"Tentu saja.""Bukannya bagian keuangan sangat sibuk di akhir tahun?""Nggak juga." Stendy menjawab dengan misterius, "Tergantung. Kalau orangnya penting, pasti selalu ada waktu. Kalau nggak penting, aku juga malas meladeni sekalipun punya waktu."Sebelum Nadine sempat memahami maksud ucapan Stendy, cahaya lampu berkedip. Ini waktunya berganti pasangan.Ketika pergantian, Nadine melihat jelas keterkejutan dan ketidakpercayaan pada ekspresi Eva. Detik berikutnya, pergelangan tangannya dipegang erat oleh seorang pria, begitu juga pinggangnya.Reagan tersenyum memprovokasi sambil melirik Stendy. Kemudian, ketika menatap Nadine, sorot matanya menjadi lembut. "Nad, masih marah? Aku ke rumahmu beberapa hari lalu, tapi nggak ada yang buka pintu."Nada bicara Reagan terdengar agak sedih. "Kalau Stendy nggak menukar informasi penerbanganmu, aku pasti sudah sampai kemarin."Nadine hanya menunduk, sama sekali tidak tersentuh. Reagan menunduk menatapnya dan bertanya dengan lembut, "Kamu marah kare
Ketika melihat keduanya berpisah dengan ekspresi masam, Stendy pun tersenyum. Sepertinya metode yang digunakan Reagan sama sekali tidak berguna.Meskipun sekarang hubungan Reagan dan Stendy sudah retak, dulu mereka adalah sahabat. Jadi, Stendy tahu betul cara Reagan membujuk orang. Paling-paling membeli hadiah, mengaku salah, membujuk. Sayangnya, Nadine tidak akan menerima semua itu lagi."Stendy, sepertinya kamu sangat senang?" tanya Eva tiba-tiba. Nada bicaranya terdengar polos dan tidak bersalah."Tentu saja.""Karena Kak Reagan ditolak Kak Nadine?"Stendy mengangkat alis dan akhirnya menatap Eva untuk pertama kali. "Bukannya kamu juga harap begini?""Ya, aku ingin menemani Kak Reagan untuk selamanya." Eva mengaku."Kalau begitu, kudoakan kalian langgeng." Selesai berbicara, Stendy melepaskan tangan Eva dan mundur.Eva tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih. Kuharap kamu berhasil mendapat tambatan hatimu juga."Stendy berbalik dan melirik Reagan dengan simpati. Reagan mengira dirin
Stendy terkekeh-kekeh. "Aku tetap akan melakukan hal yang kuinginkan. Kamu nggak usah repot-repot mengurusku. Kadang, kita nggak tahu hasilnya kalau nggak dicoba.""Sekalipun hasilnya mengecewakan?" tanya Nadine."Ya, aku akan mengakui kekalahanku nantinya." Sorot mata Stendy terlihat mendalam.Nadine tidak menyangka Stendy akan begitu keras kepala. Dia tidak berbasa-basi lagi. Stendy tidak berbicara lagi karena bisa merasakan keresahan Nadine. Mereka hanya sama-sama mendengar deru ombak.Hingga tengah malam, Stendy pergi. Setelah Stendy pergi, Nadine baru teringat pada kegigihan dan keras kepala Stendy tadi.Sebenarnya Stendy adalah orang yang tahu batasan. Pengejarannya tidak memaksa, tidak gegabah, juga tidak mengganggu Nadine. Tidak seperti Reagan yang ngotot dulu. Kini, Reagan pun suka emosi tidak jelas.Nadine mengembuskan napas panjang. Ya sudah, dia juga tidak bisa memaksakan kehendak orang. Yang penting mengurus hidupnya sendiri dengan baik.Ketika Nadine berbalik untuk kembal
