Hanya si bungsu, Jeremy, yang sedikit kurang beruntung. Katanya lulusan universitas ternama, tetapi ujung-ujungnya jadi guru. Pofesi ini memang terdengar bagus, tetapi penghasilannya kecil!Wanita tua itu berkali-kali berpikir dalam hati, 'Ternyata anak Vera nggak semuanya hebat! Kukira semuanya sangat beruntung.'Namun, kenyataannya ... ternyata Jeremy juga bisa sukses! Vera benar-benar wanita yang sangat beruntung ....Semakin dipikirkan, wanita tua itu semakin merasa iri dan terus menyuruh cucunya makan lebih banyak. Sudah sampai di sini, tentu harus puas-puasin!Selain delapan orang dari keluarga wanita tua ini, ada satu keluarga lagi yang Jeremy panggil bibi. Mereka juga membawa seluruh anggota keluarga kemari.Saat wanita itu masuk ke rumah, reaksinya hampir sama seperti wanita tua itu. Sambil melihat-lihat, dia tak henti-hentinya terkagum. "Jeremy, kamu sudah sukses besar ya?""Sekarang jadi guru bisa dapat penghasilan sebesar ini?" Dia menurunkan suaranya, bertanya dengan nada
Nadine bahkan sengaja melangkah keluar, melihat ke sekeliling dua kali, memastikan bahwa ini benar-benar rumahnya.Di lantai berwarna abu muda, terlihat jejak kaki dan sampah berserakan di mana-mana. Beberapa orang asyik mengobrol sambil makan, membuang kulit kuaci, kulit buah, dan bungkusan makanan langsung ke lantai.Sementara itu, dinding yang tadinya bersih entah bagaimana sudah terkena tendangan salah satu anak nakal, meninggalkan dua jejak kaki hitam.Ditambah dengan suara bising percakapan yang berdengung, suasana di rumah ini nyaris seperti sarang lebah.Nadine menoleh pada Irene. Irene membalas dengan senyuman lelah yang dipaksakan. 'Ya seperti yang kamu lihat.''Apa aku bisa pergi saja?' batin Nadine. Tentu saja tidak, karena salah satu kerabat sudah melihat Nadine dan langsung menyambut dengan penuh antusiasme."Wah! Ini anak perempuan Jeremy ya? Sudah besar, cantik sekali! Kudengar sekarang kamu kuliah pascasarjana di Universitas Brata? Hebat sekali!""Ini benaran Nadine! S
Layar LCD langsung pecah, bahkan tidak bisa diperbaiki lagi.Orang tua dari kedua anak itu akhirnya datang. Awalnya mereka memarahi anak-anak mereka, lalu meminta maaf kepada Jeremy. Sekilas, mereka terlihat cukup sopan. Namun, jika mendengar lebih saksama ...."Jeremy, maaf sekali ya. Sekarang kamu sudah sukses, satu TV saja nggak mahal, 'kan? Seharusnya nggak masalah ya?""Anak kecil belum paham apa-apa, sering kali hancurin barang. Kamu nggak mungkin marah sama dua anak kecil yang belum dewasa, 'kan?""Ya, betul banget!"Jeremy tentu saja hanya bisa memaafkan mereka. Dia tidak mungkin meminta mereka mengganti rugi.Namun, Jeremy merasa sangat sedih melihat TV-nya yang rusak. Padahal itu baru dibeli, harganya belasan juta."Sudah, sudah. Kalian pergi tidur saja."....Keesokan paginya, Nadine terbangun karena suara TV yang bising. Dia meraih ponselnya untuk melihat waktu. Belum pukul 6 pagi.Saat berikutnya, dia teringat sesuatu, jadi segera bangkit dan keluar kamar. Benar saja, suar
