Tak seperti para guru yang lain, yang terlihat santai, Winda terlihat gelisah. Alasannya, Selina belum pulang juga ke hotel. Sesekali ia menengok arlojinya. Ia melihat jarum pendek sudah merangkak ke angka delapan. Tiba-tiba perasaannya tidak enak. Seperti ada sebuah firasat.“Kenapa melamun? Belum cukup jalan-jalannya?” tanya Hanum merangkul bahu Winda. Mereka berjalan bersisian menuju kamar hotel. Mereka baru saja pulang dari butik, berbelanja pakaian wanita.“Bu Selina belum pulang!” sahut Winda bernada khawatir. Kunci kamar hotel tentu ia yang simpan. Tak mungkin Selina pulang duluan. Pasti menemuinya dulu.“Belum kali! Biasa kalau udah lama gak ketemu sodara, sekalinya bertemu pasti ngobrol panjang lebar,” kata Hanum terkikik.“Iya sih, tapi kok perasaanku gak enak ya,”“Sudahlah! Kamu itu ternyata khawatiran. Aku kira dulu kamu anak yang cerewet dan pasti cuek bebek,” katanya sembari tertawa.“Bu Win!” seru Ruri yang berlari menuju mereka.“Apa?”Winda menoleh dengan wajah masam
“Kapan Selina pulang?” tanya Ustaz Bashor pada Ummi Sarah tatkala tiba dari masjid setelah menunaikan shalat isya.“Besok Abah,” sahut Ummi Sarah, mencium punggung tangan suaminya. “Abah, mau makan malam sekarang?”“Nanti, Abah mau ngajarin kitab Jurumiyah dulu buat anak-anak SD. Mereka masih kecil jadi Abah harus pelan-pelan ngajarinnya,” ucap Ustaz Bashor langsung berjalan menuju ruang makan, membuka tudung saji yang sudah diisi makanan kesukaannya. Ia tersenyum mesem, menyadari jika istrinya itu sangat berbakti pada suami dan selalu memberikan yang terbaik untuknya termasuk menghidangkan makanan.“Ummi, udah VC-an belum sama Selin?” tanya Ustaz Bashor lalu menutup kembali tudung saji dan hanya meraih air minum karena kehausan. Ia duduk dengan tenang dan meneguk air itu setelah membaca basmalah. Ia pun berjalan mengikuti Ummi Sarah ke ruang tamu.“Belum hari ini Abah. Soalnya kayaknya sibuk. Katanya hari ini penentuan lomba. Mungkin sekarang para guru sedang istirahat pasti capek so
Tercium aroma masakan dari arah dapur. Pelayan tengah memasakkan makan malam untuk Willie. Willie berjalan menuju dapur. Hal tersebut kesempatan emas bagi Selina. Saat mereka berada di sana Selina turun dari ranjang dan menaruh guling di atas kasur lalu menutupinya dengan selimut. Seolah-olah ia tengah tidur. Willie masih punya rasa simpati saat ia tak sadarkan diri, ia menyelimutinya dengan selimut. Entah, apa maksudnya. Selina pun meñgendap-endap menuruni ranjang dan menyasar nakas untuk mencari kunci apartemen. Ia meraba bagian atas nakas yang hanya terdapat dompet saja. Dengan tangan yang gemetar, Selina menarik lacinya ternyata kosong. Lalu ia berjalan menuju meja kerja lelaki itu. Ternyata tidak ada juga. Ia bersembunyi di balik pintu kamar karena terdengar Willie yang berjalan berlalu-lalang dengan setengah telanjang, hanya memakai boxer. Itu pertama kalinya Selina melihat seorang lelaki berpenampilan seksi. Adam saja tak berani seperti itu di hadapannya kecuali saat ia sakit
Zahrana menarik lengan Aqsa lalu mengajaknya berjalan menuju kamarnya. “Pak, ngobrolnya nanti lagi ya! Saya ada perlu,” katanya pada Zul. Aqsa tak menolak dan mengikuti langkah Zahrana hingga mereka sampai di depan pintu kamar Zahrana. “Mas, tolong! Aku tahu perasaan Mas saat ini. Aku juga sama mengkhawatirkan Selina. Karena ia juga sahabatku,” ucap Zahrana dengan menahan kesal. Aqsa terdiam. Ia tahu apa yang ia lakukan keliru. Bagaimanapun Zahrana istrinya. Seharusnya ia menjaga perasaannya. “Maaf, aku tidak bermaksud …” “Aku tahu, Mas begitu mencintai Selina. Aku sadar, seharusnya aku yang tak mempermasalahkannya. Aku …” Zahrana memejamkan matanya menahan isak yang tak mampu ia tahan. Akhirnya air mata itu pun luruh juga menetes melewati pipinya. Melihat Zahrana menangis, Aqsa semakin merasa bersalah. Namun ia tak bisa mengkhianati hatinya jika ia masih mencintai Selina. Benar, seperti apa yang Zahrana sampaikan. Aqsa merasa terenyuh, sedikit demi sedikit hatinya mulai merasa
