Di aula megah yang dihiasi pilar emas dan lampu gantung perunggu, keenam tabib terpilih berdiri berjajar, suasana penuh tekanan menyelimuti ruangan. Beberapa di antara mereka tampak gelisah, mengusap jubah mereka dengan gugup, sementara yang lain berusaha menjaga wajah tetap tenang meski ketegangan terlihat dari sorot mata mereka. Xuan Li berdiri di antara mereka, tubuhnya tegap, dengan ekspresi netral yang tak menunjukkan emosi apa pun, seperti danau tenang yang menyembunyikan kedalamannya.Dari sudut aula, suara langkah berat menggema, memecah keheningan. Para pengawal membuka pintu besar, dan sosok Raja Jing memasuki ruangan. Mantel ungunya berkilauan di bawah cahaya lilin, setiap gerakannya menunjukkan wibawa seorang penguasa. Di belakangnya, penasihat istana mengikut dengan diam, memegang gulungan dokumen dengan hati-hati.“Yang Mulia Raja Jing telah tiba!” seru seorang pengawal, membungkukkan badan hingga sejajar dengan lantai. Para tabib serentak menundukkan kepala mereka seb
Xuan Li berdiri diam di samping ranjang Putri Jing Yue, memandangi wajah pucat sang putri yang tampak tak bernyawa. Tangan kanannya terulur, dengan jemari yang gemetar pelan saat ia melepaskan seutas energi spiritual untuk memeriksa kondisi sang putri lebih dalam. Begitu energinya menyentuh lautan kesadaran Putri Jing Yue, perasaan dingin yang menusuk segera menyambutnya."Lautan kesadaran yang beku..." gumamnya pelan, hampir seperti bisikan. Namun, jauh di dalam kegelapan, ia merasakan sesuatu yang lebih buruk. Jiwa sang putri seperti terperangkap, membeku dalam cengkeraman bayangan hitam yang mengerikan.Dahi Xuan Li berkerut dalam, dan dadanya sesak oleh kesadaran yang menghantamnya. Belenggu Jiwa. Racun yang terkenal hanya berasal dari satu tempat yaitu Suku Tali Merah, sebuah kelompok kuno di Dataran Tengah. Mereka dikenal karena sihir gelap dan kutukan yang memanfaatkan lautan kesadaran sebagai ladang permainan mereka. Suku itu sangat berbahaya, bahkan bagi para kultivator ti
Tubuh Xuan Li terasa seperti diikat beban tak kasatmata, setiap tarikan napasnya membawa bara panas yang merongrong kekuatannya. Jika bukan karena tubuh giok yang diwarisinya, ia takut jika racun Belenggu Jiwa sudah lama menghancurkan dirinya. Racun itu bukan hanya mematikan, melainkan seperti hidup, menjelajah nadinya, menyerang kesadaran, dan menciptakan ilusi kelam. Namun, tubuh gioknya yang kokoh, menangkis sebagian besar ancaman racun yang menyerangnya.Di dalam dirinya, getaran halus seperti riak air perlahan menjalar. Ia merasakan kehadiran gelombang destruktif yang siap menghancurkan kapan saja. Jemarinya mengepal, dingin oleh keringat, seolah menggenggam harapan yang hampir tergelincir.“Tubuhku... akankah bisa bertahan?” pikirnya. Tatapannya jatuh pada lantai marmer berkilau di bawah kakinya yang memantulkan bayangan dirinya yang kini ringkih namun tetap mencoba untuk berdiri tegap.Dalam dantiannya, artefak batu hitam pemberian Tabib Hantu Wu memancarkan cahaya redup, men
