Share

Bab 2

Penulis: Silla Defaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Rina, kenapa kamu harus bicara begitu sama Fika. Bersikap baiklah sama dia, liat, Fika udah bela-belain ngurusin anak kita, Harusnya kamu berterima kasih sama dia!" Mas Ahmad membelaku.

Memang benar apa yang dikatakan oleh Mas Ahmad. Mengurus 2 anak mereka bukanlah hal yang mudah. Seharusnya Mbak Rina memang bersyukur punya adik madu sebaik aku. Atau mungkin dia cemburu ya melihat kedekatanku sama Mas Ahmad? Ha ha... Tubuhnya yang bontel mirip karung goni itu tidak akan bisa berbuat banyak untuk menarik perhatian Mas Ahmad.

"Mbak, aku kan bawa Mas Ahmad ke kamar kamu, jadi nggak permisi juga nggak masalah," aku mengelak. Kan emang aku nggak salah toh. Lagi pula nggak ada barang yang berharga-berharga amat di kamarnya yang sempit ini. Jadi apa yang ingin ia sombongkan?

Aku saja yang kamarku lebih luas dan bagus tidak sesombong itu sampai harus minta izin segala macam.

Halah lagi-lagi tak apa lah dia mau bersikap begitu, toh pada kenyataannya Mas Ahmad jauh lebih mencintaiku dari pada Mbak Rina.

"Ini bukan masalah adanya Mas Ahmad atau tidak, tapi kayak yang kamu bilang tadi, ini tentang adab!"

"Sudah, Rina! Kamu sengaja cari celah untuk cari kesalahan Fika!" sergah Mas Ahmad lagi.

Sebenarnya aku ingin tertawa melihat Mbak Rina lagi-lagi dibentak sama suaminya. Kalau sama aku mana pernah Mas Ahmad bisa melakukan hal sekasar itu. Andai saja mbak Rina mau sadar, tentu dia bisa menyadari kalau dia itu sudah tak dicintai lagi sama Mas Ahmad. Tapi bodohnya, dia masih saja tak mau menggugat cerai.

"Lihat kamu, seharian mana mau bantuin Fika! Alasan kamu kerja, kerja! Padahal kerjaan cuma tukang marketing doang, tapi gaya udah selangit. Kayak yang paling sibuk aja!" lagi-lagi mbak Rina dimarahi sama Mas Ahmad.

"Kerjaan bergaji seuprit gitu tapi gaya udah macam manager. Kayak orang kantoran akut aja! Tuh kamu punya cermin, kan? Liat tuh muka kamu di sana! Pantes nggak sama gayamu!"

Sebenarnya aku sudah lama sekali memendam kata-kata seperti itu, dan sekarang Mas Ahmad telah mengatakannya, tanpa harus mengotori bibirku. Bagus! Rasanya aku cukup puas.

"Udah, Mas! Nggak usah marahin Mbak Rina! Kasihan dia," ujarku mendinginkan suasana.

Kulihat Mbak Rina tersenyum tipis! Aneh sekali, apa yang dia senyumin. Dihina kok malah tersenyum. Dia memang sudah tak waras. Kasihan Mas Ahmad, punya istri yang punya gangguan jiwa. Untung Tuhan menganugerahi aku untuknya.

Aku menarik tangan mas Ahmad keluar. Pria itu menurut.

"Yang sabar, Mas. Tuhan nggak suka orang pemarah!" ucapku lagi sembari menuntunnya duduk di tepi ranjang.

"Terimakasih, Dek Fika!"

Aku memeluk Mas Ahmad. Pria ini sungguh membuatku bangga. Dia suami yang pekerja keras, uangnya banyak dan royal padaku. Dia bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan swasta. Tapi sayangnya, dejak aku pacaran sama dia sampai detik ini, ada bayak pihak yang tak menyukaiku. Hingga aku dan dia harus berjuang hingga titik ini.

Dulu orang-orang memandangku buruk dan genit hanya gara-gara aku berpacaran dengan Mas Ahmad yang sudah punya istri dan bahkan sudah punya 2 anak.

Oke, dulu aku masih memaafkan orang-orang jahat yang memandangku buruk tersebut. Tapi sekarang, aku dan Mas Ahmad sudah menikah, kami tak hanya sekedar pacaran, apa lagi yang ingin mereka permasalahkan?

