Arnold berkata, "Kamu boleh menggunakan laboratorium kapan saja. Datang saja kalau kamu senggang."Nadine bukan hanya harus memahami setumpuk data yang diberikan Freya kepadanya, tetapi juga harus memperhatikan hasil penelitian terkini di bidang terkait. Bahkan, masih ada topik tesis yang harus diselesaikan. Bisa dilihat bahwa dia sangat sibuk.Arnold tentu tahu kesibukan Nadine. Hanya saja, dengan kemampuan Nadine, seharusnya tidak ada masalah baginya.Kemudian, Arnold menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan saat berada di laboratorium. Setiap laboratorium memiliki fungsi yang berbeda, makanya yang harus diperhatikan juga berbeda. Nadine menyimak dengan cermat, bahkan mencatat beberapa poin penting."Untuk sekarang, cuma ada satu tim yang kupimpin. Selain aku, masih ada empat anggota di sini. Kuperkenalkan kalau ada kesempatan nan ...."Sebelum Arnold selesai berbicara, seorang pria berkacamata yang berusia 40-an tahun keluar dari ruang pantri. Tubuh yang tinggi dan tegap mem
Hal pertama yang muncul di pandangan semua orang adalah kaki ramping yang dibungkus sepatu bots. Di balik mantel berwarna camel adalah sweter berwarna putih. Dia menjinjing tas Hermes berwarna abu. Penampilannya sungguh modis dari atas hingga bawah.Mata Olive langsung berbinar-binar melihat Arnold. "Pak Arnold, selamat pagi!""Pagi." Arnold mengangguk ringan."Olive, kuperkenalkan dulu. Ini anggota baru, Nadine. Usianya lebih muda beberapa tahun darimu," ucap Wilfred.Saat ini, Olive baru menyadari ada orang baru di laboratorium. Senyumannya sontak membeku. Sebelumnya, dia adalah yang termuda di laboratorium ini. Semua orang mengalah kepadanya. Akan tetapi, dia memang punya modal untuk disanjung.Olive sudah tamat S2 dan menempuh pendidikan S3 di Universitas Brata. Kualifikasi akademik ini sungguh mengesankan. Selain itu, karena dia bisa bergabung dengan tim eksperimen Arnold, berarti kemampuannya memang tidak biasa.Nadine menyapa seperti biasa. Sementara itu, Olive mengangkat alisny
Wanita ini bahkan tidak repot-repot menutupi kebenciannya kepada Nadine. Kamila dan lainnya tidak menyangka Olive akan menolak. Suasana seketika menjadi canggung.Wajah Arnold menjadi suram. Wilfred memaksakan diri untuk mencairkan suasana. Dia berucap kepada Olive, "Aku sudah bantu kamu periksa data itu. Hasilnya paling lama besok pagi baru keluar. Jarang-jarang kita bisa kumpul lho. Pasti seru makan bersama.""Lagian, kita semua tahu betapa sibuknya Pak Arnold selama ini. Hari ini dia mau traktir. Masa kamu nggak menghargai ajakannya?"Wajah Olive awalnya terlihat agak kesal. Setelah mendengar kalimat terakhir Wilfred, dia diam-diam mendongak dan melirik Arnold. Wajah tampan itu terlihat suram. Meskipun begitu, Arnold tetap terlihat menarik.Pada akhirnya, Olive hanya bisa mengalah. "Ya sudah, aku juga nggak ingin merusak suasana."Wilfred menghela napas lega. Namun, pada saat yang sama dia merasa agak kecewa. Olive ini susah sekali dibujuk. Hanya Arnold yang bisa membuatnya berubah