"Racun sekuat apa pun bisa dihancurkan dengan api spiritual, tetapi kau harus tenang. Jangan biarkan rasa takut menguasai dirimu," begitu gurunya pernah berkata.Kepercayaan diri Xuan Li bangkit, ia lalu memusatkan energinya di dantian, mencoba membentuk api spiritual. Namun, kekuatan yang ia miliki saat ini hanya mampu menghasilkan api tingkat satu. Itu belum cukup untuk menghadapi racun Belenggu Jiwa. Perlahan, tangannya merogoh kantong kain kecil di sabuknya, mengeluarkan sebuah pil berkilauan dengan cahaya lembut. Pil itu adalah pil budidaya energi tingkat tujuh yang sangat berharga dari gurunya."Gunakan ini hanya jika kau benar-benar membutuhkan," pesan Tabib Hantu Wu saat menyerahkannya. "Pil ini bisa memberimu kekuatan untuk sementara, tapi risiko menggunakannya pun tidaklah kecil."Mengingat efek pil itu, Xuan Li tampak ragu. Namun, rasa panas yang kian membakar tubuhnya memaksanya mengambil keputusan dengan cepat. "Tak ada pilihan lain," gumamnya pelan. Setelah merasa yaki
Dengan langkah cekatan, Xuan Li melintasi bayangan malam tanpa suara, tubuhnya menyatu dengan kegelapan. Ia bergerak luwes, menghindari cahaya obor yang melingkar di tangan para penjaga. Teknik Langkah Hantu yang dia pelajari dari Tabib Hantu Wu selama bertahun-tahun terbukti berguna."Seperti ini seharusnya," pikirnya sambil melompat ke atap tertinggi kompleks istana, pandangannya menyapu penjagaan di bawah. Gerakannya yang mulus dan cepat, membuatnya lolos dari pengawasan.Setelah beberapa saat, ia tiba di dinding luar istana. Di hadapannya, sebuah kubah transparan melingkupi kompleks istana dengan kilauan samar. Ia menyipitkan mata, merasakan tekanan energi yang dipancarkan dari pelindung itu."Armor energi..." gumamnya. Ia merentangkan tangan, membiarkan energi spiritualnya menyentuh lapisan pelindung tersebut. Namun, begitu jari-jarinya mendekat, sebuah dorongan kuat menghempaskannya mundur. Tubuhnya bergeser beberapa langkah dan nyaris jatuh."Sial, ini lebih rumit dari yang kud
Xuan Li terus berlari, napasnya memburu, hingga tiba di sebuah persimpangan lorong yang bercabang dua. Dia menghentikan langkahnya, matanya menyapu ke kiri dan kanan. Kegelapan menyelimuti kedua lorong, tak ada tanda yang bisa memberitahu mana yang mengarah ke pintu keluar. Tidak ada jejak runtuhan di sini, memberinya sedikit waktu untuk berpikir.“Dua jalan ini… mana yang benar?” Xuan Li mengusap dagunya, berpikir keras. “Jika salah satu tak memberi jalan keluar, aku hanya perlu kembali dan mencoba yang lain,” gumamnya pelan. Dengan penuh keyakinan, ia memutuskan untuk memilih lorong di sebelah kanan terlebih dahulu. Langkahnya ringan, tetapi setiap suara kakinya menggema di dinding batu yang dingin. Tak butuh waktu lama hingga mekanisme jebakan pertama menyambutnya. Sebuah bilah tajam melesat dari dinding, hampir menyambar bahunya. Xuan Li melompat mundur dengan cepat, napasnya tertahan. “Hah… ini tidak akan mudah,” ujarnya sambil menarik napas panjang.Dengan kewaspadaan penuh
Xuan Li bersandar pada dinding batu yang dingin, menggosok pelipisnya dengan gerakan lelah. Napasnya pelan, namun berat. "Sialan," gumamnya sambil melirik wanita yang terbaring di hadapannya. “Kenapa aku harus terjebak dalam situasi seperti ini? Kalau bukan karena nasihat Guru, aku tidak akan repot-repot menyelamatkan orang asing.”Matanya kembali mengamati ruangan sempit di sekelilingnya. Cahaya remang dari obor di sudut tembok menari pelan, memantulkan bayangan buram yang seolah mengejek kebuntuannya. Bau lembap bercampur tanah basah memenuhi udara, menyatu dengan aroma samar herbal yang ia gunakan untuk menyelamatkan wanita itu.“Dia pasti tahu sesuatu tentang tempat ini,” pikir Xuan Li. “Hanya saja, bagaimana caranya aku mendapatkan jawaban darinya? Bahkan aku tidak tahu kapan dia akan tersadar.”Namun, pikiran Xuan Li terpotong saat mendadak wanita itu bergerak. Tubuhnya yang sebelumnya diam mulai menggeliat pelan. Matanya terbuka, namun kosong, seperti kaca tanpa pantulan.Xuan
