Di kediaman Ustaz BashorSaat libur mengajar, Ustaz Bashor selalu menyempatkan mengobrol sepanjang hari dengan sang istri. Terkadang mengajaknya bersepeda sekitar pondok atau makan bakso di kedai terdekat. Apalagi semalam tiba-tiba seperti ada sebuah nuklir yang menghantam Ustaz Bashor tatkala melihat ledakan amarah Ummi Sarah yang tak biasa.Namun dengan sabar Ustaz Bashor berhasil mengatasinya. Seorang suami yang bijak akan bersabar saat menghadapi keluh kesah isi hati sang istri. Dia tidak langsung reaksioner dan marah atas tuduhan yang dilayangkan istrinya padanya. Namun dia bersedia menjadi pendengar dan memberinya pengertian sehingga membuatnya tersadar dengan sendirinya.Selepas bersepeda mereka duduk di sebuah bangku panjang, berleha-leha di halaman yang kini ditumbuhi bebungaan yang sengaja Selina tanam meskipun belum bermekaran. Halaman yang tadinya hanya rumput dan beberapa bunga hias telah diubah seperti taman bunga yang lebih banyak didominasi oleh aneka mawar dari berbag
“Om, kenapa bengong?” tanya Ruri heran melihat Dave dengan pandangan kosong. Ruri melambaikan tangannya di hadapan wajah Dave. Dia pikir omnya itu kesambet setan. Seketika Ruri terinterupsi dengan panggilan Selina.“Ruri, maafin Ibu kamu jadi nunggu lama,” ucap Selina di balik kaca mobil lalu berjalan ke arahnya, melongokkan kepalanya ke jendela yang terbuka. Dia tersenyum pada Ruri dengan begitu hangatnya. Dia belum menyadari lelaki yang berada di samping Ruri yang tengah memegang kemudi.“Gak apa-apa Bu, santai aja,”Ruri terkekeh.“Ya kamu tahu anak-anak literasi ngerubungin Ibu. Katanya kangen. Mereka mengajak Ibu ngobrol dan kamu tahu sendiri Ibu kalau ngobrol sama mereka suka lupa. Belum lagi guru-guru yang lain nanya-nanya terus,” ucap Selina sembari terkekeh. Hari itu Selina tampak ceria dengan tertawa agak keras.Dave mengerjapkan matanya berkali-kali tak percaya dengan apa yang dilihatnya dan didengarnya baru saja. Dia masih memandang lurus ke depan, tak berani menoleh ke s
Kabar Selina yang telah pulang tentu saja sudah terdengar di telinga Mahendra. Mahendra adalah satu dari sekian banyak yang mengkhawatirkan Selina. Mahendra langsung memperoleh kabar tersebut dari Fadel. Mahendra senang sekali saat mendengar kabar itu tetapi dia tak bisa menemui Selina begitu saja sebab tak enak dengan Ustaz Bashor, Darius telah membatalkan taaruf mewakili dirinya. Untuk saat ini Mahendra hanya bisa menahan diri. Barangkali takdir belum berpihak padanya. Hari ini dia pergi sengaja menemui sang ayah, Darius. Dia masih penasaran tentang penemuan foto di album lama milik Alana di mana di sana ada foto yang diduga mirip Darius. Dan, yang menyita perhatian ialah keberadaan foto sosok gadis cantik mirip Selina. Sudah dipastikan itu ibu kandungnya Selina saat muda. Pertanyaannya apa hubungan di antara Darius, Dirga dan Dewi Rahma? “Pa, tolong katakan yang jujur! Sebenarnya apakah Papa ada hubungan dengan ibu kandungnya Selina? Tenang saja, Mama sedang nyalon jadi gak bakal
Terpaksa, Selina duduk di seat depan berdampingan dengan Dave. Winda, Hanum, Elvira, Ruri dan Laluna sengaja bersekongkol untuk mendekatkan mereka berdua. Setelah mendengar cerita dari Ruri, ternyata dokter yang menolong Selina itu ialah omnya Ruri bernama Dave. Ruri melihat omnya itu tertarik pada gurunya sehingga mendiskusikan hal tersebut pada ke tiga teman Selina.Mereka merasa prihatin pada Selina sebab sudah beberapa kali gagal taaruf. Yang paling melukai hati Selina ialah lelaki yang datang taaruf-lelaki yang dicintainya malah membatalkannya dan memilih menikah dengan sahabatnya. Winda sudah menaruh curiga dari awal jika Zahrana berniat busuk, mencuri Aqsa dari Selina. Mereka ingin Selina move on dan bahagia.Dave menyalakan mesin mobil dan AC. Lalu dia memutar knop radio yang terdengar berisik, lalu mematikannya lagi dan menggantinya dengan menyalakan lagu favoritnya Ed Sheeran via bluetooth ponsel yang ternyata merupakan salah satu lagu favorit Selina. Selina diam-diam sering
