Kabar menghilangnya Selina sudah sampai ke telinga Hawa dan fadel. Mereka yang tengah berada di puskesmas kaget minta ampun. Mereka langsung izin hari itu untuk ikut membantu mencari Selina. Terutama Fadel yang ikut menghubungi teman-temannya yang tinggal di Jakarta. Satu lagi, ia belum menghubungi Mahendra. Tentu, Mahendra tinggal bolak balik Jakarta-Purwakarta. Namun ia ragu apakah Mahendra akan mengangkat teleponnya mengingat ia sudah lama tidak bisa menghubunginya.“Bang telepon siapa?” tanya Hawa yang selalu berada di sisinya, satu tempat kerja dengannya. Mereka kini berada di dalam mobil, di daerah sekitar Asten. Mereka hendak menyusul ke dua orang tua mereka ke Jakarta. Fadel menghentikan mobilnya di tepi jalan. Sebab Hawa terlihat mual dan ingin muntah.“Ada toilet di masjid Ar-Ridho,” ucap Fadel melihat sang istri yang tengah meringis, menahan muntah. Fadel buru-buru mematikan mesin mobil termasuk AC. Lalu ia membuka jendela dan pintu untuk Hawa. Hawa yang tidak tahan, tak s
Aqsa menoleh pada Zahrana, mengisyaratkan untuk melepas tangannya. Tanpa diminta pun Zahrana menurunkan tangannya. Sepintas orang yang melihat seperti tengah bergandengan tangan. Tadi ia hanya spontan memegangi tangannya khawatir jatuh karena ia menginjak roknya yang panjang.“Maaf, aku hanya berpegangan takut jatuh,” lirih Zahrana, yang diabaikan Aqsa sebab Aqsa langsung mempercepat langkahnya menuju Ustaz Bashor dan Ummi Sarah. Ia menyalami Ustaz Bashor terlebih dahulu. Lalu ia pun bersalaman dengan Adam yang terlihat dingin, Fadel dan Mahendra yang terlihat tak kalah dingin dengan Adam. Kepada Ummi Sarah dan Hawa ia mengatupkan tangannya. Seperti halnya Aqsa, Zahrana juga menyalami Ummi Sarah dan Hawa serta mengatupkan ke dua tangannya pada Ustaz Bashor, Adam, Fadel dan Mahendra.Semua terasa canggung hingga Aqsa memberanikan diri untuk bertanya lebih dulu pada Ustaz Bashor.“Bagaimana perkembangan pencarian Selina Ustaz?” tanya Aqsa dengan kaku.“Sedang dilakukan pencarian, mint
Mahendra dengan setia menunggu kabar perkembangan mengenai pencarian Selina. Ia berbincang sebentar dengan Fadel yang terus menatapnya intens. Fadel, Hawa dan Mahendra memilih pergi ke cafe yang berlokasi tidak jauh dari kantor polisi untuk makan siang. Sementara itu Ustaz Bashor, Ummi Sarah, Adam dan para guru masih di kantor polisi. “Sorry, aku lagi gaslaw, eh, galau, jadi aku gak angkat telepon siapapun termasuk Abangku yang paling ganteng,” ucap Mahendra yang merasa peka dengan cara menatap Fadel yang penuh telisik padanya. “Emang belum beres masalahmu?” jawab Fadel dengan sebuah pertanyaan tentang masalah pencemaran nama baik yang menimpa Mahendra. Mahendra terdiam dan seketika pikirannya berkelana. Tiba-tiba ia jadi teringat Alana, istri kecilnya yang ia anggap keponakannya. “Um, udah beres. Ada masalah lain aja sih,” jawab Mahendra sedikit tergeragap. Ia membuang tatapannya pada jendela yang berada di sampingnya. Ia tak pandai berdusta maka seandainya ia berdusta pasti ketah
Lelaki itu menoleh ke belakang sekilas.“Maaf, tidak bisa! Bosku pasti akan menyakiti keluargaku. Tuan Lucas bukan penjahat biasa. Saya di sini karena terlilit hutang. Mbak hanya diam dan menurut saja padanya,” ucap lelaki itu yang memang masih memiliki nurani. Terbukti ia masih bersedia diajak bicara olehnya.Terlihat Selina cemberut tetapi senang juga sebab lelaki itu merespon perkataannya.“Mbak, sekarang makan dulu saja! Saya suapin Mbak. Saya tahu Mbak sudah bangun dari tadi. Bahkan saat Tuan Lucas mendatangi kamar ini dan menaiki ranjang. Beruntung, Mbak masih selamat sebab ada yang menelepon Tuan Lucas,” katanya setengah berbisik.“Baiklah jika Bapak tidak bersedia menolongku. Tapi tunjukan saja jalan keluar dari sini. Bahkan aku tidak tahu di mana aku sekarang. Aku akan berlari dari tempat terkutuk ini sendiri jadi aku tidak akan mengandalkan Bapak sebab memang bisa jadi Lucas menyakiti keluarga Bapak,” sahut Selina dengan gemetar.“Dengarlah! Saat ini Mbak ada di Batam, Panta
