"Hm?" Reagan mengangkat alis."Apa aku boleh mencatat sidik jariku di pintu?" Eva menunjuk pintu dengan ekspresi sedih sambil melanjutkan, "Aku sudah beberapa kali menunggumu di luar. Lihat, aku digigit nyamuk. Total ada tiga. Kamu tega melihatku begini?""Nggak tega," sahut Reagan."Hore!" Eva melompat dengan kegirangan. "Sebenarnya aku sengaja. Aku mau sidik jariku tercatat supaya aku bisa mencarimu kapan saja.""Dasar kamu ini. Kenapa seperti anak kecil saja?" Reagan tidak bisa menahan tawanya.Reagan membantu Eva mencatat sidik jari di pintu. Kemudian, dia teringat pada Eva yang berusaha memasak bubur untuknya dan digigit nyamuk karena menunggunya. Dia mengeluarkan dompetnya dan berujar, "Ini kartu kredit tambahanku. Limitnya 200 juta per bulan. Pakai saja."Eva menggigit bibirnya dengan panik. Dia menolak, "Ja ... jangan deh. Masa aku pakai uangmu?""Sudah seharusnya pria membelanjakan wanitanya," ucap Reagan."Begitu ya ....""Ambil saja, nggak usah merasa terbebani.""Baiklah. A
Sejak tahun pertama S2, Taufan sudah membuat persiapan untuk ujian S3. Dia pun menemukan banyak materi yang cocok.Di bawah bimbingan Taufan, perkembangan belajar Nadine menjadi sangat pesat. Sepanjang pagi, Nadine berhasil menyelesaikan 2 set soal ujian.Ketika Taufan membantunya memeriksa, dia sangat terkejut karena tingkat akurasi mencapai 95%. Dengar-dengar, Nadine sudah tamat kuliah 3 tahun dan baru mulai belajar kembali. Siapa sangka ... wanita ini begitu cerdas. Pantas saja, Freya begitu menyukai Nadine.Nadine tidak tahu apa yang dipikirkan Taufan. Dia izin ke toilet sebentar. Di sisi lain, Eva buru-buru mengikutinya."Sebentar," panggil Eva.Nadine menoleh dan tidak terkejut melihat Eva. Dia bertanya, "Ada urusan apa?""Semalam aku ke vila Reagan dan masak bubur millet untuknya. Dia sangat suka dan makan sampai habis." Eva tersenyum lebar sampai memperlihatkan lesung pipinya, lalu meneruskan, "Selain itu ... Kak Reagan menyuruhku menginap di vilanya.""Aku baru tahu dia punya
Tangan pria itu terlihat ramping dan indah. Nadine menoleh, lalu melihat kereta belanja yang berisikan makanan siap masak. Kemudian, dia mengalihkan pandangan dan mendapati pria itu menunduk menatapnya.Nadine tersenyum dan bertanya, "Kamu makan malam cuma makan itu?""Ehem, kadang aku pulang kemalaman, jadi malas pesan makanan dari luar. Yang penting makan," timpal Arnold dengan nada datar.Arnold meneruskan, "Aku sudah hitung kandungannya. Semua makanan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan protein, vitamin, dan karbohidrat yang dibutuhkan manusia dalam sehari."Ketika melihat ekspresi serius Arnold, Nadine tidak bisa menahan tawa dan membalas, "Sepertinya kamu mempertimbangkan semua aspek dengan baik ya. Tapi, kalau bisa pilih antara makanan segar yang panas dan makanan siap masak, kamu pilih yang mana?"Arnold terdiam sesaat. Jawabannya sudah sangat jelas. Siapa yang tidak ingin makan makanan segar yang masih panas?Nadine tersenyum licik dan meneruskan, "Jadi, biar aku yang masak saj
