***
“Pangeran! Ada gerangan apa yang membuat Pangeran sendiri menghampiri kami kemari?”
“Apa kami semua akan ditahan?”
“Ampuni kami Pangeran. A-aku, aku punya istri dan anak yang masih menunggu di rumah. Aku sudah berjanji untuk pulang pagi ini dan bermain bersamanya hingga sore!”
“Pangeran kumohon ampuni kami!”
“Hmm? Kalian kenapa? Sebentar, aku mau mencoba saus ini dulu.” Ucap Yuno tanpa menghiraukan kekhawatiran berlebihan para pelayan itu.
“WOAHH GILA! SAUS INI HEBAT SEKALI!”
NGAAP!
“A- anu, Pangeran?”
“Hah, ya?”
Gluk gluk gluk gluk...
Yuno baru saja menyelesaikan sepotong daging dan minuman yang diteguknya, lalu berjalan ke salah satu meja di ruangan itu.
“Aku kelaparan...” Jawabnya santai.
“Maksud Pangeran?” Tanya seorang koki dengan wajah yang kebingungan.
“Coba kalian pikir, aku yang menjadi bintang dari acara itu bahkan tidak dibiarkan menggigit sebuah cupcake pun! Mereka benar-benar menahanku dengan semua obrolan memusingkan itu.” Ucap Yuno sambil memainkan pisau dan menunjukknya ke salah satu nampan di dapur.
“Wah itu cupcake yang tadi!” Yuno berlari menghampiri nampan itu lalu memakannya dengan lahap. “Aku benar-benar tidak mengerti dengan para bangsawan... ngap!”
“Bisa-bisanya mereka lebih memilih bergosip dari pada menikmati kue yang lezat ini. Bahkan dari baunya saja, aku bisa tahu kalau semua makanan di sana dibuat dengan baik.”
“Oohh... ohh...” Semua orang di sana mencoba mencerna penjelasan Yuno sambil menghela napas berat, takut-takut apabila mereka bersikap tidak sopan terhadap salah satu orang paling penting di kerajaan ini.
“Hei mengapa diam saja? Aku lanjutkan pestanya! Yang tadi itu sama sekali tidak bisa kusebut sebagai pesta!” Ajak Yuno sambil mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.
“AYO BERSULANG!!!”
***
Tidak butuh waktu lama bagi Yuno yang sebelumnya merupakan rakyat biasa untuk bergaul dengan para pelayan di dapur bawah tanah itu. Dia pada dasarnya adalah seorang anak periang yang ramah dan bersahaja. Meskipun pada awalnya para pelayan dan koki tadi takut-takut mengajaknya bicara, tetapi sekarang mereka sudah benar-benar akrab seperti teman lama.
“Hei, lalu bagaimana dengan temanmu George itu?”
“Ah dia? Orang itu benar-benar selalu diikuti kesialan.”
“Hei, nak! Kau tahu, minggu lalu dia bahkan dikejar-kejar oleh anjing penjaga hingga keliling tembok besar. Dia benar-benar malang.” Ucap salah seorang dari mereka bercerita.
“Hei, Steven! Aku tidak peduli kau sedang mabuk atau apa, tapi jangan panggil pangeran seakan kau setara dengannya.”
“OH MAAF PANGERAN! AKU TERBAWA SUASANA!” Seseorang yang dipanggil Steven tadi bersujud meminta pengampunan kepada Yuno.
“Baiklah baiklah, tenang saja. Aku tidak terlalu—“ Ucapan pemberian maaf Yuno terhenti karena ia mengingat perkataan Isaac, mengenai jangan terlalu baik dalam menjadi seorang bangsawan.
“Ehem! Jangan kau ulangi lagi, ya!” Tegasnya kemudian.
“BAIK!”
***
“Nah setelah itu—“
Ngiiikkk! Pintu kayu besar tadi terbuka memotong obrolan orang-orang di dalamnya. Terlihat siluet seorang pria yang kelelahan habis berlari.
“Anakku... ANAKKU DEMAM TINGGI!” Teriak pria itu dari luar, berharap ada orang di dalam ruangan itu bisa yang membantunya.
