“Sel!” seru Dave dengan teramat bahagia. Dia seperti anak kecil yang menemukan mainan yang dia impikan. Dia mengayunkan kakinya tanpa beban menghampiri Selina yang mematung di bibir pintu dengan menundukan matanya. Saking bahagia, Dave lupa jika dia belum berpakaian semestinya. Auratnya terlihat.‘Wahai hati kondisikan!’Selina komat-kamit. Secara tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat seperti setelah berlari maraton. Alasan pertama tentu karena bertemu dengan lelaki yang ‘entahlah’ selalu muncul tiba-tiba di pikirannya. Alasan ke dua kondisi pertemuan yang benar-benar tak pantas, Dave seolah setengah telanjang.“Sel, kamu mau jenguk Ruri?” tanyanya dalam jarak satu meter. Pertanyaan yang tak butuh jawaban. Barangkali hanya butuh kepastian. Selina tak pernah mengira akan bertemu dengannya lagi. Huft, apalagi dalam kondisi yang membuat canggung.‘Ya ampun, malah nyamperin lagi,’ batinnya dengan gugup. Dadanya semakin sesak. Padahal Dave tidak bermaksud memamerkan tubuh atletisnya. S
Namun saat yang bersamaan tiba-tiba datanglah dr. Areeta yang turun dari mobilnya. Dia mendapat kabar dari Meliani kalau Dave berada di rumah Ruri saat ini. dr. Areeta tersentak kaget saat melihat Dave membopong Selina. Dia mengeratkan tangannya lalu mengikuti Dave dengan mobilnya.“Astaga! Ternyata anak Ustaz Bashor sama aja seperti perempuan lain. Murahan!” gerutunya dengan kesal. Meskipun yang dilihatnya Selina tengah sakit dan butuh pertolongan tetapi dia merasa Selina telah berbuat curang dengan mendatangi Dave diam-diam.Ruri yang baru keluar kamar mandi merasa bingung. Kemana sang gurunya pergi?Lalu dia berjalan keluar garasi untuk melihat apa yang terjadi. Selina dibawa oleh omnya dan terlihat dr. Areeta mengikutinya. Mang Ramli pun menceritakan kronologi yang dilihatnya tadi pada Ruri. Gegas, Ruri langsung menghubungi pihak pesantren dan menjelaskan kondisi Selina yang dibawa ke rumah sakit oleh Dave. “Waduh! Perang dingin!” gumam Ruri melihat kepergian mereka. “Bu Selina k
“Dave, aku tugas dulu!” seru kawan lama Dave yang merupakan sesama dokter di rumah sakit tersebut. Hanya saja dia dokter umum.“Okay, Bro!” sahut Dave dengan tersenyum tipis dan adu jotos dengannya. Tak menyangka, bisa bertemu dengan kawan satu kampus dengannya.“Assalamuaaikum!” sapa Ustaz Bashor saat melihat Dave tengah sendiri, duduk di bangku besi.“Wa-alaikumsalam!” jawab Dave tergeragap. Dia langsung disergap serangan gugup saat itu. Namun dia berusaha mengendalikan perasaannya dengan menoleh dan tersenyum ramah meski tak bisa seramah Aqsa atau Mahendra. Pada dasarnya memang dia sedikit kaku. Pengecualian saat dia berhadapan dengan Selina. Kekakuannya mendadak luntur.“Maaf mengganggu waktunya dokter,” Ustaz Bashor menghela nafas panjang.“Tidak apa-apa Ustaz, jangan sungkan. Um, kebetulan aku belum pulang, masih ada urusan dengan teman,” ucapnya berdusta. Sudah jelas dia akan pulang. Namun demi menghormati Ustaz Bashor Dave sedikit merangkai cerita. “Panggil aku saja Dave,” ka
“Kamu kenapa lagi Dek?” tanya Adam langsung menyambut kedatangan adik kesayangannya. Dia memencet hidung Selina dengan usil, membuatnya kesulitan bernafas. Selina langsung kesal dan menepis tangan sang kakak.“Sakit tahu!” ucap Selina dengan memajukan bibirnya manja. Hidungnya sampai memerah karena tingkah sang kakak. Jika dia berada di sekolah dan bersama para anak didiknya maka dia selalu tampak bijak dan dewasa. Berbeda saat dia berada di tengah keluarganya, dia terkadang terlihat sangat manja karena begitu dilimpahi kasih sayang luar biasa dari seluruh anggota keluarga.“Sudah, jangan usil!” seru Ummi Sarah langsung mengusap pucuk kepala Adam. Dia senang sekali Adam sudah seperti Adam yang sesungguhnya. Dia sudah bisa diajak ngobrol lagi tak seperti saat dia kehilangan Anisa, dia tampak sangat sedih dan melankolis.“Kok bisa sampe salah minum obat sih? Gimana ceritanya Ummi?” kata Adam terkekeh pelan. Lantas dia duduk di sofa dengan sedikit kasar hingga terdengar suara dari balik