Beberapa adalah foto Kelly yang dipotret Nadine. Kelly baru turun dari kereta luncur sehingga ekspresinya terlihat seperti baru selamat dari pintu neraka. Nadine tak kuasa tertawa melihatnya.Foto terakhir adalah potretnya sendiri. Nadine hendak mematikan layar ponsel, tetapi tiba-tiba melihat dua sosok yang familier di belakangnya.Nadine menggigit bibirnya. Mungkin Kelly tidak sengaja memotret Eva dan Reagan.Nadine adalah tokoh utama di foto itu, tetapi kedua orang itu malah bergandengan tangan di belakangnya. Hal ini membuat Nadine terlihat seperti memasuki dunia orang lain....."Bibi Julia!" seru Reagan dengan wajah pucat sambil mencengkeram perutnya.Vila sunyi senyap, tidak ada respons apa pun. Pagi-pagi Reagan terbangun karena perutnya sakit. Sekujur tubuhnya dingin. Dia ingin muntah, tetapi tidak bisa. Perasaan seperti ini sangat familier. Gastropatinya kambuh.Reagan tahu ada stok obat di rumahnya. Dia mulai mengubrak-abrik untuk mencari. Namun, yang ada hanya kotak obat yan
Nadine sontak termangu. Adegan Reagan dan Eva bergandengan tangan muncul di benaknya. Kemudian, dia berkata dengan nada datar, "Ke rumah sakit saja. Aku bukan dokter."Selesai berbicara, Nadine langsung mengakhiri panggilan. Nadanya yang begitu datar seolah-olah mengisyaratkan bahwa mereka adalah orang asing sekarang.Reagan murka hingga menggertakkan gigi. Sekujur tubuhnya gemetaran. Dia langsung membanting ponsel itu ke dinding.Julia pun tercengang melihat ponselnya yang hancur. Itu ponselnya!Reagan merasa perutnya makin sakit karena Nadine. Pada akhirnya, dia masuk ke kamarnya dan mengunci pintu untuk membuktikan dirinya bisa hidup tanpa Nadine. Nadine mengira dirinya tidak bisa hidup tanpanya? Konyol sekali!Julia menatap ponselnya yang hancur, lalu teringat pada obrolan singkat Reagan dengan Nadine. Dia hanya bisa menggeleng dan menghela napas. Entah apa yang dipikirkan bosnya ini. Nadine adalah wanita yang begitu baik, tetapi Reagan malah mencampakkannya.Sore hari, setelah sel
Clarine juga merasa heran. Biasanya, Nadine pasti melayani kakaknya di pinggir ranjang, bahkan matanya berkaca-kaca saking sedihnya. Kenapa sekarang batang hidungnya tak terlihat?Begitu ucapan ini dilontarkan, suasana menjadi sunyi senyap. Reagan terdiam dengan ekspresi datar, sedangkan Philip dan lainnya tidak berani bersuara.Pada akhirnya, Stendy berkata, "Mereka sudah putus. Kalian nggak tahu?"Rebecca mengernyit. "Kenapa masih merajuk? Sudah berapa hari ini? Kekanak-kanakan sekali!"Ekspresi Reagan tampak makin masam."Ehem! Bibi, sepertinya kali ini mereka nggak bakal balikan lagi," ujar Stendy melirik Rebecca."Apa maksudmu? Nadine berani bersikap sombong sekarang?" bentak Rebecca."Ibu!" Reagan sontak menyela dengan nada dingin, "Kali ini kami benaran putus. Aku yang minta.""Apa?" Rebecca dan Clarine termangu. Jika dipikir-pikir, memang sudah lama Nadine merajuk.Rebecca keluar dari bangsal. Sebelum meninggalkan rumah sakit, dia sudah menelepon Nadine. Panggilan tersambung. S
Nadine segera memeriksa kulkasnya. Bahan masak yang dibeli kemarin masih banyak. Dia akan masak tumis daging kentang, iga asam manis, telur tomat, dan tumis sayur hijau.Nadine melakukan semua dengan cekatan, membuat Taufan yang tidak bisa masak merasa takjub. Taufan berkata, "Zaman sekarang kebanyakan orang selalu pesan makanan dari luar. Sudah nggak banyak wanita sepertimu."Nadine tersenyum tipis dan menyahut, "Kehidupan setiap orang berbeda. Aku sudah terbiasa masak sendiri."Taufan menatap sosok belakang Nadine, lalu mengamati ke sekeliling. Tempat ini tidak besar, tetapi sangat rapi dan enak dipandang.Di ruang tamu, ada rak buku yang dipenuhi buku. Dia melirik sekilas, menemukan semua itu adalah buku profesional. Di antaranya terdapat yang agak berbeda. Itu buku fisika.Taufan merasa kurang sopan jika mengamati rumah seorang wanita sampai sedetail itu. Jadi, dia berhenti memandang.Segera, Nadine menghidangkan masakannya dan nasi panas. Aroma yang wangi memenuhi seluruh ruangan.