Pagi ini Ustaz Bashor tidak mengajar para santri karena ia sedang tidak enak badan. Semalam badannya meriang. Ia hanya menghabiskan waktunya di ruang tamu dengan membaca. Ia pun mulai jenuh lalu menaruh buku itu ke atas meja. Seperti halnya Selina, ia suka membaca jadi wajar saja, buku yang dimiliki Selina sudah pasti dibaca olehnya juga.Sesekali ia menyalakan televisi dan memindahkan chanel sembarangan. Ia menonton berita kriminal yang terjadi marak di perkotaan. Berita itu menayangkan tentang prostitusi terselubung yang dipromosikan dalam bentuk hotel ‘best seller’. Dalam artian hotel tersebut menyediakan wanita penghibur untuk tamunya.Melihat tayangan itu, membuatnya bergidik, pikirannya jadi keluyuran. Ada banyak prasangka buruk hilir mudik di kepalanya. Ia pun mematikan televisi dan mendengus kesal.“Akhir zaman! Beritanya ngeri,” gumamnya.Ia mulai didera rasa khawatir, menunggu kabar Selina.“Ummi, kenapa Selin belum ngasih kabar?” tanya Ustaz Bashor saat melihat Ummi Sarah b
Kabar menghilangnya Selina sudah sampai ke telinga Hawa dan fadel. Mereka yang tengah berada di puskesmas kaget minta ampun. Mereka langsung izin hari itu untuk ikut membantu mencari Selina. Terutama Fadel yang ikut menghubungi teman-temannya yang tinggal di Jakarta. Satu lagi, ia belum menghubungi Mahendra. Tentu, Mahendra tinggal bolak balik Jakarta-Purwakarta. Namun ia ragu apakah Mahendra akan mengangkat teleponnya mengingat ia sudah lama tidak bisa menghubunginya.“Bang telepon siapa?” tanya Hawa yang selalu berada di sisinya, satu tempat kerja dengannya. Mereka kini berada di dalam mobil, di daerah sekitar Asten. Mereka hendak menyusul ke dua orang tua mereka ke Jakarta. Fadel menghentikan mobilnya di tepi jalan. Sebab Hawa terlihat mual dan ingin muntah.“Ada toilet di masjid Ar-Ridho,” ucap Fadel melihat sang istri yang tengah meringis, menahan muntah. Fadel buru-buru mematikan mesin mobil termasuk AC. Lalu ia membuka jendela dan pintu untuk Hawa. Hawa yang tidak tahan, tak s
Aqsa menoleh pada Zahrana, mengisyaratkan untuk melepas tangannya. Tanpa diminta pun Zahrana menurunkan tangannya. Sepintas orang yang melihat seperti tengah bergandengan tangan. Tadi ia hanya spontan memegangi tangannya khawatir jatuh karena ia menginjak roknya yang panjang.“Maaf, aku hanya berpegangan takut jatuh,” lirih Zahrana, yang diabaikan Aqsa sebab Aqsa langsung mempercepat langkahnya menuju Ustaz Bashor dan Ummi Sarah. Ia menyalami Ustaz Bashor terlebih dahulu. Lalu ia pun bersalaman dengan Adam yang terlihat dingin, Fadel dan Mahendra yang terlihat tak kalah dingin dengan Adam. Kepada Ummi Sarah dan Hawa ia mengatupkan tangannya. Seperti halnya Aqsa, Zahrana juga menyalami Ummi Sarah dan Hawa serta mengatupkan ke dua tangannya pada Ustaz Bashor, Adam, Fadel dan Mahendra.Semua terasa canggung hingga Aqsa memberanikan diri untuk bertanya lebih dulu pada Ustaz Bashor.“Bagaimana perkembangan pencarian Selina Ustaz?” tanya Aqsa dengan kaku.“Sedang dilakukan pencarian, mint
Mahendra dengan setia menunggu kabar perkembangan mengenai pencarian Selina. Ia berbincang sebentar dengan Fadel yang terus menatapnya intens. Fadel, Hawa dan Mahendra memilih pergi ke cafe yang berlokasi tidak jauh dari kantor polisi untuk makan siang. Sementara itu Ustaz Bashor, Ummi Sarah, Adam dan para guru masih di kantor polisi. “Sorry, aku lagi gaslaw, eh, galau, jadi aku gak angkat telepon siapapun termasuk Abangku yang paling ganteng,” ucap Mahendra yang merasa peka dengan cara menatap Fadel yang penuh telisik padanya. “Emang belum beres masalahmu?” jawab Fadel dengan sebuah pertanyaan tentang masalah pencemaran nama baik yang menimpa Mahendra. Mahendra terdiam dan seketika pikirannya berkelana. Tiba-tiba ia jadi teringat Alana, istri kecilnya yang ia anggap keponakannya. “Um, udah beres. Ada masalah lain aja sih,” jawab Mahendra sedikit tergeragap. Ia membuang tatapannya pada jendela yang berada di sampingnya. Ia tak pandai berdusta maka seandainya ia berdusta pasti ketah
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te