Mungkin mereka membenciku karena jadi istri kedua? Hellooo, nih ya, aku istri kedua tapi jauh lebih dekat pada agama dibanding istri tuanya. Hahaa, jadi aku bisa lebih percaya diri. Terlebih tampangku juga tidak jelek. Uang Mas Ahmad lebih dari cukup untuk membawaku ke salon setiap bulan.

Aku menuju ke dapur, sebelum malam tiba, rumah ini harus kuberesi terlebih dahulu. Akan tunjukan selalu pada Mas Ahmad kalau aku ini istri yang tahu tanggung jawab. Bahkan semua kerjaan yang berhubungan dengan rumah biar aku saja yang menyelesaikannya. Tak kan kubiarkan Mbak Rina mengerjakannya sehingga nanti bisa menarik perhatian Mas Ahmad.

Aku mulai meracik bumbu dan menyiapkan menu untuk makan malam nanti. Beberapa hari ini kurasakan kulit di telapak tanganku agak mengeras, tak selembut dulu. Mungkin ini karena aku terlalu sering bergelut di dapur kali ya. Ah tapi gak apa, ini hanya kesalahan kecil. Demi melayani suami dan mertua sepenuh hati, aku rela mengerjakannya. Ingat, aku ini istri dan menantu idaman setiap orang.

Aku baru saja menyajikan menu di atas meja, ketika Mbak Rina datang menghampiriku.

Tanpa berkata-kata wanita tak tahu malu itu mengambil piring dan makan. Astaga, dia gak sadar apa kalau tadi tak membantuku masak sedikitpun?

"Rina! Kamu gak bantuin Fika tadi? Lihat Fika capek-capek, baru selesai masak, eh kamu malah enak-enakan tinggal makan doang!" Mas Ahmad selalu membelaku di hadapan Mbak Rina. Aku yakin, Mbak Rina pasti sakit hati. Huh, biarin! Salah sendiri kenapa gak tahu diri.

"Mas, tadi tuh Fika bilang kalau dia nggak butuh bantuan aku, dia bisa ngerjain semuanya sendiri. Fika memang hebat," balas Mbak Rina.

Eh sialan, mana ada aku bilang nggak butuh bantuan dia. Dia sendiri yang yang ada inisiatif untuk bantuin aku.

"Waah, masakan Fika enak banget, Mas. Baru kali ini aku ngerasain masakan seenak ini. Serasa lagi makan di restoran aja nih kayaknya. Wanita pilihanmu ini memang luar biasa, Mas," belum sempat aku bicara, Mbak Rina sudah kembali berucap.

Hei, yang benar saja dia? Apa dia nggak cemburu? Kok dia malah memuji-muji aku di hadapan Mas Ahmad? Atau, atau dia hanya ingin menyembunyikan kecemburuannya dengan berkata seperti itu? Sengaja dia memuji-mujiku untuk menutupi sakit hatinya? Dasar munafik.

"Masakan Fika emang enak. Nggak kayak masakan kamu yang lebih sering nggak kerasa bumbunya! Makanya kamu harus belajar sama Fika," tiba-tiba ibunya Mas Ahmad juga ikut menimbrung ucapan kami. Menyadari kedatangan ibu mertua, aku berusaha memasang senyum semanis mungkin.

"Fika memang selalu berusaha untuk jadi istri yang baik. Tapi kamu tetep harus bantuin dia! Kasihan dia bisa kecapekan," ucap Mas Ahmad.

"Mas, seperti yang ibu bilang, masakan aku nggak enak. Aku lebih suka masakan Fika. Lebih sedap. Fika sangat pandai meracik bumbu. Jadi, kayaknya aku gak perlu bantuin dia. Ntar masakannya jadi hambar."

Whattt? Apa-apaan nih si Rina? Maksudnya apa? Apa dia mau bikin aku jadi tukang masaknya dia?

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Putra Dewa Asmara
seru banget ceritanya.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 3

    Aku liat Mas Ahmad mulai melirik ke arah Mbak Rina dengan tatapan tak suka. Mungkin saja Mas Ahmad ingin memberitahu Mbak Rina jika apa yang telah dilakukan perempuan itu tak benar. Mbak Rina memang tak pernah bisa bikin kedamaian. Tindakannya selalu saja memicu suasana keruh dan kacau. Kalau dipikir-pikir aku lebih suka jika dia enyah saja dari rumah ini. Tapi entahlah, karena tak tahu malu Mbak Rina masih saja kekeuh untuk tetap tinggal di rumah ini. Aku menghela nafas."Mas, nggak usah marahin Mbak Rina, ya! Walau gimanapun aku udah maafin dia," aku tersenyum menatap Mas Ahmad.Mas Ahmad menghembus nafas kasar. "Beruntung kamu punya adik madu seperti Fika! Kalau nggak, aku nggak tahu apa yang akan terjadi!" suara Mas Ahmad terdengar agak kesal.Mas Ahmad memang selalu lengket padaku. Terhitung sudah 3 bulan kami menikah, selama itu pula tak pernah dia bisa memarahiku. Dia bilang aku istri pilihan terbaik yang pernah ia miliki. Bangga memang bisa menjadi kebanggaan seorang suami.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 4