Dewi Rahma sudah mengetahui jika Selina putrinya menghilang. Ia memperoleh informasi dari anak buah Lucas. Sebelumnya Dewi Rahma juga sempat ditaksir oleh Lucas tetapi ia menolak mentah-mentah sebab ia tahu jika Lucas seorang penjahat kelas kakap. Oleh karena itu ia tidak menerima tawarannya untuk menjadi bonekanya. Beberapa kali ia juga diincar oleh orang Lucas tetapi selalu gagal hingga akhirnya Lucas pergi ke negara asalnya.Ada aturan baku yang ia pegang sebagai wanita penghibur. Di antaranya ia tidak mau melayani lelaki beristri dan tidak menerima perlakuan aneh-aneh seperti apa yang dilakukan Lucas pada bonekanya kendatipun bayarannya mahal.Sebulan yang lalu Lucas baru pulang dari Italia setelah sekian lama berpindah-pindah tempat. Dan, kini ia mulai beraksi lagi secara langsung. Jika aksi kriminalnya terendus maka akan mudah bagi pihak berwajib menangkap jaringannya. Namun akan menjadi perkara ‘sangat sulit’ jika Lucas sebagai pemain utama berada di luar negeri sebab harus ada
Tak hanya Dewi yang dikuasai kesedihan, Ustaz Bashor juga merasakan hal yang sama. Di sebuah masjid agung yang berlokasi sekitar lima ratus meter dari kantor polisi, usai shalat isya ia berdoa dengan penuh khusyuk, meminta pertolongan Allah untuk memberikan keselamatan pada Selina dimanapun ia berada. Sebab ada hal yang tak bisa dijangkau oleh usaha manusia meskipun sudah berikhtiar semaksimal yaitu kuasaNya.“Bah, pulang saja duluan sama Ummi! Masa pesantren ditinggalin lama. Kasihan anak-anak santri,” ucap Adam, duduk di sebelah Ustaz Bashor yang tengah menggenggam tasbih. Ia pun menoleh ke arahnya. Namun ia tak menyahut. Terlihat ia bergumam, masih melafalkan dzikir dengan suara yang pelan.“Abah dan Ummi juga harus istirahat. Selama di sini kalian tidak bisa istirahat. Kita pasrahkan pada Allah saja. Kita juga harus percaya pada pihak yang berwajib. Alhamdulillah semua orang mengkhawatirkan Selina, semua orang yang mengenal Abah dan pesantren ikut membantu mencari Selina. Aku aka
Selina mencondongkan tubuhnya ke arah gadis itu làlu menyingkirkan helaian rambut berwarna hitam legam yang menutup setengah wajahnya. Gadis itu masih duduk di atas ranjang. “Nama kamu siapa Dek?” Selina akhirnya memanggilnya ‘Dek’ sebab usianya memang terlihat seperti anak remaja SMA. “Aku Melati dan adikku Mawar,” ucapnya singkat lalu ia menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. “Nama yang indah! Aku Selina,” ucap Selina dengan tersenyum tipis. “Coba kamu ingat, lantai berapa mereka menyekap adikmu?” ulang Selina bertanya pada gadis itu soal di mana keberadaan adiknya. “Mereka menyekap adikku dan gadis lainnya di bawah lantai ini, aku gak tahu lantai berapa,” sahut gadis itu berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa hari yang lalu saat ia dibawa kesana. “Ah, kita ada di lantai tujuh belas, berarti adikku berada di lantai enam belas,” “Baiklah,” sahut Selina dengan antusias. Selina membantu gadis itu bangun secara perlahan dengan meraih ke dua lengannya. Gadis itu terli
“Siapa dia?”Winda dan Hanum saling lirik dengan penuh penasaran. Mereka menanyakan hal yang sama. Lalu mata mereka kembali tertuju pada lelaki itu. Hanum langsung mengerjap saat melihatnya ke dua kalinya.Satu kata.Tampan.“Halo, aku Arif, temannya Om Rian,”Pemuda itu memperkenalkan diri dengan sopan. Ia terlihat tampan dengan kemeja putih dan celana chinos berwarna biru muda. Takkan ada yang mengira jika ia seorang driver. Penampilannya lebih mirip anak mahasiswa. Kali ini ia tidak mengenakan masker seperti saat mengikuti Selina malam itu.“Oh, jadi kamu orang yang memberi informasi soal keberadaan ibunya Bu Selina?” cetus Winda langsung berdiri dan berjalan menghampiri lelaki itu yang mematung di ambang pintu. Lelaki itu pun mundur beberapa langkah. Aura karismatik seorang Winda yang tengah serius membuatnya sedikit gugup. Mereka memutuskan berbicara di luar kamar hotel. Hanum dan Ruri pun menyusul mereka keluar.“Iya, benar Bu, aku mewakili Om Rian waktu itu memberikan map yang