Sungguh nyaring."Sebelum kita pergi, apa yang Nenek katakan? Harus patuh, nggak boleh sembarangan ambil barang orang lain! Apa kamu hanya menganggapnya angin lalu? Cepat kembalikan sekarang juga! Apa kamu sudah bosan hidup dan mau masuk penjara? Anak nggak tahu aturan!"Wanita tua itu bergerak dengan cepat, langsung memarahi setelah memukul. Semua orang belum sempat bereaksi.Anak itu tertegun, begitu juga orang tuanya. Bahkan, Nadine juga terdiam di tempat."Huwe .... Nenek memukulku! Huhuhu ...." Anak itu akhirnya sadar dan langsung menangis keras di tempat. Kali ini benar-benar menangis, tanpa dibuat-buat."Aku nggak ambil! Aku juga nggak tahu barang itu di mana!""Coba ulangi lagi? Aku bisa menghajarmu sampai mati!" Wanita tua itu semakin marah dan cemas."Nggak mau bilang! Aku nggak mau bilang!""Berani-beraninya kamu melawan! Cepat kembalikan barang itu!" Wanita tua itu sangat serius kali ini. Dia memukul pantat anak itu beberapa kali.Di tengah keributan, pria dan wanita itu me
Nadine membuka pintu, lalu melangkah keluar dan memanggil dengan hati-hati, "Kak?"Pria itu menoleh. Detik berikutnya, matanya memancarkan kegembiraan, "Nadine?"Ternyata benar itu Aditya, putra tunggal Jonny dan Riana.Dia tidak membawa payung, kausnya sudah basah sebagian dan ujung rambutnya terus meneteskan air. Nadine segera mengeluarkan tisu dan menyerahkannya."Lap dulu. Sekarang memang musim panas, tapi rambut basah bisa menyebabkan masuk angin.""Terima kasih." Aditya menerima tisu itu, lalu mulai mengelap sambil berkata dengan penuh rasa syukur, "Kamu masih sama seperti dulu, perhatian dan baik hati."Toko buku ini terhubung dengan mal di sebelahnya. Karena sudah bertemu dan hujan masih turun, mereka memutuskan untuk makan siang bersama.Nadine menelepon Irene untuk mengabari bahwa dia tidak akan pulang makan siang. Irene hanya bertanya sedikit, lalu menutup telepon.Di restoran, musik merdu yang mengalun pelan membuat suasana hari hujan yang suram menjadi lebih cerah. Mereka
Hidangan segera tersaji. Selama makan, ponsel Aditya terus berdering. Yang dibahas adalah urusan bisnis.Setelah akhirnya ada jeda, dia menatap Nadine dengan penuh penyesalan. "Kemarin di pesta ulang tahun Nenek terlalu sibuk, jadi aku nggak sempat menyapamu.""Nggak apa-apa."Aditya adalah cucu tertua Keluarga Wicaksono, sekaligus satu-satunya laki-laki di generasi mereka. Jadi, wajar jika dia harus banyak berinteraksi dengan orang lain."Kudengar kamu sekarang sedang mengambil program pascasarjana di Universitas Brata? Kebetulan aku juga di Kota Juanin. Kalau ada yang perlu dibantu, hubungi saja aku. Nomor ponselku masih yang lama. Kamu masih punya, 'kan?""Ada, ada." Nadine buru-buru mengangguk. "Terima kasih, Kak.""Kamu jadi lebih sungkan sekarang," ujar Aditya.Nadine membalas, "Bukan sungkan, tapi sopan."Aditya terkekeh-kekeh."Kak, sekarang kamu kerja apa di Kota Juanin?"Aditya mengambil makanan sebelum menjawab, "Aku dan beberapa teman membuka perusahaan rumah pintar. Fokus