Setelah mendengar ini, ekspresi Reagan membaik. Namun, Nadine meneruskan, "Termasuk kamu.""Sekarang sudah malam sekali. Kalau kamu masih mau menggila, aku bakal panggil satpam kemari," tegas Nadine."Nad ...." Reagan masih ingin berbicara."Aku hitung sampai tiga. Satu, dua ...." Nadine mengeluarkan ponselnya dan membuka antarmuka panggilan.Reagan merasa enggan, tetapi tidak ada cara lain. Dia hanya memberi tahu Nadine akan mencarinya lagi besok, lalu berjalan pergi.Di balkon restoran yang tidak jauh dari sana, Eva menyaksikan semuanya. Karena gelap, ekspresinya tidak terlihat jelas.Keesokan hari setelah langit terang, Kelly baru pulang. Nadine menuangkan susu sambil memegang roti. Begitu menggigit roti, dia mendengar suara seseorang menekan kode sandi pintu.Kelly sudah mengganti gaunnya. Dia tampak menyenandungkan lagu dengan senang. Ketika melihat roti lapis di meja, Kelly mendekat dan mengambil satu. Harum dan renyah. Kelly menjulurkan tangan untuk mengambil lagi.Nadine duduk
Nadine memiringkan kepalanya berpikir sesaat. Hanya beberapa gambaran yang dapat dibayangkannya. Namun, setelah mendengar perkataan instruktur, dia menjadi tidak begitu buruk lagi.Siang hari, ketika suhu mulai panas, mereka diizinkan turun ke air. Ada beberapa jenis baju selam. Mereka memilih sesuai keinginan masing-masing. Kelly memilih yang seksi, sedangkan Nadine memilih yang agak tertutup.Meskipun begitu, ketika mereka keluar dari ruang ganti, banyak tatapan yang tertuju pada mereka. Bahkan, ada yang bersiul kepada mereka.Sebelum turun ke air, instruktur menyuruh mereka mencoba suhu air dulu."Jangan terlalu gugup setelah turun. Aku akan membawa kalian ke lokasi menyelam. Tim penyelamat ada di sekitar. Kalau terjadi sesuatu, beri isyarat tangan saja. Mereka akan langsung menolong kalian.""Oke." Nadine memandang ke depan dengan penuh penantian."Kalau begitu, selamat datang di dunia bawah laut. Semoga menyenangkan."Nadine tersenyum melihat instruktur itu tersenyum. Hanya saja,
Setelah memikirkan ini, Nadine langsung berbalik dan berenang secepat mungkin. Ikan-ikan di sekitar juga ketakutan dan melarikan diri. Nadine menggertakkan giginya sambil melirik ke belakang. Ternyata ikan hiu itu telah mengejarnya dengan kecepatan tinggi.Nadine melirik ke sekeliling. Di sekitarnya adalah terumbu karang. Namun, tidak jauh dari sana, ada gua untuk bersembunyi.Setelah melihat ini, Nadine mengubah arahnya dan berenang ke gua itu. Dia bisa merasakan ikan hiu itu makin dekat dengannya. Dia tidak berani menoleh. Di momen genting, Nadine berenang masuk ke dalam gua itu.Bam! Tubuh ikan hiu yang besar menabrak gua, membuat terumbu karang di sekitar berguncang. Benturan kuat itu membuat lengan Nadine terhempas ke belakang. Rasanya sakit sekali.Nadine mencoba menggerakkan lengannya. Untungnya masih aman. Setelah ikan hiu itu pergi, dia akan berenang ke atas.Namun, beberapa menit kemudian, Nadine mendapati oksigennya sudah menipis. Ada yang aneh! Sebelum turun ke air, instruk
"Wajahnya agak pucat. Mau diantar ke rumah sakit nggak?" Instruktur yang diabaikan Kelly dan Nadine sejak tadi tiba-tiba bertanya demikian.Nadine baru menyadari orang-orang di sekitarnya tampak lega melihatnya selamat. Kelly berucap, "Aku sudah panggil ambulans tadi. Apa masih ada yang sakit?""Sepertinya tanganku cedera." Nadine mencoba menggerakkan tangannya. Tadi masih bisa bergerak, tetapi sekarang tidak bisa lagi."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tiba-tiba tenggelam?" tanya Kelly."Sepertinya tabung oksigenku bermasalah," timpal Nadine setelah terdiam sejenak.Kelly terpikir akan sesuatu. Dia segera mengambil tabung oksigen yang dilemparkannya ke samping. Sepertinya tidak ada yang salah, tetapi bagian bawah tabungnya ... berlubang? Lubangnya memang sangat kecil, tetapi tetap berbahaya.Kelly langsung menatap instruktur dengan tatapan tajam. Instruktur buru-buru menjelaskan dengan panik, "Ini nggak mungkin. Semua barang kami diganti setiap tahun. Selain itu, kami memeriksanya