    Aku menghampiri Mas Ahmad. Eh, di depan kamar aku kembali berpapasan dengan wanita buntalan lemak ini. Wangi semerbak menembus hidung. Apa sekarang dia sudah mulai mengenal parfum? Wiih, ada kemajuan apa ini? Apa dia mau mencoba menjadi sepertiku?"Mbak, mau kemana?" Spontan aku bertanya ketus."Kenapa?" Dia malah bertanya balik. Aneh bin ajaib, itulah wanita ini. Kenapa dia selalu terlihat santai begitu? Apa dia sudah lupa kalau tadi baru saja bertengkar denganku. "Mbak, kalo mau keluar rumah nggak usah pake parfum. Dosa hukumnya!" Tegurku. Sengaja aku menaikkan sedikit volume suaraku. Supaya Mas Ahmad mendengar apa yang aku katakan. "Oh, begitu ya? Terimakasih ya, atas wejangannya. Jangan lupa, terapin juga untuk diri sendiri," Ih, j*jik aku mendengar jawabannya. Apalagi dia berucap seperti itu sambil tersenyum pula. Terlihat seperti dia sedang menghinaku. Aku tahu, ucapan terimakasih yang dia katakan hanyalah salah satu cara yang ia lakukan agar bisa menarik perhatian Mas Ahmad

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 5

    Aku benar-benar terkejut. Tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya jika Mbak Rina akan mendengar perkataanku. Aduh jangan-jangan dia juga mendengar ketika tadi aku menyarankan Mas Ahmad untuk memulangkannya ke rumah ibunya? Untungnya sepertinya Mas Ahmad paham akan kegelisahanku. Aku lihat laki-laki tersebut dengan cepat menghampiri Mbak Rina, dan menarik perempuan tersebut menjauh dariku. Rupanya Mas Ahmad membawa Mbak Rina ke kamarnya. Aku tidak tahu apa yang akan Mas Ahmad lakukan terhadap Mbak Rina, tapi kali ini alangkah lebih baiknya jika aku membiarkannya terlebih dahulu. Aku tahu Mas Ahmad akan menenangkan perempuan tersebut, suamiku tidak akan membuatku menjadi sasaran kemarahan istri pertamanya itu.***Di kamar yang tidak terlalu besar, Ahmad mengajak Rina untuk bicara dengan cara yang hati-hati. Laki-laki itu tahu bahwa istri pertamanya tersebut tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dia juga tahu jika apa yang telah diucapkan oleh Fika tadi telah menyakiti hati Rina. Ol

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 6

    "Nggak, Mas! Aku nggak akan ngeluarin uang lagi untuk kebutuhan rumah tangga kita dalam bentuk apapun."Ahmad terdiam, teramat susah baginya untuk membujuk Rina. "Kalau emang keputusan kamu sudah bulat, ya aku mau bilang apa. Sebenarnya ya aku juga kasihan sama Fika, dia capek urusin semua pekerjaan rumah. Rumah tangga ideal harusnya saling bekerjasama. Tadinya aku pikir kamu juga akan berpikir begitu," ujar Ahmad pelan."Mas, sebelumnya aku juga mengerjakan semuanya sendiri. Bahkan aku juga myambi cari uang juga buat nafkahi keluar kita. Jadi kurasa tak apalah kalau Fika mengerjakan semua pekerjaan rumah. Toh dia hanya mengerjakan itu. Aku juga nggak maksain dia untuk ikut cari nafkah." Ahmad kembali tak bisa berkata apa-apa untuk menanggapi ucapan Rina. Sedangkan Rina tak terlalu ambil pusing dengan reaksi Ahmad. Dalam benaknya masih ternganga luka yang di sebabkan itu pria itu. Ahmad yang menikahi Fika secara diam-diam yang telah menoreh luka tersebut. Sebelum semuanya terkuak d