“Ruri. Ommu yang ganteng kemana?” tanya Winda sembari makan sate dengan begitu anggun mirip putri kerajaan, berbeda dengan Hanum yang terlihat cuek. Entah berapa puluh tusuk sate yang Hanum lahap. Dia seolah lupa orang di sekililingnya saking menikmati hidangan itu. Ruri yang memperhatikan guru bahasa arab itu mengernyitkan dahi.‘Aduh bisa-bisa dompetku jebol,’ katanya dalam hati.“Tenang, Ri! Dompetmu tidak akan jebol kayak tanggul. Bu Selin pasti mau bayarin,” sahut Hanum seolah bisa mendengar isi hati Ruri. Padahal dia bisa merasakan ditatap oleh Ruri. Ruri pun langsung tersentak.“Euh, Bu … tak apa aku yang traktir,” celetuk Ruri merasa ketahuan.‘Sialan, kok Bu Hanum tahu isi hatiku?’“Kenapa Ri?”Winda mendelik padanya.“Um, gak apa-apa Bu. Oh ya, silahkan kalau mau tambah satenya. Yang puas makannya! Kalau mau dibungkus atau take away juga boleh,” tawar Ruri dengan sedikit terkekeh.“Ri, aku mau ya dibungkus buat mamaku. Soalnya Mama lagi hamil ‘kan. Aku udah video call Mama j
“Siapa yang mau lamaran?” tanya Selina. Pandangannya langsung menyasar setumpuk kotak seserahan yang mewah, terbuat dari kotak-kotak kaca dihiasi bunga hias kering yang elegan. Kotak-kotak itu juga berisi banyak barang perempuan dari mulai kosmetik, pakaian, mukena hingga tas mahal dan masih banyak lagi.“Tebak coba punya siapa?” goda Hawa sembari mengulum senyum.“Abah, Ummi, siapa yang mau nikah?” ulang Selina dengan begitu penasaran.“Selin ada yang melamar,” jawab Adam dengan serius.“Hah? Ap-pa?”Selina membekap mulutnya tak percaya dengan apa yang Adam katakan.“Lah, Abah dan Ummi kok gak bicara dulu sama aku? Kenapa? Aku belum mau menikah, kenapa langsung menerima lamaran?” sahut Selina bernada sedih. Dia membeliak tak percaya dengan sikap ke dua orang tuanya.“Kamu sudah gagal taaruf beberapa kali, jadi sudah saatnya Abah yang turun tangan, menerima lamaran langsung sekiranya calon jodohnya baik, shaleh dan penyayang,” papar Hawa mengedipkan matanya pada Adam.“Abah, Ummi, ple
Siapapun perempuan akan merasa bahagia ketika mengetahui bahwasanya lelaki yang datang taaruf adalah lelaki yang memang dia sukai. Seperti halnya Selina, Anisa pun mengalami hal serupa. Namun ada sesuatu yang melesakkan dadanya yakni sebentuk kekhawatiran andai taaruf itu gagal setelah sang lelaki mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh Anisa.Kekurangan yang selalu dia sembunyikan dari setiap orang termasuk sang ibu. Jika dilihat sekilas Anisa tak memiliki kekurangan apapun. Dia cantik, cerdas dan shalehah. Hanya satu yang menjadi kekurangannya yaitu penyakit kronis yang dideritanya selama setahun lebih. Bahkan Kiran baru tahu penyakitnya beberapa bulan yang lalu, itupun tidak sengaja tatkala menemukan berkas-berkas pengobatannya di laci kamarnya, berbeda dengan Alana yang sudah tahu sejak lama.Setelah mematut di depan standing mirror dan didandani oleh sang adik dengan makeup natural, Anisa memilih duduk sejenak sebab merasa letih. Tubuhnya memang cepat letih setelah penyakit gana
Mahendra keceplosan mengisahkan tentang gadis yang dia taksir sebelum menikahi Alana. Hal tersebut menyinggung perasaan Alana sebagai seorang perempuan. Walau bagaimanapun dia kini istri sahnya Mahendra. Sudah sepantasnya Mahendra tidak membahas mantan atau siapapun yang pernah singgah di hatinya. Kendatipun pernikahan mereka masih rumit, satu sisi sah secara hukum tetapi sisi lainnya mereka menikah karena terpaksa, otomatis tidak ada rasa cinta yang berkelindan di sudut hati masing- masing. Jika itu pun hadir masih terasa jauh sekali.“Gak mungkin menikah dengannya? Sebab gara-gara aku, kamu gak jadi nikah …” lanjut Alana dengan perasaan yang tak dipahami.“Bukan begitu …” seru Mahendra serba salah, apalagi saat melihat raut wajah Alana yang masam.“Siapa peduli?”Alana mencebik lalu meninggalkan Mahendra di ruang makan.Sejenak Mahendra merenungi perkataannya barusan. Alana mungkin tidak mencintainya tetapi seperti halnya dirinya dia pun tak suka jika membahas perempuan lain ketika