“Tenang dulu, George! Ada apa?”
「George? Pria yang diceritakan Steven tadi, ya? Kalau tidak salah, pria yang selalu sial? Ah tapi aku tidak boleh menyinggung tentang hal itu kali ini.」
Yuno berjalan menghampiri George yang bersama dua orang, dia sementara duduk bersila di lantai dan minum terlebih dahulu agar napasnya teratur.
“Ada apa, George?” Tanya Yuno kepadanya.
“Anakku terkena demam tinggi— PANGERAN!”
“HAMBA MOHON MAAF KARENA TIBA-TIBA MENGANGGU DAN BERTERIAK!”
「Ah, ya. Dia meminta maaf karena berteriak sambil berteriak. Tetapi biarlah, wajar dia sedang panik.」
“Sudahlah!” Balas Yuno tegas. “Sekarang di mana anakmu berada.”
“Di- di rumahku wahai Pangeran!”
“Chaplin!”
“Ya Pangeran!”
“Bisa kau siapkan jahe, lemon, dan ginseng, juga sedikit minyak untuk kubawa ke rumahnya George?”
“Oh, ya! Juga daun Landmord!”
“Tentu yang mulia, tetapi apakah Pangeran berniat untuk datang ke rumah rakyat biasa malam-malam begini?”
“Ya tentu. Apa kau punya masalah dengan itu?”
“Ah tidak, Pangeran! Sebelum itu, biarkan salah satu dari kami memanggil pengawal untuk anda—“
“Tidak perlu! Kau ingin nyawa anaknya George bisa hilang tanpa kita sempat melakukan apapun terhadapnya?”
“Ti-tidak!”
“Kita segera berangkat! George, kau langsung jalan di depan! Chaplin, kau segera susul kami, ya! Kau tahu tempatnya, bukan?”
“Tentu, Pangeran!”
Yuno bersama George dan beberapa pelayan lain berjalan bersama dengan obor melewati kegelapan. Mereka melewati jalan khusus para pekerja yang tidak dijaga oleh ksatria seperti di gerbang istana depan, tetapi dijaga oleh kenalan mereka yang berjaga di suatu pos. Malam terasa sunyi dan begitu hening, bagi bangsawan biasa berjalan di malam hari seperti ini sama saja seperti mencoba bunuh diri, tetapi Yuno masih saja menganggap dirinya adalah rakyat biasa, bukan seseorang yang begitu spesial.
“Di sini, Yang Mulia!” Ucap George memecah kecanggungan di antara mereka sambil menunjuk ke salah satu rumah sederhana di wilayah rakyat jelata. Mereka pun masuk ke dalam rumah itu. Hanya terlihat ada dua ruangan di sana, sebuah kamar dan ruangan serbaguna yang fungsinya bercampur-campur.
“Mo-mohon maaf atas ketidakmampuan saya menjamu Yang Mulia di tengah malam begini, saya—“
“Sudahlah, aku mengerti.”
“Apa kau sudah meminta bantuan tabib atau siapapun?”
“Kami tidak punya cukup uang untuk membayarnya, Pangeran.” Jawab George dengan pasrah.
Yuno berjalan masuk ke dalam kamar tak berpintu itu, yang hanya ditutupi tirai sebagai pembatasnya. “Di mana istrimu?” Tanyanya kemudian.
“Istriku sedang mencari bantuan di luar juga, Pangeran.”
Yuno memperhatiikan anak pelayan itu, lalu mengelus dahinya yang sedikit berkeringat.
「Panas sekali. Bukankah ini sudah tahap gawat? Salah salah dia bisa tidak bisa lagi melihat matahari pagi ini.」
「Tapi aku tidak bisa memberitahukan ini kepada George. Terlalu menyakitkan baginya. Sepertinya aku harus berusaha dulu semampuku.」
“Pangeran! Bahan-bahan yang Pangeran minta tadi sudah kusiapkan!” Ucap Chaplin yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.