Xuan Li bolak-balik berjalan di dalam ruangan itu, seperti harimau di dalam sangkar. Raut wajahnya memancarkan kebosanan yang tak tertahankan. Matanya sesekali melirik ke arah wanita asing yang terbaring tak sadarkan diri di tengah ruangan.“Berapa lama lagi dia akan tidur?” gumam Xuan Li, memutar matanya dengan kesal. Ia mendekati dinding, bersandar dengan malas sambil menghembuskan napas panjang.Waktu terasa melambat di ruangan itu, seakan udara pun terperangkap dan berhenti bergerak. Akhirnya, tubuhnya merosot, duduk di lantai dingin dengan punggung menyandar ke dinding. Kelopak matanya mulai berat, dan tanpa disadari, ia tertidur.Matanya terbuka hanya untuk menemukan dirinya dalam situasi yang tidak mengenakkan. Sebuah kaki menekan keras dadanya, membuat napasnya sesak. Wajahnya berkerut menahan sakit, sementara mata tajam milik wanita asing itu menatapnya dengan penuh curiga.“Siapa kamu?” bentak wanita itu, suara dinginnya menggema di dalam ruangan yang sempit. Sebilah pisau
Jing Yue melambaikan tangan, memerintahkan para pengawalnya untuk berhenti.“Kita istirahat di sini sebentar. Turun dan bersiaplah,” perintahnya. Para pengawal segera menuruti, menambatkan kuda-kuda mereka di pohon terdekat. Jing Yue menoleh ke Xuan Li, yang tetap berdiri tenang di sisinya. “Sepertinya kedai ini cukup luas."Xuan Li mengangguk ringan, mengikuti langkah Jing Yue menuju kedai sederhana di pinggir jalan. Bau sup panas dan aroma teh melati yang segar menyambut mereka begitu memasuki ruangan. Kedai itu dipenuhi orang, sebagian besar adalah pedagang dan kultivator tingkat rendah. Jing Yue memilih meja di sudut ruangan, jauh dari keramaian.Setelah memesan teh dan beberapa makanan ringan, Jing Yue menatap Xuan Li dengan senyuman tipis. “Jadi, apa rencanamu di kota ini?” tanyanya dengan nada santai, tetapi mata tajamnya mengamati reaksi Xuan Li.Xuan Li, yang menyembunyikan banyak rahasia di balik identitasnya sebagai Wu Yu, tahu betul bahwa ia tidak bisa berbicara semba
Tuan Muda Huo membawa Xuan Li keluar dari gedung opera menuju sebuah meja yang telah disiapkan untuk permainan dadu. Meja itu terletak di ruang terbuka, dikelilingi kerumunan orang yang tampak antusias.Beberapa bersorak, sementara yang lain berbisik-bisik, menduga siapa yang akan menang dalam taruhan tersebut.Xuan Li mengambil tempat duduknya dengan tenang, wajahnya tetap datar tanpa emosi. Sementara itu, Tuan Muda Huo menyeringai penuh percaya diri, meyakini bahwa kemenangan sudah pasti berada di tangannya.“Siapkan dirimu, pengemis lusuh,” ejek Tuan Muda Huo. “Aku akan memastikan kau tidak akan berani lagi mengangkat wajahmu.”Xuan Li tidak menanggapi provokasi itu. Ia melirik ke arah seorang pria yang ditugaskan sebagai pelempar dadu, seorang bandar lokal yang netral dan dipercaya untuk memastikan permainan berjalan adil.Bandar itu mengambil dadu di depannya dan melemparkannya ke udara, gerakannya cepat namun terkontrol.Ketika dadu pertama kali dilempar, suasana di sekeliling m