Nadine duduk di sofa dan merentangkan kedua tangannya sambil bersandar. Setelah menghela napas lega, dia berucap, "Akhirnya rumah ini kembali terasa seperti rumah.""Tentu saja." Jeremy tertawa ringan. "Tiga petugas kebersihan yang mengerjakannya dari lantai atas sampai lantai bawah. Mereka menghabiskan 3 jam dan diawasi ibumu. Nggak ada satu pun sudut yang terlewatkan."Membahas tentang Irene ...."Eh, Ibu di mana?" Nadine melirik ke kiri dan kanan."Tadi masih nonton TV di sini. Kenapa tiba-tiba hilang?"Saat ini, Irene keluar dari ruang kerjanya dengan memegang ponsel. Wajahnya memerah dan matanya berbinar-binar karena semangat."Meledak!""Hah?" Jeremy kebingungan."Apa yang meledak?" tanya Nadine yang juga heran.Irene menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri. "Buku baru! Bukuku yang baru!"Hugo bergerak dengan sangat cepat. Setelah pertemuan merek di Kota Juanin beberapa waktu lalu, Hugo langsung mengatur segala hal terkait penerbitan.Pertama adalah promosi awal
Hugo berkata dengan penuh semangat, "Enam puluh ribu!"Irene termangu sejenak sebelum bertanya, "Apa maksudnya?""Penjualan harian! Kemarin, penjualan hariannya sudah menembus 60 ribu! Bahkan memecahkan rekor penjualan yang dulu diciptakan The Killer! Dalam 10 tahun … eh, 20 tahun terakhir, belum ada buku yang mencapai rekor seperti ini!""Bu Irene." Hugo menekankan kata-katanya. "Buku barumu meledak!"Benar, buku baru Irene sangat populer sekarang. Hugo awalnya merasa frustrasi. Meskipun sudah siap secara mental bahwa peluncuran buku tidak akan berjalan mulus, dia tidak menyangka hasilnya akan seburuk itu.Seorang editor yang sudah lama bersaing dengannya bahkan memanfaatkan kesempatan ini untuk mengejeknya, "Kamu sudah tua sampai penilaianmu menurun ya? Kamu sampai nekat menandatangani kontrak besar. Hasilnya apa? Gagal total!"Hugo tidak menanggapi ejekan itu, tetapi dia mulai merenung. Sebenarnya di mana letak masalahnya?Hugo sudah membaca semua buku Irene. Dari pemilihan tema hin
[ Benaran seseram itu? Kalau begitu, aku juga mau lihat! ][ Percayalah, bro. Setelah baca, kamu nggak akan mau makan tahu manis lagi. ][ Kenapa? ][ Jawabannya ada di dalam buku. ]Dua hari kemudian, akun Si Gendut Penggemar Buku kembali mengunggah status. Kali ini, ayahnya tidak muncul di video, hanya ada gambar sampul buku Seven Days.[ Keterangan: Tiba-tiba sadar, makanan zaman dulu itu luar biasa enak. ]Berkat gelombang viral ini, Seven Days muncul sebagai kuda hitam yang menembus lingkaran pembaca muda. Kemudian, para anak muda pun ... terobsesi!Dalam waktu kurang dari setengah bulan, forum diskusi, grup obrolan, bahkan fanbase resmi mulai bermunculan. Para pembaca lama langsung berseru, "Penulis berbakat ini nggak bisa disembunyikan lagi!"Saat itulah, para penggemar Seven Days baru menyadari sesuatu. Di mana penulisnya?Bukunya sudah sepopuler ini, tapi kenapa tidak ada satu pun kabar tentang sang penulis? Biasanya, ketika buku lain mulai laris dan terkenal, penulisnya seger
Sebelum berangkat, Jeremy sempat memasak semangkuk mi untuk dirinya sendiri. Perutnya masih kenyang, jadi dia pun mengeluarkan sebuah buku dari tas dan mulai membacanya dengan asyik.Dua puluh menit kemudian, pengumuman dari pengeras suara menginformasikan bahwa proses pemeriksaan tiket sudah dimulai.Irene dan Nadine hanya membawa sedikit barang, jadi mereka berjalan lebih dulu. Dengan cepat, mereka memindai kartu identitas mereka dan melewati gerbang pemeriksaan, lalu berdiri di dalam sambil menunggu Jeremy.Jeremy menyusul di belakang mereka. Satu tangannya menarik koper, sementara tangan satunya lagi membawa tas Irene. Saat hendak mengambil kartu identitasnya untuk dipindai, dia tiba-tiba menyadari bahwa dompetnya hilang!Jeremy langsung teringat kejadian saat sedang mengantre tadi. Seseorang menabraknya cukup keras dari belakang dan hampir membuatnya terjatuh. Tidak salah lagi, pasti saat itulah dompetnya dicuri dari dalam tas!"Ayah, cepat!" seru Nadine dari balik gerbang.Jeremy
