Nadine mengayunkan pel-nya dengan keras, terus mengarahkan pukulannya ke arah Karen. Karen menangkis dengan kedua tangan di atas kepala, lalu berlari ke pintu sambil melontarkan ancaman terakhir, "Lihat saja nanti!""Anggrek wisteria kalian yang menjengkelkan itu sudah menjalar sampai ke halaman rumahku. Besok aku akan membakarnya habis-habisan! Melihatnya saja sudah membuatku muak!"Setelah berkata demikian, dia bergegas pergi karena Nadine kembali mengejarnya sambil mengangkat tongkat pel. "Pergi! Kalau kamu datang lagi, akan kupukul kamu!"Nadine menurunkan tongkat pelnya, lalu menghela napas panjang. Ketika berbalik, dia melihat ekspresi serius ayahnya dan jantungnya berdegup kencang.Setelah beberapa saat, dia akhirnya berbisik, "Maaf, Ayah, aku ....""Sejak kapan kamu belajar begitu?""Hah?""Ya itu ... yang begitu." Jeremy menirukan gerakan mengayun pel seperti yang baru saja dilakukannya.Nadine terdiam."Ehem! Anak perempuan sebaiknya tetap tenang dan anggun, jangan bertingkah
Orang yang berbicara adalah bibi kedua, Chyntia, yang bekerja di dinas listrik.Kehidupannya relatif santai karena memiliki pekerjaan tetap dan digaji pemerintah. Oleh sebab itu, tubuhnya cenderung gemuk dan berisi. Hari ini dia mengenakan sweter hijau terang, rambut pendeknya dikeriting hingga mengembang seperti pohon Natal yang besar."Kamu ngomong apaan? Bisa ngomong yang benar nggak?" Paman kedua, Herman, menarik lengan istrinya.Berbeda dengan Chyntia yang "lebar" dan "berisi", Herman bertubuh tinggi ramping dan mengenakan sweater krem polos yang dipadukan dengan celana kain. Rambutnya disisir ke belakang hingga mengilap dan rapi. Meski usianya sudah 40-an, wajahnya masih tetap tampan dan elegan.Keluarga Jeremy memang memiliki gen yang bagus. Ketiga bersaudara Jeremy semuanya memiliki wajah rupawan.Chyntia yang baru saja ditarik suaminya pun mendengus. "Apa sih .... Aku cuma bilang apa adanya. Nadine memang sudah bertahun-tahun nggak ikut tahun baru sama kita. Sebagai bibinya, a
Di antara tiga menantu, Riana adalah sosok yang bijaksana dan cekatan, Chyntia punya cara bicara yang menyenangkan, tetapi Irene ... bagaimanapun terlihat tidak cocok di mata mertuanya.Seiring waktu, Jeremy pun jadi kurang disukai. Apa gunanya punya anak yang melupakan ibunya setelah menikah? Jelas lebih berharga anak sulung yang menafkahi mereka dan bahkan menjadi bos besar.Nadine duduk di samping ibunya.Lagi pula, kakek neneknya tidak menyukainya. Oleh karena itulah, Nadine malas untuk mencoba menarik perhatian atau berpura-pura ramah. Asalkan dia bisa diam-diam menyelesaikan makanannya dan pergi setelahnya, itu sudah cukup."Nadine, tas kamu ... lumayan bagus ya. Barang bermerek, 'kan?" tanya Riana sambil meletakkan piring buah, tiba-tiba mengalihkan perhatian ke Nadine.Dalam sekejap, semua mata tertuju ke arahnya. Belum sempat Nadine menjawab, Chyntia langsung memotong, "Oh, logo itu namanya ... apa ya, Ermes ...?"Cecil menyahut dengan nada tidak sabar, "Kalau nggak tahu, jang
