Terpaksa, Selina duduk di seat depan berdampingan dengan Dave. Winda, Hanum, Elvira, Ruri dan Laluna sengaja bersekongkol untuk mendekatkan mereka berdua. Setelah mendengar cerita dari Ruri, ternyata dokter yang menolong Selina itu ialah omnya Ruri bernama Dave. Ruri melihat omnya itu tertarik pada gurunya sehingga mendiskusikan hal tersebut pada ke tiga teman Selina.Mereka merasa prihatin pada Selina sebab sudah beberapa kali gagal taaruf. Yang paling melukai hati Selina ialah lelaki yang datang taaruf-lelaki yang dicintainya malah membatalkannya dan memilih menikah dengan sahabatnya. Winda sudah menaruh curiga dari awal jika Zahrana berniat busuk, mencuri Aqsa dari Selina. Mereka ingin Selina move on dan bahagia.Dave menyalakan mesin mobil dan AC. Lalu dia memutar knop radio yang terdengar berisik, lalu mematikannya lagi dan menggantinya dengan menyalakan lagu favoritnya Ed Sheeran via bluetooth ponsel yang ternyata merupakan salah satu lagu favorit Selina. Selina diam-diam sering
“Ruri. Ommu yang ganteng kemana?” tanya Winda sembari makan sate dengan begitu anggun mirip putri kerajaan, berbeda dengan Hanum yang terlihat cuek. Entah berapa puluh tusuk sate yang Hanum lahap. Dia seolah lupa orang di sekililingnya saking menikmati hidangan itu. Ruri yang memperhatikan guru bahasa arab itu mengernyitkan dahi.‘Aduh bisa-bisa dompetku jebol,’ katanya dalam hati.“Tenang, Ri! Dompetmu tidak akan jebol kayak tanggul. Bu Selin pasti mau bayarin,” sahut Hanum seolah bisa mendengar isi hati Ruri. Padahal dia bisa merasakan ditatap oleh Ruri. Ruri pun langsung tersentak.“Euh, Bu … tak apa aku yang traktir,” celetuk Ruri merasa ketahuan.‘Sialan, kok Bu Hanum tahu isi hatiku?’“Kenapa Ri?”Winda mendelik padanya.“Um, gak apa-apa Bu. Oh ya, silahkan kalau mau tambah satenya. Yang puas makannya! Kalau mau dibungkus atau take away juga boleh,” tawar Ruri dengan sedikit terkekeh.“Ri, aku mau ya dibungkus buat mamaku. Soalnya Mama lagi hamil ‘kan. Aku udah video call Mama j
“Siapa yang mau lamaran?” tanya Selina. Pandangannya langsung menyasar setumpuk kotak seserahan yang mewah, terbuat dari kotak-kotak kaca dihiasi bunga hias kering yang elegan. Kotak-kotak itu juga berisi banyak barang perempuan dari mulai kosmetik, pakaian, mukena hingga tas mahal dan masih banyak lagi.“Tebak coba punya siapa?” goda Hawa sembari mengulum senyum.“Abah, Ummi, siapa yang mau nikah?” ulang Selina dengan begitu penasaran.“Selin ada yang melamar,” jawab Adam dengan serius.“Hah? Ap-pa?”Selina membekap mulutnya tak percaya dengan apa yang Adam katakan.“Lah, Abah dan Ummi kok gak bicara dulu sama aku? Kenapa? Aku belum mau menikah, kenapa langsung menerima lamaran?” sahut Selina bernada sedih. Dia membeliak tak percaya dengan sikap ke dua orang tuanya.“Kamu sudah gagal taaruf beberapa kali, jadi sudah saatnya Abah yang turun tangan, menerima lamaran langsung sekiranya calon jodohnya baik, shaleh dan penyayang,” papar Hawa mengedipkan matanya pada Adam.“Abah, Ummi, ple
Siapapun perempuan akan merasa bahagia ketika mengetahui bahwasanya lelaki yang datang taaruf adalah lelaki yang memang dia sukai. Seperti halnya Selina, Anisa pun mengalami hal serupa. Namun ada sesuatu yang melesakkan dadanya yakni sebentuk kekhawatiran andai taaruf itu gagal setelah sang lelaki mengetahui kekurangan yang dimiliki oleh Anisa.Kekurangan yang selalu dia sembunyikan dari setiap orang termasuk sang ibu. Jika dilihat sekilas Anisa tak memiliki kekurangan apapun. Dia cantik, cerdas dan shalehah. Hanya satu yang menjadi kekurangannya yaitu penyakit kronis yang dideritanya selama setahun lebih. Bahkan Kiran baru tahu penyakitnya beberapa bulan yang lalu, itupun tidak sengaja tatkala menemukan berkas-berkas pengobatannya di laci kamarnya, berbeda dengan Alana yang sudah tahu sejak lama.Setelah mematut di depan standing mirror dan didandani oleh sang adik dengan makeup natural, Anisa memilih duduk sejenak sebab merasa letih. Tubuhnya memang cepat letih setelah penyakit gana