"Jangan cari alasan lagi! Aku memang bukan orang kota seperti kalian, jadi nggak terbiasa makan makanan dari luar. Aku ini lebih tua dari kalian lho. Apa salahnya minta kamu buatkan sarapan sekali saja? Kalau kamu nggak mau, aku akan pergi mencari ibu mertuamu dan mengadu!"Sambil berbicara, dia mulai mengeluh. Kadang bilang kepalanya sakit karena marah, kadang bilang dia lapar. Mendengar ini, orang-orang langsung berdiri dan mulai menyalahkan Irene.Irene melihat wajah-wajah menyebalkan mereka. Sepertinya mereka ini sudah biasa saling mendukung dan menggunakan jumlah untuk menindas orang lain."Kamu ingin makan sarapan buatan rumah, 'kan? Ya sudah, aku akan minta Jeremy buatkan. Tunggu sebentar.""Bukan itu maksudku! Kamu nggak ngerti ya? Aku minta kamu yang masak, bukan Jeremy! Laki-laki itu tugasnya cari uang, perempuan itu tugasnya di dapur, itu sudah hukum alam!""Oh, aku paham kok. Tapi ...." Irene tersenyum tipis. "Di rumah kami, aku yang penghasilannya lebih besar daripada Jere
Chyntia berkeliling terlebih dahulu, lalu tersenyum menyapa para kerabat yang hadir.Setelah itu, dengan tangan terlipat di depan dada, dia menghampiri Irene dan berkata, "Irene, bukannya aku mau komentar, tapi rumah ini berantakan sekali. Kamu nggak beberes sedikit?"Irene sudah mencoba, tetapi setiap kali rumah dibereskan, kondisinya malah lebih kacau dari sebelumnya, bahkan hanya butuh waktu kurang dari 30 menit.Chyntia melanjutkan, "Orang yang nggak tahu pasti mengira kalian pemalas banget. Lihat tuh lantainya, ada lumpur. Meja penuh barang, baunya juga nggak enak. Gimana saja sih? Waduh, handuk ini sudah hitam begini, masih disimpan buat apa? Buat lap toilet ya?"Wanita tua itu datang sambil menarik handuk itu, "Kenapa kamu pegang handuk cuci mukaku?"Chyntia langsung terdiam."Pokoknya, besok pesta ulang tahun Ibu yang ke-80. Kalau kita sendiri yang lihat rumah kotor dan berantakan, masih bisa dimaklumi. Tapi kalau orang luar yang lihat, kalian yang malu. Lebih baik diperhatikan
Nadine segera membuka laptopnya. Kamar miliknya dilengkapi dengan kamera pengawas. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukan rekaman hari ini.Setelah memperbesar tampilan, dia langsung mengenali siapa pelakunya, cucu kesayangan Vera.Nadine langsung turun ke lantai bawah. Vera sedang menonton TV, sementara orang tua si anak duduk di sofa dan makan buah sambil bermain ponsel masing-masing. Anak itu tengah bersiap menghancurkan puzzle milik Jeremy yang sudah diberi bingkai.Mata Nadine menyipit. Saat anak itu hendak menarik puzzle, dia dengan sigap merebutnya. "Kamu masuk ke kamarku, 'kan? Di mana barang di mejaku? Sebelum terlambat, cepat kembalikan."Ekspresi Nadine serius, suaranya sedingin es. Usia anak itu sekitar 5 atau 6 tahun, jadi sudah cukup besar untuk membaca situasi. Melihat wajah Nadine yang tegas, dia tahu situasinya serius. Setelah berpikir sejenak, tiba-tiba ...."Huwee!" Dia menangis sekencang-kencangnya."Ya ampun! Kok tiba-tiba nangis? Jangan nangis. Kalau ada y
"Selain itu, kenapa kalau dia mengambilnya? Bukankah itu cuma beberapa lembar kertas tak berguna? Kamu mau memukul atau membunuh dia? Katanya kaya, kenapa begitu perhitungan dengan anak kecil?""Lihat, dia sampai ketakutan seperti ini! Kesehatan anakku kurang baik. Di masa depan, dia akan masuk universitas ternama. Gimana kalau matanya rusak karena nangis?"Nadine hanya menonton wanita itu bersandiwara, lalu tersenyum dingin. "Sepertinya aku nggak pernah bilang kalau yang dia ambil itu kertas, 'kan?"Tubuh wanita itu langsung tegang. Sementara itu, Jeremy dan Irene mulai panik."Barang-barang di kamar Nadine itu bukan sembarang kertas, semuanya adalah dokumen penting! Selain itu, Nadine nggak pernah sembarangan menuduh orang. Kalau dia bilang anakmu ambil, pasti ada buktinya. Jadi, lebih baik kalian suruh dia kembalikan biar masalah ini selesai."Wanita itu sama sekali tidak mau mendengarkan. "Kalian kira kalian raja! Hari ini, aku akan buktikan kalau bukan anakku yang ambil. Aku nggak
