Tak lama, hidangan mulai disajikan satu per satu ke meja.Mencium aroma makanan yang menggoda, perut Calvin langsung terasa lapar. Dia mengambil sepotong ayam dengan saus daun bawang yang dagingnya lembut dan berair. "Enak banget! Sudah lama nggak makan ayam dengan saus daun bawang yang autentik begini. Nggak salah aku ikutan hari ini."Mendengar ucapannya, Wilfred langsung mengambil sepotong untuk mencicipi. "Memang enak! Olive, kamu juga harus coba.""Nggak mau, aku lagi diet."Wilfred buru-buru menarik kembali sendoknya dan memindahkan ayam itu ke piringnya sendiri sambil tersenyum. "Kalau begitu, nanti waktu kamu nggak diet lagi, kita berdua bisa datang lagi, 'kan?"Olive memutar bola matanya dengan malas. "Siapa bilang aku mau datang lagi sama kamu?"Di sisi meja lainnya yang lebih ramai, Kamila terlihat dalam suasana hati yang baik. Dia menoleh ke arah Nadine, lalu bertanya dengan penasaran, "Nadine, aku belum sempat nanya. Berapa usiamu tahun ini? Kalau September nanti kamu baru
Saat itu, Kamila tiba-tiba angkat bicara, "Kalau memang akselerasi dari S1 langsung ke S3, Universitas Brata sebenarnya memang punya beberapa jurusan yang bisa mendaftar. Tapi syaratnya sangat ketat. Nadine, jurusan apa yang kamu ambil saat S1?""Bioinformatika.""Fakultas Ilmu Kehidupan?" Kamila kemudian menoleh ke arah Wilfred. "Sepertinya kamu lebih paham. Jurusan Bioinformatika punya program akselerasi S1-S3 nggak?"Dalam sekejap, semua mata tertuju pada Wilfred, termasuk Olive yang terlihat penuh rasa penasaran."Uh ...." Wilfred meletakkan sendoknya dan berpikir sejenak. "Umumnya, jurusan ini nggak punya program akselerasi S1-S3 ...."Olive langsung berdiri dengan tegas dan menatap Nadine dengan dingin. "Faktanya sudah jelas, mau ngomong apa lagi sekarang?"Namun, Kamila yang lebih teliti, memperhatikan pilihan kata Wilfred. "Wil, apa maksudmu 'umumnya'? Apa ada pengecualian?"Wilfred mengangguk. "Ada. Setiap tahun, Fakultas Ilmu Kehidupan biasanya menyediakan 1-2 'kuota penerima
Kamila terkejut. Apa Nadine sedang pamer?Calvin tidak menyangka bahwa acara makan ini malah membawa kejutan besar. "Jadi, kamu ini mahasiswa yang sering disebut sama Bu Freya sebagai 'penyesalan terbesar'? Nggak kusangka .... Jadi, siapa pembimbingmu untuk program magister tahun ini?"Nadine menjawab singkat, "Bu Freya."Calvin langsung bertepuk tangan. "Pasti Bu Freya senang sekali sama keputusanmu!"Hanya Olive sendirian yang masih berdiri. Ekspresi yang tadinya penuh keraguan dan keangkuhan langsung berubah menjadi canggung dan malu. Dia merasa serba salah.Untung saja, Wilfred membantunya mencari alasan, "Olive, duduk dulu. Bilang saja mau makan apa, aku bantu ambilkan. Sayur-sayuran ada di dekatku, lebih mudah kalau aku yang ambilkan.""Terima kasih," kata Olive yang akhirnya duduk kembali.Wilfred lalu beralih ke Nadine dan menatapnya dengan raut menyesal. "Maaf ya, Nadine. Olive memang orangnya begitu, suka bersikap blak-blakan. Tapi dia nggak punya maksud buruk, kok. Setelah k