Chyntia tertawa kecil, matanya melirik ke arah tumpukan buah yang dibawa Jeremy. "Irene, kalian juga beli ceri, ya? Tapi kenapa kelihatannya lebih kecil dibandingkan yang dibeli Riana?"Irene tersenyum kaku, tapi nadanya tetap ramah. "Mana mungkin keluarga kami bisa dibandingkan sama keluarga Kak Riana?"Chyntia tertawa lepas. "Ah, benar juga! Memang sih, siapa pun nggak ada yang bisa menandingi keluarga Herman dan Riana."Nadine tersenyum kecil, pura-pura tak sengaja bertanya, "Bibi, buah apa yang kamu beli?"Chyntia terdiam sejenak dan senyumnya sedikit memudar. Nadine tampaknya tidak menyadari perubahan itu. Kebetulan kantong buah itu ada di dekat kaki Chyntia, jadi Nadine langsung meraihnya dan membuka isi kantongnya. "Kulihat dulu ... ada apel, pir, jeruk ...."Tak satu pun dari buah itu tergolong mahal untuk musim ini."Bibi pintar pilih buah ya, semuanya buah yang sering dimakan banyak orang," ujar Nadine dengan nada datar, tapi jelas menusuk.Chyntia merasa tersinggung mendenga
"Tentu saja.""Gina, kamu terlalu sungkan!" Riana menerima hadiah itu dan meletakkannya di samping. Dia berencana untuk membuka hadiah itu nanti.Namun, Gina dengan santai menambahkan, "Itu gelang emas murni. Kalau modelnya kurang cocok, bisa ditukar di toko."Chyntia langsung berseru, "Wah, Gina memang luar biasa. Sekali kasih hadiah langsung gelang emas murni ...."Gina mengangkat alis sedikit dengan puas, tetapi tetap bersikap rendah hati. "Ah, apa artinya ini? Kak Riana sudah biasa dengan barang bagus. Ini cuma hadiah kecil.""Tapi, kita semua saudara ipar. Kalau Kak Riana dapat hadiah, bagaimana dengan aku dan Irene?" Chyntia melanjutkan dengan nada setengah bercanda, "Kamu ini manajer bank, biasa berurusan sama klien besar. Masa soal seperti ini kamu nggak paham?"Gina tidak segan-segan membalasnya, "Kak Chyntia, maksudnya kamu juga mau gelang emas?"Chyntia tetap tersenyum tipis. "Siapa yang nggak mau gelang emas? Irene, kamu mau juga, 'kan?"Kini, semua mata beralih ke Irene. I
Dulu, kejadian tentang Nadine sempat heboh sampai Jeremy dan Irene sengaja pergi ke ibu kota. Namun sepulangnya dari sana, mereka tidak mau membicarakan apa yang sebenarnya terjadi.Akan tetapi, dari rumor yang didengar oleh Chyntia, sepertinya cerita itu tidak jauh dari kenyataan. Intinya, Nadine berhenti kuliah karena ingin pacaran. Kabarnya, pacar Nadine berasal dari keluarga kaya. Wajar saja kalau Nadine rela meninggalkan pendidikannya demi bisa mengikat laki-laki itu.Ekspresi Jeremy dan Irene tampak tidak senang. Namun, Nadine menjawab dengan tenang, "Nggak. Kami sudah putus."Chyntia langsung menyahut, "Katanya keluarga kaya memang selalu pilih-pilih. Mungkin mereka cuma main-main saja denganmu. Lihat betapa bodohnya kamu sampai menganggapnya serius. Menikah dengan keluarga kaya bukan untuk orang sembarangan."Sambil berbicara, Chyntia menggeleng-gelengkan kepala. "Lagi pula, menurutku nama baik seorang perempuan itu sangat penting. Selama bertahun-tahun kalian bersama, dia ...