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 7

    "Mas mau tidur di kamar Mbak Rina?" Aku beratanya untuk memastikan bahwa apa yang dia katakan barusan tidak salah.Tapi jawabannya sungguh di luar ekspektasi."Iya, Sayang. Satu malam ini aja. Kamu nggak marah, kan?"Hampir saja aku menangis dibuatnya. Sampai hati Mas Ahmad ingin membiarkan aku tidur sendiri. Sedangkan dia mau mesra-mesraan sama Mbak Rina. Ya Rabb, apa dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku?"Sayang, kamu kenapa diam aja? Kamu nggak apa-apa, kan?" dia mengelus pipiku.Aku sebenarnya ingin terisak. Air mata ini mulai ingin jatuh dari persembunyiannya. Tapi aku tidak ingin membuat Mas Ahmad kehilangan simpati hanya karena tingkah cengengku. Demi itu, aku membendung air mataku sekuat mungkin."Mas sungguh mau tidur sama dia? Bagaimana kalau Mbak Rina masih marah? Dia kan baru aja marah sama kita," pelan-pelan aku berucap. Aku tidak ingin membuatnya menilaiku buruk hanya karena aku tak menyetujui kehendaknya. "Kamu nggak usah terlalu khawatir. Insyaallah mas bisa men

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 8

    Bab 8Pov Rina Tak bisa aku menahan tawa ketika melihat reaksi Fika. Terlihat sekali dia cemburu akibat perkataanku barusan. Meskipun dia mengatakan tak ada kecemburuan, aku tahu itu hanya satu kebohongan.Mungkin dia pikir aku tak mendengar kata-kata yang ia ucapkan ketika sendirian tadi. Padahal aku tahu semua tindak-tanduknya, karena sejak tadi aku ada di sini dan melihat tingkahnya yang menangis tergugu bak anak kecil, hanya karena Mas Ahmad mau tidur bersamaku. Ha ha... Ini sangat lucu. Ia cemburu padaku yang notabene merupakan istri pertama si Ahmad. Padahal aku tidak meminta Mas Ahmad untuk datang, sama sekali aku tak mengharapkannya. Tapi Ahmad sendirilah yang tiba-tiba datang padaku.Tapi, ketika melihat tingkah Fika, terbersit juga rasanya untuk membuat Fika lebih tersiksa lagi karena sakit hatinya. Apalagi ketika aku mengatakan jika Ahmad berencana mengajakku ke puncak, kulihat raut mukanya merah padam. Fika, Fika, aku mau liat, gimana lagi cara yang akan dia lakuin unt

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 9

    Bab 9Fika Dengan perasaan jijik aku mengelap semua kotoran yang tadi sempat berceceran di lantai. Ini sangat bau, ya ampun. Aku berkali-kali hampir muntah di buatnya.Sial*n, ini semua gara-gara Mbak Rina. Kenapa tadi nggak dia saja yang kemari, bukan aku! Rasanya kesal sampai ke ubun-ubun. Bisa-bisanya dia bersantai ria terlelap di kamarnya, sedangkan aku berjuang mengurus wanita tua bangka ini sendirian.Seandainya kalau dia masih mempunyai pikiran yang baik, tak apa kalau dia tidak mau mengurus mertuanya, tapi setidaknya dia mau membantuku sedikit saja, tapi ini tidak, dia benar-benar egois. Bisa dikatakan semalaman ini aku tak bisa tidur karena menjaga ibu mertua. Mataku terasa berat sekali. Mas Ahmad hanya sesekali membantuku, ambil air minum misalnya. Selain itu aku juga tidak terlalu menuntutnya untuk membantu terlalu jauh. Sebab meskipun ini berat, ini merupakan salah satu caraku untuk menunjukkan kepada ibu mertua bahwa aku adalah wanita yang pantas untuk menggantikan Mbak

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 10

    Bab 10Mau tidak mau aku harus mengerjakan bejibun pekerjaan di rumah mertuaku. Piring kotor bertumpuk di westafel, cucian juga menggunung di samping mesin cuci. Ini sungguh bukan pemandangan yang menarik. Haduh, memandangnya saja bisa membuatku lelah, apalagi harus mengerjakan semuanya. Apalagi semalaman aku tidak merasakan tidur yang cukup. Bisa sakit aku kalau terus menerus begini. Tapi aku sama sekali tak punya pilihan lain selain dari menyelesaikan semua pekerjaan menyebalkan tersebut."Sayang, kamu udah beres-beres rupanya, ternyata istri cantikku emang ini rajin banget. Tapi sayang, jangan terlalu capek ya. Jaga kesehatan. Sini, mas bantu kamu buat jemur bajunya," Mas Ahmad menawarkan bantuan.Ketika mendengar penawaran tersebut, seketika rasa lelah yang kurasakan berkurang. Mas Ahmad memang menaruh perhatian lebih padaku. Padahal sejauh yang aku tahu, laki-laki ini tidak pernah membantu istri pertamanya dalam hal-hal seperti ini. Aku memang spesial buat dia.Ini sebagai sala