Sungguh nyaring."Sebelum kita pergi, apa yang Nenek katakan? Harus patuh, nggak boleh sembarangan ambil barang orang lain! Apa kamu hanya menganggapnya angin lalu? Cepat kembalikan sekarang juga! Apa kamu sudah bosan hidup dan mau masuk penjara? Anak nggak tahu aturan!"Wanita tua itu bergerak dengan cepat, langsung memarahi setelah memukul. Semua orang belum sempat bereaksi.Anak itu tertegun, begitu juga orang tuanya. Bahkan, Nadine juga terdiam di tempat."Huwe .... Nenek memukulku! Huhuhu ...." Anak itu akhirnya sadar dan langsung menangis keras di tempat. Kali ini benar-benar menangis, tanpa dibuat-buat."Aku nggak ambil! Aku juga nggak tahu barang itu di mana!""Coba ulangi lagi? Aku bisa menghajarmu sampai mati!" Wanita tua itu semakin marah dan cemas."Nggak mau bilang! Aku nggak mau bilang!""Berani-beraninya kamu melawan! Cepat kembalikan barang itu!" Wanita tua itu sangat serius kali ini. Dia memukul pantat anak itu beberapa kali.Di tengah keributan, pria dan wanita itu me
"Ada apa?" tanya Nadine.Keduanya langsung mendongak, seperti anak kecil yang akhirnya melihat orang tua mereka setelah mendapatkan perlakuan tidak adil.Mikha langsung berlari ke arahnya, matanya sudah memerah bahkan sebelum sempat bicara. Darius menyusul di belakang, ekspresinya jelas tegang dan tangannya juga terkepal erat.Nadine langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tetap tenang. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian duduk di luar dan nggak masuk?""Kak Nadine ...." Mikha berusaha menahan air matanya. Meskipun matanya sudah berkaca-kaca, dia tetap bersikeras untuk tidak membiarkannya jatuh. "Kami nggak bisa masuk lagi!""Apa maksudnya nggak bisa masuk lagi?" Nadine terkejut."Kemarin, tim inspeksi kampus dan pemadam kebakaran distrik tiba-tiba datang ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ...."Pemeriksaan kebakaran adalah prosedur rutin, jadi mereka berdua tidak berpikir terlalu banyak dan langsung membukakan pintu serta bekerja sama dengan baik.Siapa sangka,
"Ibu, sadarlah, aku ini anakmu! Kelly itu siapa? Kenapa aku baru bilang satu dua kata tentang dia, kamu langsung mau patahin kakiku?"Phoebe menyahut, "Karena dia adalah menantuku yang sudah kutetapkan! Nggak boleh ada yang menyakitinya, termasuk kamu!"Teddy merasa mata dan hidungnya sedikit memanas. Menantu ....Dia membalikkan badan, menyilangkan tangan di dada, lalu bergumam dengan suara rendah, "Dia punya standar tinggi, barang-barang ini mungkin nggak menarik baginya ...." Sama seperti Teddy yang juga tidak menarik baginya!"Benar juga." Phoebe mengangguk santai. "Kelly punya standar tinggi, tapi dia juga punya modal untuk mencari yang lebih baik! Kamu kira semua orang sepertimu? Kerjaannya cuma bersenang-senang."Teddy langsung berbalik dan berteriak dengan kesal, "Aku ini anak kandungmu! Anak kandung!""Tahu kok, nggak perlu teriak.""?""Pokoknya, aku tinggalkan perhiasan ini di sini. Kamu cari kesempatan untuk memberikannya pada Kelly. Ngerti?"Teddy tidak merespons. Phoebe l