Nenek melihat punggung Jeremy dan memakinya, "Dasar anak durhaka! Kamu benar-benar dirusak sama perempuan licik itu! Sekarang bahkan berani menentang orang tuamu! Kamu terus saja membantah! Pergi jauh-jauh sana! Bawa juga anak yang dilahirkan sama perempuan licik itu dan jangan pernah lagi anggap aku ini ibumu!"Bagi nenek Nadine, keberanian Irene untuk melawan secara terang-terangan seperti tamparan keras di wajahnya. Kebencian terhadap Irene pun mencapai puncaknya. Pada saat ini, bahkan Jeremy pun menjadi sasaran kebenciannya. Dalam pikirannya, semua ini salah Jeremy yang memilih menikahi perempuan seperti Irene."Memang benar kata orang tua dulu, anak laki-laki bakal lupa sama ibunya kalau sudah menikah! Dasar anak durhaka!"....Dalam perjalanan pulang, Jeremy hanya terdiam. Melihat hal ini, Irene menggenggam tangannya dengan perlahan. Jeremy mendongak sambil tersenyum, mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.Beberapa tahun ini, dia telah terbiasa dengan sikap ibunya yang pilih ka
"Selain kamu, siapa lagi yang bisa ngelakuin hal barbar begini?" Jelas sekali, Irene sudah marah besar saat ini. Dia sangat jarang berkata kasar kepada orang lain, bahkan menggunakan kata "barbar" saja sudah merupakan kata paling kasar yang bisa dipikirkannya.Namun, Karen hanya tertawa dingin dan berkacak pinggang dengan santai, lalu berkata, "Barbar? Begini saja disebut barbar? Kamu belum pernah lihat yang lebih barbar lagi!""Jadi, kamu mengaku kalau kamu yang melakukannya?" Irene membelalakkan matanya tak percaya.Tatapan Karen berkilat dingin. "Hati-hati kalau bicara! Memangnya aku ngaku apa? Mana buktinya? Kamu punya bukti, nggak?""Lagian, memangnya kenapa kalau aku yang melakukannya? Kamu berani panggil polisi untuk menahanku? Hukum itu baru bisa bertindak kalau kerugian lebih dari sejuta. Jangan kira aku nggak paham hukum!"Tubuh Irene gemetaran saking marahnya.Melihat istrinya di ambang emosi, Jeremy segera melangkah maju dan berdiri di depannya untuk melindunginya. "Karen,
"Ada apa?" tanya Nadine.Keduanya langsung mendongak, seperti anak kecil yang akhirnya melihat orang tua mereka setelah mendapatkan perlakuan tidak adil.Mikha langsung berlari ke arahnya, matanya sudah memerah bahkan sebelum sempat bicara. Darius menyusul di belakang, ekspresinya jelas tegang dan tangannya juga terkepal erat.Nadine langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tetap tenang. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian duduk di luar dan nggak masuk?""Kak Nadine ...." Mikha berusaha menahan air matanya. Meskipun matanya sudah berkaca-kaca, dia tetap bersikeras untuk tidak membiarkannya jatuh. "Kami nggak bisa masuk lagi!""Apa maksudnya nggak bisa masuk lagi?" Nadine terkejut."Kemarin, tim inspeksi kampus dan pemadam kebakaran distrik tiba-tiba datang ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ...."Pemeriksaan kebakaran adalah prosedur rutin, jadi mereka berdua tidak berpikir terlalu banyak dan langsung membukakan pintu serta bekerja sama dengan baik.Siapa sangka,
"Ibu, sadarlah, aku ini anakmu! Kelly itu siapa? Kenapa aku baru bilang satu dua kata tentang dia, kamu langsung mau patahin kakiku?"Phoebe menyahut, "Karena dia adalah menantuku yang sudah kutetapkan! Nggak boleh ada yang menyakitinya, termasuk kamu!"Teddy merasa mata dan hidungnya sedikit memanas. Menantu ....Dia membalikkan badan, menyilangkan tangan di dada, lalu bergumam dengan suara rendah, "Dia punya standar tinggi, barang-barang ini mungkin nggak menarik baginya ...." Sama seperti Teddy yang juga tidak menarik baginya!"Benar juga." Phoebe mengangguk santai. "Kelly punya standar tinggi, tapi dia juga punya modal untuk mencari yang lebih baik! Kamu kira semua orang sepertimu? Kerjaannya cuma bersenang-senang."Teddy langsung berbalik dan berteriak dengan kesal, "Aku ini anak kandungmu! Anak kandung!""Tahu kok, nggak perlu teriak.""?""Pokoknya, aku tinggalkan perhiasan ini di sini. Kamu cari kesempatan untuk memberikannya pada Kelly. Ngerti?"Teddy tidak merespons. Phoebe l