“Tepat waktu sekali, Chaplin! Segera kau bakar jahe dan ginseng itu sebentar, lalu seduh mereka dengan air panas. Bahan-bahan lainnya kau letakkan di atas meja dapur!” Ucap Yuno memerintah pelayannya itu.
Setelah seduhan rempah yang disiapkan Chaplin benar-benar siap, Yuno mulai meramu semua bahan itu, kemudian menyaringnya ke dalam gelas. Ia juga melumat daun Landmord dan meminumkan semuanya kepada gadis kecil yang terbaring sekarat itu.
「Kumohon, bekerjalah!」
***
Istri George datang dua jam kemudian dengan wajah yang panik dan berkeringat.
“Sayang, maafkan aku. Aku tidak bisa menemukan bantuan apapun!” Ucapnya meminta maaf kepada George yang menyambutnya bersama teman-teman pelayan lain yang tertidur di dalam rumah mereka.
“Tidak apa-apa, sayang.” Ucap George menenangkan istrinya. “Tadi Pangeran mampir dan menyembuhkan anak kita.” Tambahnya ketika istrinya sedang minum.
Bhaaakksss!
“AP-APA MAKSUDMU, GEORGE?”
“Seperti yang kubilang tadi, Pangeran mampir ke sini.”
“LALU? DIA MENYEMBUHKAN ANAK KITA?”
“Y-ya?” Jawan George kebingungan menanggapi kepanikan istrinya.
“Bayaran apa yang kau tawarkan kepada Pangeran? Kau tidak akan bilang kalau selamanya kau akan bekerja tanpa libur dan hidupmu dibeli oleh Yang Mulia itu, bukan? Sayang katakanlah kalau aku salah!” Pinta istrinya sambil menitikkan air mata, takut suaminya takkan kembali ke rumah mereka lagi.
“Kau tenang saja. Pangeran itu...” George menelan ludahnya sejenak. “Dia benar-benar tangan penyembuh yang luar biasa...”
“Oh syukurlah!” Istri George begitu tenang sambil memeluk suaminya dalam tangis bahagia. Kemudian ia masuk dan menghampiri anaknya, lalu menciuminya denga kasih sayang.
“Sungguh, dia benar-benar sosok yang menakjubkan.”
***
“ANAKKU MEMBUKA MATA! ANAKKU MEMBUKA MATA!” Teriak George histeris ketika akhirnya anaknya sadar.
“Amelia! Kau baik-baik saja, nak?” Tanya George khawatir sambil memegang dahi anaknya dengan tangan yang gemetar.
“Wah hebat!”
“Luar biasa!”
“Pangeran! Itu benar-benar...”
“Benar-benar?”
“A-aku tidak tahu bagaimana cara memuji anda dengan baik. Tapi pokoknya Yang Mulia benar-benar hebat!”
“Kau berlebihan, Chaplin.” Yuno menolak pujian yang diberikan kepadanya.
“Baiklah, aku mau kembali dulu. Kalian sebagian tetaplah berada di sini sambil menunggu istri George pulang. Dan omong-omong Chaplin, aku akan memberikan hukuman kepadamu!”
“A-AADA APA PANGERAN?”
“Bukankah aku sudah bilang tadi kalau aku tidak membutuhkan pengawal. Lalu ada apa dengan mereka berdua yang membawa tombak di sana?” Yuno menunjuk dua ksatria yang terlihat berjaga di depan rumah George.
“Ah itu...” Chaplin memutar bola matanya sambil menggaruk-garuk rambut di kepalanya yang sudah mulai botak.
“Terserahlah. Ayo kalian berdua, aku mau segera tidur!”
“SIAP PANGERAN!”