Mahendra keceplosan mengisahkan tentang gadis yang dia taksir sebelum menikahi Alana. Hal tersebut menyinggung perasaan Alana sebagai seorang perempuan. Walau bagaimanapun dia kini istri sahnya Mahendra. Sudah sepantasnya Mahendra tidak membahas mantan atau siapapun yang pernah singgah di hatinya. Kendatipun pernikahan mereka masih rumit, satu sisi sah secara hukum tetapi sisi lainnya mereka menikah karena terpaksa, otomatis tidak ada rasa cinta yang berkelindan di sudut hati masing- masing. Jika itu pun hadir masih terasa jauh sekali.“Gak mungkin menikah dengannya? Sebab gara-gara aku, kamu gak jadi nikah …” lanjut Alana dengan perasaan yang tak dipahami.“Bukan begitu …” seru Mahendra serba salah, apalagi saat melihat raut wajah Alana yang masam.“Siapa peduli?”Alana mencebik lalu meninggalkan Mahendra di ruang makan.Sejenak Mahendra merenungi perkataannya barusan. Alana mungkin tidak mencintainya tetapi seperti halnya dirinya dia pun tak suka jika membahas perempuan lain ketika
Adam tertawa getir mendengar cerita Anisa yang mengaku menderita penyakit kronis, kanker hati stadium empat. Baik Adam dan Selina tak percaya dengan pengakuannya. Pasalnya Anisa terlihat baik-baik saja, sehat walafiat.Beberapa detik keheningan turun. Namun Selina terkejut saat melirik Anisa yang terlihat terisak sebab bahunya tampak berguncang. Selina langsung memeluknya.“Sabar ya Teh Nisa,” ucap Selina mengusap-usap punggungnya. Sementara itu Adam hanya diam dengan wajah yang masam. Tentu saja, melihat Adam seperti itu, baik Anisa dan Selina mengira jika Adam tak menerima kekurangan Anisa.Hawa yang sibuk menelpon, tak jauh dari mereka merasa kaget, melihat Anisa dan Selina berpelukan. Gegas, dia pun menghampiri mereka.“Ada apa?” tanyanya pada Adam. Namun Adam tak menjawab, dia hanya diam. Sementara itu Selina menaruh telunjuknya di bibirnya saat menghadap Hawa, mengisyaratkan agar Hawa tak bertanya dulu.Hawa pun memilih diam dan kembali ke tempat duduknya sembari melanjutkan ngo
Melihat ekspresi Adam yang begitu gugup, Selina sengaja menyenggol lengannya.“Aa Adam lihatlah Teh Nisa! Cantik sekali!” bisik Selina menggoda Adam. Adam pun langsung mengangkat wajahnya dan memindai wajah Anisa yang memang tak kalah cantik dengan Selina. Matanya indah ditambah hidungnya yang mancrit dan bibirnya yang berwarna stroberi. Siapapun akan terpukau dengan wajah cantik Anisa. Tak hanya Adam, Anisa pula memindai wajah Adam yang memang tampak dingin awalnya tetapi saat tersenyum teramat manis. Wajah Adam yang maskulin mirip Jacob bisa meluluhlantakkan setiap gadis seketika. Apalagi tubuhnya tinggi tegap, terlihat kekar dan macho. Setiap perempuan tentunya mengidamkan seorang lelaki yang kuat, bisa menjadi pelindung pasangannya.“Sudah, jangan lama-lama saling menatapnya nanti ada godaan setan,” seru Ustaz Bashor sembari terkekeh, melihat respon putranya yang baru pertama kali jatuh hati dan pertama kali meminta taaruf.Adam dan Anisa hanya saling membalas senyum dengan raut
Terlihat Shiza tampak menahan tangis. Hal tersebut membuat Selina bingung setengah mati.“Za, kamu kenapa?” tanya Selina menghampiri Shiza.“Gak kenapa-kenapa,” jawab Shiza berusaha tegar.“Maaf, ya aku ke rumah dulu,” celetuk Anisa, tak ingin mengganggu waktu dua sahabat itu. Anisa yang cerdas pandai melihat situasi. Dia pamit undur tak ingin menjadi orang ke tiga di antara mereka. Mungkin Shiza tengah memiliki masalah sehingga membutuhkan teman curhat, pikirnya.“Ya Teh Nisa, nanti aku menyusul.” Selina menyahut lalu mengikuti Shiza yang berlari dan masuk ke dalam mobilnya yang diparkir di pinggir jalan.“Za!” seru Selina terus mengamati sahabatnya itu yang tiba-tiba bersedih hati. Dia menenggelamkan kepalanya pada stir mobil.Shiza tak menyahut dan mengabaikan Selina. Lalu Selina berinisiatif untuk memasuki mobil Shiza yang memang terbuka pintunya. Dia memberanikan diri mengusap punggung Shiza.“Za, maaf, aku sebagai sahabatmu telat menyadarinya,” kata Selina dengan hati-hati.“An