POV BELLAAku bergegas masuk, saat Asri mengatakan bahwa, Kyai Khalil dan Aisyah yang ada di balik pintu. Bukan apa-apa, saat kulihat Abi begitu antusias hingga meninggalkan makannya, bahkan tak sabar untuk membuka pintu sendiri. Dari sana aku tahu, betapa istimewanya mereka dan betapa Abi sangat menghormati mereka. Munafik jika aku mengatakan tidak apa-apa. Jelas, aku merasakan sesuatu ketika wanita yang pernah dekat, bahkan menginginkan Abi menjadi suaminya, datang ke rumah bersama orang yang begitu Abi hormati. Meskipun ada rasa takut akan Abi yang bisa saja, karena rasa hormatnya akan menerima permintaan dari Kyai dan anaknya. Namun, aku tidak mau menerka-nerka atau mendahului.Kulihat dari balik jendela kaca kamarku yang bisa dengan leluasa melihat ke arah teras. Terlihat sosok wanita muslimah dengan cadar dan baju syar'i yang menjuntai menutupi semua bagian tubuhnya, berbincang begitu akrab dengan Abi sebelum Abi menyuruhnya untuk masuk. Bisa dipastikan itu adalah Aisyah, dan
Ia tersenyum lebar."Yah, Abah tahu, itu memang menyakitkan. Tapi, dimana letak kesalahan Nak Abi, Nak? Apa dia salah jika memberi nafkah untuk Istrinya? Apa Nak Bella bersedia untuk hal itu pada saat itu? Nak Bella sendiri yang tahu jawabannya, kan?"Aku menggeleng pelan."Tapi tidak semestinya Kyai ...." Aku tak kuat lagi jika harus melanjutkannya."Jangan diteruskan kalau Nak Bella tidak sanggup, Abah sudah mengerti. Mungkin cara Nak Abi memang salah, tapi percayalah, Nak Abi melakukan semua itu hanya untuk Nak Bella.""Apa Abi ...?""Iya, Nak, dua tahun yang lalu, saat seorang pemuda datang pada Abah lalu berkeluh kesah hingga bercucuran airmata, saat itulah Abah tahu cinta itu tidak akan tergantikan bahkan, saat Abah memintanya untuk Aisyah pun, dia lebih memilih untuk tidak menikah dan mematikan hatinya sendiri, Nak. Masyaalah, mungkin ada pepatah Jawa bilang, kucing kalau dikasih ikan mana mungkin menolak. Tapi nyatanya itu tidak berlaku untuk, Nak Abi. Karena apa? Karena cinta
Aisyah"Loh, kok kaget gitu, sih, Nak Abi? Memang benar, kan? Nak Abi tidak melakukan talak pada Nak Bella? Nak Bella yang menggugat, to?" tanya Kyai Khalil pada Abi yang masih tercekat."Nak, Abi." "Bi," ucapku menyenggol tangan Abi dengan siku-ku. "Hah, Iya, Kyai," jawab Abi cepat."Lah, terus ngapain rujuk? Nikah lagi dong," ucapnya lalu terkekeh."Astaghfirullah, Kyai. Saya sudah hampir jantungan, loh," ucap Abi menghempaskan tubuhnya di bahu sofa seraya mengusap dada. Ternyata selain berwibawa Kyai Khalil juga suka bercanda alias prank."Jadi, kalau istri yang menggugat cerai atau khulu itu tidak bisa hanya dengan kata rujuk kalian bisa rujuk kembali entah itu dalam masa Iddah atau tidak. Tetap tidak bisa, Nak. Kalian harus menikah lagi sebagaimana pernikahan pada umumnya. Melakukan ijab kabul, ada mahar dan harus ada dua orang saksi. Dan yang paling penting bahan sangat penting. Perhatikan ini Nak Bella, Nak Abi. Kalian harus memantapkan hati, bersungguh-sungguh, bahwa tida
"Percuma juga Aisyah berusaha memantaskan diri untuk Kak Abi, dengan cadar ini aku kira pandangannya padaku akan berubah seperti seorang pria pada wanita, tapi nyatanya aku salah. Dia tetap menganggapku seperti anak kecil," ucapnya beranjak dari tempat duduk."Loh, mau kemana?""Mau masuk, Kak.""Eh, tunggu, Syah, kamu harus pake cadarnya, sekali berubah itu harus konsisten, dong," kataku, mengajaknya duduk kembali. Tidak bisa membiarkan Abi melihat wajah Aisyah sekarang."Sri, coba kamu ambil cadar Aisyah, tanya aja sama Kyai Khalil," perintahnya."Iya, Mbak." Asri pun pergi."Aku cuma bawa satu cadar, kan aku cuma semalam di Jakarta."Asri pun berhenti melangkah sedangkan Aisyah melenggang masuk. Kami mengikutinya masuk, aku harap apa yang aku takutkan tidak terjadi.Begitu kami masuk, kami melihat Abi masih berbincang dengan Kyai sama sekali tidak terkejut saat melihat wajah Aisyah, Bahkan biasa saja. Berbeda saat dia melihatku untuk pertama kali setelah sekian lama berpisah, apa a
POV ABIBukan tanpa sebab aku memutuskan untuk menikah dulu baru mempertemukan Bella dengan keluargaku. Banyak pertimbangan saat aku memutuskannya. Papa, mungkin akan ikut bahagia dan mendukung aku, karena akhirnya aku bisa bersama dengan Bella, orang yang sangat aku cintai dan harapkan selama ini. Namun, Mama dan Adip? Seribu satu cara akan menggagalkannya. Tidak, aku tidak mau ambil resiko. Aku akan memperkenalkan Bella, setelah Ijab Kabul terlaksana."Apa kamu akan mengulangi seperti yang pertama? Nggak memperkenalkan aku pada mereka?" tanya Bella tak terima."Ye ... siapa bilang, orang Papa tau, kok kalau Salsa Bella itu istri pertamaku.""O, ya? Masak?""He'eh, kamunya aja ngambek ... terus gimana mau ngajak ketemuan? Dideketin aja sudah marah, seperti singa yang meraung-raung. Sampe bingung aku, tuh," jelasku.Hening."Bi, mau atau tidak mau tetap saja hati wanita itu tidak akan rela kalau pasangannya mendua. Nggak cuma wanita, kamu sendiri kalau lihat aku sama Kak Raka gimana?