***Yuno tiba ke istana pukul tiga pagi, ketika semua orang masih tidur dan beristirahat. Dia diantar oleh dua ksatria yang dimintai tolong oleh Chaplin, kepala koki yang baru ia temui tengah malam tadi. Keadaan istana masih sepi, hanya beberapa kali terlihat penjaga yang berpatroli dan lolongan anjing yang mengisi kesunyian. Yuno masuk ke kamar Pangeran lalu menyalakan lampu minyak di dekat meja.Isaac masih terlihat tidur, tetapi dahinya yang mengerinyit berlapis-lapis terlihat berkeringat. Jelas bisa diketahui kalau penyakit itu benar-benar menyiksanya. Yuno mengunci pintu kamar untuk berjaga-jaga kalau ada penjaga atau keluarga kerajaan yang mencoba masuk atau mengintip mereka. Ia kemudian mencoba tidur di sebuah sofa panjang yang ada di sisi lain kamar mewah itu.Keesokan harinya, Yuno terbangun oleh gedoran pintu dari luar. Ia segera menyahut dan buru-buru merapikan pakaiannya yang tidak sempat ia ganti dengan baju tidur. Meskipun anak itu sebenarnya tidak
***Setelah berlatih pedang dengan Duke Roland pagi itu, Yuno kembali ke kamar dengan diantar dua orang pelayan yang dimintai tolong untuk membawakan makanan dan handuk hangat.“Tidak ingin langsung mandi saja, Pangeran?” Tanya pelayan itu memastikan.“Tidak perlu.”Yuno meminta para pelayan untuk tidak perlu repot-repot masuk, ia membawa nampan berisi makanan dengan kedua tangannya dan handuk di bahunya.“Hai Isaac! Apa kabarmu?”“Sialan, aku kelaparan.” Balas Isaac setelah Yuno menutup dan mengunci pintunya.“Eh apa ini? Kondisimu membaik?”“Entahlah, sejak pagi tadi aku sudah bisa duduk.” Terang Isaac sambil menggeser posisi duduknya ke depan, memperlihatkan kalau dia tidak sedang bersandar dengan bantal.Yuno melebarkan tangannya, lalu bergaya melutut di hadapan Isaac.“Selamat atas kesembuhanmu, Pangeran.”“Oi oi
***“Ahh aku sungguh lelah!”“Ada apa sobat?”Yuno berjalan menuju kasur besar nan mewah Isaac. Terdapat empat bantal dengan selimut raksasa yang membentang di atasnya, juga ornamen di bagian sandaran depannya yang terlihat mahal. Yuno duduk di tepi dan bergaya meninju salah satu bantal Isaac yang tidak terpakai.“Ahhh!”“Biar kutebak! Kau habis uhuk... dimarahi?”“Kau sepertinya tidak perlu menebak untuk hal ini.”“Benar juga, semua kan sesuai dugaanku.” Isaac berlagak mengusap janggutnya yang sama sekali belum tumbuh.“Ibumu sang Ratu alias nyonya besar, memarahiku cuma gara-gara aku memakan ikan dengan tangan!”Isaac memiringkan kepalanya tanda kebingungan.“Lalu?”“Aku sudah mencuci tangan! Lagi pula duri ikan itu sangat banyak! Bagaimana bisa aku makan sementara tanganku sibuk dengan sepasang sendok da
***”Hei, Yuno! Bangun!”Isaac menggoyang-goyangkan tubuh Yuno yang tidur dengan posisi tak beraturan di sampingnya. Kedua kaki Yuno melekuk seperti capit kepiting yang menghadap ke belakang, tangan kanannya terangkat tinggi ke atas, sedangkan tangan kirinya tertindih dengan tubuhnya sendiri.“Astaga anak ini. Tapi ya aku tak bisa menyalahkannya.” Ia berbicara sendiri sambil menggaruk-garuk kepalanya. Meskipun ini adalah kali pertama anak desa itu bisa tidur di kasur, kasur mewah pula, dia tidak mungkin akan bangun dengan nyenyak apabila tidur seperti itu.“Hoaaaammmm....”“Kau sudah sadar?”Yuno menggosok-gosok kedua matanya lalu merekahkan tangannya seperti orang-orang kebanyakan yang baru bangun tidur. Dia memutar punggungnya ke kanan dan kiri, kemudian meluruskannya kembali, membuat beberapa sendi tulangnya terdengar berbunyi krak.