Ekspresi Nadine menjadi dingin. "Semua orang sudah melihat video wawancaraku. Kalau kamu keberatan dengan nilaiku, laporkan saja pada pihak universitas. Untuk apa berkoar-koar di sini?""Masyarakat zaman sekarang terlalu tercela. Misalnya biang kerok yang menyebarkan fotoku dengan Pak Arnold. Sampai sekarang belum diketahui siapa dalangnya."Nadine berbicara sambil menatap Clarine lekat-lekat. Dia tidak ingin melewatkan sedikit pun perubahan pada ekspresi Clarine.Sesuai dugaan, Clarine mengalihkan pandangannya dengan takut. Nadine pun yakin bahwa Clarine adalah pelakunya. Hal ini tidak berada di luar dugaannya.Nadine meneruskan, "Kamu tiba-tiba menyindirku. Kenapa aku bisa mendengar kecemburuan dari nada bicaramu?"Clarine terlihat seperti sedang menyalahkan diri sendiri karena tidak terpikir akan metode seperti ini sejak awal."Jangan sombong. Kamu seharusnya belum tahu Eva hamil anak kakakku, 'kan?" timpal Clarine.Nadine membalas dengan tidak acuh, "Aku sudah tahu sejak siang tadi
"Serius? Benaran?" Clarine tampak sangat girang."Tentu saja!""Aku mau! Aku sudah lama mengagumimu! Aku ingin sekali menjadi muridmu, Bu!" Clarine seolah-olah sudah lupa dirinya baru dari rumah Freya."Baguslah kalau begitu. Siapa namamu?"Clarine menyahut, "Namaku Clarine. Aku dari Fakultas Biologi Universitas Brata.""Oh, seharusnya fondasimu bagus." Diana tersenyum sambil mengangguk puas. "Datang ke Area C setelah kuliah dimulai nanti. Biar kuperkenalkan kamu dengan seniormu."Senior? Clarine baru teringat Diana punya rencana penelitian. Dia sungguh bersemangat. Kalau ada kesempatan, bukankah dia akan bergabung dengan tim eksperimen?Patut diketahui bahwa tim eksperimen Universitas Brata adalah salah satu yang terbaik. Nadine saja belum tentu memenuhi kualifikasi untuk masuk.Setelah memikirkan ini, senyuman Clarine menjadi makin lebar. Diana juga tersenyum puas saat melihat Clarine yang bermulut manis.Kemudian, Diana menyipitkan matanya memandang ke arah rumah Freya. Senyumannya
Freya baru saja mendapat kabar bahwa 70 persen dana tahun ini dialokasikan untuk tim eksperimen Diana. Sisanya baru miliknya. Jika dikurangi biaya lain, bagian yang diperoleh Freya mungkin kurang dari 20 persen.Selama beberapa tahun ini, karena tidak ada perkembangan terbaru pada penelitiannya, Freya tidak bisa menulis tesis. Makanya, tidak ada hasil penelitian apa pun. Lambat laun, dana yang diperolehnya pun menjadi makin sedikit. Sementara itu, dia sudah tua dan kesehatannya mulai memburuk. Tidak ada satu pun muridnya yang bisa melanjutkan eksperimennya.Hal ini membuat Freya tak kuasa mengembuskan napas panjang. Saat ini, Diana yang tinggal di seberang menghampiri dengan tersenyum."Bu Freya, selamat sore. Kamu baru balik dari laboratorium ya? Dengar-dengar timmu punya penemuan baru? Benar nggak?" tanya Diana.Freya tidak berbicara."Oh, sepertinya itu cuma kabar burung. Kulihat kamu sangat rajin ke laboratorium. Tapi, kenapa nggak ada hasil apa pun?""Dengar-dengar, dana untuk tim