Apa maksudnya ini? Didengar dari nada bicaranya yang alami, sepertinya mereka berdua sudah sering pulang bersama. Bahkan kemungkinan, mereka tinggal serumah ....Kamila menatap ke arah mobil yang perlahan menghilang dari pandangan. Setelah beberapa detik, dia akhirnya mengalihkan pandangannya lalu mencubit lengan Wilfred. "Wil, aku nggak salah lihat, 'kan?"Wilfred meringis kesakitan. "Kamila, lain kali kalau mau nyubit, cubit dirimu sendiri dong!"Kamila membela diri. "Kamu masih muda, regenerasi tubuhmu lebih cepat. Dicubit begini nggak akan masalah."Wilfred kehabisan kata-kata. Sementara itu, Calvin hanya tersenyum dan tidak ikut berkomentar. Kemudian, dia berjalan santai menuju rumahnya.Di sisi lain, Olive tampak sangat kesal. Wajahnya sudah tidak bisa lagi digambarkan dengan kata "muram". Tanpa menunggu Wilfred, dia langsung masuk ke mobil dan pergi sendiri.Wilfred hanya bisa menunduk, menyembunyikan ekspresi kecewanya.'Nggak apa-apa, lagian aku sudah terbiasa.' Dia mencoba me
Kamila langsung tanggap ketika mendengar itu adalah masalah teknis. Setelah memahami langkah-langkah eksperimen Nadine, dia segera memberikan beberapa saran perbaikan.Sementara itu, Olive masuk ke ruangan. Melihat Nadine yang tampak serius bekerja, dia hanya mencibir dalam hati. Baginya, seorang lulusan S1 tidak mungkin memiliki banyak pengetahuan. Nadine pasti hanya berlagak serius!Nadine sibuk sepanjang pagi. Ketika akhirnya menoleh, dia menyadari bahwa sebagian besar rekan kerjanya sudah meninggalkan meja eksperimen masing-masing, mungkin untuk makan siang atau istirahat.Setelah melirik jam, Nadine menyadari masih ada waktu istirahat satu setengah jam. Dia pun berencana keluar untuk mencari makanan cepat saji sebelum kembali melanjutkan eksperimen. Namun, baru saja keluar dari ruangan, dia melihat Arnold berjalan mendekat sambil membawa kantong makanan."Tadi aku mampir ke bawah untuk beli makan. Sekalian kubawakan satu untukmu," katanya sambil menyerahkan kantong itu.Nadine mem
"Nadine! Coba hitung berapa kali aku meneleponmu? Kamu nggak angkat satu pun!! Sudah berapa lama ini? Kalau aku nggak telepon, apa kamu berencana nggak mau menghubungiku seumur hidup?" Kelly benar-benar marah, suaranya seperti petasan yang meledak bertubi-tubi.Nadine membuka riwayat panggilan di ponselnya dan melihat deretan panggilan tak terjawab ... semuanya dari Kelly. Sebenarnya, beberapa kali Nadine memang berniat menelepon balik, tapi setiap kali terlupa karena kesibukan.Merasa bersalah, dia segera meminta maaf, "Maaf, Kelly. Aku benar-benar terlalu sibuk beberapa hari ini. Terus, aku juga lupa .... Uh, aku janji, ke depannya aku akan mengurangi, eh, nggak, aku akan menghindari hal ini terjadi lagi!"Sebenarnya, Kelly sudah tahu tentang Nadine bergabung ke laboratorium sejak hari kedua.Hubungan Kelly dengan Arnold hanya biasa-biasa saja. Ketika masih kecil, mereka cukup dekat. Namun setelah Arnold melanjutkan studi ke luar negeri dan jarang pulang, sia berubah menjadi sosok "
"Kalian lihat ini, perhitunganku benar nggak?"Setelah melihatnya dengan saksama, Wilfred mengangguk. "Seharusnya nggak masalah lagi."Calvin yang berpengalaman, langsung bisa melihat letak kesalahannya dalam sekejap. "Dua bagian ini tetap nggak cocok.""Data di baris ketujuh juga salah hitung, bukan 50 dan 71, seharusnya 50,2 dan ... 70,88." Saat Nadine lewat dan melihat deretan panjang data di layar, dia langsung menyadari bahwa ada dua nilai yang salah di titik ketujuh.Sejak awal, hubungan mereka dengan Nadine memang tidak terlalu dekat, tapi juga tidak benar-benar menjauhinya.Bukan berarti mereka mengucilkannya, tapi mereka juga tidak benar-benar menganggapnya bagian dari kelompok itu. Bahkan sosok seperti Kamila yang ramah ataupun Calvin yang sabar pun tidak bisa terlalu dekat dengannya.Jarak antara mereka timbul karena perbedaan latar belakang akademis, status, usia, dan waktu yang mereka habiskan bersama. Sikap mereka terhadap Wilfred dan Olive jelas jauh lebih akrab dibandin
