Melihat ekspresi Adam yang begitu gugup, Selina sengaja menyenggol lengannya.“Aa Adam lihatlah Teh Nisa! Cantik sekali!” bisik Selina menggoda Adam. Adam pun langsung mengangkat wajahnya dan memindai wajah Anisa yang memang tak kalah cantik dengan Selina. Matanya indah ditambah hidungnya yang mancrit dan bibirnya yang berwarna stroberi. Siapapun akan terpukau dengan wajah cantik Anisa. Tak hanya Adam, Anisa pula memindai wajah Adam yang memang tampak dingin awalnya tetapi saat tersenyum teramat manis. Wajah Adam yang maskulin mirip Jacob bisa meluluhlantakkan setiap gadis seketika. Apalagi tubuhnya tinggi tegap, terlihat kekar dan macho. Setiap perempuan tentunya mengidamkan seorang lelaki yang kuat, bisa menjadi pelindung pasangannya.“Sudah, jangan lama-lama saling menatapnya nanti ada godaan setan,” seru Ustaz Bashor sembari terkekeh, melihat respon putranya yang baru pertama kali jatuh hati dan pertama kali meminta taaruf.Adam dan Anisa hanya saling membalas senyum dengan raut
Terlihat Shiza tampak menahan tangis. Hal tersebut membuat Selina bingung setengah mati.“Za, kamu kenapa?” tanya Selina menghampiri Shiza.“Gak kenapa-kenapa,” jawab Shiza berusaha tegar.“Maaf, ya aku ke rumah dulu,” celetuk Anisa, tak ingin mengganggu waktu dua sahabat itu. Anisa yang cerdas pandai melihat situasi. Dia pamit undur tak ingin menjadi orang ke tiga di antara mereka. Mungkin Shiza tengah memiliki masalah sehingga membutuhkan teman curhat, pikirnya.“Ya Teh Nisa, nanti aku menyusul.” Selina menyahut lalu mengikuti Shiza yang berlari dan masuk ke dalam mobilnya yang diparkir di pinggir jalan.“Za!” seru Selina terus mengamati sahabatnya itu yang tiba-tiba bersedih hati. Dia menenggelamkan kepalanya pada stir mobil.Shiza tak menyahut dan mengabaikan Selina. Lalu Selina berinisiatif untuk memasuki mobil Shiza yang memang terbuka pintunya. Dia memberanikan diri mengusap punggung Shiza.“Za, maaf, aku sebagai sahabatmu telat menyadarinya,” kata Selina dengan hati-hati.“An
Mahendra menghidu surai hitam panjang nan tebal milik Alana. Harum sekali. Sialnya, Alana tak kuasa menolak. Tubuhnya merasa nyaman dan hangat seolah dia memang tengah butuh pelukan seseorang yang menyayanginya.“Maaf, aku ingin minta maaf ,..” bisiknya dengan begitu lembut. Mendengar kata magis tersebut, Alana bergidik. Apa benar Mahendra mengatakannya? Apa Alana tidak salah mendengar? Jangan-jangan Mahendra tengah mabuk? Besok dia akan lupa apa yang dia katakan malam ini.“Maaf, aku telah merenggut apa yang paling berharga milik dirimu lalu aku telah berbuat zalim dengan menikahimu secara asal-asalan …” ucapnya lagi semakin mempererat pelukannya. Mahendra teringat dengan nasehat Ustaz Bashor. Dia telah melakukan zalim pada istrinya dengan membuat sebuah ikatan pernikahan seperti sebuah surat perjanjian hutang, yang dengan mudah dibatalkan.Alana hanya terisak mendengar perkataan yang tanpa diduga itu. Seperti mimpi.“Apakah kamu mau memaafkan aku? Memulai sesuatu dari nol?” ucapnya
“Maaf, ada yang bisa aku bantu?” tanya perempuan cantik itu berdiri mematung di ambang pintu.Selina yang merasa kebingungan disentuh pundaknya oleh Ustaz Bashor.“Apa benar ini unit apartemen milik Bu Dewi Rahma?” tanya Selina dengan sedikit rikuh.“Um, maaf ya Mbak, aku baru tinggal di apartemen ini seminggu yang lalu. Mungkin yang Mbak maksud, yang punya apartemen lama kali ya,” jawabnya langsung menutup pintu apartemen tanpa basa-basi.“Mbak, tunggu!”Selina mengetuk pintu dengan keras sehingga membuat perempuan tadi keluar. “Apa Mbak tahu kemana yang punya apartemen sebelumnya pindah?”“Maaf, aku tidak tahu. Aku membeli apartemen ini dari developer langsung,” katanya dengan judes.“Mbak punya nomor telepon yang bisa aku hubungi?”Selina memelas, tak peduli dengan sikap perempuan itu yang tak ramah padanya.“Tidak punya, sorry!” sahutnya lagi hendak menutup daun pintu. “Tanyakan saja pada security!” ucapnya melihat pada security yang berada tak jauh dari mereka.“Mbak, tolonglah!
