dalam mobil.“Nggak tau juga Om. Sekarang rencana kita gimana? Apa Om nggak penasaran untuk lihat kak Vira? Seingat Lisa, besok kak Vira pulang dari Rumah sakit Kalau Lisa mau cari tempat menginap dekat Rumah Sakit. Soalnya Lisa nggak percaya kalau kak Vira menolak Lisa,” ungkap Melisa.Entah mengapa, Darsono juga ikut penasaran atas diri Elvira. Maka, ia pun sepakat dengan Melisa untuk mencari penginapan dekat Rumah Sakit, agar besok pagi saat Elvira akan pulang dari Rumah Sakit, ia bisa mengambil fotonya dan membuat berita tentang dirinya berdasarkan cerita Irwan, pikir Darsono.D