Nadine punya sebuah pemikiran. Namun, sebelum ini, dia harus menunggu dulu. Setelah kontrak berakhir, dia baru bisa mengambil tindakan.....Hari ini, Nadine hendak pergi ke perpustakaan seperti biasa. Begitu keluar, dia langsung bertemu Arnold. Belakangan ini, Arnold sibuk membuat persiapan untuk topik penelitian baru. Dia bekerja lembur dan baru pulang dari laboratorium."Pagi, Pak Arnold," sapa Nadine sambil tersenyum."Sebenarnya aku ingin tanya sesuatu. Kamu masih ingat penelitianku yang belum selesai?"Nadine mengangguk. Topik penelitian itu sangat sesuai dengan arah penelitian Nadine. Selain itu, Nadine merasa sangat sayang karena penelitian itu berhenti di tengah jalan.Arnold bertanya, "Kamu sudah pertimbangkan? Mau dilanjutkan nggak?"Nadine segera mengangguk. "Tentu saja mau! Tapi, aku nggak punya laboratorium. Aku nggak bisa menyelesaikan bagian data. Jadi, sebaiknya ...."Setiap kesimpulan harus didukung oleh data. Sementara itu, data diperoleh dari catatan eksperimen yang
Arnold berkata, "Kamu boleh menggunakan laboratorium kapan saja. Datang saja kalau kamu senggang."Nadine bukan hanya harus memahami setumpuk data yang diberikan Freya kepadanya, tetapi juga harus memperhatikan hasil penelitian terkini di bidang terkait. Bahkan, masih ada topik tesis yang harus diselesaikan. Bisa dilihat bahwa dia sangat sibuk.Arnold tentu tahu kesibukan Nadine. Hanya saja, dengan kemampuan Nadine, seharusnya tidak ada masalah baginya.Kemudian, Arnold menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan saat berada di laboratorium. Setiap laboratorium memiliki fungsi yang berbeda, makanya yang harus diperhatikan juga berbeda. Nadine menyimak dengan cermat, bahkan mencatat beberapa poin penting."Untuk sekarang, cuma ada satu tim yang kupimpin. Selain aku, masih ada empat anggota di sini. Kuperkenalkan kalau ada kesempatan nan ...."Sebelum Arnold selesai berbicara, seorang pria berkacamata yang berusia 40-an tahun keluar dari ruang pantri. Tubuh yang tinggi dan tegap mem
Hal pertama yang muncul di pandangan semua orang adalah kaki ramping yang dibungkus sepatu bots. Di balik mantel berwarna camel adalah sweter berwarna putih. Dia menjinjing tas Hermes berwarna abu. Penampilannya sungguh modis dari atas hingga bawah.Mata Olive langsung berbinar-binar melihat Arnold. "Pak Arnold, selamat pagi!""Pagi." Arnold mengangguk ringan."Olive, kuperkenalkan dulu. Ini anggota baru, Nadine. Usianya lebih muda beberapa tahun darimu," ucap Wilfred.Saat ini, Olive baru menyadari ada orang baru di laboratorium. Senyumannya sontak membeku. Sebelumnya, dia adalah yang termuda di laboratorium ini. Semua orang mengalah kepadanya. Akan tetapi, dia memang punya modal untuk disanjung.Olive sudah tamat S2 dan menempuh pendidikan S3 di Universitas Brata. Kualifikasi akademik ini sungguh mengesankan. Selain itu, karena dia bisa bergabung dengan tim eksperimen Arnold, berarti kemampuannya memang tidak biasa.Nadine menyapa seperti biasa. Sementara itu, Olive mengangkat alisny
Wanita ini bahkan tidak repot-repot menutupi kebenciannya kepada Nadine. Kamila dan lainnya tidak menyangka Olive akan menolak. Suasana seketika menjadi canggung.Wajah Arnold menjadi suram. Wilfred memaksakan diri untuk mencairkan suasana. Dia berucap kepada Olive, "Aku sudah bantu kamu periksa data itu. Hasilnya paling lama besok pagi baru keluar. Jarang-jarang kita bisa kumpul lho. Pasti seru makan bersama.""Lagian, kita semua tahu betapa sibuknya Pak Arnold selama ini. Hari ini dia mau traktir. Masa kamu nggak menghargai ajakannya?"Wajah Olive awalnya terlihat agak kesal. Setelah mendengar kalimat terakhir Wilfred, dia diam-diam mendongak dan melirik Arnold. Wajah tampan itu terlihat suram. Meskipun begitu, Arnold tetap terlihat menarik.Pada akhirnya, Olive hanya bisa mengalah. "Ya sudah, aku juga nggak ingin merusak suasana."Wilfred menghela napas lega. Namun, pada saat yang sama dia merasa agak kecewa. Olive ini susah sekali dibujuk. Hanya Arnold yang bisa membuatnya berubah
