Rendi menghubungi Abah Malik untuk mengabarkan kalau dia sudah bertemu dengan Pak Yuda Abah Malik baru saja turun dari mobil,dan melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah sambil menenteng beberapa boks makanan untuk kedua cucu kesayangan Almeera dan juga Al Jazair. Mendengar ada suara notifikasi panggilan masuk di handphonenya, Abah menghentikan langkahnya sembari meletakkan semuanya boks yang ada di tangannya di sebuah kursi kayu yang ada di taman depan rumahnya. Abah segera menerima panggilan masuk tertera nama Rendi di handphonenya. "Assalamualaikum.. Nak Rendi." "Waallaikum salam Abah... saya mau memberitahukan kepada Abah kalau sekarang ini kami sudah bertemu dengan Pak Yuda Aditama, apakah Abah mau berbicara secara langsung dengan beliau." "Syukur Alhamdulillah Nak... bisa kalau Pak Yuda tidak keberatan, saya mau mendengar suaranya yang sudah sekian puluh tahun kami tidak bersua." "Baik lah.. Abah ini saya serahkan handphone-nya kepada Pak Yuda, Abah silahkan.. ngobrol
Mas Brian merasakan dadanya sakit sekali seperti di tusuk ribuan jarum ini yang kedua kalinya hari ini,dan juga ada perasaan sedih merayapi hatinya, Mas Brian bingung apa yang sebenarnya yang terjadi dengan dirinya, Mas Brian melirik jam tangannya,'hm..sudah jam 12 siang apakah karena saya belum makan siang makanya dada saya terasa sakit' gumam Mas Brian dalam hati. Samar samar Mas Brian mendengar suara Humairah sedang histeris dan berteriak-teriak menyebut namanya. "Mas.... Mas... jangan tinggalkan aku... Mas jangan tinggalkan kami bertiga, Mas....hu...hu...." Mas Brian setengah berlari menghampiri teman tidur Humaira. "Bunda....bunda.. bangun."Mas Brian berulang kali menggoyang goyangkan tubuhnya Humairah. Merasa ada yang menggoyangkan tubuhnya Humairah secara perlahan-lahan membuka kelopak kedua matanya.Humairah belum sempurna membuka kedua kelopak matanya,dia langsung menghamburkan dirinya kedalam pelukan Mas Brian. "Mas... jangan tinggalkan kami ya,aku takut sekali Mas.. hi
Rendi mendarat dengan mulus persis di helipad yang telah di sediakan di depan rumahnya Om Afandi,ada rasa lega terpancar dari wajahnya, bukan hanya Rendi yang merasakannya tapi Pak Yuda dan dokter Leonardo juga merasakan hal yang sama. Pak Yuda merasa seolah baru pertama kali mendaratkan kakinya di Jakarta, padahal dari sebagian hidupnya dia sudah habiskan di sini,hanya karena suatu hal dan keadaan lah yang memaksa dirinya untuk pindah ke Lampung. Om Afandi sudah menantikan kedatangan mereka, Om Afandi penasaran siapa sebenarnya orang yang tengah di lindungi keponakannya ini,dan seperti apa orang itu, berbagai pikiran menghantui dirinya. Rendi mendahului mereka semua dia bergegas menghampiri Om Afandi. "Assalamualaikum Om..." "Waallaikum salam Nak... akhirnya kamu sudah kembali dengan selamat." "Iya Om... perkenalkan ini orang yang selama ini saya cari, Pak Yuda Aditama dan juga istrinya Ibu Meta Amelia." Pak Yuda Aditama segera mengulurkan tangannya kepada Om Afandi, sebagai t
Aku, Mas Brian dan juga Irfan sedang berjalan memasuki restoran, semua karyawan yang melihat kedatangan kami bertiga, langsung membungkukkan badan sedikit sebagai tanda hormat. Orang kepercayaan Abah segera menghampiri dan menyapa kami bertiga. "Selamat siang Bu.. Pak...silahkan masuk."pelayanan restoran mempersiapkan kami masuk dengan penuh hormat. "Selamat siang juga, terimakasih." "Silahkan Bu...saya antar ke ruangan private." "Tidak usah kami di sini saja."aku menolak untuk masuk ke dalam ruangan private yang biasa aku gunakan selama ini. Pelayan itu lalu mengajak kami bertiga duduk di salah satu meja yang kosong berada persis di bawah jendela. "Silahkan duduk Bu.. Pak..."pelayan itu mempersilahkan kami untuk duduk. "Terimakasih..." "Mas... Irfan... silahkan pesan."aku menyodorkan buku menu yang tersedia di atas meja kepada Mas Brian dan juga Irfan. "Bunda.. saya pesan satu porsi nasi bakar dan juga ayam bakar,dan minumannya jus mangga dingin."pelayan itu langsung mencat