Bab terbaru

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 55

    Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 54

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 53

    Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 52

    "Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 51

    RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 50

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 49

    FikaAku mengambil beberapa baju lalu memasukkannya ke dalam koper. Sengaja aku melakukan itu di depan Mas Ahmad. Semoga saja dengan melihatku begini dia benar-benar berpikir kalau aku memang akan pergi meninggalkannya, bukan hanya sekedar ancaman semata. Tapi melihatku melakukan semua ini dia malah diam saja sambil masih sibuk memainkan ponsel. Tidakkah terpikir olehnya untuk mencegahku pergi? Mengapa dia membiarkan saja? Padahal Aku mengharapkan dia memeluk dan menghiburku. Tapi apa yang kulihat sekarang sungguh tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Dia justru semakin cuek dan tak peduli.Bahkan ketika aku membawa koperku keluar, dia masih diam tanpa melakukan apa-apa. Seolah memang benar-benar membiarkanku keluar dari rumah ini begitu saja. Aku terus melangkah meninggalkan Mas Ahmad di kamar, terus melaju hingga pintu depan. Di pintu aku berhenti beberapa saat, tapi apa yang aku tunggu tidak kunjung tiba. Mas Ahmad ternyata tidak mengikutiku. Dia benar-benar membiarkanku per

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 48

    Bab 48 (KBM 44)"Tega kamu, Mas!" Hardikku pada Mas Ahmad."Tega kenapa lagi sih?"Lihat dia! Berlagak seperti tak sadar saja terhadap apa yang udah dia lakuin."Pokoknya aku nggak mau lagi kamu berhubungan sama Rina, Mas! Istri kamu sekarang itu aku! Dia hanya mantan! Jadi seharusnya menghargai aku!" Sambil terisak aku terus memohon padanya. "Dari kemarin-kemarin kamu melarang aku untuk kontak sama Rina, memang masalah kamu apa?""Jelas-jelas aku sakit hati, Mas!" hardikku cepat."Sakit hati mulu yang kamu bicarain! Bisa nggak sedikit aja kamu kesampingkan sakit hati kamu! Oke aku sama Rina emang mantan! Tapi aku juga punya anak sama dia! Apa aku salah jika terus menjalin komunikasi sama anak-anak aku?" Sedikitpun dia tidak menunjukkan empati untukku. Bahkan dalam pandanganku dia tetap lebih condong kepada mantan istrinya tersebut. "Tapi kamu nggak bicara sama anak-anak kamu, Mas! Kamu bicara sama Rina! Nggak usah ngeles lagi kamu! Kamu kayak ngejar-ngejar dia terus! Aku nggak suka

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 47

    Bab 47 (KBM 43)(Tolong Rin, balas pesan aku! Aku cuma merindukan anak-anak. Demi anak-anak, ayo kita perbaiki hubungan, atau aku akan ambil hak asuh anak-anak? Bagaimana?)Aku sedikit mengembangkan senyum. Saya rasa kalau menyebut masalah anak, Rina pasti tidak bisa berbuat banyak. Soalnya dari dulu Rina mempunyai kedekatan yang sangat akrab dengan amat anak. Dia pasti tidak ingin dipisahkan.Ting!Apa yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Pesan dari Rina.(Kamu mau ambil hak asuh anak? Kalau kamu mampu ambil saja! Apa kamu yakin bisa mengurusnya dengan baik? Kalau yakin ya udah, nanti aku anterin!)Whatt? Dia tak keberatan jika aku mengambil hak asuh anak-anaknya? Mengapa dia tidak merasa takut dengan ancamanku? Malah membalas dengan seenak jidat saja, seperti tidak terbebani dengan isi pesanku.Tapi nanti dulu, Aku akan mencoba untuk mengikuti alur permainannya. Sebab aku yakin ini hanya sikap kepura-puraannya saja. Aku tak yakin dia semudah itu memberi hak asuh anak-anak pada

DMCA.com Protection Status