Tak lama, hidangan mulai disajikan satu per satu ke meja.Mencium aroma makanan yang menggoda, perut Calvin langsung terasa lapar. Dia mengambil sepotong ayam dengan saus daun bawang yang dagingnya lembut dan berair. "Enak banget! Sudah lama nggak makan ayam dengan saus daun bawang yang autentik begini. Nggak salah aku ikutan hari ini."Mendengar ucapannya, Wilfred langsung mengambil sepotong untuk mencicipi. "Memang enak! Olive, kamu juga harus coba.""Nggak mau, aku lagi diet."Wilfred buru-buru menarik kembali sendoknya dan memindahkan ayam itu ke piringnya sendiri sambil tersenyum. "Kalau begitu, nanti waktu kamu nggak diet lagi, kita berdua bisa datang lagi, 'kan?"Olive memutar bola matanya dengan malas. "Siapa bilang aku mau datang lagi sama kamu?"Di sisi meja lainnya yang lebih ramai, Kamila terlihat dalam suasana hati yang baik. Dia menoleh ke arah Nadine, lalu bertanya dengan penasaran, "Nadine, aku belum sempat nanya. Berapa usiamu tahun ini? Kalau September nanti kamu baru
Saat itu, Kamila tiba-tiba angkat bicara, "Kalau memang akselerasi dari S1 langsung ke S3, Universitas Brata sebenarnya memang punya beberapa jurusan yang bisa mendaftar. Tapi syaratnya sangat ketat. Nadine, jurusan apa yang kamu ambil saat S1?""Bioinformatika.""Fakultas Ilmu Kehidupan?" Kamila kemudian menoleh ke arah Wilfred. "Sepertinya kamu lebih paham. Jurusan Bioinformatika punya program akselerasi S1-S3 nggak?"Dalam sekejap, semua mata tertuju pada Wilfred, termasuk Olive yang terlihat penuh rasa penasaran."Uh ...." Wilfred meletakkan sendoknya dan berpikir sejenak. "Umumnya, jurusan ini nggak punya program akselerasi S1-S3 ...."Olive langsung berdiri dengan tegas dan menatap Nadine dengan dingin. "Faktanya sudah jelas, mau ngomong apa lagi sekarang?"Namun, Kamila yang lebih teliti, memperhatikan pilihan kata Wilfred. "Wil, apa maksudmu 'umumnya'? Apa ada pengecualian?"Wilfred mengangguk. "Ada. Setiap tahun, Fakultas Ilmu Kehidupan biasanya menyediakan 1-2 'kuota penerima
Kamila terkejut. Apa Nadine sedang pamer?Calvin tidak menyangka bahwa acara makan ini malah membawa kejutan besar. "Jadi, kamu ini mahasiswa yang sering disebut sama Bu Freya sebagai 'penyesalan terbesar'? Nggak kusangka .... Jadi, siapa pembimbingmu untuk program magister tahun ini?"Nadine menjawab singkat, "Bu Freya."Calvin langsung bertepuk tangan. "Pasti Bu Freya senang sekali sama keputusanmu!"Hanya Olive sendirian yang masih berdiri. Ekspresi yang tadinya penuh keraguan dan keangkuhan langsung berubah menjadi canggung dan malu. Dia merasa serba salah.Untung saja, Wilfred membantunya mencari alasan, "Olive, duduk dulu. Bilang saja mau makan apa, aku bantu ambilkan. Sayur-sayuran ada di dekatku, lebih mudah kalau aku yang ambilkan.""Terima kasih," kata Olive yang akhirnya duduk kembali.Wilfred lalu beralih ke Nadine dan menatapnya dengan raut menyesal. "Maaf ya, Nadine. Olive memang orangnya begitu, suka bersikap blak-blakan. Tapi dia nggak punya maksud buruk, kok. Setelah k
Apa maksudnya ini? Didengar dari nada bicaranya yang alami, sepertinya mereka berdua sudah sering pulang bersama. Bahkan kemungkinan, mereka tinggal serumah ....Kamila menatap ke arah mobil yang perlahan menghilang dari pandangan. Setelah beberapa detik, dia akhirnya mengalihkan pandangannya lalu mencubit lengan Wilfred. "Wil, aku nggak salah lihat, 'kan?"Wilfred meringis kesakitan. "Kamila, lain kali kalau mau nyubit, cubit dirimu sendiri dong!"Kamila membela diri. "Kamu masih muda, regenerasi tubuhmu lebih cepat. Dicubit begini nggak akan masalah."Wilfred kehabisan kata-kata. Sementara itu, Calvin hanya tersenyum dan tidak ikut berkomentar. Kemudian, dia berjalan santai menuju rumahnya.Di sisi lain, Olive tampak sangat kesal. Wajahnya sudah tidak bisa lagi digambarkan dengan kata "muram". Tanpa menunggu Wilfred, dia langsung masuk ke mobil dan pergi sendiri.Wilfred hanya bisa menunduk, menyembunyikan ekspresi kecewanya.'Nggak apa-apa, lagian aku sudah terbiasa.' Dia mencoba me