Jelas-jelas masakan Nadine sangat lezat, tetapi Taufan malah merasa canggung. Setelah selesai makan, Taufan pun langsung pamit.Rumah seketika menjadi hening. Nadine membereskan semua peralatan makan. Tiba-tiba, ucapan Clarine terngiang di benaknya.Lambung Reagan berlubang .... Karena tidak fokus, Nadine tidak sengaja menjatuhkan piring hingga pecah.Nadine tanpa sadar memungut dengan tangan. Tangannya tergores. Dia merintih kesakitan. Air mata menetes.Enam tahun. Bukan enam hari atau enam bulan. Nadine sudah terbiasa merasa cemas mendengar Reagan masuk rumah sakit. Dia ingin menjenguk, tetapi akal sehat menghentikannya melakukan itu.Nadine yakin dirinya akan pelan-pelan terbiasa dan tidak akan menangis lagi. Dia dan Reagan saling mencintai hingga akhirnya merasa bosan dan berpisah. Entah sejak kapan, hubungan mereka mulai retak.Mungkin sejak Reagan mengingkari janjinya untuk pertama kali, mungkin sejak Reagan berbohong untuk pertama kali .... Nadine sudah mulai lupa. Hubungan enam
"Di mana kamu? Kenapa selama beberapa hari ini teleponku nggak kamu angkat?! Apa sekarang kamu bahkan nggak peduli lagi sama ibumu?"Tiga pertanyaan berturut-turut. Nada bicaranya semakin tajam di setiap kalimat.Reagan menjawab dengan tenang, "Aku lagi dinas. Sibuk, jadi nggak sempat angkat telepon.""Kamu sekarang juga harus pulang! Sekarang! Kalau kamu nggak pulang, jangan pernah anggap aku sebagai ibumu lagi!"Mendengar nada bicara ibunya yang tidak seperti biasanya, Reagan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa banyak bertanya, dia menutup telepon dan langsung menuju rumah lama keluarganya.Begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara pecahan vas bunga. Reagan berhenti sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. "Ibu, aku sudah pulang."Mendengar suaranya, Rebecca muncul dari dalam. Tanpa menunggu, dia langsung memarahi Reagan habis-habisan."Orang macam apa yang kamu pilih?! Kalau Eva itu memang murahan, aku masih bisa terima, tapi keluarganya juga seperti preman pasar! Terutama i
Keributan di luar begitu besar sehingga menarik perhatian para nyonya yang sedang berkumpul di ruang pertemuan.Ketika mereka melihat keluar, pemandangan yang mereka lihat membuat mata mereka membelalak. Rebecca dengan rambut berantakan, sedang ditarik-tarik oleh seorang wanita yang terus memakinya tanpa henti.Luar biasa! Skandal sebesar apa ini? Para nyonya saling menatap dan bertukar pandangan penuh arti. Melihat banyak orang mulai berkumpul, Lupita semakin bersemangat."Semua orang, lihat baik-baik! Ini dia wanita itu! Anaknya mempermainkan perasaan putriku, membuat putriku hamil, tapi nggak mau bertanggung jawab!""Putriku adalah gadis baik-baik, masa depannya hancur begitu saja! Bukannya meminta maaf, dia malah menghindar dan nggak mau menemui kami? Memangnya keluarga kami ini nggak punya harga diri?!"Lupita sambil berbicara mulai menggulung lengan bajunya, bersiap untuk aksi lebih lanjut."Ayo, semua rekam ini! Sebarkan videonya ke internet, biar seluruh masyarakat tahu seperti