“HEI HEI APAAN ITU?” Isaac yang tak terb
***“Waah! Seperti yang diharapkan dari ibu kota kerajaan!” Puji seorang anak laki-laki yang sedang berkeliling menikmati sekeliling wilayah pasar.“Whoopss, wohooow!” Anak itu melompat di antara kotak-kotak makanan, bergaya seperti monyet yang kegirangan melihat taman bermain. Tapi herannya, tidak ada yang berani menegur apalagi memarahinya. Orang-orang malah memandangi anak itu dengan tatapan ganjil, boleh jadi mereka bingung kenapa ada anak pedesaan tak tahu adab yang bisa mampir ke ibu kota.Dia menikmati acara jalan-jalan itu dengan uang koinnya yang sangat sedikit, namun di lain sisi berharap bisa mencicipi semua makanan yang dijual di pasar itu.“Ah terima kasih!” Ucapnya ketika salah satu pedagang buah memberinya sebuah apel gratis, atau begitu lah yang dia pikirkan. Anak itu lupa membayar dan pergi menyelonong begitu saja. Ia lupa diri karena dulu di desanya tidak ada pemandangan yang seperti ini. Kemudian ia m
***Yuno mengusap matanya kuat-kuat tak percaya. Ia memandangi lukisan mahal raksasa yang tergantung di depan matanya itu dengan tatapan yang serius, bahkan jika diperhatian urat di kepalanya terlihat sedikit menonjol. Tentu bukan pertanda marah, tekanan darahnya naik karena campuran perasaan bingung, terkejut, gelisah, dan kebahagiaan mendadak.Apa lagi yang bisa dipikirkan remaja pedesaan mengetahui fakta kalau kerajaan ini punya seorang putra mahkota yang sangat mirip dengannya, atau bahkan sebenarnya adalah dia sendiri? Seperti cerita pangeran yang diadopsi keluarga miskin karena konflik internal, lalu kembali untuk merebut tahtanya. Jantung Yuno berdegup begitu cepat, salah-salah dia bisa terkena serangan jantung dini.“Lapor, Ratu! Persiapan pemandian untuk Tuan Muda sudah selesai!” Sekelompok pelayan yang tadi berlari atas perintah Ratu sudah kembali dan berlutut di hadapannya.“Nah sayang. Cepatlah mandi lalu berpakaian. Kita aka
***“Perhatian sikapmu, ya...”“Tenang saja, aku mengerti!”Yuno mengambil kunci dari dalam rak yang diberitahukan Isaac, kemudian berjalan keluar untuk menemui pelayan yang memanggilnya, atau sebenarnya Isaac tadi. Yuno mematikan obor agar pelayan tidak bisa mengintip dan mengetahui rahasia di antara mereka. Setelah ia membalikkan badan, mengunci kamar, serta memastikan semuanya aman, dia mengikuti pelayan itu menuju aula pesta.“Silakan ikuti saya, Pangeran!” Ucapnya. Yuno dikawal dengan tiga penjaga berbadan besar tanpa zirah lengkap seperti yang mengejarnya tadi pagi.「Mungkin mereka ini adalah pengawal pribadi? Mereka telihat macam mantan pembunuh? Sepertinya begitu.」「Semoga saja orang macam mereka tidak menyadari perbedaan terhadap siapa yang mereka kawal saat ini.」Yuno cukup beruntung mengingat tidak ada yang benar-benar menyadari keanehan pada Pangeran, kecuali mungkin sikap Yuno yang sama
***”Hei, Yuno! Bangun!”Isaac menggoyang-goyangkan tubuh Yuno yang tidur dengan posisi tak beraturan di sampingnya. Kedua kaki Yuno melekuk seperti capit kepiting yang menghadap ke belakang, tangan kanannya terangkat tinggi ke atas, sedangkan tangan kirinya tertindih dengan tubuhnya sendiri.