Kamila langsung tanggap ketika mendengar itu adalah masalah teknis. Setelah memahami langkah-langkah eksperimen Nadine, dia segera memberikan beberapa saran perbaikan.Sementara itu, Olive masuk ke ruangan. Melihat Nadine yang tampak serius bekerja, dia hanya mencibir dalam hati. Baginya, seorang lulusan S1 tidak mungkin memiliki banyak pengetahuan. Nadine pasti hanya berlagak serius!Nadine sibuk sepanjang pagi. Ketika akhirnya menoleh, dia menyadari bahwa sebagian besar rekan kerjanya sudah meninggalkan meja eksperimen masing-masing, mungkin untuk makan siang atau istirahat.Setelah melirik jam, Nadine menyadari masih ada waktu istirahat satu setengah jam. Dia pun berencana keluar untuk mencari makanan cepat saji sebelum kembali melanjutkan eksperimen. Namun, baru saja keluar dari ruangan, dia melihat Arnold berjalan mendekat sambil membawa kantong makanan."Tadi aku mampir ke bawah untuk beli makan. Sekalian kubawakan satu untukmu," katanya sambil menyerahkan kantong itu.Nadine mem
Sepanjang perjalanan pulang, suasana terasa hening. Setelah tiba di depan pintu rumah Nadine, Arnold yang mengantarnya sampai depan pintu akhirnya buka suara. Mengingat suasana aneh tadi, dia merasa perlu menjelaskan."Bibi Moni itu sebenarnya nggak punya maksud buruk, cuma mulutnya agak cerewet, suka bergosip."Nadine terdiam. Penjelasan itu rasanya malah membuat tambah canggung. Untungnya, kejadian kecil tadi tidak terlalu dia pikirkan.Malam itu, dia mengikuti semua instruksi dari Levi. Dia menempelkan plester herbal tanpa terkena air sedikit pun dan sebelum tidur, dia memijat beberapa titik penting di paha menggunakan teknik yang diajarkan oleh Levi.Setelah tidur nyenyak semalaman, keesokan paginya saat bangun, Nadine membuka plester itu dan mencoba menekan bagian yang kemarin sakit. Anehnya, rasa sakitnya benar-benar hilang!Dia langsung berlari keluar dan mengetuk pintu sebelah. Begitu Arnold membukakan pintu, Nadine berkata dengan antusias, "Plester dari Kakek Levi ampuh sekali
Nadine tertegun. Karena tidak bisa bergerak, dia bahkan tak sempat mengucapkan penolakan. Arnold sudah lebih dulu membantu melepaskan sepatunya. Lalu, kaus kakinya pun ikut dilepas ....Nadine menundukkan kepala menatap Arnold. Ekspresi serius pria itu seolah sedang melakukan sebuah eksperimen penting. Napas Nadine tertahan sejenak, detak jantungnya tanpa sadar menjadi lebih cepat.Sepertinya dia tidak pernah benar-benar memikirkan, kenapa Arnold bisa begitu baik padanya. Mungkin karena memang dia adalah pria yang baik. Bukan hanya kepadanya, tapi juga selalu tulus kepada semua orang.Namun dalam suasana seperti ini, Nadine harus mengakui, perhatian dari Arnold kepadanya terasa ... berbeda. Sekalipun Arnold adalah orang yang sangat baik dan tulus, tak mungkin dia sampai melakukan hal seperti ini kepada orang asing.Setelah melepas sepatu dan kaus kaki, Arnold mengikuti instruksi Levi dan memegang pergelangan kaki Nadine dengan hati-hati.Telapak tangannya agak dingin. Saat ujung jariny
