55. Foto PetunjukKucengkeram erat kertas tersebut. Sekali lagi, aku mendapatkan pesan yang tidak bisa kucerna. Otakku terasa penuh untuk berpikir keras mencoba memecahkan arti di setiap kalimat yang tertera. Hingga tatapanku teralih ke sebuah amplop berukuran cukup besar. Tidak ada tulisan di sana. Dengan segera kubuka amplop tersebut dan menunjukkan beberapa buah foto. Aku mengernyit ketika menyadari bahwa semua foto tersebut adalah tangkapan diriku yang diambil dari jarak cukup jauh. Setelah kucermati lebih teliti, semua adegan dan tempat yang tertangkap pada foto tersebut membuatku terdiam. Terlebih ketika sebuah foto terakhir yang menampilkan adegan diriku kemarin sore. Di sebuah taman belakang sekolah. Ingatan itu masih segar di pikiranku. Istirahat kedua, aku di sana bersama Kelabu. Menghabiskan waktu bersama dengan berbincang dan menikmati kue kering buatan mamaku. Tetapi, entah mengapa di dalam foto itu hanya ada diriku. Padahal, aku ingat betul saat adegan di dalam foto it
56. Obrolan yang BeratIqbal masih belum juga menunjukkan tanda-tanda akan membuka matanya. Hal itu membuat Rai yang semula berhasil tertawa lepas kembali termenung. Sepupuku itu sudah hampir satu jam menutup mulutnya, setia memegang tangan kanan sang kekasih, berharap pujaan hati segera kembali menyapanya lagi. Kuusap lembut bahu kanan Rai, mencoba menyemangatinya. Rai menoleh, tersenyum tipis. Di ruang yang berukuran cukup besar itu hanya ada diriku dan Rai. Keluarga Iqbal hanya bisa menjenguk sejenak karena sang mama yang harus merawat sang nenek dan ayah yang harus kembali ke perusahaannya. Sedangkan Iqbal sendiri adalah anak satu-satunya seperti, Rai. "By the way ayo cerita soal tadi di sekolah, gue hampir lupa," ucap Rai membuatku terdiam. Sedangkan Rai sudah menuntunku menuju ke sofa mewah yang tersedia di ruangan itu. "Kemarin aku dapat paket dari seseorang," balasku gamang. Pikiranku kembali melayang ke kejadian kemarin di mana bibi tiba-tiba memberikan sebuah kotak berwarn
57. Tetap Menjadi Bu BosEntah apa yang sedang kupikirkan selama ini membuatku tiba di lapangan basket yang letaknya berada di sisi kanan wilayah sekolah. Usai mengerjakan ujian jam terakhir, tanpa sadar aku melangkah hingga sampai ke tempat ini. Suara decitan dan pantulan bola basket membuatku tertarik. Dengan langkah pelan, aku menuju ke tribun penonton, duduk di sana seorang diri mengamati sekumpulan cowok yang tengah bermain bersama. Tetapi, hanya satu yang menjadi pusat perhatianku. Sosok Kelam yang tengah mendribel bola dan menggiringnya dengan cepat lalu melakukan lay-up hingga bola masuk dengan begitu mulusnya ke ring, tertangkap jelas di kedua mataku. Bahkan, ketika cowok itu mulai berjalan ke pinggir lapangan, kedua mataku tidak lepas menatapnya. "Kak Kelam keren banget!"Hingga teriakkan lengking itu membuatku menggerakkan sedikit arah pandanganku. Mendapati seorang gadis yang sudah beberapa minggu ini berstatus sebagai kekasih Kelam. Gladia, cewek itu berlari kecil mengh
58. Dia Pelakunya"Serius woi ini yang bolong masih banyak, siapa lagi yang mau ngisi!"Teriakkan dari sang ketua kelas membuatku reflek menoleh ke arah Rai. Bukankah gadis itu pernah berkata akan mengikuti semua lomba yang berbau olahraga? Lalu, sekarang apa yang dia lakukan? Hanya duduk diam seraya menopang dagu dengan wajah malas. Seakan tidak tertarik dengan semua perlombaan yang bahkan hampir semuanya mencangkup bidang olahraga."Kamu ga jadi ikut, Rai? Itu masih banyak yang kosong lho. Basket, voli, futsal masih kekurangan anggota," celetukku seraya membaca tulisan jenis-jenis perlombaan yang akan diadakan di papan tulis. Ujian telah selesai kami laksanakan kemarin, hingga pada hari ini full jam kosong karena guru-guru tengah rapat dan untuk mengisi kekosongan pada OSIS mengumpulkan masing-masing ketua kelas untuk berkumpul dalam rangka membahas perlombaan antar kelas yang akan diadakan. Dan, berakhirlah kelas ini dalam keadaan sedikit bising karena penolakan para anak-anak kel