Stendy menatap Jeremy, lalu melirik Nadine dengan tenang. Dua orang ini ...."Ayah, kamu kenal dia?" Nadine berjalan mendekat dengan nada terkejut.Ayah?Sudut bibir Stendy sedikit terangkat.Kebetulan, Stendy datang ke kota ini untuk urusan bisnis selama tiga hari dan hari ini adalah jadwal kepulangannya. Namun, karena cuaca buruk, penerbangannya dibatalkan. Akhirnya, dia meminta sekretarisnya untuk memesan tiket kereta cepat pagi ini.Tak disangka .... Dia justru mendapat kejutan yang lebih menarik!"Tadi anak muda ini yang bantu aku nangkap pencuri. Gerakannya cepat dan luar biasa!" kata Jeremy penuh semangat.Nadine sempat terdiam sesaat sebelum akhirnya merespons, "Terima kasih, Pak Stendy.""Nadine, kamu terlalu sopan. Kalau ada orang lain di posisiku, mereka pasti juga nggak akan ragu untuk membantu."Irene terkejut. "Kalian saling kenal?"Nadine dan Stendy menjawab serempak, "Kenal."Namun, bagaimana tepatnya mereka saling mengenal ... jelas bukan sesuatu yang tepat untuk dibah
Pagi-pagi, sinar matahari menyinari masuk. Pakaian berserakan di lantai, dari sofa ruang tamu hingga depan ranjang kamar. Hampir semuanya adalah pakaian pria, hanya ada satu jubah tidur wanita.Teddy menggerakkan kelopak matanya dan terbangun. Ketika mengingat kembali kegilaan dan keintiman semalam, sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.Teddy menoleh ke samping, melihat wanita yang masih terlelap. Ekspresinya lembut dan penuh kehangatan yang bahkan tidak disadarinya.Kelly masih tidur, matanya terpejam rapat dan napasnya stabil. Tatapan Teddy menyusuri wajah cantiknya, lalu turun ke leher. Kulit putihnya dipenuhi bekas yang ditinggalkan Teddy saat malam penuh gairah itu.Teddy bukan lagi anak muda yang mudah terpukau oleh tubuh wanita. Namun, semalam dia seperti binatang buas yang pertama kali merasakan daging. Sungguh liar dan tak kenal lelah. Pada akhirnya, Kelly harus menamparnya agar dia berhenti.Sakit? Ya, memang sakit. Namun, puas tidak? Benar-benar puas!Memikirkan itu, senyuma
Teddy kehabisan kata-kata."Selesai," katanya sambil mematikan pengering rambut.Kelly merapikan rambutnya dengan jari. Harus diakui, hasilnya halus tapi tetap lembut. Teddy menyeringai. "Gimana?"Untuk pertama kalinya, Kelly mengangguk puas. "Buka salon deh, aku langsung jadi member VIP."Teddy berpikir, 'Terima kasih, tapi nggak deh.'Kelly menguap, lalu berjalan ke tempat tidur. Setelah menjatuhkan diri dan berguling dua kali, dia membungkus dirinya dengan selimut. "Aku tidur dulu. Tolong matikan lampu, tutup pintu, lalu pulang. Bye-bye ...."Memangnya aku ini pembantunya?! Teddy menggerutu dalam hati, tapi tangannya tetap patuh. Dia mematikan lampu, menutup pintu dengan pelan, lalu keluar.Setelah minum anggur, Kelly tertidur dalam keadaan sedikit mabuk. Hanya dalam sekejap, dia telah tertidur nyenyakBegitu keluar, Teddy melihat botol anggur di wajan kaca yang masih tersisa. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil gelas anggur dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri.Kemudian
