“Keputusan apa maksud Papa?” tanya Ayu pada suaminya.“Keputusan apakah Aqsa akan meneruskan pernikahannya atau tidak,” tukas Rakha bernada dingin. Tak hanya Aqsa, Rakha juga kecewa berat dengan sikap Zahrana. Faktanya, dengan cara apapun Zahrana berusaha merebut Aqsa dari Selina. “Padahal, Papa sempat berpikir, Aqsa nikahin saja dengan Selina toh gak bakalan ada yang tahu dia anak siapa. Semua orang tahunya dia anaknya Bashor,”Ayu menggeram. “Jangan bahas Selina dulu Pa! Kita selesaikan ini dulu,”Aqsa hanya diam dengan rahang yang mengeras. Dia dilanda bingung. Alasannya adalah ada janin yang tumbuh di rahim Zahrana. Jika dia menceraikannya bagaimana nasibnya kelak. Tak pernah terlintas sedikitpun jika dia mengalami pernikahan yang tak sesuai harapannya.Kata cerai? Yang benar saja!“Aku … minta maaf Mama, Papa, Mas Aqsa dan Shiza. Aku benar-benar menyesal telah melakukan kebohongan demi ambisiku. Aku mencintai Mas Aqsa bahkan jauh sebelum Selina mengenalmu Mas. Aku sudah jatuh hat
“Masyaallah, kita bertemu di sini, Sel,” sahut Dave seperti biasa. Dia berusaha keras untuk tidak memperlihatkan emosi ‘bahagia’-nya saat bertemu dengan gadis yang seringkali dia selipkan dalam doanya.‘Tundukkan pandanganmu!’“Kamu gantiin dr. Diana ya …” ucap Selina dengan tergeragap. Rasanya Selina ingin menenggelamkan dirinya ke dalam samudra, bertemu dengan lelaki yang pernah ‘singgah’ dan sekaligus lelaki itu tahu kekurangan Selina, alias penyakit yang dideritanya. Selama ini dia berusaha terlihat baik-baik saja dan tak ingin semua orang tahu apa yang dideritanya kecuali orang terdekatnya.“Iya, dr. Diana teman sewaktu kuliah dan kami cukup akrab,” ucap Dave singkat lalu dia menoleh pada rekam medis yang Selina miliki. Dave berusaha bersikap profesional berhadapan dengan Selina meskipun hatinya rupanya tak bisa kompromi. Ada debar yang mendebur ibarat suara deru ombak yang maha dahsyat.Keinginan hatinya ialah menyapanya dengan hangat. Kenangan saat di kepulauan Batam takkan per
“Makasih, aku minta alamat pesantren saja,” ucap Selina menolak secara halus.Dave paham maksudnya. Dia menulis alamat Ruri di balik kertas berisi resep obat.“Aku sudah tulis di sini, kamu bisa tebus obat di bagian farmasi, semoga lekas sembuh,” ucap Dave mengakhiri percakapan mereka.Selina berdiri dan mengatupkan tangannya lalu berucap salam. “Assalamualaikum!” katanya sedikit menundukkan kepalanya.“Waalaikumsalam warahmatullah,” jawab Dave seraya menatap kepergian Selina hingga punggungnya tak terlihat. Dia pun mengepalkan tangannya ke udara seraya bilang ‘yes’. Dia melakukan selebrasi luar biasa hingga meloncat kegirangan saat kepergiannya.‘Sebuah kesempatan yang takkan pernah datang dua kali,’Selina pun keluar dari ruangan Dave dan pergi menuju bagian farmasi untuk menebus obat. Setelahnya dia pergi ke luar lobi rumah sakit dan duduk di sana. Dia menelepon Adam tetapi Adam tak mengangkat teleponnya. Terpaksa, Selina duduk di sana lumayan lama. Dia akan menunggu Adam menelepon
Semenjak kenal dengan Selina, Dave mulai meninggalkan kebiasaan buruknya seperti shalat yang masih bolong, merokok dan pergi ke Pub. Dia mendapat jawaban dari apa yang dia temukan bahwa ihwal jodoh itu ibarat cerminan diri kita. Andai kita baik maka jodoh kita pun baik. Dave berangan-angan jodohnya ialah Selina atau mungkin dia merasa hal tersebut jauh dan tak mampu dia rengkuh, setidaknya akhlaknya mirip Selina. Di sepertiga malam, Dave bangun lalu melaksanakan shalat qiyamul lail. Kebiasaan tersebut berlangsung saat dia merasa gamang apakah dia akan menuruti perintah sang ibu untuk menikahi dr. Areeta atau tidak. Dia pun pasrah mengikuti semua keinginan Meliani untuk menikahinya demi menyenangkan hatinya. Namun shalat dan doa memberikan jawaban lain, ternyata dr. Areeta bukanlah jodohnya sebab Tuhan telah menunjukan kepribadiannya yang asli di hadapan Meliani.Flashback on,Suatu hari Meliani menghadiri acara meeting dengan investor di sebuah hotel bintang lima di Jakarta. Di sana