"Tunggu!" panggil wanita itu.Langkah Xuan Li terhenti. Ia tidak menoleh, hanya mendengarkan tanpa memberikan respon apa pun."Aku harus pergi," ucapnya sesaat kemudian. "Misiku... belum selesai."Saat ia berbalik, matanya bertemu dengan tatapan wanita itu, campuran antara kebingungan dan keingintahuan."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Wanita itu melangkah maju. "Namaku Liang Xue."Sejenak Xuan Li tidak menjawab. Ia menatap wanita itu dengan ekspresi datar, mencoba mencari makna dari perasaan aneh yang muncul di hatinya."Wu Yu," jawabnya singkat, menyebutkan nama samaran yang telah ia gunakan selama ini. Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Liang Xue yang masih terdiam di tempatnya."Wu Yu..." Liang Xue mengulang nama itu dengan pelan, seperti mencoba mengukirnya dalam ingatan.Ketika melihat Xuan Li pergi, sebuah perasaan aneh menyelimuti hatinya, sebuah kehampaan yang tak bisa ia jelaskan. Ada sesuatu tentang pria itu yang te
Jejak kehadiran menghilang. Xuan Li tetap berjaga-jaga, matanya menyapu bayangan-bayangan di sekelilingnya. Ia tahu, hutan ini menyimpan bahaya yang lebih besar daripada sekadar binatang liar.“Tidak ada yang benar-benar aman di tempat seperti ini,” pikirnya. Ia kembali melangkah perlahan, mengikuti jalur setapak yang samar, hingga suara gaduh mendadak menarik perhatiannya.Suara denting logam, teriakan, dan ledakan energi spiritual memecah keheningan hutan. Xuan Li berhenti sejenak, mempertajam inderanya. Dengan gerakan cepat, ia melompat ke dahan pohon terdekat dan bergerak ke arah suara itu, menyelinap di antara bayangan tanpa menimbulkan suara sedikit pun.Pemandangan yang terbuka di hadapannya membuat alisnya berkerut. Sebuah kereta tandu besar dengan tirai merah yang dihiasi pola naga emas berdiri di tengah jalan. Tiga kelompok manusia terlibat dalam pertempuran sengit.Kelompok pertama adalah para pengawal yang mengenakan zirah merah keemasan dengan rune yang bercahaya samar.
Pagi itu, hawa dingin menyelinap di antara celah-celah batu yang membentuk lorong-lorong sempit markas Alam Bayangan. Xuan Li melangkah keluar dari kamarnya dengan ragu.Langkah kakinya yang ringan berhenti ketika suara-suara keras terdengar dari aula utama. Ia mendengar seruan, diselingi nada marah dan ejekan. Dengan hati-hati, ia mendekat, membiarkan dinding menyamarkan kehadirannya.“Jiang Wei! Kau pikir kami ini bodoh?” suara seorang pria menggema, diikuti oleh suara benda yang dilemparkan ke lantai dengan keras. “Gulungan pengendalian jiwa ini kosong! Tidak ada pola spiritual ataupun jejak sihir di dalamnya!”“Tidak mungkin!” Jiang Wei membela diri, suaranya serak. “Aku mendapatkan gulungan itu langsung dari Sekte Pilar Langit. Mereka pasti...”“Cukup dengan kebohonganmu!” suara wanita lain memotong dengan dingin, seperti pisau yang mengiris tanpa belas kasihan. “Kau sudah mencoreng nama Alam Bayangan. Hukuman adalah satu-satunya jawaban.”Xuan Li berdiri di balik sebuah pilar, m
Xuan Li duduk bersila di atas tempat tidur kayu kerasnya, mata tertutup rapat. Meski tubuhnya terlihat diam, pikirannya sedang bergerak aktif.“Aku tidak bisa tidur di tempat seperti ini,” gumamnya dalam hati.Ia menarik napas dalam-dalam, mengusir kekhawatirannya. Dengan fokus yang terpusat, Xuan Li menyelam ke dalam lautan kesadarannya. Di dalam dimensi ini, segalanya terasa tenang namun penuh energi.“Sayang sekali aku belum mencapai tingkat di mana aku bisa melepaskan jiwa dari tubuh fisikku,” pikirnya. "Jika aku bisa mencapainya, setidaknya aku punya senjata tambahan."Di dunia nyata, ia mengambil beberapa batu sumber dari kantong penyimpanannya. Batu-batu itu memancarkan cahaya lembut, energi spiritual mengalir perlahan ke dalam tubuhnya. Xuan Li memegang salah satu batu tersebut dengan erat, menyerap energi murninya untuk memperkuat fondasi kultivasinya.“Setiap pertarungan di masa depan akan menjadi ujian,” ia merenung. "Jika aku tidak mempersiapkan diri, aku akan menjadi sala