Setelah pria itu pergi, Kelly menatap peralatan makan di meja dengan jijik. Seharusnya, tadi dia menyuruh Teddy merapikan semuanya dulu sebelum pergi."Halo, tolong panggilkan petugas kebersihan untuk dua jam .... Ya, bersih-bersih ... seluruh rumah. Semuanya harus bersih ... terutama sofa ...."Sementara itu, setelah Teddy membanting pintu dan pergi, dia langsung mengemudi pulang ke apartemennya. Kecepatannya hampir mencapai 150 km/jam, seakan-akan tak takut mati.Begitu masuk, Teddy langsung melepas baju dan masuk ke kamar mandi, mencoba menghilangkan aroma yang tertinggal karena kejadian semalam.Namun entah kenapa, setelah selesai mandi, aroma samar khas Kelly masih saja tercium olehnya."Sial ...." Dengan marah, Teddy menendang sofa.Namun akibatnya ... ingatan tentang kejadian semalam sontak menyeruak di kepalanya, dimulai di sofa, lalu berlanjut ke kamar .... Penuh gairah, penuh kegilaan.Teddy berpikir mati-matian, tetapi tetap tidak mengerti. Kenapa wanita yang semalam begitu
Senyuman Teddy langsung membeku. "Maksudmu?"Membereskan barang-barang dan pergi bukan masalah. Namun, apa maksudnya jangan datang lagi?Kelly menjawab dengan tenang, "Maksudnya seperti yang kamu dengar. Aku ingat aku pernah bilang, aku nggak akan terlibat dengan pria yang punya hubungan kerja sama denganku.""Setelah kejadian semalam, kita sudah jelas terlibat. Satu-satunya solusi adalah kita nggak bekerja sama lagi."Teddy perlahan duduk tegak, menatapnya dengan tatapan suram. "Aku nggak mabuk semalam. Dari caramu merespons, kamu juga nggak mabuk, 'kan?""Benar."Saat hubungan itu terjadi, mereka berdua sadar sepenuhnya. Jadi, ini bukan sekadar khilaf karena alkohol."Heh ...." Teddy tertawa dingin. "Kita baru saja tidur bersama dan aku bahkan belum pakai baju, tapi sekarang kamu mau mencampakkanku begitu saja?"Sudut bibir Kelly berkedut. "Kamu sendiri yang memilih nggak pakai baju, itu salah siapa? Aku sih nggak keberatan.""Aku keberatan, sialan!" Suara Teddy tiba-tiba meninggi. "
Pagi-pagi, sinar matahari menyinari masuk. Pakaian berserakan di lantai, dari sofa ruang tamu hingga depan ranjang kamar. Hampir semuanya adalah pakaian pria, hanya ada satu jubah tidur wanita.Teddy menggerakkan kelopak matanya dan terbangun. Ketika mengingat kembali kegilaan dan keintiman semalam, sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.Teddy menoleh ke samping, melihat wanita yang masih terlelap. Ekspresinya lembut dan penuh kehangatan yang bahkan tidak disadarinya.Kelly masih tidur, matanya terpejam rapat dan napasnya stabil. Tatapan Teddy menyusuri wajah cantiknya, lalu turun ke leher. Kulit putihnya dipenuhi bekas yang ditinggalkan Teddy saat malam penuh gairah itu.Teddy bukan lagi anak muda yang mudah terpukau oleh tubuh wanita. Namun, semalam dia seperti binatang buas yang pertama kali merasakan daging. Sungguh liar dan tak kenal lelah. Pada akhirnya, Kelly harus menamparnya agar dia berhenti.Sakit? Ya, memang sakit. Namun, puas tidak? Benar-benar puas!Memikirkan itu, senyuma