Calvin juga memiliki pemikiran yang sama, jadi dia tidak membela Nadine.Olive terus melanjutkan, "Manusia itu harus tahu diri, paham nggak? Kamu anak biologi, tapi berani mengomentari data eksperimen kelompok fisika. Kalau cerita ini tersebar, pasti akan ditertawakan orang ...."Namun, tiba-tiba Wilfred yang sedari tadi sibuk mengetik sesuatu di depan komputernya, berdiri dengan penuh semangat. "Aku baru saja menghitung ulang dan Nadine benar!"Ucapan Olive langsung terhenti. Kamila dan Calvin tercengang.Wilfred melanjutkan, "Angkanya bukan 50 dan 70, seharusnya lebih akurat menjadi 50,2 dan 70,88! Hanya sedikit perbedaan ini yang membuat semua nilai setelah titik ketujuh jadi kacau." Begitulah dunia penelitian. Terkadang, kesalahan sekecil apa pun bisa menyebabkan hasil yang sangat jauh berbeda.Calvin segera mendekati layar komputer, memeriksa ulang data dengan saksama. Dia menghitung ulang menggunakan nilai yang diperbaiki menjadi 50,2 dan 70,88. Benar saja, semua nilai berikutnya
Kedua orang itu langsung menoleh ke arah Darius. Darius menggaruk kepalanya. "Kenapa kalian melihatku seperti ini ...." Rasanya agak canggung."Darius, sebenarnya keluargamu itu bergerak di bidang apa sih?" Mikha menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.Nadine ikut bertanya, "Aku ingat, terakhir kali kamu bilang orang tuamu ... adalah pegawai negeri?"Kelihatannya, pegawai negeri yang dimaksud bukan pegawai biasa. Nadine hanya menyebutkan secara singkat dan tidak bertanya lebih jauh.Mikha mungkin blak-blakan, tetapi dia juga tahu kapan harus berhenti. Ada yang bilang anak-anak dari keluarga pejabat tinggi biasanya sangat low profile. Jadi, masuk akal kalau Darius tidak pernah menyebutkannya sebelumnya.Darius akhirnya menghela napas lega. "Aku pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusnya.""Oke!" Mikha mengangkat tangan, "Demi laboratorium ...."Darius menyambung, "Demi nggak diusir lagi ...."Keduanya menoleh menatap Nadine.Nadine sempat terdiam, lalu spontan berseru, "M
"Ayahku punya properti, rumahnya tak terhitung jumlahnya! Dia yang selalu mengusir orang lain, nggak ada yang bisa mengusirnya!""Jadi, semuanya harus milik kita sendiri agar kita punya posisi kuat! Akademi meminjamkan kita ruangan bobrok, nggak ada CPRT, alat pemadam kebakaran pun nggak lengkap. Kita mati-matian menghasilkan penelitian, tapi akhirnya semua kredit jatuh ke akademi?""Memangnya di dunia ini ada hal sebaik itu? Aku sudah muak!"Mikha tidak pernah mengalami ketidakadilan seperti ini."Apa hebatnya sih? Cuma sebuah ruangan usang, alat-alatnya pun kita beli sendiri!"Amarah Mikha meledak-ledak. Dia benar-benar tidak bisa menoleransi ketidakadilan ini. Ketika dia melampiaskan kekesalan, air liurnya bahkan hampir menciprat ke mana-mana, membuat Darius dan Nadine melongo."Eh ... apa aku menakuti kalian?" Wajah Mikha yang bulat tampak malu untuk sesaat. Dia buru-buru menjelaskan, "Biasanya aku nggak seperti ini. Tapi kalau sudah marah, aku susah berhenti .... Ehem, ehem!"Dari
Nadine melihat ekspresi tak berdaya di wajah Arnold dan tak bisa menahan tawa."Ambil saja, Paman. Daging sapi bumbu buatan ayahku ini luar biasa enak, nggak semua orang bisa mencicipinya.""Kamu memanggilku apa?" Dia melangkah mendekat dan satu tangan bertumpu di dinding. "Hmm?"Nadine tak punya ruang untuk mundur lagi, hanya bisa menatapnya dengan wajah polos. "Aku cuma menyampaikan kata-kata ayahku, bukan aku yang mengatakannya.""Pak, lorong ini sempit. Kamu ... nggak mau mundur sedikit?"Arnold teringat bahwa dirinya masih sakit dan khawatir menularkannya pada Nadine. Dia menghela napas pelan, menarik kembali tangannya, lalu mundur ke samping.Nadine sekali lagi merasa kagum. Pria ini benar-benar mudah diajak bicara dan sangat gentleman.Arnold menerima daging sapi itu, sementara Nadine membawa sisanya kembali ke rumah. Dia lalu memotret dan mengirimkannya kepada Jeremy.Balasan segera masuk.[ Sudah kasih Arnold? ][ Sudah, sudah! Ayah, bukankah kamu terlalu baik padanya? ]Jerem
Nadine agak tertegun. "Untukku? Lalu, kamu ...."Arnold berkata, "Aku nggak kedinginan.""Terima kasih."Setibanya di ujung gang, Arnold meminta Nadine menunggu sebentar, lalu masuk ke minimarket di samping. Tak sampai satu menit, dia keluar dengan dua cangkir minuman di tangannya."Nah."Nadine menerimanya, lalu mencium aromanya dengan penasaran. "Apa ini?""Teh merah jahe."Nadine mengangkat alis. "Minimarket menjual ini?" Kenapa dia sama sekali tidak punya kesan tentang itu?"Menu musiman, baru saja tersedia.""Punyamu juga?"Arnold menggeleng. "Bukan, aku pesan teh gandum hitam."Nadine menggenggam cangkir kertas itu, telapak tangannya terasa hangat. Ditambah jaket yang masih menyelimutinya, seluruh tubuhnya seperti dipenuhi kehangatan. Bahkan, pipinya tampak agak merah.Setelah naik tangga, Nadine melepaskan jaket itu dan mengembalikannya kepada Arnold. "Terima kasih, selamat malam."Arnold tersenyum tipis. "Selamat malam."Keduanya pun masuk ke rumah masing-masing.Setelah mandi,
Arnold hari ini ada kelas. Saat jam istirahat, dia mendengar dua mahasiswa membicarakan bahwa ada laboratorium di Fakultas Ilmu Hayati yang diberikan surat perintah renovasi oleh dinas pemadam kebakaran.Awalnya dia tidak terlalu peduli, sampai tiba-tiba nama Nadine disebut dalam percakapan mereka. Begitu bertanya lebih lanjut, dia baru tahu bahwa laboratorium yang dimaksud adalah milik Nadine.Tanpa berpikir panjang, Arnold langsung menuju ke sana dan tiba tepat saat ketiga orang itu sedang berbicara."Pak." Nadine menyapanya, "Kenapa tiba-tiba ke sini? Silakan masuk."Mikha dan Darius juga segera menyapa.Arnold berkata, "Aku sudah tahu semuanya. Kalau renovasi pemadam kebakaran dilakukan sesuai prosedur, setidaknya akan memakan waktu 2 bulan. Untuk sementara, pakai saja laboratoriumku. Kalian bisa memindahkan semua peralatan ke sana, pasti muat."Kedengarannya memang solusi yang cukup baik .... Namun, Mikha dan Darius tidak langsung menyetujui. Mereka justru menatap Nadine untuk mem
"Siapa yang menyuruh kalian masuk? Laboratorium kami nggak menerima hewan berkaki dua. Kalau punya akal, cepat pergi sebelum kami bertindak.""Siapa yang kamu maki, hah?" Kaeso berang hingga wajahnya memerah.Darius menimpali dengan santai, "Siapa yang menanggapi, berarti dia yang kumaki. Lihat saja, langsung ada binatang yang merasa tersindir.""Kamu ...."Nella tersenyum sinis. "Apa yang kalian banggakan sih? Seluruh laboratorium nggak bermasalah, cuma laboratorium kalian yang harus direnovasi. Malu-maluin saja, tapi masih berani keras kepala!""Kudengar, perbaikan keamanan kebakaran bisa makan waktu berbulan-bulan. Kasihan, kalian jadi nggak bisa pakai laboratorium dalam waktu dekat. Apa hebatnya menerbitkan makalah di Science? Nyatanya tetap nggak dianggap penting oleh fakultas. Ngapain sok hebat?"Nadine tersenyum. "Sebenarnya aku malas bicara karena takut kamu nggak sanggup menerimanya. Tapi kalau dipikir lagi, bersikap baik pada binatang buas sama saja dengan menyiksa diri sendi