Nadine mulai merasa dingin. Angin laut berembus. Dia tak kuasa merinding. "Achoo ...."Kelly tentu tahu orang-orang ini saling menyalahkan. Dia semula ingin mengusut masalah ini hingga tuntas, tetapi Nadine bersin dan batuk. Jadi, Kelly hanya bisa mengantar Nadine ke helikopter dulu.Sesampainya di rumah sakit, suster segera membawakan pakaian ganti saat melihat Nadine basah kuyup. Kelly khawatir pada tangan Nadine. Dia berpesan pada dokter untuk memeriksa dengan baik.Untungnya, tidak ada masalah besar. Tidak ada cedera tulang dan hanya terkilir. Nadine akan pulih dalam dua hari.Setelah mengambil salep untuk melancarkan peredaran darah, keduanya naik helikopter lagi untuk kembali ke hotel di pulau.Kelly masih jengkel. Dia ingin mencari orang yang menyediakan jasa penyelaman. Sikap orang itu termasuk baik, tetapi tetap mengelak bahwa ini adalah kesalahan pihak hotel.Ketika Kelly berdebat dengan penanggung jawab itu, Reagan kebetulan kembali. Begitu mendengar mereka menyebut nama Nad
Karen yang begitu galak tidak mungkin menerima kerugian seperti itu. Hari itu juga, dia langsung pergi ke kantor agen properti itu, menuntut agar agen muda itu keluar.Namun, penanggung jawab memberitahukan bahwa agen itu sudah mengundurkan diri tiga hari yang lalu.Karena tidak punya cara lain, Karen datang ke kantor dan membuat keributan setiap hari, bahkan mengajak kerabat dan teman-temannya membawa spanduk di luar. Dengar-dengar, kejadian ini sangat heboh.Manajer tidak bisa berbuat apa-apa, jadi akhirnya memberi tahu Karen alamat tempat tinggal Devin. Karen mengikuti petunjuk itu dan datang ke rumahnya.Namun, Devin sama sekali tidak merasa bersalah dan berkata dengan percaya diri, "Ngapain kamu ribut? Lagian, rumahmu sudah kubeli. Uangnya sudah kubayar dan sekarang namaku yang tertera di sertifikat kepemilikan. Ribut juga nggak ada gunanya."Karen duduk di depan pintu rumahnya dan menangis kencang, menggunakan semua trik yang dia kuasai.Devin juga orang yang keras kepala. Ketika
Nadine lantas mengangkat ujung terusannya dan lebih berhati-hati kali ini.Orang-orang tidak menganggap serius insiden kecil tadi. Perhatian mereka lebih terfokus pada Nadine terluka atau tidak.Calvin langsung mengulurkan tangannya. "Nadine, kupinjamkan tanganku. Ada ototnya lho! Aku jamin kamu nggak akan jatuh."Hanya Olive yang memandang pinggang Nadine, seolah-olah ingin menembusnya dengan tatapannya.Saat makan, Wilfred memperhatikan bahwa Olive hanya makan sedikit. Dia khawatir Olive merasa tidak enak badan, jadi bertanya, "Kenapa hari ini makan sedikit sekali? Maagmu kambuh lagi?"Olive sering melewatkan waktu makan dan Wilfred sudah terbiasa mengingatkannya."Makanan hari ini nggak pedas atau berminyak kok. Bagus untuk pencernaan. Nah, ini makanan favoritmu ....""Bisa diam nggak sih?" Olive mendorong tangan Wilfred. "Aku cuma nggak mau makan saja. Kenapa kamu cerewet sekali? Apa aku nggak boleh memutuskan sendiri mau makan atau nggak?"Tangan Wilfred yang sedang mengambil maka