Setelah pria itu pergi, Kelly menatap peralatan makan di meja dengan jijik. Seharusnya, tadi dia menyuruh Teddy merapikan semuanya dulu sebelum pergi."Halo, tolong panggilkan petugas kebersihan untuk dua jam .... Ya, bersih-bersih ... seluruh rumah. Semuanya harus bersih ... terutama sofa ...."Sementara itu, setelah Teddy membanting pintu dan pergi, dia langsung mengemudi pulang ke apartemennya. Kecepatannya hampir mencapai 150 km/jam, seakan-akan tak takut mati.Begitu masuk, Teddy langsung melepas baju dan masuk ke kamar mandi, mencoba menghilangkan aroma yang tertinggal karena kejadian semalam.Namun entah kenapa, setelah selesai mandi, aroma samar khas Kelly masih saja tercium olehnya."Sial ...." Dengan marah, Teddy menendang sofa.Namun akibatnya ... ingatan tentang kejadian semalam sontak menyeruak di kepalanya, dimulai di sofa, lalu berlanjut ke kamar .... Penuh gairah, penuh kegilaan.Teddy berpikir mati-matian, tetapi tetap tidak mengerti. Kenapa wanita yang semalam begitu
Senyuman Teddy langsung membeku. "Maksudmu?"Membereskan barang-barang dan pergi bukan masalah. Namun, apa maksudnya jangan datang lagi?Kelly menjawab dengan tenang, "Maksudnya seperti yang kamu dengar. Aku ingat aku pernah bilang, aku nggak akan terlibat dengan pria yang punya hubungan kerja sama denganku.""Setelah kejadian semalam, kita sudah jelas terlibat. Satu-satunya solusi adalah kita nggak bekerja sama lagi."Teddy perlahan duduk tegak, menatapnya dengan tatapan suram. "Aku nggak mabuk semalam. Dari caramu merespons, kamu juga nggak mabuk, 'kan?""Benar."Saat hubungan itu terjadi, mereka berdua sadar sepenuhnya. Jadi, ini bukan sekadar khilaf karena alkohol."Heh ...." Teddy tertawa dingin. "Kita baru saja tidur bersama dan aku bahkan belum pakai baju, tapi sekarang kamu mau mencampakkanku begitu saja?"Sudut bibir Kelly berkedut. "Kamu sendiri yang memilih nggak pakai baju, itu salah siapa? Aku sih nggak keberatan.""Aku keberatan, sialan!" Suara Teddy tiba-tiba meninggi. "
Pagi-pagi, sinar matahari menyinari masuk. Pakaian berserakan di lantai, dari sofa ruang tamu hingga depan ranjang kamar. Hampir semuanya adalah pakaian pria, hanya ada satu jubah tidur wanita.Teddy menggerakkan kelopak matanya dan terbangun. Ketika mengingat kembali kegilaan dan keintiman semalam, sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.Teddy menoleh ke samping, melihat wanita yang masih terlelap. Ekspresinya lembut dan penuh kehangatan yang bahkan tidak disadarinya.Kelly masih tidur, matanya terpejam rapat dan napasnya stabil. Tatapan Teddy menyusuri wajah cantiknya, lalu turun ke leher. Kulit putihnya dipenuhi bekas yang ditinggalkan Teddy saat malam penuh gairah itu.Teddy bukan lagi anak muda yang mudah terpukau oleh tubuh wanita. Namun, semalam dia seperti binatang buas yang pertama kali merasakan daging. Sungguh liar dan tak kenal lelah. Pada akhirnya, Kelly harus menamparnya agar dia berhenti.Sakit? Ya, memang sakit. Namun, puas tidak? Benar-benar puas!Memikirkan itu, senyuma
Teddy kehabisan kata-kata."Selesai," katanya sambil mematikan pengering rambut.Kelly merapikan rambutnya dengan jari. Harus diakui, hasilnya halus tapi tetap lembut. Teddy menyeringai. "Gimana?"Untuk pertama kalinya, Kelly mengangguk puas. "Buka salon deh, aku langsung jadi member VIP."Teddy berpikir, 'Terima kasih, tapi nggak deh.'Kelly menguap, lalu berjalan ke tempat tidur. Setelah menjatuhkan diri dan berguling dua kali, dia membungkus dirinya dengan selimut. "Aku tidur dulu. Tolong matikan lampu, tutup pintu, lalu pulang. Bye-bye ...."Memangnya aku ini pembantunya?! Teddy menggerutu dalam hati, tapi tangannya tetap patuh. Dia mematikan lampu, menutup pintu dengan pelan, lalu keluar.Setelah minum anggur, Kelly tertidur dalam keadaan sedikit mabuk. Hanya dalam sekejap, dia telah tertidur nyenyakBegitu keluar, Teddy melihat botol anggur di wajan kaca yang masih tersisa. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil gelas anggur dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri.Kemudian