Bugh,Pada akhirnya karena kurang hati-hati Shiza menubruk tubuh seseorang. Seperti biasa dia sedikit ceroboh. Namun Shiza tak lekas bangun, sepertinya kali ini kakinya ikut terkilir.“Ough!” serunya meringis.“Maaf, aku juga tidak hati-hati, Shiza,” ucap lelaki yang tak sengaja ditabrak Shiza sembari ikut membungkuk dan melihat kaki Shiza.“Aa Adam?” seru Shiza spontan. Adam hanya diam dan menampilkan ekspresi dingin. Lalu sejenak dia mengamati kaki Shiza dan tangannya menyentuh area pergelangan kakinya. Rasanya jantung Shiza seakan meledak bisa bertemu dengan Adam dalam jarak yang sangat dekat. “Tahan, sebentar,” ucap Adam lalu membetulkan posisi pergelangan kaki kiri Shiza. Shiza yang merasa sakit luar biasa akhirnya mencengkeram lengan Adam tanpa sadar.“Sakit banget …” keluhnya seperti seorang anak kecil.“Sudah, coba gerakin!” titah Adam menatap Shiza penuh perhatian, membuat jantung Shiza mau copot.Shiza pun berusaha bangkit dan langsung bisa berjalan. “Makasih, Aa,” ucap Sh
“Meliani,” ucap wanita tersebut menyebutkan namanya.“Tante Meliani,” ulang Selina dengan menggaruk tangannya. “Aku sedang cari pashmina, bisa bantu?” Meliani mengetes gadis itu. Apakah dia bersedia membantunya lagi?“Sel, ayo!” seru Shiza. Selina pun menoleh. Dia menjadi gamang antara menghampiri Shiza atau membantu Meliani terlebih dahulu. Dia tercenung sejenak.“Gak usah cariin, temanmu manggil,” desis Meliani dengan to the point. Begitulah gayanya bossy dan tegas.“Bu, maaf,” ucap Selina meninggalkan Meliani sembari membungkuk.Meliani maklum. Masa iya Selina harus terus menolongnya, pikirnya. Dia pun mencari pashmina yang dia sendiri tak tahu untuk dipakai acara apa. Dia hanya mengikuti kata hatinya, bergerak begitu saja saat melihat manekin berbusana syari. Ingin rasanya mencoba memakai pashmina. Meskipun dia seorang muslimah, dia tak pernah memakai hijab kecuali saat acara tertentu seperti menghadiri pemakaman. Itupun memakainya hanya dengan meletakkannya di atas kepala dan m
“Why not?” desis Dave.“Um, Dave … dia gadis yang aku sukai. Aku sudah datang taaruf pada ke dua orang tuanya …” ucap Mahendra dengan lesu.Dave pun terkekeh. “Sudah kuduga! Pasti ada banyak lelaki yang mengejarnya. Tapi aku akan bersaing dengan siapapun termasuk kamu,”“Termasuk aku … huh! Tapi dulu Dave. Soalnya sekarang aku sudah married,” katanya pasrah.“Nah itu aku gak tahu itu proses apa taaruf, makanya aku mau tanya,”“Ya taaruf itu ibarat perkenalan doang. Kalau kita tahunya pacaran kan. Tapi kalau taaruf sebatas saling memperkenalkan diri dan lain-lain. Lalu khitbah atau melamar. Nah, jarak antara khitbah dan nikah itu tak boleh lama, harus buru-buru agar tidak menimbulkan fitnah. Gitu deh, prosedur secara syariat agama,” papar Mahendra dengan sedikit masam.“Hei, kok bete gitu? Kamu ‘kan sudah married?” kata Dave terkekeh.“Seharusnya aku yang jadi pahlawan Selina … tapi ya sudahlah. Emang takdir bukan jodohnya. Aku akan mendukungmu jika kamu serius,”Mahendra membuang nafa
Fadel merenggangkan pelukannya pada sang mertua lalu terukir senyum haru di wajahnya.“Hawa sudah melahirkan anak kembar dengan selamat,” katanya dengan menyeka air matanya dengan punggung tangannya.“Alhamdulillah,” ucap Ustaz Bashor dengan mengusap wajahnya.Semua berucap syukur.“Hawa melahirkan bayi prematur. Jadi dedek bayi di dalam inkubator, Abah, Ummi,” papar Fadel dengan tak bisa menahan rasa bahagia.“Bang Fadel bikin kita jantungan nih! Dikira Teh Hawa kenapa-kenapa,” omel Adam mendecak sebal melihat kakak iparnya memang kadang menyebalkan.“Maaf, habis saking terlalu seneng,” ucap Fadel dengan terkekeh masih dalam isaknya. “Setelah penantian bertahun-tahun,”“Allah, makasih banget aku jadi Aunty,”Selina mengucap syukur dengan mata yang berbinar.“Selamat ya Fadel! Kamu resmi jadi seorang ayah,”Ummi Sarah menepuk pundaknya.“Ayo, aku tak sabar pengen lihat teh Hawa dan dedek bayi. Ya ampun Bang Fadel bikin bayinya dirapelin,” cicit Selina sembari berjalan mengikuti Fadel