Teddy kehabisan kata-kata."Selesai," katanya sambil mematikan pengering rambut.Kelly merapikan rambutnya dengan jari. Harus diakui, hasilnya halus tapi tetap lembut. Teddy menyeringai. "Gimana?"Untuk pertama kalinya, Kelly mengangguk puas. "Buka salon deh, aku langsung jadi member VIP."Teddy berpikir, 'Terima kasih, tapi nggak deh.'Kelly menguap, lalu berjalan ke tempat tidur. Setelah menjatuhkan diri dan berguling dua kali, dia membungkus dirinya dengan selimut. "Aku tidur dulu. Tolong matikan lampu, tutup pintu, lalu pulang. Bye-bye ...."Memangnya aku ini pembantunya?! Teddy menggerutu dalam hati, tapi tangannya tetap patuh. Dia mematikan lampu, menutup pintu dengan pelan, lalu keluar.Setelah minum anggur, Kelly tertidur dalam keadaan sedikit mabuk. Hanya dalam sekejap, dia telah tertidur nyenyakBegitu keluar, Teddy melihat botol anggur di wajan kaca yang masih tersisa. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil gelas anggur dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri.Kemudian
Kelly meletakkan gelas anggurnya dan berdiri. "Sudah cukup." Minum terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, apalagi kalau di rumah ada seorang pria. Dia masih tahu batasannya.Teddy menghentikan gerakannya. "Belum habis, kenapa berhenti?""Kamu kira ini bar? Mau minum sampai pagi?""Anggurnya udah aku siapin, kalau nggak habis, sayang dong?""Sayang buat siapa? Aku bisa minum sendiri besok."Teddy terdiam.Kelly melirik jam dinding. "Sudah malam, pulang sana.""Tunggu, kenapa begitu sih?""Aku kenapa?""Waktu butuh aku, kamu terima. Setelah nggak butuh, langsung diusir. Begitu caramu?""Terus mau gimana? Mau aku suruh kamu nginap?""Pacar nginap di rumah pacar itu hal biasa. Walaupun kita cuma pura-pura, tapi setidaknya harus terlihat meyakinkan, 'kan?"Kelly mendengus. "Sok drama! Memangnya ada yang peduli kita tidur bareng atau nggak?"Baru saja dia selesai bicara, ponsel Teddy berdering. Panggilan video dari WhatsApp. Dia melirik layarnya dan menyeringai. "Tuh, ada yang peduli."Kel
Kelly menegaskan, "Aku. Nggak. Makan. Mi."Teddy menatapnya dengan ekspresi "Kamu pikir aku bakal percaya?"Saat Kelly berbalik hendak masuk kamar, Teddy tiba-tiba berseru, "Nggak mau coba segelas?"Kelly menoleh, matanya melirik wajan kaca yang berembun di meja. Kebetulan sekali, ini jenis anggur favoritnya dan sudah didinginkan dengan sempurna ...."Baiklah, tuangkan satu untukku!" Godaan yang sulit ditolak.Teddy langsung sigap mengambil gelas. "Ini, coba deh! Aku yang dinginkan, dijamin puas!"Kelly menerima gelasnya dan tersenyum sinis. "Itu semua karena anggur yang aku beli bagus.""Iya, iya. Anggurnya bagus, tapi teknikku juga hebat. Kalau digabung, hasilnya luar biasa. Gimana?""Nggak usah bawa-bawa aku," kata Kelly sambil meneguk seteguk pertama.Teddy terdiam. Bahkan dalam obrolan santai, Kelly tetap tidak mau rugi sedikit pun. Baru satu tegukan, Kelly langsung harus mengakui bahwa Teddy benar-benar punya keterampilan."Gimana? Nggak mengecewakan, 'kan?" Teddy mengangkat dagu
"A-aku capek, jadi minggir sebentar buat istirahat, eh malah ketiduran ...."Kelly langsung memutar ke sisi lain mobil, menarik pintu kursi penumpang depan, dan duduk. "Kebetulan, antarin aku pulang."Teddy mendengus. "Kamu benaran nggak tahu malu, ya." Meskipun begitu, sudut bibirnya tetap melengkung ke atas."Oke deh, hari ini sekalian aku jadi malaikat baik hati. Pegangan yang kencang ...." Begitu dia menginjak gas, mobil melesat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya.Kelly: "Gila! Pelan sedikit! Aku masih betah hidup, nggak mau ketemu malaikat maut bareng kamu!"Teddy: "Kenapa? Kita bisa dikubur dalam satu liang lahat, romantis, 'kan? Hehehe ...."Kelly hanya bisa memberikan tatapan menjijikkan kepadanya. Kalau pun mati, mereka pasti bakal dikubur di tempat terpisah!Dua puluh menit kemudian ....Kelly: "Berhenti di depan gerbang apartemen aja, aku jalan sendiri ke dalam.""Nggak bisa! Belum sampai depan pintu!"Dengan satu putaran setir, Teddy langsung mengarahkan mobil ma