Saat tiba waktunya untuk akupunktur, terlihat Levi mengibaskan tangannya, lalu membuka gulungan kain dan deretan jarum perak dengan berbagai ukuran tersusun rapi di atasnya.Nadine melihatnya sampai merinding, "A ... apa sudah mulai?""Hmm.""Ditusuk di mana?"Levi menunjuk ke arah kepalanya. "Di sini."Nadine bingung, "Lukanya di pergelangan kaki, kenapa ditusuk di kepala?" Dia bukan mempertanyakan, hanya penasaran."Alasan kenapa bagian yang terluka terasa sakit saat disentuh adalah karena adanya penyumbatan yang nggak bisa hilang. Di kepala manusia terdapat beberapa titik akupunktur utama yang bisa membantu melancarkan aliran dan merelaksasi otot. Kamu bisa memahaminya seperti ini, untuk menyelesaikan masalah dari akarnya, kita harus mulai dari sistem kontrol pusat."Otak adalah sistem kontrol pusat itu."Sudah siap? Kalau begitu, kita mulai ...." Levi menggulung lengan bajunya, lalu mengambil jarum.Nadine sangat takut, secara refleks dia ingin menggenggam sesuatu. Kebetulan saat i
"Orang dulu bilang, cedera otot dan tulang butuh 100 hari untuk sembuh. Meskipun tulangmu baik-baik saja, ototmu tetap terkilir. Sekarang memang sudah nggak bengkak, tapi otot dan fasia di dalamnya masih butuh waktu untuk pulih sepenuhnya. Yang bisa menyembuhkannya cuma waktu."Arnold berpikir sejenak. "Bisa nggak kalau pakai pengobatan tradisional untuk mempercepat pemulihan?""Kalau ada kesempatan, tentu bisa. Tapi tetap saja, itu cuma sebagai pendukung. Yang paling penting adalah istirahat."Setelah keluar dari rumah sakit, Arnold tiba-tiba berkata, "Ikut aku ke suatu tempat.""Hah?" Nadine bingung.Dua puluh menit kemudian, mobil mereka berhenti di pinggir jalan.Arnold mengajaknya menyeberang, masuk ke sebuah gang kecil. Setelah melewati beberapa belokan, mereka berhenti di depan sebuah klinik pengobatan tradisional yang tampak kuno."Klinik Sejahtera?" Nadine menengadah, melihat papan nama kayu tua yang menggantung di atas pintu. Papan itu hitam dan mengkilap.Arnold masuk dengan
Namun, Arnold sama sekali tidak merasa ada yang salah karena dia juga bersiap untuk menutup pintu."Eh ... kamu ngapain?" Yenny buru-buru memegang gagang pintu.Arnold menatapnya dengan bingung. "Bukannya Ibu mau pulang?""Aku ... aku belum pergi, tapi kamu sudah mau tutup pintu?" Suaranya terdengar sangat keras, entah sedang mempertanyakan Arnold atau sedang mengungkapkan kekesalannya pada seseorang.Arnold masih bingung. "Bukannya Ibu memang mau pergi? Kalau nggak ditutup, udara hangat di rumah bisa keluar semua."Yenny tidak bisa berkata-kata."Hati-hati di jalan, suruh sopir pelan-pelan. Belakangan ini turun salju, jalanan jadi licin." Setelah berkata demikian, Arnold menyerahkan tas ibunya, lalu menutup pintu.Yenny hampir menghantamkan hak sepatunya ke lantai karena kesal. Dua-duanya sama saja! Anak kandung macam apa ini? Mending dulu tidak dilahirkan!....Kaki Nadine sebenarnya sudah sembuh total. Namun, demi memastikan, dia tetap berencana pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaa
Yenny tahu bahwa Nadine juga tinggal di apartemen ini, tetapi dia sama sekali tidak menyangka Nadine dan Arnold adalah tetangga yang tinggal berseberangan!Pantas saja rumah putranya tidak ada jejak wanita. Dengan jarak sedekat ini, mereka bisa tinggal bersama kapan saja sesuka hati. Bahkan, cukup membuka pintu dan berjalan beberapa langkah, Arnold sudah bisa tiba di rumah wanita ini untuk berkencan.Bagaimana mungkin dia bisa menemukan bukti kalau mereka memang bersama? Saat memikirkan hal itu, Yenny mulai mengamati Nadine dari ujung kepala hingga ujung kaki.Yenny masih punya sedikit persiapan mental, sedangkan Nadine benar-benar terkejut. Bukankah wanita yang baru saja keluar dari apartemen Arnold ini adalah nyonya kaya yang pernah mengikuti kelas tehnya dan juga pernah dia temui di lorong apartemen?Dia dan Arnold .... Apa hubungan mereka?Tepat saat itu, Arnold keluar dari rumahnya dengan sebuah tas di tangan. "Ibu, tasmu ketinggalan."Eh? Ibu? Nadine tertegun.Ketiga orang itu pu