Kelly meletakkan gelas anggurnya dan berdiri. "Sudah cukup." Minum terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, apalagi kalau di rumah ada seorang pria. Dia masih tahu batasannya.Teddy menghentikan gerakannya. "Belum habis, kenapa berhenti?""Kamu kira ini bar? Mau minum sampai pagi?""Anggurnya udah aku siapin, kalau nggak habis, sayang dong?""Sayang buat siapa? Aku bisa minum sendiri besok."Teddy terdiam.Kelly melirik jam dinding. "Sudah malam, pulang sana.""Tunggu, kenapa begitu sih?""Aku kenapa?""Waktu butuh aku, kamu terima. Setelah nggak butuh, langsung diusir. Begitu caramu?""Terus mau gimana? Mau aku suruh kamu nginap?""Pacar nginap di rumah pacar itu hal biasa. Walaupun kita cuma pura-pura, tapi setidaknya harus terlihat meyakinkan, 'kan?"Kelly mendengus. "Sok drama! Memangnya ada yang peduli kita tidur bareng atau nggak?"Baru saja dia selesai bicara, ponsel Teddy berdering. Panggilan video dari WhatsApp. Dia melirik layarnya dan menyeringai. "Tuh, ada yang peduli."Kel
Kelly menegaskan, "Aku. Nggak. Makan. Mi."Teddy menatapnya dengan ekspresi "Kamu pikir aku bakal percaya?"Saat Kelly berbalik hendak masuk kamar, Teddy tiba-tiba berseru, "Nggak mau coba segelas?"Kelly menoleh, matanya melirik wajan kaca yang berembun di meja. Kebetulan sekali, ini jenis anggur favoritnya dan sudah didinginkan dengan sempurna ...."Baiklah, tuangkan satu untukku!" Godaan yang sulit ditolak.Teddy langsung sigap mengambil gelas. "Ini, coba deh! Aku yang dinginkan, dijamin puas!"Kelly menerima gelasnya dan tersenyum sinis. "Itu semua karena anggur yang aku beli bagus.""Iya, iya. Anggurnya bagus, tapi teknikku juga hebat. Kalau digabung, hasilnya luar biasa. Gimana?""Nggak usah bawa-bawa aku," kata Kelly sambil meneguk seteguk pertama.Teddy terdiam. Bahkan dalam obrolan santai, Kelly tetap tidak mau rugi sedikit pun. Baru satu tegukan, Kelly langsung harus mengakui bahwa Teddy benar-benar punya keterampilan."Gimana? Nggak mengecewakan, 'kan?" Teddy mengangkat dagu
"A-aku capek, jadi minggir sebentar buat istirahat, eh malah ketiduran ...."Kelly langsung memutar ke sisi lain mobil, menarik pintu kursi penumpang depan, dan duduk. "Kebetulan, antarin aku pulang."Teddy mendengus. "Kamu benaran nggak tahu malu, ya." Meskipun begitu, sudut bibirnya tetap melengkung ke atas."Oke deh, hari ini sekalian aku jadi malaikat baik hati. Pegangan yang kencang ...." Begitu dia menginjak gas, mobil melesat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya.Kelly: "Gila! Pelan sedikit! Aku masih betah hidup, nggak mau ketemu malaikat maut bareng kamu!"Teddy: "Kenapa? Kita bisa dikubur dalam satu liang lahat, romantis, 'kan? Hehehe ...."Kelly hanya bisa memberikan tatapan menjijikkan kepadanya. Kalau pun mati, mereka pasti bakal dikubur di tempat terpisah!Dua puluh menit kemudian ....Kelly: "Berhenti di depan gerbang apartemen aja, aku jalan sendiri ke dalam.""Nggak bisa! Belum sampai depan pintu!"Dengan satu putaran setir, Teddy langsung mengarahkan mobil ma
Teddy langsung nyeletuk, "Aku traktir kamu makan!""Nggak perlu, sudah ada yang ngajak. Kamu tunggu kesempatan berikutnya aja."Selesai bicara, Kelly hendak berjalan melewatinya.Teddy buru-buru mengejar. "Kalau begitu, biar aku antar kamu!"Kelly langsung berhenti melangkah. "Kamu serius?""Banget!""Oke deh, tapi nyetirnya cepat, ya."Seminggu ini Kelly memang sengaja tidak bawa mobil sendiri, supaya bisa tidur sebentar di perjalanan pulang-pergi kerja. Teddy membukakan pintu depan mobil dengan sigap dan seramah mungkin.Sayangnya ....Kelly berkata, "Aku duduk di belakang saja. Lebih enak buat rebahan.""Oke deh."Di dalam mobil, Teddy menyetir sambil menarik napas panjang. Apa ada pacar yang lebih baik lagi dari dia di dunia ini? Menunggu pacarnya satu jam untuk pulang kerja, lalu mengantarkan dia untuk bertemu pria lain dengan sukarela.Namun, jika dia tidak mengantarkannya, Kelly pasti sudah pergi duluan. Selain itu, dia ingin melihat pria berengsek mana yang memikat pacarnya sam