“Silahkan Ibu lebih dulu,” sahut Selina singkat lalu dia berjalan menuju konter kasir ingin membayar barang belanjaannya.Mendadak, tubuhnya terasa tak seimbang. Matanya tertuju pada beberapa lampu gantung yang bergoyang. Rupanya terjadi gempa. Getaran pertama ringan tetapi cukup membuat semua pengunjung mall panik. Selina berusaha tenang dan berdoa dalam hati.“Gempa!” pekik sebagian pengunjung yang berada di luar butik.Mendengar teriakan, beberapa pengunjung berhamburan dengan cepat karena digempur rasa panik. Namun Selina masih memilih menyelesaikan transaksinya sesegera mungkin.“Berapa?” tanya Selina pada kasir.“Totalnya tiga juta lima ratus ribu,” sahut kasir itu dengan raut cemas, terlihat tangannya gemetar saat menyodorkan mesin EDC. Gegas Selina mengeluarkan kartu atm dari dalam dompetnya, menggeseknya ke dalam mesin itu dan menekan no pinnya. Struk keluar lalu Selina mengambil belanjaannya terburu-buru.Beberapa detik angin seolah berhenti berembus, hening. Keheningan itu
Ummi Sarah langsung menyambut Selina dengan memeluknya erat setelah mendengar bahwa telah terjadi gempa saat mereka pergi ke mall.“Aku cuma luka dikit, Ummi,” rengek Selina yang diperlakukan istimewa oleh setiap orang.“Ummi kepikiran terus. Pantesan dari pagi gak enak hati,” sahut Ummi Sarah yang berada di sisi Selina. “Ummi nonton berita katanya episentrum gempa ada di Tangerang. Alhamdulillah kalian semua selamat,”“Kasihan mereka jadi korban gempa. Bangunan rumah roboh di Tangerang. Sebetulnya gempa yang terjadi di mall Jakarta kecil. Hanya saja aneh, mall itu bisa roboh berarti konstruksi bangunannya tidak benar. Aku kira mallnya tua ternyata tidak, baru dua tahunan beroperasi. Padahal mall mewah,” gerutu Adam dengan nada kesal.“Yang penting selamat, Ummi sudah senang sekali kalian bisa pulang,”“Alhamdulillah Ummi. Ummi, aku mau istirahat, capek,” ujar Selina masuk ke dalam kamar lalu menguncinya dari dalam.Tak lama kemudian dia melempar tasnya sembarangan dan menjambak kerud
“Kalian udah duluan makan? Tega banget sih ninggalin!” omel Hanum yang langsung menarik kursi lalu duduk dengan menciptakan bunyi debaman cukup keras sebab tubuhnya makin berisi sehingga bobotnya lebih berat.“Awas, ada gempa!” seru Winda dengan rempong. Dia meliuk-liukkan tangannya ibarat seorang penari. Selina yang murung tampak tertawa lepas melihat respon gadis lajang yang sedikit ‘gesrek’ itu.“Sialan kamu!” umpat Hanum menjawil pipi Winda dengan keras.“Ough! Sakit tahu,” “Kalian gak inget kita lagi di mana?” seru Selina menggeser mangkuk bakso miliknya yang tinggal setengahnya lagi. “Biasakan jaga ucapan, kita ‘kan guru. Apalagi kita sekarang berada di lingkungan sekolah,”“Upsi!! Lupa ada bu Ustazah,” sahut Hanum langsung melambaikan tangannya meminta pelayan menyiapkan makanannya. “Teh, mie ayam bakso biasa!”Pelayan itu pun langsung mengangguk.“Kemarin gempa ya? Di mana?” tanya Hanum. Dia tidak memiliki jadwal mengajar kemarin. “Mana aku lagi boker lagi,”“Sialan!” cibir W
“Jadi bagaimana perasaan Ibu? Apa Ibu masih mendengar suara-suara bisikan begitu?” tanya seorang psikiater pada seorang pasien yang menderita schizophrenia.“Kadang, dok. Kadang masih ada yang membisikan bahwa aku harus meloncat dari jembatan,” katanya terkekeh.“Baiklah, aku akan resepkan obat yang sama nanti tinggal ditebus di bagian farmasi. Ibu jangan lupa minum obat biar lekas sembuh dan bisa menjalani kehidupan yang normal,” papar psikiater yang berwajah tegas itu dengan meyakinkan.“Iya, dokter Davendra, terima kasih!” ucapnya sembari mengulurkan tangannya pada Dave. Pasien berusia paruh baya itu keluar dari ruangan itu lalu menyusul kemudian seorang perempuan cantik dan seksi masuk.“Halo dr. Dave!” sapanya langsung duduk di kursi tanpa canggung.“Wah sudah lama tak bertemu, sehat Miss?” tanya Dave dengan ramah.“Seperti yang kamu lihat, tubuhku sehat tetapi jiwaku masih bermasalah Anak muda!” “Aku merasa aneh disebut anak muda. Aku sudah kepala tiga Miss,” sahut Dave tertawa