Siapapun perempuan akan merasa bahagia ketika mengetahui bahwasanya lelaki yang datang taaruf adalah lelaki yang memang dia sukai. Seperti halnya Selina, Anisa pun mengalami hal serupa. Namun ada sesuatu yang melesakkan dadanya yakni sebentuk kekhawatiran andai taaruf itu gagal setelah sang lelaki mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh Anisa.Kekurangan yang selalu dia sembunyikan dari setiap orang termasuk sang ibu. Jika dilihat sekilas Anisa tak memiliki kekurangan apapun. Dia cantik, cerdas dan shalehah. Hanya satu yang menjadi kekurangannya yaitu penyakit kronis yang dideritanya selama setahun lebih. Bahkan Kiran baru tahu penyakitnya beberapa bulan yang lalu, itupun tidak sengaja tatkala menemukan berkas-berkas pengobatannya di laci kamarnya, berbeda dengan Alana yang sudah tahu sejak lama.Setelah mematut di depan standing mirror dan didandani oleh sang adik dengan makeup natural, Anisa memilih duduk sejenak sebab merasa letih. Tubuhnya memang cepat letih setelah penyakit gana
Mahendra keceplosan mengisahkan tentang gadis yang dia taksir sebelum menikahi Alana. Hal tersebut menyinggung perasaan Alana sebagai seorang perempuan. Walau bagaimanapun dia kini istri sahnya Mahendra. Sudah sepantasnya Mahendra tidak membahas mantan atau siapapun yang pernah singgah di hatinya. Kendatipun pernikahan mereka masih rumit, satu sisi sah secara hukum tetapi sisi lainnya mereka menikah karena terpaksa, otomatis tidak ada rasa cinta yang berkelindan di sudut hati masing- masing. Jika itu pun hadir masih terasa jauh sekali.“Gak mungkin menikah dengannya? Sebab gara-gara aku, kamu gak jadi nikah …” lanjut Alana dengan perasaan yang tak dipahami.“Bukan begitu …” seru Mahendra serba salah, apalagi saat melihat raut wajah Alana yang masam.“Siapa peduli?”Alana mencebik lalu meninggalkan Mahendra di ruang makan.Sejenak Mahendra merenungi perkataannya barusan. Alana mungkin tidak mencintainya tetapi seperti halnya dirinya dia pun tak suka jika membahas perempuan lain ketika
Adam tertawa getir mendengar cerita Anisa yang mengaku menderita penyakit kronis, kanker hati stadium empat. Baik Adam dan Selina tak percaya dengan pengakuannya. Pasalnya Anisa terlihat baik-baik saja, sehat walafiat.Beberapa detik keheningan turun. Namun Selina terkejut saat melirik Anisa yang terlihat terisak sebab bahunya tampak berguncang. Selina langsung memeluknya.“Sabar ya Teh Nisa,” ucap Selina mengusap-usap punggungnya. Sementara itu Adam hanya diam dengan wajah yang masam. Tentu saja, melihat Adam seperti itu, baik Anisa dan Selina mengira jika Adam tak menerima kekurangan Anisa.Hawa yang sibuk menelpon, tak jauh dari mereka merasa kaget, melihat Anisa dan Selina berpelukan. Gegas, dia pun menghampiri mereka.“Ada apa?” tanyanya pada Adam. Namun Adam tak menjawab, dia hanya diam. Sementara itu Selina menaruh telunjuknya di bibirnya saat menghadap Hawa, mengisyaratkan agar Hawa tak bertanya dulu.Hawa pun memilih diam dan kembali ke tempat duduknya sembari melanjutkan ngo
Melihat ekspresi Adam yang begitu gugup, Selina sengaja menyenggol lengannya.“Aa Adam lihatlah Teh Nisa! Cantik sekali!” bisik Selina menggoda Adam. Adam pun langsung mengangkat wajahnya dan memindai wajah Anisa yang memang tak kalah cantik dengan Selina. Matanya indah ditambah hidungnya yang mancrit dan bibirnya yang berwarna stroberi. Siapapun akan terpukau dengan wajah cantik Anisa. Tak hanya Adam, Anisa pula memindai wajah Adam yang memang tampak dingin awalnya tetapi saat tersenyum teramat manis. Wajah Adam yang maskulin mirip Jacob bisa meluluhlantakkan setiap gadis seketika. Apalagi tubuhnya tinggi tegap, terlihat kekar dan macho. Setiap perempuan tentunya mengidamkan seorang lelaki yang kuat, bisa menjadi pelindung pasangannya.“Sudah, jangan lama-lama saling menatapnya nanti ada godaan setan,” seru Ustaz Bashor sembari terkekeh, melihat respon putranya yang baru pertama kali jatuh hati dan pertama kali meminta taaruf.Adam dan Anisa hanya saling membalas senyum dengan raut
