Selina duduk di meja yang terletak jauh dari mejanya, tepatnya di meja nomor dua puluh delapan dekat panggung live music yang sedang berlangsung.“Pasti kamu penasaran mengapa aku ingin bicara empat mata denganmu,” ucap dr. Areeta dengan lugas. Dia menopang dagu dengan ke dua tangannya di atas meja. Terlihat santai sekali.Selina mengambil ancang-ancang untuk bersuara.“Um …”Belum sepatah kata terucap, dr. Areeta sudah keburu menyela.Dr. Areeta meraih gelas berisi jusnya lalu menggoyangkannya perlahan.“Jadi begini, Teh Selin! Mohon maaf sebelumnya, ini bukan waktu yang tepat untuk bicara. Tapi … jujur aku sibuk jika sudah berada di klinik dan ini adalah seperti sebuah jalan dari Allah untuk bertemu denganmu di sini,” katanya menghela nafas panjang. Dia pun meneguk jusnya terlebih dahulu lalu mendaratkan kembali gelas tersebut di atas meja tanpa suara.“Aku tahu kamu suka Dave …” ucapnya dengan menatap Selina dengan lekat. Tatapannya begitu intimidatif, mirip seorang detektif yang t
Winda segera menutup kembali buku diary Selina agar tidak ketahuan. Dia pun tidur menyusul teman-temannya yang lain. Keesokan harinya mereka pergi ke sekolah dengan semangat luar biasa untuk mengawas anak-anak dalam mengerjakan soal UAS.UAS berjalan lancar dan musim liburan sekolah telah tiba. Pun, acara kenaikan sekolah sudah dilaksanakan. Seluruh guru dan murid menikmati hari libur dengan cara masing-masing. Hanum pulang kampung ke Cianjur Selatan, Winda pulang ke Majalengka sedangkan Elvira berlibur ke Solo bersama keluarga besarnya. Selina tidak berlibur kemana-mana sebab dia baru bisa berlibur jika ke dua orang tuanya tidak sibuk.Ustaz Bashor dan Ummi Sarah sedang sibuk dengan pembangunan pesantren. Ustaz Bashor membangun gedung baru untuk santri khusus tahfidz Alquran. Sebentar lagi keponakannya akan pulang dari Mesir dan dia akan mengurus santri khusus tahfidz Alquran. Adapun Adam sibuk mengurus toko lampu hias yang dia buka di Sukabumi, tak jauh dari rumah Hawa. Berbeda deng
“Zahra, ini tak seperti apa yang kamu pikirkan,” ucap Selina dengan raut cemas. Dia takut jika Zahrana mengira yang tidak-tidak. Kebetulan mereka tengah berduaan di balkon meskipun tidak melakukan apapun.Aqsa memandang Zahrana dengan tatapan yang menyalang. “Kalau terjadi apa-apa di antara kami itu bukan urusanmu,”“Mas,” lirih Zahrana dengan mata yang berkaca-kaca.“Zahra, Mas? Ada apa?” Shiza menghampiri mereka, menatap mereka bergantian. “Tanyakan padanya!” seru Aqsa mendelik pada Zahrana. Tatapannya yang semula iba pada Zahrana kini berubah menjadi rasa benci yang teramat sangat.“Mas Aqsa mendatangi Selina. Maksudnya apa?” cetus Zahrana sembari menahan tangis. “Mas! Apa maksudmu?” Shiza berbalik bertanya pada Aqsa.Selina hanya diam tergugu menatap pertengkaran di antara mereka. Lalu dia mendengae dering telepon dari Arman.“Maaf, Za, aku harus pergi sekarang. Kang Arman udah di depan,” ucap Selina setelah memeluk Shiza. “Maaf, aku tak mau jadi pemicu pertengkaran di antara
“Keputusan apa maksud Papa?” tanya Ayu pada suaminya.“Keputusan apakah Aqsa akan meneruskan pernikahannya atau tidak,” tukas Rakha bernada dingin. Tak hanya Aqsa, Rakha juga kecewa berat dengan sikap Zahrana. Faktanya, dengan cara apapun Zahrana berusaha merebut Aqsa dari Selina. “Padahal, Papa sempat berpikir, Aqsa nikahin saja dengan Selina toh gak bakalan ada yang tahu dia anak siapa. Semua orang tahunya dia anaknya Bashor,”Ayu menggeram. “Jangan bahas Selina dulu Pa! Kita selesaikan ini dulu,”Aqsa hanya diam dengan rahang yang mengeras. Dia dilanda bingung. Alasannya adalah ada janin yang tumbuh di rahim Zahrana. Jika dia menceraikannya bagaimana nasibnya kelak. Tak pernah terlintas sedikitpun jika dia mengalami pernikahan yang tak sesuai harapannya.Kata cerai? Yang benar saja!“Aku … minta maaf Mama, Papa, Mas Aqsa dan Shiza. Aku benar-benar menyesal telah melakukan kebohongan demi ambisiku. Aku mencintai Mas Aqsa bahkan jauh sebelum Selina mengenalmu Mas. Aku sudah jatuh hat
“Masyaallah, kita bertemu di sini, Sel,” sahut Dave seperti biasa. Dia berusaha keras untuk tidak memperlihatkan emosi ‘bahagia’-nya saat bertemu dengan gadis yang seringkali dia selipkan dalam doanya.‘Tundukkan pandanganmu!’“Kamu gantiin dr. Diana ya …” ucap Selina dengan tergeragap. Rasanya Selina ingin menenggelamkan dirinya ke dalam samudra, bertemu dengan lelaki yang pernah ‘singgah’ dan sekaligus lelaki itu tahu kekurangan Selina, alias penyakit yang dideritanya. Selama ini dia berusaha terlihat baik-baik saja dan tak ingin semua orang tahu apa yang dideritanya kecuali orang terdekatnya.“Iya, dr. Diana teman sewaktu kuliah dan kami cukup akrab,” ucap Dave singkat lalu dia menoleh pada rekam medis yang Selina miliki. Dave berusaha bersikap profesional berhadapan dengan Selina meskipun hatinya rupanya tak bisa kompromi. Ada debar yang mendebur ibarat suara deru ombak yang maha dahsyat.Keinginan hatinya ialah menyapanya dengan hangat. Kenangan saat di kepulauan Batam takkan per
“Makasih, aku minta alamat pesantren saja,” ucap Selina menolak secara halus.Dave paham maksudnya. Dia menulis alamat Ruri di balik kertas berisi resep obat.“Aku sudah tulis di sini, kamu bisa tebus obat di bagian farmasi, semoga lekas sembuh,” ucap Dave mengakhiri percakapan mereka.Selina berdiri dan mengatupkan tangannya lalu berucap salam. “Assalamualaikum!” katanya sedikit menundukkan kepalanya.“Waalaikumsalam warahmatullah,” jawab Dave seraya menatap kepergian Selina hingga punggungnya tak terlihat. Dia pun mengepalkan tangannya ke udara seraya bilang ‘yes’. Dia melakukan selebrasi luar biasa hingga meloncat kegirangan saat kepergiannya.‘Sebuah kesempatan yang takkan pernah datang dua kali,’Selina pun keluar dari ruangan Dave dan pergi menuju bagian farmasi untuk menebus obat. Setelahnya dia pergi ke luar lobi rumah sakit dan duduk di sana. Dia menelepon Adam tetapi Adam tak mengangkat teleponnya. Terpaksa, Selina duduk di sana lumayan lama. Dia akan menunggu Adam menelepon
Semenjak kenal dengan Selina, Dave mulai meninggalkan kebiasaan buruknya seperti shalat yang masih bolong, merokok dan pergi ke Pub. Dia mendapat jawaban dari apa yang dia temukan bahwa ihwal jodoh itu ibarat cerminan diri kita. Andai kita baik maka jodoh kita pun baik. Dave berangan-angan jodohnya ialah Selina atau mungkin dia merasa hal tersebut jauh dan tak mampu dia rengkuh, setidaknya akhlaknya mirip Selina. Di sepertiga malam, Dave bangun lalu melaksanakan shalat qiyamul lail. Kebiasaan tersebut berlangsung saat dia merasa gamang apakah dia akan menuruti perintah sang ibu untuk menikahi dr. Areeta atau tidak. Dia pun pasrah mengikuti semua keinginan Meliani untuk menikahinya demi menyenangkan hatinya. Namun shalat dan doa memberikan jawaban lain, ternyata dr. Areeta bukanlah jodohnya sebab Tuhan telah menunjukan kepribadiannya yang asli di hadapan Meliani.Flashback on,Suatu hari Meliani menghadiri acara meeting dengan investor di sebuah hotel bintang lima di Jakarta. Di sana
Bugh,Pada akhirnya karena kurang hati-hati Shiza menubruk tubuh seseorang. Seperti biasa dia sedikit ceroboh. Namun Shiza tak lekas bangun, sepertinya kali ini kakinya ikut terkilir.“Ough!” serunya meringis.“Maaf, aku juga tidak hati-hati, Shiza,” ucap lelaki yang tak sengaja ditabrak Shiza sembari ikut membungkuk dan melihat kaki Shiza.“Aa Adam?” seru Shiza spontan. Adam hanya diam dan menampilkan ekspresi dingin. Lalu sejenak dia mengamati kaki Shiza dan tangannya menyentuh area pergelangan kakinya. Rasanya jantung Shiza seakan meledak bisa bertemu dengan Adam dalam jarak yang sangat dekat. “Tahan, sebentar,” ucap Adam lalu membetulkan posisi pergelangan kaki kiri Shiza. Shiza yang merasa sakit luar biasa akhirnya mencengkeram lengan Adam tanpa sadar.“Sakit banget …” keluhnya seperti seorang anak kecil.“Sudah, coba gerakin!” titah Adam menatap Shiza penuh perhatian, membuat jantung Shiza mau copot.Shiza pun berusaha bangkit dan langsung bisa berjalan. “Makasih, Aa,” ucap Sh