"Kenapa satpam belum datang juga?! Cepat tahan mereka ...."Di tengah kekacauan itu, Lupita berhenti berpura-pura sopan dan berteriak lantang, suaranya menggema di lobi. "Rebecca mana?! Siapa yang namanya Rebecca?! Aku mau bicara sama Rebecca! Suruh dia keluar sekarang juga!"Dua hari sebelumnya, Lupita dan putranya, Rocky, tiba di Kota Juanin. Begitu sampai, mereka langsung pergi menjenguk Eva yang masih dirawat di rumah sakit, lalu ....Mereka tinggal di kamar pasien itu.Lupita berkata, "Kenapa harus tinggal di hotel? Hotel kan mahal! Menurutku kamar rumah sakit ini sudah cukup bagus, luas, terang, dan yang paling penting, gratis!""Tapi cuma ada satu tempat tidur. Kamu dan Rocky ....""Kenapa? Kami ibu dan anak, apa yang perlu dipermasalahkan?"Rocky yang baru saja selesai makan siang, ikut menimpali sambil membersihkan giginya, "Iya, betul! Aku dan Ibu juga sering tidur bareng di rumah. Hemat listrik, cukup pakai satu AC."Tidak peduli seberapa keras Eva mencoba membujuk mereka, h
Teddy tersenyum percaya diri. "Koneksiku jauh lebih luas daripada si Jim ... apalah tadi namanya."Kelly menatapnya selama beberapa detik dengan ekspresi aneh, sebelum berkata, "Kamu yakin mau kerja sama denganku?""Tentu saja. Kenapa? Pandanganmu itu meremehkan aku, ya?"Kelly memandangnya dari atas ke bawah, lalu dari bawah ke atas lagi.Keluarga Teddy jelas tidak perlu diragukan. Salah satu dari delapan keluarga besar di Kota Juanin, mereka berada beberapa level di atas Keluarga Tanoto.Dan Teddy sendiri, meski playboy dan punya banyak skandal, dia terlihat cukup stabil secara emosional. Bahkan tadi dia tidak membalas ketika ditampar, menunjukkan bahwa dia bisa bersikap tenang dan sedikit gentleman.Meski gaya hidupnya liar, itu tidak masalah bagi Kelly. Lagi pula, dia juga hidup dengan cara yang sama! Bagus. Mereka tidak akan saling mengatur.Kalaupun bertemu di kelab malam, mereka mungkin malah bisa bersenang-senang bersama.Yang terpenting, Teddy adalah tipe pria yang bisa dengan
Wanita itu selesai berbicara, lalu berbalik dan pergi dengan langkah tegas. Sepatu hak tingginya mengetuk lantai dengan ritme yang mantap. Teddy hanya tertawa kecil, sama sekali tidak memedulikan kutukan wanita itu.Pahitnya cinta?Huh! Omong kosong!Belum lama wanita itu pergi, seorang gadis muda keluar dari bar. Dia mengenakan rok pendek, memperlihatkan sepasang kaki panjang nan putih, rambut ikalnya terurai indah, dengan riasan wajah yang sempurna."Pak Teddy ...."Gadis itu mendekat dengan percaya diri, mengira pria itu tidak akan menolak. Namun, di luar dugaannya, Teddy justru menghindar dengan cepat. Dia mengulurkan tangannya dan malah merangkul pinggang Kelly serta menariknya ke dalam pelukannya.Kelly yang tadinya sedang asyik menonton drama, langsung terkejut. Teddy menatap gadis itu dengan santai. "Maaf ya, kamu telat datang."Gadis itu menggigit bibirnya, melirik Kelly dengan kesal, lalu pergi dengan berat hati."Pakai aku sebagai tameng?" Kelly melipat tangan di depan dada
Untuk pertama kalinya, Nadine merasakan kekaguman yang mendalam. Dia belum tahu bahwa emosi kompleks ini disebut ... kekaguman terhadap kekuatan.....Sementara itu, setelah mengantar Arnold dan Nadine pulang, Kelly berbalik arah dan mengemudi menuju bar. Perjalanannya mulus, sampai dia tiba di depan bar dan bersiap untuk parkir ....Bam!Sebuah Maserati melesat dari samping dan menabrak bagian belakang mobilnya.Kelly langsung marah. Dia membuka pintu dengan keras, turun, dan berjalan ke arah mobil tersebut."Hei! Kamu tahu cara nyetir nggak?! Gas nggak bisa kamu lepas, ya?! Di jalan begini kamu ngebut? Ngebut oke, tapi nggak lihat jalan? Mobilku setengah badan belum masuk parkiran, kamu nggak lihat atau gimana?! Sampai bisa tabrak kayak gini?!"Pintu pengemudi Maserati terbuka, seorang pria keluar dengan senyum santai. "Hah, aku kira siapa. Cuma masalah kecil, jangan marah-marah gitu."Teddy mendekati Kelly dengan wajah penuh senyum tak berdosa."Oh, ternyata kamu, Pak Teddy ...." Ke