Banyak atau tidak, Nadine tidak tahu. Karena Arnold tidak membalas pesannya lagi.Saat semua bakpao kepiting selesai dikukus, Nadine mengambil sepuluh buah, memasukkannya ke dalam kantong plastik, dan berencana membawanya untuk Arnold. Namun, setelah mengetuk pintunya selama setengah menit, tetap tidak ada jawaban.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik.[ Profesor, ada di rumah? ]Kali ini Arnold membalas dengan cepat:[ Sudah di laboratorium. ]Nadine mengetik lagi.[ Aku mengukus bakpao kepiting, aku sudah siapkan sepuluh untukmu. Nanti malam waktu kamu pulang, ambil di tempatku, ya? ]Arnold awalnya ingin membalas "Terima kasih, nggak usah", tetapi saat hampir mengetik selesai, dia merasa .... Seorang gadis bersusah payah membuat makanan sendiri dan bahkan ingin memberinya, kalau dia menolak mentah-mentah, sepertinya ....Sangat tidak sopan.Dan juga ... akan terlihat sangat mencurigakan.[ Oke. ]Nadine menyimpan ponselnya dan kembali ke rumah.Setelah selesai merapikan dapur, ba
Melewati bagian perlengkapan rumah tangga, Arnold tiba-tiba berhenti. "Ada yang perlu dibeli?"Nadine teringat kalau sabun mandi dan deterjen di rumahnya hampir habis. "Ada."Saat memilih sabun mandi, dia melirik ke arah Arnold yang juga sedang memasukkan beberapa barang ke dalam troli belanja. Dia melirik sekilas dan melihat ada handuk, sandal rumah, gantungan, dan beberapa barang kecil lainnya ....Barang yang dibelinya cukup banyak, dan troli yang sudah hampir penuh kini makin menggunung.Saat tiba di kasir, Arnold berkata bahwa dia yang akan membayar. Nadine tidak terlalu mempermasalahkan, hanya mengingatkannya untuk menyimpan struk agar nanti mereka bisa membagi biayanya.Arnold mengangguk dan menyuruhnya menunggu di luar jalur kasir. "Di sini terlalu ramai.""Baik," kata Nadine, lalu keluar terlebih dahulu.Beberapa saat kemudian, Arnold selesai membayar dan keluar sambil membawa tiga kantong besar.Melihat itu, Nadine langsung mengulurkan tangan untuk membantu membawanya. Namun,
Setelah berkeliling taman dan menikmati kue kacang hijau, Irene merasa sangat puas. Keesokan harinya, dia dan Jeremy kembali ke Kota Linong. Nadine mengantar mereka ke stasiun kereta cepat.Hugo yang mendapat kabar langsung bergegas menyusul."Bu Irene, ini surat dari para penggemar yang dikirim ke penerbit. Mereka minta aku untuk menyerahkannya kepada Anda."Irene tampak terkejut dan senang. Ini pertama kalinya dia menerima surat dari penggemar. Dan jumlahnya cukup banyak, satu buntalan besar.....Setelah kembali ke rumah, Nadine memanfaatkan cuaca cerah untuk mencuci seprai dan sarung bantal dari dua kamar.Akhir Oktober, hawa panas musim panas perlahan memudar, digantikan dengan kesejukan musim gugur yang menyelinap diam-diam.Nadine kemudian merapikan lemari pakaian. Baju dan gaun yang sudah jarang dipakai dia simpan di bagian atas, sementara pakaian musim gugur dia pindahkan ke tempat yang lebih mudah dijangkau.Saat semuanya beres, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia