Ancaman AnwarPOV ABICemburu itu tanda cinta. Bella, meski tak mau mengakuinya namun secara tidak langsung dia sudah mengalami itu. Melihatnya seperti itu membuatku semakin cinta, sangat menggemaskan."Siapa? Aisyah?" tanya Bella saat aku mengirim pesan untuk Meta. Ya,aku menyuruhnya untuk menjemput Kyai Khalil dan juga Aisyah besok. Kyai Khalil mengatakan bahwa, akan ada acara di salah satu Pondok Pesantren yang ada di Jakarta besok, dan akan singgah ke rumah pada hari minggunya. Bukan masalah bagiku jika Kyai Khalil datang ke rumah justru aku senang. Namun, yang menjadi masalah adalah Aisyah. Apa Aisyah sudah tidak mengharapkan aku atau masih mengharapkan aku? aku sendiri tidak tahu. Pikiranku bertambah karena mereka datang bersamaan dengan kedatangan Bella di Jakarta. Semoga saja, kedatangan Aisyah tidak mengganggu hubunganku dengan Bella. "Aisyah? Anaknya Kyai Khalil. Kyai di Pesantren yang pernah aku tinggali selama hampir dua tahun, Bell," jawabku apa adanya."Lama sekali, y
POV BELLAAku menggeliat setelah tercium aroma wangi memanjakan hidungku. "Bella, bangun, Bell." Suara lembut yang terdengar membangunkanku membuat aku terperanjat. "Papa,"Aku beringsut dari posisi tidurku."Ini aku, Bell. Abi.""Oh, Abi.""Kamu kangen Papa, Bell?" tanya Abi, aku mengangguk pelan, sejak kepergianku dari rumah ini, aku bahkan tidak berani walau hanya sekedar menyambangi makam Papa."Kamu mau ke makam?" Kembali, kuanggukkan kepalaku kali ini dengan cepat."Ya sudah kamu sarapan dulu, setelah itu ke makam dan ketemu Pak Anwar. Aku tunggu di luar, ya." ucap Abi yang semakin hari membuatku merasa semakin nyaman oleh perlakuan dan perkataannya.Setelah Abi pergi, aku pun beranjak dari tempat tidur. Kuukir senyum saat kulihat kamar yang sudah lama aku tinggalkan masih terlihat sama. Barang yang aku tinggalkan juga masih ada. "Mas Abi melarang saya untuk membuang barang-barang Mbak Bell meski Papanya menyuruh saya membuangnya." Tiba-tiba Asri datang tanpa aku sadari."Asr
"Menikah? Kamu kira nikah itu gampang, ngomong terus berangkat?" protesku.Ia mengangguk cepat. "Gampang, mau, kan?" ucapnya lagi."Kayak kena grebek warga pas berzina aja, nih, Si Abi, nih! Sukanya dadakan mulu, nggak mau modal!" celetukku tak terima, menikah dengan balutan kebaya modern nan indah,pelaminan yang berhiaskan bunga-bunga hanya akan menjadi angan jika aku menuruti kata Abi."Nggak modal gimana? Lah, emang kamu mau mahar berapa? Aku bakal berusaha menuruti, kok, berapa, Bell?" tanyanya tak sabar."Bukan ... bukan masalah mahar, Abi." "Terus?""Dasar, Abi! nggak peka, nggak romantis! Kalau aja nggak ganteng, udah tak, hih, kali!" batinku berucap, tanganku meremas."Ah, sudahlah, Bi. Terserah kamu aja!""Oke.""Oke?oke, Gimana?""Oke, nikah, dong. Kamu bilang terserah aku."Aku tersenyum paksa, rasa tak percaya seakan ada ... saja saat aku bersama Abimana. Mungkin yang bisa aku katakan sekarang hanyalah, orang pintar selalu berpikir sesuai logika bukan perasaan, dan Abiman
POV ABISetelah semua urusan selesai, aku mengajak Bella pulang. Sesungguhnya belum sepenuhnya selesai, karena Bella masih enggan menceritakan mengenai Pak Anwar. Aku tidak mau memaksa, biarlah perlahan ia menceritakan dengan sendirinya. Dan selama itu terjadi, aku akan mencari tahu sendiri. Ketakutanku akan ancaman Pak Anwar membuatku harus mengambil keputusan untuk Mempercepat pernikahan. Perdebatan tentu saja terjadi antara aku dan Bella setelah keputusan itu aku ambil. Tak berhenti di situ, setelah beradu pendapat denganku. Bella juga ribut dengan Lila setelah kami sampai di pengadilan.Keributan antara Lila dan Bella, membuatku harus ikut campur dan menjelaskan perihal sebab kenapa Lila sampai menggadaikan Cafe Bella. Malam tadi setelah aku berkirim pesan pada Lila, aku menghubungi Lila karena aku cukup terkejut dengan jumlah yang Lila sebutkan. Sempat aku emosi dan mengancam akan memasukkannya ke penjara.Dia meminta maaf padaku dan mengaku bahwa, menggunakan uang pinjama
POV BELLAAku bergegas masuk, saat Asri mengatakan bahwa, Kyai Khalil dan Aisyah yang ada di balik pintu. Bukan apa-apa, saat kulihat Abi begitu antusias hingga meninggalkan makannya, bahkan tak sabar untuk membuka pintu sendiri. Dari sana aku tahu, betapa istimewanya mereka dan betapa Abi sangat menghormati mereka. Munafik jika aku mengatakan tidak apa-apa. Jelas, aku merasakan sesuatu ketika wanita yang pernah dekat, bahkan menginginkan Abi menjadi suaminya, datang ke rumah bersama orang yang begitu Abi hormati. Meskipun ada rasa takut akan Abi yang bisa saja, karena rasa hormatnya akan menerima permintaan dari Kyai dan anaknya. Namun, aku tidak mau menerka-nerka atau mendahului.Kulihat dari balik jendela kaca kamarku yang bisa dengan leluasa melihat ke arah teras. Terlihat sosok wanita muslimah dengan cadar dan baju syar'i yang menjuntai menutupi semua bagian tubuhnya, berbincang begitu akrab dengan Abi sebelum Abi menyuruhnya untuk masuk. Bisa dipastikan itu adalah Aisyah, dan
Ia tersenyum lebar."Yah, Abah tahu, itu memang menyakitkan. Tapi, dimana letak kesalahan Nak Abi, Nak? Apa dia salah jika memberi nafkah untuk Istrinya? Apa Nak Bella bersedia untuk hal itu pada saat itu? Nak Bella sendiri yang tahu jawabannya, kan?"Aku menggeleng pelan."Tapi tidak semestinya Kyai ...." Aku tak kuat lagi jika harus melanjutkannya."Jangan diteruskan kalau Nak Bella tidak sanggup, Abah sudah mengerti. Mungkin cara Nak Abi memang salah, tapi percayalah, Nak Abi melakukan semua itu hanya untuk Nak Bella.""Apa Abi ...?""Iya, Nak, dua tahun yang lalu, saat seorang pemuda datang pada Abah lalu berkeluh kesah hingga bercucuran airmata, saat itulah Abah tahu cinta itu tidak akan tergantikan bahkan, saat Abah memintanya untuk Aisyah pun, dia lebih memilih untuk tidak menikah dan mematikan hatinya sendiri, Nak. Masyaalah, mungkin ada pepatah Jawa bilang, kucing kalau dikasih ikan mana mungkin menolak. Tapi nyatanya itu tidak berlaku untuk, Nak Abi. Karena apa? Karena cinta
Aisyah"Loh, kok kaget gitu, sih, Nak Abi? Memang benar, kan? Nak Abi tidak melakukan talak pada Nak Bella? Nak Bella yang menggugat, to?" tanya Kyai Khalil pada Abi yang masih tercekat."Nak, Abi." "Bi," ucapku menyenggol tangan Abi dengan siku-ku. "Hah, Iya, Kyai," jawab Abi cepat."Lah, terus ngapain rujuk? Nikah lagi dong," ucapnya lalu terkekeh."Astaghfirullah, Kyai. Saya sudah hampir jantungan, loh," ucap Abi menghempaskan tubuhnya di bahu sofa seraya mengusap dada. Ternyata selain berwibawa Kyai Khalil juga suka bercanda alias prank."Jadi, kalau istri yang menggugat cerai atau khulu itu tidak bisa hanya dengan kata rujuk kalian bisa rujuk kembali entah itu dalam masa Iddah atau tidak. Tetap tidak bisa, Nak. Kalian harus menikah lagi sebagaimana pernikahan pada umumnya. Melakukan ijab kabul, ada mahar dan harus ada dua orang saksi. Dan yang paling penting bahan sangat penting. Perhatikan ini Nak Bella, Nak Abi. Kalian harus memantapkan hati, bersungguh-sungguh, bahwa tida
"Percuma juga Aisyah berusaha memantaskan diri untuk Kak Abi, dengan cadar ini aku kira pandangannya padaku akan berubah seperti seorang pria pada wanita, tapi nyatanya aku salah. Dia tetap menganggapku seperti anak kecil," ucapnya beranjak dari tempat duduk."Loh, mau kemana?""Mau masuk, Kak.""Eh, tunggu, Syah, kamu harus pake cadarnya, sekali berubah itu harus konsisten, dong," kataku, mengajaknya duduk kembali. Tidak bisa membiarkan Abi melihat wajah Aisyah sekarang."Sri, coba kamu ambil cadar Aisyah, tanya aja sama Kyai Khalil," perintahnya."Iya, Mbak." Asri pun pergi."Aku cuma bawa satu cadar, kan aku cuma semalam di Jakarta."Asri pun berhenti melangkah sedangkan Aisyah melenggang masuk. Kami mengikutinya masuk, aku harap apa yang aku takutkan tidak terjadi.Begitu kami masuk, kami melihat Abi masih berbincang dengan Kyai sama sekali tidak terkejut saat melihat wajah Aisyah, Bahkan biasa saja. Berbeda saat dia melihatku untuk pertama kali setelah sekian lama berpisah, apa a