Tak lama, hidangan mulai disajikan satu per satu ke meja.Mencium aroma makanan yang menggoda, perut Calvin langsung terasa lapar. Dia mengambil sepotong ayam dengan saus daun bawang yang dagingnya lembut dan berair. "Enak banget! Sudah lama nggak makan ayam dengan saus daun bawang yang autentik begini. Nggak salah aku ikutan hari ini."Mendengar ucapannya, Wilfred langsung mengambil sepotong untuk mencicipi. "Memang enak! Olive, kamu juga harus coba.""Nggak mau, aku lagi diet."Wilfred buru-buru menarik kembali sendoknya dan memindahkan ayam itu ke piringnya sendiri sambil tersenyum. "Kalau begitu, nanti waktu kamu nggak diet lagi, kita berdua bisa datang lagi, 'kan?"Olive memutar bola matanya dengan malas. "Siapa bilang aku mau datang lagi sama kamu?"Di sisi meja lainnya yang lebih ramai, Kamila terlihat dalam suasana hati yang baik. Dia menoleh ke arah Nadine, lalu bertanya dengan penasaran, "Nadine, aku belum sempat nanya. Berapa usiamu tahun ini? Kalau September nanti kamu baru
Kedua orang itu langsung menoleh ke arah Darius. Darius menggaruk kepalanya. "Kenapa kalian melihatku seperti ini ...." Rasanya agak canggung."Darius, sebenarnya keluargamu itu bergerak di bidang apa sih?" Mikha menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.Nadine ikut bertanya, "Aku ingat, terakhir kali kamu bilang orang tuamu ... adalah pegawai negeri?"Kelihatannya, pegawai negeri yang dimaksud bukan pegawai biasa. Nadine hanya menyebutkan secara singkat dan tidak bertanya lebih jauh.Mikha mungkin blak-blakan, tetapi dia juga tahu kapan harus berhenti. Ada yang bilang anak-anak dari keluarga pejabat tinggi biasanya sangat low profile. Jadi, masuk akal kalau Darius tidak pernah menyebutkannya sebelumnya.Darius akhirnya menghela napas lega. "Aku pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusnya.""Oke!" Mikha mengangkat tangan, "Demi laboratorium ...."Darius menyambung, "Demi nggak diusir lagi ...."Keduanya menoleh menatap Nadine.Nadine sempat terdiam, lalu spontan berseru, "M
"Ayahku punya properti, rumahnya tak terhitung jumlahnya! Dia yang selalu mengusir orang lain, nggak ada yang bisa mengusirnya!""Jadi, semuanya harus milik kita sendiri agar kita punya posisi kuat! Akademi meminjamkan kita ruangan bobrok, nggak ada CPRT, alat pemadam kebakaran pun nggak lengkap. Kita mati-matian menghasilkan penelitian, tapi akhirnya semua kredit jatuh ke akademi?""Memangnya di dunia ini ada hal sebaik itu? Aku sudah muak!"Mikha tidak pernah mengalami ketidakadilan seperti ini."Apa hebatnya sih? Cuma sebuah ruangan usang, alat-alatnya pun kita beli sendiri!"Amarah Mikha meledak-ledak. Dia benar-benar tidak bisa menoleransi ketidakadilan ini. Ketika dia melampiaskan kekesalan, air liurnya bahkan hampir menciprat ke mana-mana, membuat Darius dan Nadine melongo."Eh ... apa aku menakuti kalian?" Wajah Mikha yang bulat tampak malu untuk sesaat. Dia buru-buru menjelaskan, "Biasanya aku nggak seperti ini. Tapi kalau sudah marah, aku susah berhenti .... Ehem, ehem!"Dari