Ketiganya keluar dari restoran."Kak, kamu ini terlalu populer. Sekelompok orang tua itu mengerubutimu seperti fans yang mengejar bias-nya.""Bias?""Oh, maksudku idola."Arnold tertawa kecil. "Hanya karena kepentingan saja, mana ada hubungannya dengan idola?"Kelly mengendus sedikit, "Kamu minum alkohol? Apa kamu nyetir tadi?""Minum sedikit. Tapi nggak nyetir.""Pas banget. Naik mobilku saja, aku antar kamu dan Nadine pulang."Mobil Kelly berhenti di mulut gang karena tidak bisa masuk. Nadine dan Arnold pun turun di sana, lalu berjalan berdampingan ke dalam gang.Langit malam cerah dengan sedikit bintang, angin malam terasa hangat dan tenang. Gang yang sunyi hanya sesekali terdengar suara kucing yang mengeong. Arnold menginjak kantong sampah, lalu karena efek alkohol, tubuhnya sedikit goyah."Kamu baik-baik saja?""Maaf, aku minum terlalu banyak malam ini."Khawatir bau alkohol di tubuhnya akan mengganggu Nadine, Arnold dengan sengaja menjaga jarak darinya. Ucapan "maaf" itu terdenga
Mengingat kejadian mabuk waktu itu, Kelly merasa agak canggung dan mengusap hidungnya. "Semuanya gara-gara ibuku. Dia memaksaku datang ke semacam pesta anak muda, yang sebenarnya cuma pesta kencan buta."Para pria dan wanita muda seperti barang dagangan, dipamerkan di depan semua orang untuk dipilih.Ibu Kelly sebenarnya sangat baik, hanya saja terlalu khawatir.Dia terus bicara soal pasangan yang statusnya tidak setara pasti tidak akan bahagia. Dia bilang, pengalaman hidup membuktikan bahwa cinta pada akhirnya tetap bergantung pada fondasi ekonomi, bla bla bla ....Kelly sangat kesal.Setelah pulang, dia membuat kesepakatan dengan ibunya. Dia setuju soal pasangan yang sepadan, tapi dia sendiri yang harus memilih. Sebagai gantinya, ibu Kelly tidak boleh lagi mengatur pesta kencan buta atau pertemuan serupa tanpa seizinnya.Nadine bertanya, "Milih sendiri?""Iya, selama keluarganya nggak terlalu buruk, ibuku pasti bisa menerimanya. Jadi gampang, aku pilih dari lingkungan kita saja!""Ka
"Olive?" Wilfred memanggilnya sekali lagi."Ada apa?""Tadi kamu telepon agen properti, mau cari rumah ya?"Hati Olive gelisah, takut Wilfred bertanya lebih jauh. Dengan nada ketus, dia menjawab, "Tanya banyak banget sih?! Apa urusannya sama kamu?!"Wilfred merasa sedikit terluka, tapi tidak menunjukkan perasaannya. "Aku 'kan pacarmu, tentu aku peduli.""Aku ini cari pacar, bukan cari bapak.""Kalau kamu merasa aku terlalu cerewet, ya ... aku akan lebih sedikit bicara mulai sekarang." Wilfred berkata hati-hati, takut membuat Olive semakin marah.Melihat Wilfred tidak bertanya lagi soal sewa rumah, Olive diam-diam menghela napas lega. Sikapnya pun mulai melunak. "Berikan padaku." Dia mengulurkan tangan."Apa?""Bubble tea di tanganmu itu, bukannya untukku?""Oh, iya! Hampir lupa ...." Wilfred tersenyum cerah.....Setelah berkutat di laboratorium selama seminggu penuh, akhirnya dua set data berhasil didapatkan. Pekerjaan mereka kini tidak terlalu mendesak lagi. Pada hari Sabtu, Nadine m