Kehidupan belajar sangat membosankan, tetapi Nadine sudah terbiasa. Hari ini, dia selesai belajar. Setelah pulang, Nadine memijat bahunya dan ingin istirahat. Namun, Freya tiba-tiba meneleponnya.Freya menanyakan kemajuan belajar Nadine. Nadine melaporkan secara singkat. Freya pun tidak bertanya lagi karena Nadine bukan mahasiswi yang perlu dicemaskannya.Nadine tersenyum. Tiba-tiba, Freya berkata, "Besok pagi kamu datang ke rumahku."Usai mengatakan itu, Freya buru-buru mengakhiri panggilan karena khawatir ditolak Nadine.Keesokan hari, Nadine bangun pagi dan menghabiskan 30 menit untuk masak sarapan. Tentunya, dia tidak lupa menyiapkan sarapan untuk Arnold yang tinggal di sebelah.Sejak kemarin, Nadine tidak mendengar suara apa pun dari kamar Arnold. Dia bisa menebak bahwa Arnold bergadang di laboratorium.Begitu membuka pintu, Nadine benar-benar bertemu Arnold yang baru pulang. Sudah 2 minggu berlalu sejak malam hujan itu. Mungkin karena bekerja keras di laboratorium, pakaian Arnold
"Ingatanmu sangat hebat. Seingatku ada buku yang membahas tentang pengujian genetik di sini. Kenapa nggak ketemu ya?" keluh Freya.Daya ingat Nadine tidak sehebat itu, tetapi dia selalu mengingat pokok penting. Kebetulan sekali, dia membaca buku itu di perpustakaan 2 hari lalu. Tatapannya menyapu ke rak buku. Sesaat kemudian, dia bertanya, "Bu, ini bukunya?"Freya melihat sampul buku itu, lalu menyahut, "Ya, ya! Matamu tajam sekali. Aku cari setengah mati, tapi ternyata ada di depanku.""Taufan, sini. Buku ini ditambah beberapa tesis, seharusnya sudah cukup untuk dijadikan referensi. Kamu ambil dulu buku ini. Nanti kucari lagi buku lain," ujar Freya."Terima kasih, Bu." Taufan menerimanya. Dia sedang menulis tesis, tetapi kekurangan data. Karena mendengar Freya punya buku yang dia butuhkan, dia pun datang kemari.Freya lupa dirinya belum memperkenalkan Nadine kepada Taufan. Dia berkata, "Ini Nadine. Dulu dia muridku, sebentar lagi dia juga bakal jadi muridku lagi."Taufan termangu. Ses
Eva memasang alarm pukul 7 pagi, tetapi terlambat bangun. Dia hampir terlambat, makanya terburu-buru begini."Lantai berapa?" tanya Nadine sambil menatap Eva dengan tenang."Lantai 2." Kalau dibandingkan dengan Nadine yang tenang, Eva yang berlarian jelas terlihat sangat kacau. Dia hanya bisa menggertakkan gigi dengan kesal.Keduanya sama-sama menuju ke lantai 2. Eva menyadari sesuatu, lalu melihat buku-buku di tangan Nadine. Dia bertanya dengan ekspresi aneh, "Kamu juga mau ke perpustakaan? Kamu mau ikut ujian pascasarjana?"Nadine tidak merespons dan ekspresinya terlihat datar. Eva meneruskan sendiri, "Banyak mahasiswa yang nggak lolos. Kamu sudah tamat bertahun-tahun. Mana mungkin bisa lolos?"Nadine membalas dengan nada datar, "Itu bukan urusanmu. Kamu bilang banyak mahasiswa yang nggak lolos. Apa kamu salah satunya?"Eva hampir mengamuk. Tahun ini adalah tahun ketiga kuliahnya. Dia tidak ingin bekerja, jadi berniat kuliah S2 juga. Lagi pula, masih ada satu tahun. Dia tidak perlu t
Jantung Eva berdebar-debar. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia mengikuti Reagan masuk.Eva tahu vila ini sangat besar, tetap tidak pernah masuk sebelumnya. Dekorasi di dalam benar-benar megah. Warnanya didominasi hitam, putih, dan abu. Tidak terlihat mencolok, tetapi tetap terkesan mewah.Eva mengikuti ekstrakurikuler seni saat tahun kedua kuliahnya. Dia tahu lukisan yang digantung di dinding dilukis oleh pelukis zaman dulu. Harganya sangat mahal. Bahkan, ada logo LV di tong sampah.Setelah melewati ruang tamu, terlihat taman indoor yang dirawat dengan sangat baik. Di sampingnya adalah teater, gym, dan terlihat satu set tongkat golf di sudut. Dengar-dengar, ada arena golf di kawasan vila ini.Eva mengepalkan tangannya. Sebelum bertemu Reagan, barang termewah yang pernah dilihatnya hanya tas Hermes edisi terbatas temannya. Harga untuk tas bekas itu mencapai 600 juta. Jika di kampung halamannya, uang 600 juta sudah bisa membeli rumah dengan tiga kamar.Sementara itu, ada banyak sekal