59. Tawaran dan PerjanjianSudah hampir satu jam aku bersitegang dengan Kelabu. Tatapan tajam cowok itu masih bertahan hingga sekarang. Kuhembuskan napas panjang, mencoba menenangkan perasaanku yang mulai berkecamuk. Aku tahu, Kelabu cemburu dengan apa yang Iqbal lakukan beberapa waktu yang lalu. Ditambah lagi, aku juga menyetujui bahwa tindakan Iqbal cukup kurang ajar sebab dengan santainya cowok itu menarikku dan memaksaku untuk masuk ke dalam mobilnya tanpa penjelasan dan meninggalkan Kelabu begitu saja yang saat itu bersamaku. Tentu saja aku paham semarah apa Kelabu kepada Iqbal. Tetapi, apakah harus dengan begini? Aku tidak menyukai tindakan Kelabu yang bertindak di luar batas seperti ini. Bahkan, Kelabu hendak membunuh Iqbal di depan mataku sendiri. Memikirkannya membuatku frustasi. Aku tidak percaya bahwa Kelabu akan semarah ini karena rasa cemburunya. "Aku mohon sama kamu, Kelabu. Jangan pernah sentuh keluargaku, dengan imbalan apapun yang kamu inginkan akan aku penuhi." Kel
60. Perlombaan Antar Kelas"Woi, Rai semangat!""Jangan letoy, Rai! Babat habis pokoknya! Senggol aja yang ngalangin lo!""Sayang semangat!"Rai menoleh. Dia dengan semangat mengacungkan ibu jarinya ke arah Iqbal yang duduk di kursi rodanya. Membuat Gelang dan Risky yang memang kebetulan ikut menonton pertandingan bola basket berdecak kesal. Mungkin mereka kesal karena teriakkan mereka tidak dihiraukan oleh Rai, giliran Iqbal yang berteriak barulah gadis itu akan menoleh. Aku yang berdiri di belakang kursi roda Iqbal hanya bisa mengulum senyum geli.Sebenarnya, aku dan Rai sudah melarang keras Iqbal untuk berangkat ke sekolah dengan kondisinya yang baru saja siuman kemarin sore. Tetapi, mendengar jika Rai akan mengikuti pertandingan di sekolah, membuat cowok itu keras kepala dan memaksa untuk berangkat sekolah dengan ancaman tidak mau minum obat jika tidak ikut. Karenanya, kami semua mau tidak mau menuruti kemauan cowok itu. Dan, aku dengan senang hati menawarkan diri untuk mendorong
61. Kejora vs Gladia"Udah-udah jangan dipikirin gue dan yang lainnya yakin lo bisa menang, Ra." Aku tersenyum kecil mendengar ucapan Rai. Mendengarnya saja mustahil bagiku. Tetapi, jika orang lain percaya mengapa aku tidak bisa percaya pada kemampuan diriku sendiri? Aku mengangguk mantap, menyakinkan diriku sendiri. "Gimana babak finalnya?" tanyaku kepada Rai. Dia melepas rangkulan di pundakku, terlihat sedikit mengingat. "Kalau ga salah nanti setelah jam istirahat. Yah, tunggu aja ada pengumuman dari speaker." Aku hanya menganggukkan kepala saja. Langkah kami kini tertuju ke arah kantin sekolah. Jangan ditanya seberapa penuhnya kantin sekolah sekarang. Bahkan, jika kulihat sudah tidak ada bangku kosong untuk kami duduk, untungnya Dion dan Risky sudah menawarkan diri untuk mencari bangku terlebih dahulu sebelum kami datang ke kantin. Sehingga, di sinilah kami. Duduk di bagian pojok kantin bertujuh denganku. "Kalian ga ikutan lomba?" tanyaku kepada keempat cowok yang sedang asik
62. Kejadian Beruntun Bugh!Bugh!"Kalau ga bisa nangkep bilang pass, gue bantu jagain."Aku mengerjap cepat, cukup terkejut dengan kejadian yang begitu tiba-tiba. Serangan Gladia yang mengarah kepadamu lagi berhasil dibalikkan oleh Diana. Aku tersenyum tipis lalu mengangguk untuk merespon ucapannya. Bugh! "Block!" Priitt! Teriakkan langsung menggema dari pendukung kelasku. Kelasku berhasil mencetak skor dan merebut giliran servis. Aku menggeser tempat, kukirim sejenak ke arah Diana yang tampak fokus menatap lurus ke depan. Setelah, aku ikut menatap tajam ke arah lawan. Mencoba melakukan yang terbaik untuk kelas. Bola kembali melambung tinggi. Berhasil dibalikkan oleh lawan. Dengan sigap kucoba membalikkan bola. Bugh! Aku mengumpat pelan ketika menyadari bahwa seranganku malah melambung lurus ke atas."Pass!"Bugh! "Kyaaa 11 IPS 2! GO! GO!""Satu point lagi untuk 11 IPS 2!"Aku tersenyum lega. Untungnya salah satu teman kelasku yang kukenal bernama Jihan langsung berlari cepat