Irfan merasa tidak nyaman melihat keadaan Humairah, dia segera menyelesaikan makan siangnya, sebelum dia berdiri Irfan mengedarkan pandangannya untuk menelisik seluruh ruangan tempat mereka makan. Tatapan matanya jatuh pada salah satu sisi bagian belakang tempat duduk mereka, Irfan melihat ada beberapa orang yang tengah mengawasi keberadaan mereka, instingnya mengatakan kalau sekarang ini ada yang tengah mengawasi keberadaannya Mas Brian dan juga Ibu Humairah. Irfan pamit keluar dulu. "Mas saya keluar sebentar nanti saya tunggu di mobil saja." "Iya... silahkan." Mas Brian masih berusaha membujuk aku untuk makan walaupun hanya sesuap. "Bunda.. sini saya suap ya, kasian sama dede bayinya,dia butuh asupan gizi." Aku hanya menggeleng gelengkan kepala tanpa mengeluarkan suara. "Kalau Bunda tidak mau makan, setidaknya Bunda bisa minum jusnya, walaupun hanya beberapa teguk ya Bunda.."Mas Brian menyodorkan segelas jus ke hadapanku. Aku menerimanya dengan tangan gemetar,dan aku menyes
"Baiklah Irfan..."Mas Brian langsung menutup pintu secara pelan, agar tidak menggangu tidurku. " Mas...tolong perhatikan beberapa orang yang berada di sebelah kanan Mas, mereka itu sepertinya sudah mengikuti kita sejak keluar dari kantornya ibu tadi."Mas Brian mengedarkan pandangannya ke sisi yang tadi di katakan oleh Irfan. "Eh..iya Irfan keberadaan mereka sangat mencurigakan, bagaimana ini saya juga tida ada persiapan sama sekali." "Begini Mas... saya sengaja mengulur waktu sejenak, sambil menunggu anak buah saya yang sedang menyusul ke sini, Mas..tolong jangan panik,karena kalau mereka melihat kita panik, mereka semakin senang dan langsung menekan keberadaan kita di sini." "Mas... saya khawatir jangan sampai jumlah mereka lebih dari yang kita lihat sekarang ini, kita tidak tau karena keberadaan mereka sangat misterius dan rahasia, Mas... kalau tidak keberatan saya mau menghubungi papa saya dulu, minta beberapa anggota keamanan yang terdekat untuk mengawal kita sampai di rumah."
"Irfan... Humairah sakit apa dan bagaimana keadaannya."Rendi menanyakan keadaan Humairah dengan nada khawatir. "Iya Bang... secara pasti saya tidak tau ibu Humaira sakit apa, hanya saja mukanya pucat sekali dan katanya Mas Brian badannya panas sekali, rencananya hari ini juga Mas Brian akan membawa Ibu Humairah berobat ke rumah sakit Bakti Husada yang ada di Jakarta." "Oh.. begitu... Irfan kalau kalian sudah mau berangkat ke Jakarta sini tolong segera hubungi saya." "Iya... Bang... saya tutup dulu ya teleponnya, assalamualaikum..." "Waallaikum salam hati hati di jalan." Setelah menyudahi pembicaraannya dengan Irfan, Rendi langsung mengembalikan handphonenya kepada Om Afandi. "Gimana Rendi kamu sudah berbicara dengan Irfan, apa yang dia katakan." "Sudah Om... terimakasih,Irfan bilang posisi mereka sekarang ini sedang di awasi dan di ikuti oleh beberapa orang." "Rendi... sepertinya Irfan kali ini tengah menghadapi masalah besar, dan tertekan karena tidak biasanya dia meminta pen
Rendi menghubungi Pak Hermawan untuk minta tolong agar segera mencarikan datanya Pak Airlangga, jangan sampai dia berencana mau melarikan diri ke luar negeri. "Assalamualaikum pa...." "Waallaikum salam Nak...ada apa, tumben kamu hubungi papa, apakah ada yang perlu kamu bicarakan?" "Iya pa... Rendi mau minta tolong sama papa..." "Apa itu Nak,tolong katakan,kalau bisa ya papa akan lakukan semampu Papa." "Pa... tolong carikan datanya Pak Airlangga serta keluarganya, apakah mereka sudah boking tiket pesawat lewat aplikasi online dengan tujuan perjalanan bisnis ke luar negeri dalam waktu dekat ini." "Insya Allah Nak...papa akan cek data mereka, tapi ngomong-ngomong untuk apa kamu melakukan hal ini." "Maaf pa .. untuk sementara Rendi belum bisa mengatakan alasannya sama Papa, nanti suatu saat papa pasti akan tau..." "Oh... gitu ya, baik lah papa coba cek dulu data mereka,ada dengan tidaknya nanti papa hubungi kamu lewat pesan singkat." "Iya...pa, terimakasih sudah mau bantu Rendi."