Ujung formasi teleportasi membawa mereka ke sebuah lokasi yang tidak dikenal oleh Xuan Li. Begitu pijakannya menyentuh tanah, hawa dingin bercampur aroma kematian langsung menyergap indra penciumannya.Ia memandang sekeliling dengan waspada. Kota itu dipenuhi reruntuhan, asap hitam mengepul dari bangunan-bangunan yang hancur, dan teriakan penuh rasa sakit terdengar dari kejauhan. Kota ini tidak hanya kacau, tetapi juga dipenuhi hawa pembunuhan yang membuat bulu kuduknya berdiri.“Ini Kekaisaran Neraka Jingga?” pikir Xuan Li, keningnya berkerut. Bayangan masa lalunya saat ditahan oleh Gu Feng di tempat itu seketika muncul di benaknya. Namun, ia segera menyadari bahwa tempat ini berbeda.“Kita berada di Kota Merak,” pria misterius, bernama Jiang Wei itu menjelaskan, seolah bisa membaca pikirannya. “Wilayah ini berbatasan langsung dengan Kekaisaran Bulan Perak. Tempat tanpa hukum. Di sini, hanya yang kuat yang bertahan.”Xuan Li memandangi kota itu dengan perasaan campur aduk. Tempat in
Tetua Xu Tang terhempas keras ke tanah, hanya beberapa langkah dari tempat Xuan Li berdiri. Tubuhnya penuh luka, darah mengalir membasahi pakaian putihnya yang kini ternoda merah. Meskipun Xu Tang bukan orang yang lemah, serangan brutal itu telah membuatnya kehilangan banyak energi.Xuan Li segera berlutut di samping tubuh Xu Tang. "Tetua, tahanlah," ujarnya dengan nada rendah namun mendesak. Ia mengeluarkan sebutir pil pemulih dari kantong penyimpanannya dan menyisipkannya ke mulut Xu Tang. “Telan ini. Jangan melawan aliran energi obatnya.”Xu Tang dengan susah payah menelan pil itu. Beberapa detik kemudian, wajahnya yang pucat sedikit mendapatkan warna. Namun, tubuhnya masih gemetar, dan napasnya tetap tidak stabil.Xuan Li membantu Xu Tang duduk bersandar pada batu besar yang agak jauh dari arena pertempuran. “Pulihkan dirimu di sini. Jangan pikirkan hal lain,” katanya tegas. Ia berbalik tanpa menunggu balasan, pandangannya menyapu sekeliling. Tubuh-tubuh murid Sekte Pilar Langit
Langit di atas Sekte Pilar Langit bergolak. Awan hitam pekat berputar di atas gunung seperti pusaran maut, mengeluarkan suara gemuruh yang menyayat. Ledakan energi spiritual memercik di udara, menciptakan gelombang kejut yang mengguncang tanah di bawahnya. Para murid sekte, meskipun telah dilatih, berdiri terpaku dengan wajah pucat, menatap ke atas dengan ketakutan yang tak mampu mereka sembunyikan.Di tengah hiruk pikuk itu, Xuan Li berdiri di tepi halaman utama, mengenakan jubah hitamnya yang sederhana. Matanya yang tajam mengamati setiap gerakan di langit. "Ini bukan serangan biasa," pikirnya sambil merasakan riak energi spiritual yang membubung seperti badai. "Mereka tidak hanya ingin menghancurkan formasi. Mereka ingin menunjukkan dominasi."Ketua Sekte Ye Tian dan para tetua berdiri di depan aula utama, tangan mereka terangkat ke langit, memperkuat formasi pelindung yang mengelilingi sekte. Namun, meski mereka telah mengerahkan seluruh kekuatan mereka, retakan kecil mulai terli