"Duduklah. Jangan terlalu sungkan, aku nggak terbiasa," ucap Arnold.Nadine pun tertawa dan akhirnya duduk.Arnold berkata, "Aku suka masakanmu, traktiranmu ini adalah ucapan terima kasih terbaik."Setelah itu, Arnold mengangkat mangkuk sup dan membenturkannya dengan ringan ke mangkuk Nadine.Kemudian, Arnold mengambil sepotong sayap ayam yang digoreng hingga keemasan. Kulitnya renyah dengan tepi yang sedikit terbakar dan bagian dalamnya yang berair. Perpaduan ini begitu seimbang dan rasanya sangat kaya."Di luar sana, belum tentu ada sayap ayam seenak ini."Nadine tertawa karena merasa lucu. "Kalau begitu, kamu habiskan saja semua sayap ayamnya."Arnold mengangkat alis dan senyumannya semakin lebar. "Bukan masalah."Makan siang selesai. Sekarang sudah pukul 2 siang. Mereka sama-sama membereskan dapur dan keluar.Arnold akan pergi ke laboratorium, sementara Nadine pergi ke perpustakaan. Karena sejalan, mereka pun berangkat bersama.Sesampainya di persimpangan jalan, Arnold berbelok ke
Nadine tertawa sambil bercanda, "Jangan, jangan. Masa tamu disuruh kerja?""Tamu bilang dia sangat senang bisa membantu."Berkat bantuan Arnold, pekerjaan menjadi lebih cepat selesai.Setelah semua beres, Nadine mengangkat ikan kakap dari air jahe daun bawang, lalu meletakkannya di piring dan mengeringkannya dengan tisu dapur. Kemudian, dia mengoleskan minyak goreng di permukaannya untuk mengunci kesegaran.Pekerjaan Arnold sudah beres Dia hanya bisa berdiri di samping dan menonton. "Perlu bantuan?""Bisa tolong ambilkan kukusan di atas sana?""Oke."Arnold bertubuh tinggi, jadi bisa meraihnya dengan mudah. Hanya saja, kukusan digantung agak tinggi tepat di atas kepala Nadine. Artinya, jika Arnold ingin mengambilnya, dia harus berdiri di belakang Nadine.Begitu Arnold menjulurkan tangan, dia merasa dirinya seperti memeluk Nadine. Untungnya, prosesnya sangat cepat sehingga tidak ada rasa canggung meskipun jarak mereka sangat dekat."Kemarikan kukusannya." Nadine mengulurkan tangannya.A
Nadine yang sekarang sangat tenang, tidak seperti saat baru-baru putus. Dulu dia sering teringat pada Reagan dan mudah terbawa emosi olehnya.Waktu adalah obat yang ampuh. Luka yang dalam sekalipun bisa sembuh. Kini, Nadine sudah melepaskan semuanya.Seiring berjalannya waktu, rasa sakit yang disebabkan oleh Reagan pun perlahan-lahan memudar hingga akhirnya terlupakan."Ada urusan apa?" tanya Nadine."Apa kita bisa ngobrol di tempat lain?""Aku rasa nggak ada yang perlu dibicarakan di antara kita.""Nad ....""Apa yang kubilang salah?"Reagan merasa agak frustrasi. Dia melirik Arnold. Orang-orang yang peka pasti tahu mereka harus menjauh untuk sekarang. Namun, Arnold tetap diam di tempatnya tanpa peduli dengan tatapan Reagan yang memberinya isyarat.Mengingat Reagan yang selalu berbuat nekat, Nadine sama sekali tidak berani berduaan dengannya."Kalau nggak ada yang penting, kami pergi dulu," ucap Nadine menatap Arnold. Arnold mengangguk ringan."Kalian berdua? Lalu gimana denganku?" Wa
Keesokan paginya, Nadine keluar untuk jogging pagi. Setelah punya lebih banyak waktu luang, dia kembali pada kebiasaan lari pagi. Setiap kali selesai lari dan mandi, dia merasa segar dan bertenaga sepanjang hari."Pagi, Pak Arnold.""Pagi."Arnold baru saja selesai berlari dan bersiap pulang. Namun, melihat Nadine, dia berbalik arah. "Ayo, kutemani kamu lari sebentar.""Nggak mengganggu jadwalmu di laboratorium?""Proyek baru sekarang ditangani sama Calvin, jadi aku nggak terlalu sibuk belakangan ini.""Wah, Pak Calvin pasti punya banyak keluhan," canda Nadine."Keluhan nggak akan berguna, tetap saja dia harus bekerja," jawab Arnold dengan wajah serius. Kalau Calvin mendengar itu, dia mungkin akan langsung frustasi.Keduanya berlari mengelilingi taman dua putaran. Ketika Nadine mulai terlihat kelelahan, Arnold menyadari hal itu."Atur napas, perhatikan ritme. Ikuti aku ... tarik, hembus, tarik, hembus ...."Nadine mengikuti instruksinya dan merasa lebih baik. "Wah, jadi lebih ringan!"