“Astaga anak ini. Tapi ya aku tak bisa menyalahkannya.” Ia berbicara sendiri sambil menggaruk-garuk kepalanya. Meskipun ini adalah kali pertama anak desa itu bisa tidur di kasur, kasur mewah pula, dia tidak mungkin akan bangun dengan nyenyak apabila tidur seperti itu.“Hoaaaammmm....”“Kau sudah sadar?”Yuno menggosok-gosok kedua matanya lalu merekahkan tangannya seperti orang-orang kebanyakan yang baru bangun tidur. Dia memutar punggungnya ke kanan dan kiri, kemudian meluruskannya kembali, membuat beberapa sendi tulangnya terdengar berbunyi krak.“HEI HEI APAAN ITU?” Isaac yang tak terb
***“Ahh aku sungguh lelah!”“Ada apa sobat?”Yuno berjalan menuju kasur besar nan mewah Isaac. Terdapat empat bantal dengan selimut raksasa yang membentang di atasnya, juga ornamen di bagian sandaran depannya yang terlihat mahal. Yuno duduk di tepi dan bergaya meninju salah satu bantal Isaac yang tidak terpakai.“Ahhh!”“Biar kutebak! Kau habis uhuk... dimarahi?”“Kau sepertinya tidak perlu menebak untuk hal ini.”“Benar juga, semua kan sesuai dugaanku.” Isaac berlagak mengusap janggutnya yang sama sekali belum tumbuh.“Ibumu sang Ratu alias nyonya besar, memarahiku cuma gara-gara aku memakan ikan dengan tangan!”Isaac memiringkan kepalanya tanda kebingungan.“Lalu?”“Aku sudah mencuci tangan! Lagi pula duri ikan itu sangat banyak! Bagaimana bisa aku makan sementara tanganku sibuk dengan sepasang sendok da
***Setelah berlatih pedang dengan Duke Roland pagi itu, Yuno kembali ke kamar dengan diantar dua orang pelayan yang dimintai tolong untuk membawakan makanan dan handuk hangat.“Tidak ingin langsung mandi saja, Pangeran?” Tanya pelayan itu memastikan.“Tidak perlu.”Yuno meminta para pelayan untuk tidak perlu repot-repot masuk, ia membawa nampan berisi makanan dengan kedua tangannya dan handuk di bahunya.“Hai Isaac! Apa kabarmu?”“Sialan, aku kelaparan.” Balas Isaac setelah Yuno menutup dan mengunci pintunya.“Eh apa ini? Kondisimu membaik?”“Entahlah, sejak pagi tadi aku sudah bisa duduk.” Terang Isaac sambil menggeser posisi duduknya ke depan, memperlihatkan kalau dia tidak sedang bersandar dengan bantal.Yuno melebarkan tangannya, lalu bergaya melutut di hadapan Isaac.“Selamat atas kesembuhanmu, Pangeran.”“Oi oi
***Yuno tiba ke istana pukul tiga pagi, ketika semua orang masih tidur dan beristirahat. Dia diantar oleh dua ksatria yang dimintai tolong oleh Chaplin, kepala koki yang baru ia temui tengah malam tadi. Keadaan istana masih sepi, hanya beberapa kali terlihat penjaga yang berpatroli dan lolongan anjing yang mengisi kesunyian. Yuno masuk ke kamar Pangeran lalu menyalakan lampu minyak di dekat meja.Isaac masih terlihat tidur, tetapi dahinya yang mengerinyit berlapis-lapis terlihat berkeringat. Jelas bisa diketahui kalau penyakit itu benar-benar menyiksanya. Yuno mengunci pintu kamar untuk berjaga-jaga kalau ada penjaga atau keluarga kerajaan yang mencoba masuk atau mengintip mereka. Ia kemudian mencoba tidur di sebuah sofa panjang yang ada di sisi lain kamar mewah itu.Keesokan harinya, Yuno terbangun oleh gedoran pintu dari luar. Ia segera menyahut dan buru-buru merapikan pakaiannya yang tidak sempat ia ganti dengan baju tidur. Meskipun anak itu sebenarnya tidak
***“Pangeran! Ada gerangan apa yang membuat Pangeran sendiri menghampiri kami kemari?”“Apa kami semua akan ditahan?”“Ampuni kami Pangeran. A-aku, aku punya istri dan anak yang masih menunggu di rumah. Aku sudah berjanji untuk pulang pagi ini dan bermain bersamanya hingga sore!”