Nadine melihat ekspresi tak berdaya di wajah Arnold dan tak bisa menahan tawa."Ambil saja, Paman. Daging sapi bumbu buatan ayahku ini luar biasa enak, nggak semua orang bisa mencicipinya.""Kamu memanggilku apa?" Dia melangkah mendekat dan satu tangan bertumpu di dinding. "Hmm?"Nadine tak punya ruang untuk mundur lagi, hanya bisa menatapnya dengan wajah polos. "Aku cuma menyampaikan kata-kata ayahku, bukan aku yang mengatakannya.""Pak, lorong ini sempit. Kamu ... nggak mau mundur sedikit?"Arnold teringat bahwa dirinya masih sakit dan khawatir menularkannya pada Nadine. Dia menghela napas pelan, menarik kembali tangannya, lalu mundur ke samping.Nadine sekali lagi merasa kagum. Pria ini benar-benar mudah diajak bicara dan sangat gentleman.Arnold menerima daging sapi itu, sementara Nadine membawa sisanya kembali ke rumah. Dia lalu memotret dan mengirimkannya kepada Jeremy.Balasan segera masuk.[ Sudah kasih Arnold? ][ Sudah, sudah! Ayah, bukankah kamu terlalu baik padanya? ]Jerem
Nadine agak tertegun. "Untukku? Lalu, kamu ...."Arnold berkata, "Aku nggak kedinginan.""Terima kasih."Setibanya di ujung gang, Arnold meminta Nadine menunggu sebentar, lalu masuk ke minimarket di samping. Tak sampai satu menit, dia keluar dengan dua cangkir minuman di tangannya."Nah."Nadine menerimanya, lalu mencium aromanya dengan penasaran. "Apa ini?""Teh merah jahe."Nadine mengangkat alis. "Minimarket menjual ini?" Kenapa dia sama sekali tidak punya kesan tentang itu?"Menu musiman, baru saja tersedia.""Punyamu juga?"Arnold menggeleng. "Bukan, aku pesan teh gandum hitam."Nadine menggenggam cangkir kertas itu, telapak tangannya terasa hangat. Ditambah jaket yang masih menyelimutinya, seluruh tubuhnya seperti dipenuhi kehangatan. Bahkan, pipinya tampak agak merah.Setelah naik tangga, Nadine melepaskan jaket itu dan mengembalikannya kepada Arnold. "Terima kasih, selamat malam."Arnold tersenyum tipis. "Selamat malam."Keduanya pun masuk ke rumah masing-masing.Setelah mandi,
Arnold hari ini ada kelas. Saat jam istirahat, dia mendengar dua mahasiswa membicarakan bahwa ada laboratorium di Fakultas Ilmu Hayati yang diberikan surat perintah renovasi oleh dinas pemadam kebakaran.Awalnya dia tidak terlalu peduli, sampai tiba-tiba nama Nadine disebut dalam percakapan mereka. Begitu bertanya lebih lanjut, dia baru tahu bahwa laboratorium yang dimaksud adalah milik Nadine.Tanpa berpikir panjang, Arnold langsung menuju ke sana dan tiba tepat saat ketiga orang itu sedang berbicara."Pak." Nadine menyapanya, "Kenapa tiba-tiba ke sini? Silakan masuk."Mikha dan Darius juga segera menyapa.Arnold berkata, "Aku sudah tahu semuanya. Kalau renovasi pemadam kebakaran dilakukan sesuai prosedur, setidaknya akan memakan waktu 2 bulan. Untuk sementara, pakai saja laboratoriumku. Kalian bisa memindahkan semua peralatan ke sana, pasti muat."Kedengarannya memang solusi yang cukup baik .... Namun, Mikha dan Darius tidak langsung menyetujui. Mereka justru menatap Nadine untuk mem
"Siapa yang menyuruh kalian masuk? Laboratorium kami nggak menerima hewan berkaki dua. Kalau punya akal, cepat pergi sebelum kami bertindak.""Siapa yang kamu maki, hah?" Kaeso berang hingga wajahnya memerah.Darius menimpali dengan santai, "Siapa yang menanggapi, berarti dia yang kumaki. Lihat saja, langsung ada binatang yang merasa tersindir.""Kamu ...."Nella tersenyum sinis. "Apa yang kalian banggakan sih? Seluruh laboratorium nggak bermasalah, cuma laboratorium kalian yang harus direnovasi. Malu-maluin saja, tapi masih berani keras kepala!""Kudengar, perbaikan keamanan kebakaran bisa makan waktu berbulan-bulan. Kasihan, kalian jadi nggak bisa pakai laboratorium dalam waktu dekat. Apa hebatnya menerbitkan makalah di Science? Nyatanya tetap nggak dianggap penting oleh fakultas. Ngapain sok hebat?"Nadine tersenyum. "Sebenarnya aku malas bicara karena takut kamu nggak sanggup menerimanya. Tapi kalau dipikir lagi, bersikap baik pada binatang buas sama saja dengan menyiksa diri sendi