Kelly meletakkan gelas anggurnya dan berdiri. "Sudah cukup." Minum terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, apalagi kalau di rumah ada seorang pria. Dia masih tahu batasannya.Teddy menghentikan gerakannya. "Belum habis, kenapa berhenti?""Kamu kira ini bar? Mau minum sampai pagi?""Anggurnya udah aku siapin, kalau nggak habis, sayang dong?""Sayang buat siapa? Aku bisa minum sendiri besok."Teddy terdiam.Kelly melirik jam dinding. "Sudah malam, pulang sana.""Tunggu, kenapa begitu sih?""Aku kenapa?""Waktu butuh aku, kamu terima. Setelah nggak butuh, langsung diusir. Begitu caramu?""Terus mau gimana? Mau aku suruh kamu nginap?""Pacar nginap di rumah pacar itu hal biasa. Walaupun kita cuma pura-pura, tapi setidaknya harus terlihat meyakinkan, 'kan?"Kelly mendengus. "Sok drama! Memangnya ada yang peduli kita tidur bareng atau nggak?"Baru saja dia selesai bicara, ponsel Teddy berdering. Panggilan video dari WhatsApp. Dia melirik layarnya dan menyeringai. "Tuh, ada yang peduli."Kel
Kelly menegaskan, "Aku. Nggak. Makan. Mi."Teddy menatapnya dengan ekspresi "Kamu pikir aku bakal percaya?"Saat Kelly berbalik hendak masuk kamar, Teddy tiba-tiba berseru, "Nggak mau coba segelas?"Kelly menoleh, matanya melirik wajan kaca yang berembun di meja. Kebetulan sekali, ini jenis anggur favoritnya dan sudah didinginkan dengan sempurna ...."Baiklah, tuangkan satu untukku!" Godaan yang sulit ditolak.Teddy langsung sigap mengambil gelas. "Ini, coba deh! Aku yang dinginkan, dijamin puas!"Kelly menerima gelasnya dan tersenyum sinis. "Itu semua karena anggur yang aku beli bagus.""Iya, iya. Anggurnya bagus, tapi teknikku juga hebat. Kalau digabung, hasilnya luar biasa. Gimana?""Nggak usah bawa-bawa aku," kata Kelly sambil meneguk seteguk pertama.Teddy terdiam. Bahkan dalam obrolan santai, Kelly tetap tidak mau rugi sedikit pun. Baru satu tegukan, Kelly langsung harus mengakui bahwa Teddy benar-benar punya keterampilan."Gimana? Nggak mengecewakan, 'kan?" Teddy mengangkat dagu
"A-aku capek, jadi minggir sebentar buat istirahat, eh malah ketiduran ...."Kelly langsung memutar ke sisi lain mobil, menarik pintu kursi penumpang depan, dan duduk. "Kebetulan, antarin aku pulang."Teddy mendengus. "Kamu benaran nggak tahu malu, ya." Meskipun begitu, sudut bibirnya tetap melengkung ke atas."Oke deh, hari ini sekalian aku jadi malaikat baik hati. Pegangan yang kencang ...." Begitu dia menginjak gas, mobil melesat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya.Kelly: "Gila! Pelan sedikit! Aku masih betah hidup, nggak mau ketemu malaikat maut bareng kamu!"Teddy: "Kenapa? Kita bisa dikubur dalam satu liang lahat, romantis, 'kan? Hehehe ...."Kelly hanya bisa memberikan tatapan menjijikkan kepadanya. Kalau pun mati, mereka pasti bakal dikubur di tempat terpisah!Dua puluh menit kemudian ....Kelly: "Berhenti di depan gerbang apartemen aja, aku jalan sendiri ke dalam.""Nggak bisa! Belum sampai depan pintu!"Dengan satu putaran setir, Teddy langsung mengarahkan mobil ma