"Astaga!" Kelly langsung menepis tangan Teddy dari pundaknya, berdiri tegak, sambil diam-diam bersyukur karena sudah membuang puntung rokok lebih awal.Nadine butuh usaha besar untuk menutup mulutnya yang ternganga. "Ehm .... Kel, kamu lupa tasmu tadi."Dia sebenarnya cuma mau mengembalikan tas, tapi malah menyaksikan apa ini? Kelly terlihat bersandar mesra dengan seorang pria? Punggung pria itu ... kenapa rasanya tidak asing?Saat keduanya berbalik, teka-teki itu terjawab.Itu Teddy?!Jadi ... ini yang disebut Kelly sebagai "mitra kerja samanya"?Kelly berjalan mendekat dan mengambil tas dari tangan Nadine. "Makasih ya, Nadine! Malam-malam begini masih repot-repot ngantarin tasku. Cepat naik ke atas, sudah malam, bahaya di luar. Aku tunggu di sini sampai kamu di balkon, ya. Kalau sudah sampai, lambaikan tangan biar aku yakin.""Oke."Nadine berbalik dan pulang ke apartemennya. Dia tahu betul siapa Kelly. Meskipun temannya terlihat santai dan tanpa beban, dia selalu punya rencana matan
"Kalau nggak mau nunggu, ya pergi saja. Siapa juga yang mau ketemu kamu?" Kelly mendengus sambil memutar bola matanya. "Lihat sikapmu itu. Kamu yang butuh bantuan, 'kan?"Teddy menarik napas dalam-dalam, menahan diri. Wanita ini bisa bela diri. Kalau dia sampai membuat wanita ini marah, yang rugi adalah dirinya sendiri."Jangan marah dong," Teddy langsung mengganti wajahnya dengan senyuman, "Aku sudah bilang ini kasus darurat. Kamu santai begini, gimana aku nggak curiga?""Ada apa, langsung bilang." Kelly melirik ke dalam mobilnya. "Eh, itu ... ada rokok nggak?""Buat apa?""Kasih aku satu."Teddy terdiam. Dengan pasrah, dia kembali ke mobil, mengambil rokok dan korek api, lalu menyerahkannya. Namun, Kelly tidak langsung menerima. Dia menyilangkan tangan di depan dada dan menatapnya dengan senyum mengejek."Oke," Teddy mengangguk dan memasang ekspresi sabar. "Aku ini bukan cari pacar, aku malah cari majikan." Dia lalu menyalakan rokok untuk Kelly.Ini pertama kalinya Teddy menyalakan r
"Di mana kamu? Kenapa selama beberapa hari ini teleponku nggak kamu angkat?! Apa sekarang kamu bahkan nggak peduli lagi sama ibumu?"Tiga pertanyaan berturut-turut. Nada bicaranya semakin tajam di setiap kalimat.Reagan menjawab dengan tenang, "Aku lagi dinas. Sibuk, jadi nggak sempat angkat telepon.""Kamu sekarang juga harus pulang! Sekarang! Kalau kamu nggak pulang, jangan pernah anggap aku sebagai ibumu lagi!"Mendengar nada bicara ibunya yang tidak seperti biasanya, Reagan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa banyak bertanya, dia menutup telepon dan langsung menuju rumah lama keluarganya.Begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara pecahan vas bunga. Reagan berhenti sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. "Ibu, aku sudah pulang."Mendengar suaranya, Rebecca muncul dari dalam. Tanpa menunggu, dia langsung memarahi Reagan habis-habisan."Orang macam apa yang kamu pilih?! Kalau Eva itu memang murahan, aku masih bisa terima, tapi keluarganya juga seperti preman pasar! Terutama i