"Hm?" Reagan mengangkat alis."Apa aku boleh mencatat sidik jariku di pintu?" Eva menunjuk pintu dengan ekspresi sedih sambil melanjutkan, "Aku sudah beberapa kali menunggumu di luar. Lihat, aku digigit nyamuk. Total ada tiga. Kamu tega melihatku begini?""Nggak tega," sahut Reagan."Hore!" Eva melompat dengan kegirangan. "Sebenarnya aku sengaja. Aku mau sidik jariku tercatat supaya aku bisa mencarimu kapan saja.""Dasar kamu ini. Kenapa seperti anak kecil saja?" Reagan tidak bisa menahan tawanya.Reagan membantu Eva mencatat sidik jari di pintu. Kemudian, dia teringat pada Eva yang berusaha memasak bubur untuknya dan digigit nyamuk karena menunggunya. Dia mengeluarkan dompetnya dan berujar, "Ini kartu kredit tambahanku. Limitnya 200 juta per bulan. Pakai saja."Eva menggigit bibirnya dengan panik. Dia menolak, "Ja ... jangan deh. Masa aku pakai uangmu?""Sudah seharusnya pria membelanjakan wanitanya," ucap Reagan."Begitu ya ....""Ambil saja, nggak usah merasa terbebani.""Baiklah. A
Sejak tahun pertama S2, Taufan sudah membuat persiapan untuk ujian S3. Dia pun menemukan banyak materi yang cocok.Di bawah bimbingan Taufan, perkembangan belajar Nadine menjadi sangat pesat. Sepanjang pagi, Nadine berhasil menyelesaikan 2 set soal ujian.Ketika Taufan membantunya memeriksa, dia sangat terkejut karena tingkat akurasi mencapai 95%. Dengar-dengar, Nadine sudah tamat kuliah 3 tahun dan baru mulai belajar kembali. Siapa sangka ... wanita ini begitu cerdas. Pantas saja, Freya begitu menyukai Nadine.Nadine tidak tahu apa yang dipikirkan Taufan. Dia izin ke toilet sebentar. Di sisi lain, Eva buru-buru mengikutinya."Sebentar," panggil Eva.Nadine menoleh dan tidak terkejut melihat Eva. Dia bertanya, "Ada urusan apa?""Semalam aku ke vila Reagan dan masak bubur millet untuknya. Dia sangat suka dan makan sampai habis." Eva tersenyum lebar sampai memperlihatkan lesung pipinya, lalu meneruskan, "Selain itu ... Kak Reagan menyuruhku menginap di vilanya.""Aku baru tahu dia punya
Tangan pria itu terlihat ramping dan indah. Nadine menoleh, lalu melihat kereta belanja yang berisikan makanan siap masak. Kemudian, dia mengalihkan pandangan dan mendapati pria itu menunduk menatapnya.Nadine tersenyum dan bertanya, "Kamu makan malam cuma makan itu?""Ehem, kadang aku pulang kemalaman, jadi malas pesan makanan dari luar. Yang penting makan," timpal Arnold dengan nada datar.Arnold meneruskan, "Aku sudah hitung kandungannya. Semua makanan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan protein, vitamin, dan karbohidrat yang dibutuhkan manusia dalam sehari."Ketika melihat ekspresi serius Arnold, Nadine tidak bisa menahan tawa dan membalas, "Sepertinya kamu mempertimbangkan semua aspek dengan baik ya. Tapi, kalau bisa pilih antara makanan segar yang panas dan makanan siap masak, kamu pilih yang mana?"Arnold terdiam sesaat. Jawabannya sudah sangat jelas. Siapa yang tidak ingin makan makanan segar yang masih panas?Nadine tersenyum licik dan meneruskan, "Jadi, biar aku yang masak saj
Beberapa adalah foto Kelly yang dipotret Nadine. Kelly baru turun dari kereta luncur sehingga ekspresinya terlihat seperti baru selamat dari pintu neraka. Nadine tak kuasa tertawa melihatnya.Foto terakhir adalah potretnya sendiri. Nadine hendak mematikan layar ponsel, tetapi tiba-tiba melihat dua sosok yang familier di belakangnya.Nadine menggigit bibirnya. Mungkin Kelly tidak sengaja memotret Eva dan Reagan.Nadine adalah tokoh utama di foto itu, tetapi kedua orang itu malah bergandengan tangan di belakangnya. Hal ini membuat Nadine terlihat seperti memasuki dunia orang lain....."Bibi Julia!" seru Reagan dengan wajah pucat sambil mencengkeram perutnya.Vila sunyi senyap, tidak ada respons apa pun. Pagi-pagi Reagan terbangun karena perutnya sakit. Sekujur tubuhnya dingin. Dia ingin muntah, tetapi tidak bisa. Perasaan seperti ini sangat familier. Gastropatinya kambuh.Reagan tahu ada stok obat di rumahnya. Dia mulai mengubrak-abrik untuk mencari. Namun, yang ada hanya kotak obat yan