Terlihat Shiza tampak menahan tangis. Hal tersebut membuat Selina bingung setengah mati.“Za, kamu kenapa?” tanya Selina menghampiri Shiza.“Gak kenapa-kenapa,” jawab Shiza berusaha tegar.“Maaf, ya aku ke rumah dulu,” celetuk Anisa, tak ingin mengganggu waktu dua sahabat itu. Anisa yang cerdas pandai melihat situasi. Dia pamit undur tak ingin menjadi orang ke tiga di antara mereka. Mungkin Shiza tengah memiliki masalah sehingga membutuhkan teman curhat, pikirnya.“Ya Teh Nisa, nanti aku menyusul.” Selina menyahut lalu mengikuti Shiza yang berlari dan masuk ke dalam mobilnya yang diparkir di pinggir jalan.“Za!” seru Selina terus mengamati sahabatnya itu yang tiba-tiba bersedih hati. Dia menenggelamkan kepalanya pada stir mobil.Shiza tak menyahut dan mengabaikan Selina. Lalu Selina berinisiatif untuk memasuki mobil Shiza yang memang terbuka pintunya. Dia memberanikan diri mengusap punggung Shiza.“Za, maaf, aku sebagai sahabatmu telat menyadarinya,” kata Selina dengan hati-hati.“An
Mahendra menghidu surai hitam panjang nan tebal milik Alana. Harum sekali. Sialnya, Alana tak kuasa menolak. Tubuhnya merasa nyaman dan hangat seolah dia memang tengah butuh pelukan seseorang yang menyayanginya.“Maaf, aku ingin minta maaf ,..” bisiknya dengan begitu lembut. Mendengar kata magis tersebut, Alana bergidik. Apa benar Mahendra mengatakannya? Apa Alana tidak salah mendengar? Jangan-jangan Mahendra tengah mabuk? Besok dia akan lupa apa yang dia katakan malam ini.“Maaf, aku telah merenggut apa yang paling berharga milik dirimu lalu aku telah berbuat zalim dengan menikahimu secara asal-asalan …” ucapnya lagi semakin mempererat pelukannya. Mahendra teringat dengan nasehat Ustaz Bashor. Dia telah melakukan zalim pada istrinya dengan membuat sebuah ikatan pernikahan seperti sebuah surat perjanjian hutang, yang dengan mudah dibatalkan.Alana hanya terisak mendengar perkataan yang tanpa diduga itu. Seperti mimpi.“Apakah kamu mau memaafkan aku? Memulai sesuatu dari nol?” ucapnya
“Maaf, ada yang bisa aku bantu?” tanya perempuan cantik itu berdiri mematung di ambang pintu.Selina yang merasa kebingungan disentuh pundaknya oleh Ustaz Bashor.“Apa benar ini unit apartemen milik Bu Dewi Rahma?” tanya Selina dengan sedikit rikuh.“Um, maaf ya Mbak, aku baru tinggal di apartemen ini seminggu yang lalu. Mungkin yang Mbak maksud, yang punya apartemen lama kali ya,” jawabnya langsung menutup pintu apartemen tanpa basa-basi.“Mbak, tunggu!”Selina mengetuk pintu dengan keras sehingga membuat perempuan tadi keluar. “Apa Mbak tahu kemana yang punya apartemen sebelumnya pindah?”“Maaf, aku tidak tahu. Aku membeli apartemen ini dari developer langsung,” katanya dengan judes.“Mbak punya nomor telepon yang bisa aku hubungi?”Selina memelas, tak peduli dengan sikap perempuan itu yang tak ramah padanya.“Tidak punya, sorry!” sahutnya lagi hendak menutup daun pintu. “Tanyakan saja pada security!” ucapnya melihat pada security yang berada tak jauh dari mereka.“Mbak, tolonglah!
“Silahkan Ibu lebih dulu,” sahut Selina singkat lalu dia berjalan menuju konter kasir ingin membayar barang belanjaannya.Mendadak, tubuhnya terasa tak seimbang. Matanya tertuju pada beberapa lampu gantung yang bergoyang. Rupanya terjadi gempa. Getaran pertama ringan tetapi cukup membuat semua pengunjung mall panik. Selina berusaha tenang dan berdoa dalam hati.“Gempa!” pekik sebagian pengunjung yang berada di luar butik.Mendengar teriakan, beberapa pengunjung berhamburan dengan cepat karena digempur rasa panik. Namun Selina masih memilih menyelesaikan transaksinya sesegera mungkin.“Berapa?” tanya Selina pada kasir.“Totalnya tiga juta lima ratus ribu,” sahut kasir itu dengan raut cemas, terlihat tangannya gemetar saat menyodorkan mesin EDC. Gegas Selina mengeluarkan kartu atm dari dalam dompetnya, menggeseknya ke dalam mesin itu dan menekan no pinnya. Struk keluar lalu Selina mengambil belanjaannya terburu-buru.Beberapa detik angin seolah berhenti berembus, hening. Keheningan itu