Hening beberapa saat.Dave masih memegangi teleponnya dengan memejamkan mata elangnya. Dia bayangkan suara itu-wajah itu. Bagaimana bisa terlihat adem dan menenangkan. Reflek, dia menggerakan satu tangannya untuk menyentuh dadanya yang bergemuruh hebat.[Um … kemarin tak sempat bertemu lagi. Aku mau ngucapin terima kasih buat … ya … udah nolongin aku,] kata Selina dengan terbata-bata mirip seorang anak kecil yang tengah belajar merangkai kata. Siapapun pasti bisa menangkap kegugupan tingkat tinggi yang Selina rasakan saat ini.[Sama-sama! Bagaimana kondisimu sekarang?][Baik,][Masih pusing ‘kah?][Tidak,]Selina menggeleng pelan.[Sesak?][Tidak,]Selina menggeleng pelan lagi.[Aku harap kamu lebih berhati-hati lagi minum obat. Sebaiknya kamu minta dokter yang menanganimu untuk mengganti jenis obat. Bisa jadi reaksi berlebihan pada tubuhmu itu karena obatnya terlalu keras,] nasihat Dave sebagaimana nasihat seorang dokter pada pasiennya.[Ya,]Selina mengangguk di seberang telepon tan
Selina duduk di meja yang terletak jauh dari mejanya, tepatnya di meja nomor dua puluh delapan dekat panggung live music yang sedang berlangsung.“Pasti kamu penasaran mengapa aku ingin bicara empat mata denganmu,” ucap dr. Areeta dengan lugas. Dia menopang dagu dengan ke dua tangannya di atas meja. Terlihat santai sekali.Selina mengambil ancang-ancang untuk bersuara.“Um …”Belum sepatah kata terucap, dr. Areeta sudah keburu menyela.Dr. Areeta meraih gelas berisi jusnya lalu menggoyangkannya perlahan.“Jadi begini, Teh Selin! Mohon maaf sebelumnya, ini bukan waktu yang tepat untuk bicara. Tapi … jujur aku sibuk jika sudah berada di klinik dan ini adalah seperti sebuah jalan dari Allah untuk bertemu denganmu di sini,” katanya menghela nafas panjang. Dia pun meneguk jusnya terlebih dahulu lalu mendaratkan kembali gelas tersebut di atas meja tanpa suara.“Aku tahu kamu suka Dave …” ucapnya dengan menatap Selina dengan lekat. Tatapannya begitu intimidatif, mirip seorang detektif yang t
Winda segera menutup kembali buku diary Selina agar tidak ketahuan. Dia pun tidur menyusul teman-temannya yang lain. Keesokan harinya mereka pergi ke sekolah dengan semangat luar biasa untuk mengawas anak-anak dalam mengerjakan soal UAS.UAS berjalan lancar dan musim liburan sekolah telah tiba. Pun, acara kenaikan sekolah sudah dilaksanakan. Seluruh guru dan murid menikmati hari libur dengan cara masing-masing. Hanum pulang kampung ke Cianjur Selatan, Winda pulang ke Majalengka sedangkan Elvira berlibur ke Solo bersama keluarga besarnya. Selina tidak berlibur kemana-mana sebab dia baru bisa berlibur jika ke dua orang tuanya tidak sibuk.Ustaz Bashor dan Ummi Sarah sedang sibuk dengan pembangunan pesantren. Ustaz Bashor membangun gedung baru untuk santri khusus tahfidz Alquran. Sebentar lagi keponakannya akan pulang dari Mesir dan dia akan mengurus santri khusus tahfidz Alquran. Adapun Adam sibuk mengurus toko lampu hias yang dia buka di Sukabumi, tak jauh dari rumah Hawa. Berbeda deng
“Zahra, ini tak seperti apa yang kamu pikirkan,” ucap Selina dengan raut cemas. Dia takut jika Zahrana mengira yang tidak-tidak. Kebetulan mereka tengah berduaan di balkon meskipun tidak melakukan apapun.Aqsa memandang Zahrana dengan tatapan yang menyalang. “Kalau terjadi apa-apa di antara kami itu bukan urusanmu,”“Mas,” lirih Zahrana dengan mata yang berkaca-kaca.“Zahra, Mas? Ada apa?” Shiza menghampiri mereka, menatap mereka bergantian. “Tanyakan padanya!” seru Aqsa mendelik pada Zahrana. Tatapannya yang semula iba pada Zahrana kini berubah menjadi rasa benci yang teramat sangat.“Mas Aqsa mendatangi Selina. Maksudnya apa?” cetus Zahrana sembari menahan tangis. “Mas! Apa maksudmu?” Shiza berbalik bertanya pada Aqsa.Selina hanya diam tergugu menatap pertengkaran di antara mereka. Lalu dia mendengae dering telepon dari Arman.“Maaf, Za, aku harus pergi sekarang. Kang Arman udah di depan,” ucap Selina setelah memeluk Shiza. “Maaf, aku tak mau jadi pemicu pertengkaran di antara
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te