Diana menyilangkan tangan sambil menatap dari atas. "Laporan apa?""Jangan pura-pura bodoh! Inspeksi pemadam kebakaran di laboratorium lain nggak ada masalah, tapi cuma laboratorium Nadine yang diberi surat perintah perbaikan. Kamu berani bilang ini nggak ada hubungannya denganmu?"Diana tersenyum tipis. "Aku sibuk. Setiap hari harus mengurus laporan dan menulis jurnal, mana ada waktu untuk ribut dengan anak-anak kecil? Tapi ... kalau ada orang lain yang nggak suka dengan mereka, itu di luar kendaliku."Bagaimanapun, dia punya banyak mahasiswa. Kalau ada satu atau dua yang tidak suka dengan kelompok Nadine, itu hal yang wajar, 'kan?"Sekarang kamu semakin berani ya? Berani bertindak tanpa memberitahuku dulu. Kamu ini masih menganggapku sebagai atasanmu atau nggak?"Diana mengerutkan kening. "Kamu memanggilku cuma untuk ini? Sekarang kamu mau membela mahasiswa Freya? Heh, ini bukan gayamu."Konan tertawa dingin. "Kamu pikir trik murahanmu itu sangat cerdas? Dasar bodoh!""Inspeksi pemad
"Saat itu kami ada di laboratorium, bukannya nggak ada orang. Mesin itu cuma nggak digunakan sementara, jadi secara otomatis masuk ke mode siaga. Kami juga akan menggunakannya lagi nanti. Siapa yang akan kurang kerjaan memutus dayanya?" jelas Mikha dengan kesal.Nadine sudah memiliki dugaan di benaknya, tetapi masih perlu memastikannya. "Ayo, kita ke laboratorium seberang."Mikha bingung. "Kenapa kita melihat mereka? Itu 'kan laboratorium dari jurusan lain, nggak ada hubungannya dengan kita ...."Darius juga merasa ada sesuatu yang aneh dan segera mengikuti Nadine. "Kalau disuruh pergi ya pergi, kenapa banyak tanya?"Mikha termangu sesaat. 'Wah, nyalinya semakin besar saja ya!'Ketiganya tiba di laboratorium seberang. Benar saja, sudut ruangan dilengkapi dengan satu set lengkap peralatan pemadam kebakaran."Ini ...." Mikha melongo. "Padahal bulan lalu belum ada!"Mereka memeriksa beberapa laboratorium lain. Hasilnya sama, semua yang sebelumnya tidak memiliki peralatan kini sudah lengka
"Ada apa?" tanya Nadine.Keduanya langsung mendongak, seperti anak kecil yang akhirnya melihat orang tua mereka setelah mendapatkan perlakuan tidak adil.Mikha langsung berlari ke arahnya, matanya sudah memerah bahkan sebelum sempat bicara. Darius menyusul di belakang, ekspresinya jelas tegang dan tangannya juga terkepal erat.Nadine langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tetap tenang. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian duduk di luar dan nggak masuk?""Kak Nadine ...." Mikha berusaha menahan air matanya. Meskipun matanya sudah berkaca-kaca, dia tetap bersikeras untuk tidak membiarkannya jatuh. "Kami nggak bisa masuk lagi!""Apa maksudnya nggak bisa masuk lagi?" Nadine terkejut."Kemarin, tim inspeksi kampus dan pemadam kebakaran distrik tiba-tiba datang ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ...."Pemeriksaan kebakaran adalah prosedur rutin, jadi mereka berdua tidak berpikir terlalu banyak dan langsung membukakan pintu serta bekerja sama dengan baik.Siapa sangka,