"Mama," sapaku, kuraih tangan lalu kukecup punggung tangannya."Siapa yang mau nikah?" ulangnya."Nikah? Nggak ada, Ma," jawabku."Jangan bohong, Mama dengar sendiri kamu cari cincin pernikahan. Kamu tidak mungkin ke sini sendiri kalau tidak penting," terkanya. Aku mulai memutar otak, tak mungkin aku mengatakan bahwa aku yang menikah, dengan Bella pula."Abi merintis usaha baru di Bandung, Ma. Penerbitan, dan ada projek baru tentang pernikahan. Mama kan tau, Abi suka totalitas kalau kerja. Jadi Abi sendiri yang mencari bahan dan riset," Kuharap alasan yang aku berikan kali ini, bisa membuat Mama percaya."Mama mau cari apa?" tanyaku balik, mengubah topik pembicaraan.Ia tak menjawab."Ini, Mas cincinnya silahkan dipilih," kata pelayan yang tadi melayaniku."Iya, saya ambil yang paling bagus saja, ya," putusku memberikan kartu kredit pada pelayan. Aku tak mau berlama-lama di sini. Karena Mama akan terus menginterogasi."Ukurannya, Pak?" "Yang paling kecil aja," jawabku cepet, Bella ya
POV Bella"Saya terima nikahnya Salsa Bella Wiraguna binti Wiraguna dengan maskawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana saksi? Sah?" "Sah,""Alhamdulillah," ucap semua yang hadir termasuk Abi dan Kyai Khalil, tak nampak Aisyah di sana. Sepertinya ia masih merajuk. Tapi aku tak ambil pusing, akan aku pikirkan masalah Aisyah nanti setelah semua selesai.Dengan waktu singkat dan sekejap mata, Ijab kabul pun terjadi. Jika dulu, Papa sendiri lah yang menikahkan kami, berbeda dengan sekarang. Aku menikah dengan wali hakim. Ada rasa kesedihan saat teringat Papa saat menikahkan aku dengan Abi di Rumah Sakit waktu itu. Rasa bersalah karena sudah mengecewakan dan tidak melaksanakan amanah Papa."Bella akan bersungguh-sungguh kali ini, Pa," ucapku bertekad dalam hati. Hingga goncangan pelan di pundakku menyadarkanku. "Tanda tangan dulu, Bell," kata Abi. Aku pun segera membubuhkan tanda tanganku ditempat yang sudah mereka tunjukkan satu per satu.Setelahnya Kyai Khalil dan juga Pak RT yang entah
"Ya, udah kalian boleh keluar sekarang, makasih, udah bantuin sehingga acara berjalan lancar," kata Abi."Lancar dari Hongkong?" celetukku.Mereka terlihat melihat ke arahku bersamaan dan selanjutnya Abi mengusap wajahnya lalu menghembuskan napas panjang."Kami permisi, Pak," pamit Meta. Meta dan Asri pun bergegas keluar dari kamarku.Setelah mereka pergi, Abi berjalan menuju kamar mandi dan kembali dengan sabun cair di tangannya."Sini," ucapanya setelah duduk di sebelahku, meraih tanganku dan mulai mengoleskan sabun cair di jari manisku yang masih terselip sebuah cincin nanggung di sana, nanggung karena tidak masuk pun tidak keluar."Sakit?" Aku menggeleng."Udah, nggak usah nangis, maaf nanti diganti, deh, sama yang lebih besar," katanya."Lagian ukuran nggak proporsional," celetuk Abi."Apa maksudmu?" "Kebaya kegedean, cincin kekecilan, berarti kan nggak proporsional antara jari dan badan," terangnya."Menghina ciptaan Tuhan itu dosa. Ini salahmu, Bi!" "Hemmm, iya, salahku, lagi