Tiba-tiba, Inez teringat sesuatu. Dia mengambil ponselnya dan membuka foto yang diambil tadi.Wanita yang bersama Arnold barusan ... bukankah mirip dengan gadis yang beberapa waktu lalu belanja sepatu bersama putranya di mal?Inez menggeleng, merasa pikirannya terlalu berlebihan. Dia tahu betul bagaimana sifat putranya.Selama ini, hanya ada perempuan yang jatuh dalam pesona Stendy, bukan sebaliknya. Bagaimana mungkin Stendy dipermainkan oleh wanita?Tidak mungkin ... benar-benar tidak mungkin .... Pasti hanya kebetulan.....Setelah mengambil mobilnya, Nadine dan Arnold pulang. Karena area apartemen mereka tidak memiliki lahan parkir khusus, mobil harus diparkir di tempat parkir umum di seberang jalan.Karena Nadine kini sudah memiliki mobil sendiri dan membutuhkan tempat parkir tetap, Arnold menyarankan agar dia menyewa satu slot parkir secara permanen.Setelah menghubungi pihak pengelola, bernegosiasi harga, dan menandatangani kontrak, mereka baru selesai satu jam kemudian.Arnold m
Saat Nadine memilih mobil, Arnold memang tidak banyak bicara, tetapi selalu berada di sisinya. Jika ada detail yang terlewat, dia akan mengingatkan pada saat yang tepat.Mana mungkin teman biasa melakukan hal seperti ini? Apalagi, sejak mereka masuk ke showroom ini, si pria selalu memperhatikan si wanita. Tatapan penuh fokus dan kepedulian itu jelas bukan sesuatu yang bisa dipalsukan.Bukankah ini persis dengan pasangan pengantin baru yang sering dia temui? Kalaupun bukan pengantin baru, mereka pasti pasangan! Makanya, sales wanita itu bertanya demikian.Nadine sudah beberapa kali menghadapi kesalahpahaman seperti ini. Dia tidak berani melihat ekspresi Arnold dan hanya melambaikan tangan. "Bukan, kamu salah paham."Gadis itu buru-buru meminta maaf.Arnold tidak berkata apa-apa, hanya saja tatapannya pada Nadine tetap lembut.Sales itu semakin bingung. Kalau bukan pasangan, lalu mereka apa?....Di seberang jalan, Inez yang sedang jalan-jalan tiba-tiba teringat bahwa mobilnya sudah haru
"Nggak merepotkan. Sudah ada model yang kamu suka?"Nadine tidak punya permintaan khusus, yang penting mobilnya nyaman dikendarai."Kalau begitu, aku sarankan sedan. Kenyamanan duduk dan handling-nya lebih baik dibanding SUV. Hanya saja, ruang kabinnya lebih kecil. Kalau nggak mempertimbangkan perjalanan keluarga dan hanya untuk mobilitas harian, sedan adalah pilihan yang bagus.""Oke." Nadine mengangguk. Dia tipe yang mendengarkan saran."Gimana dengan merek?" Pria itu bertanya lagi, "Ada preferensi tertentu?""Nggak ada." Nadine menggeleng. "Tapi, aku suka mobil luar negeri."Arnold menaikkan alis. Kebetulan sekali. Dia juga."Kalau anggaran?""Bebas."Mereka pertama-tama pergi ke showroom Volkswagen terdekat. Begitu masuk, seorang sales segera menyambut mereka dengan senyuman. "Selamat datang! Mau lihat mobil seperti apa? Aku bisa membantu.""Sedan. Irit bahan bakar, mudah dikendarai. Ada rekomendasi?" tanya Arnold."Silakan lihat model ini." Sales itu membawa mereka ke sebuah mobil