“Pangeran kumohon ampuni kami!”“Hmm? Kalian kenapa? Sebentar, aku mau mencoba saus ini dulu.” Ucap Yuno tanpa menghiraukan kekhawatiran berlebihan para pelayan itu.“WOAHH GILA! SAUS INI HEBAT SEKALI!”NGAAP!“A- anu, Pangeran?”“Hah, ya?”Gluk gluk gluk gluk...Yuno baru saja menyelesaikan sepotong daging dan minuman yang diteguknya, lalu berjalan ke salah satu meja di ruangan itu.“Aku kelaparan...” Jawabnya santai.“Maksud Pangeran?” Tanya seorang koki dengan wajah yang kebingungan.&ldqu
***“Perhatian sikapmu, ya...”“Tenang saja, aku mengerti!”Yuno mengambil kunci dari dalam rak yang diberitahukan Isaac, kemudian berjalan keluar untuk menemui pelayan yang memanggilnya, atau sebenarnya Isaac tadi. Yuno mematikan obor agar pelayan tidak bisa mengintip dan mengetahui rahasia di antara mereka. Setelah ia membalikkan badan, mengunci kamar, serta memastikan semuanya aman, dia mengikuti pelayan itu menuju aula pesta.“Silakan ikuti saya, Pangeran!” Ucapnya. Yuno dikawal dengan tiga penjaga berbadan besar tanpa zirah lengkap seperti yang mengejarnya tadi pagi.「Mungkin mereka ini adalah pengawal pribadi? Mereka telihat macam mantan pembunuh? Sepertinya begitu.」「Semoga saja orang macam mereka tidak menyadari perbedaan terhadap siapa yang mereka kawal saat ini.」Yuno cukup beruntung mengingat tidak ada yang benar-benar menyadari keanehan pada Pangeran, kecuali mungkin sikap Yuno yang sama
***Yuno mengusap matanya kuat-kuat tak percaya. Ia memandangi lukisan mahal raksasa yang tergantung di depan matanya itu dengan tatapan yang serius, bahkan jika diperhatian urat di kepalanya terlihat sedikit menonjol. Tentu bukan pertanda marah, tekanan darahnya naik karena campuran perasaan bingung, terkejut, gelisah, dan kebahagiaan mendadak.Apa lagi yang bisa dipikirkan remaja pedesaan mengetahui fakta kalau kerajaan ini punya seorang putra mahkota yang sangat mirip dengannya, atau bahkan sebenarnya adalah dia sendiri? Seperti cerita pangeran yang diadopsi keluarga miskin karena konflik internal, lalu kembali untuk merebut tahtanya. Jantung Yuno berdegup begitu cepat, salah-salah dia bisa terkena serangan jantung dini.“Lapor, Ratu! Persiapan pemandian untuk Tuan Muda sudah selesai!” Sekelompok pelayan yang tadi berlari atas perintah Ratu sudah kembali dan berlutut di hadapannya.“Nah sayang. Cepatlah mandi lalu berpakaian. Kita aka
***“Waah! Seperti yang diharapkan dari ibu kota kerajaan!” Puji seorang anak laki-laki yang sedang berkeliling menikmati sekeliling wilayah pasar.“Whoopss, wohooow!” Anak itu melompat di antara kotak-kotak makanan, bergaya seperti monyet yang kegirangan melihat taman bermain. Tapi herannya, tidak ada yang berani menegur apalagi memarahinya. Orang-orang malah memandangi anak itu dengan tatapan ganjil, boleh jadi mereka bingung kenapa ada anak pedesaan tak tahu adab yang bisa mampir ke ibu kota.Dia menikmati acara jalan-jalan itu dengan uang koinnya yang sangat sedikit, namun di lain sisi berharap bisa mencicipi semua makanan yang dijual di pasar itu.“Ah terima kasih!” Ucapnya ketika salah satu pedagang buah memberinya sebuah apel gratis, atau begitu lah yang dia pikirkan. Anak itu lupa membayar dan pergi menyelonong begitu saja. Ia lupa diri karena dulu di desanya tidak ada pemandangan yang seperti ini. Kemudian ia m