Diana menyilangkan tangan sambil menatap dari atas. "Laporan apa?""Jangan pura-pura bodoh! Inspeksi pemadam kebakaran di laboratorium lain nggak ada masalah, tapi cuma laboratorium Nadine yang diberi surat perintah perbaikan. Kamu berani bilang ini nggak ada hubungannya denganmu?"Diana tersenyum tipis. "Aku sibuk. Setiap hari harus mengurus laporan dan menulis jurnal, mana ada waktu untuk ribut dengan anak-anak kecil? Tapi ... kalau ada orang lain yang nggak suka dengan mereka, itu di luar kendaliku."Bagaimanapun, dia punya banyak mahasiswa. Kalau ada satu atau dua yang tidak suka dengan kelompok Nadine, itu hal yang wajar, 'kan?"Sekarang kamu semakin berani ya? Berani bertindak tanpa memberitahuku dulu. Kamu ini masih menganggapku sebagai atasanmu atau nggak?"Diana mengerutkan kening. "Kamu memanggilku cuma untuk ini? Sekarang kamu mau membela mahasiswa Freya? Heh, ini bukan gayamu."Konan tertawa dingin. "Kamu pikir trik murahanmu itu sangat cerdas? Dasar bodoh!""Inspeksi pemad
"Saat itu kami ada di laboratorium, bukannya nggak ada orang. Mesin itu cuma nggak digunakan sementara, jadi secara otomatis masuk ke mode siaga. Kami juga akan menggunakannya lagi nanti. Siapa yang akan kurang kerjaan memutus dayanya?" jelas Mikha dengan kesal.Nadine sudah memiliki dugaan di benaknya, tetapi masih perlu memastikannya. "Ayo, kita ke laboratorium seberang."Mikha bingung. "Kenapa kita melihat mereka? Itu 'kan laboratorium dari jurusan lain, nggak ada hubungannya dengan kita ...."Darius juga merasa ada sesuatu yang aneh dan segera mengikuti Nadine. "Kalau disuruh pergi ya pergi, kenapa banyak tanya?"Mikha termangu sesaat. 'Wah, nyalinya semakin besar saja ya!'Ketiganya tiba di laboratorium seberang. Benar saja, sudut ruangan dilengkapi dengan satu set lengkap peralatan pemadam kebakaran."Ini ...." Mikha melongo. "Padahal bulan lalu belum ada!"Mereka memeriksa beberapa laboratorium lain. Hasilnya sama, semua yang sebelumnya tidak memiliki peralatan kini sudah lengka
"Ada apa?" tanya Nadine.Keduanya langsung mendongak, seperti anak kecil yang akhirnya melihat orang tua mereka setelah mendapatkan perlakuan tidak adil.Mikha langsung berlari ke arahnya, matanya sudah memerah bahkan sebelum sempat bicara. Darius menyusul di belakang, ekspresinya jelas tegang dan tangannya juga terkepal erat.Nadine langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tetap tenang. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian duduk di luar dan nggak masuk?""Kak Nadine ...." Mikha berusaha menahan air matanya. Meskipun matanya sudah berkaca-kaca, dia tetap bersikeras untuk tidak membiarkannya jatuh. "Kami nggak bisa masuk lagi!""Apa maksudnya nggak bisa masuk lagi?" Nadine terkejut."Kemarin, tim inspeksi kampus dan pemadam kebakaran distrik tiba-tiba datang ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ...."Pemeriksaan kebakaran adalah prosedur rutin, jadi mereka berdua tidak berpikir terlalu banyak dan langsung membukakan pintu serta bekerja sama dengan baik.Siapa sangka,