Langit di atas Lembah Gelombang Biru dan Lembah Awan Surgawi dipenuhi awan kelam. Beberapa anggota dari kedua belah pihak terus berjaga di tepi sungai suci setelah kepergian Xuan Li sebulan yang lalu.Tepat di antara mereka, di atas permukaan sungai yang luas, sosok seorang pria berjubah hitam berdiri tanpa rasa takut. Matanya dingin dan tajam, memantulkan gelombang air yang berkilauan di bawahnya.Xuan Li telah kembali.Namun, ia tidak datang sebagai buronan yang membawa kitab terlarang. Ia datang sebagai seseorang yang akan mengakhiri konflik ini, entah dengan kata-kata atau dengan kekuatan.Di kedua sisi, para tetua dan murid dari dua lembah langsung waspada begitu melihat sosoknya. Suara-suara berbisik terdengar di antara mereka."Dia kembali...""Apa dia ingin menantang kita lagi?""Kitab Penguasa Air… dia masih memilikinya, bukan?"Ketegangan meluap.Para tetua dari kedua lembah berdatangan setelah merasakan kehadirannya.Tetua tertinggi Lembah Gelombang Biru, seorang pria denga
Di aula utama, Xuan Li berdiri tegak di tengah ruangan. Para tetua dari dua lembah yang dulu bertikai mengelilinginya. Ketegangan masih terasa di udara, tapi ada sesuatu yang berbeda kali ini, kesadaran bahwa mereka telah memilih jalan baru, entah itu karena harapan atau keterpaksaan.Tetua tertinggi dari bekas Lembah Gelombang Biru menatapnya lekat-lekat. Keraguan masih terlihat di sorot matanya."Kami telah sepakat untuk tunduk di bawah kepemimpinanmu, Penguasa Air. Namun, apakah kau benar-benar percaya bahwa kami bisa bekerja sama setelah bertahun-tahun menjadi musuh?"Xuan Li menghela napas pelan. Ia menatap pria tua itu dengan tenang. "Ini bukan soal percaya atau tidak. Ini soal pilihan."Para tetua saling bertukar pandang, masing-masing mencoba menakar makna di balik kata-kata itu.Tetua dari Lembah Awan Surgawi bersedekap, nada suaranya masih mengandung keraguan. "Dan jika ada yang melanggar kesepakatan ini?"Xuan Li mengangkat satu tangan, gerakannya lambat tapi penuh kepast
Udara dingin pegunungan menerpa wajah Xuan Li saat ia melesat melintasi langit, membelah awan yang menggumpal. Angin yang menusuk tidak mengurangi kecepatannya sedikit pun. Ia sengaja mengambil arah yang berlawanan dari tempat-tempat yang telah ia kunjungi sebelumnya.Sudah terlalu banyak mata yang memperhatikannya akhir-akhir ini. Alam Bayangan, sekte-sekte besar, bahkan individu kuat yang tak diketahui asalnya, semuanya seperti sedang memburu sesuatu. Oleh karena itu, Xuan Li memilih untuk bergerak ke daerah yang lebih terpencil, menjauhi pusat kekuatan dunia kultivasi.Saat matahari mulai tenggelam di balik cakrawala, Xuan Li memperlambat langkahnya. Di bawahnya, di celah antara dua pegunungan, terbentang sebuah desa kecil yang tampak tersembunyi dari dunia luar. Asap tipis mengepul dari cerobong-cerobong rumah kayu, sementara bayangan-bayangan orang bergerak di bawah cahaya lentera.Namun, saat Xuan Li mendarat dan mulai berjalan memasuki desa, ia segera menyadari ada sesuatu ya
Xuan Li duduk bersila di atas tempat tidur sederhana. Namun, pikirannya tidak bisa tenang.Lautan kesadarannya terasa bergejolak.Sejak ia menyerap pecahan Lonceng Pengubah Takdir ke dalam tubuhnya, Wu Hei tidak pernah muncul lagi. Seakan entitas kegelapan dalam dirinya tertelan oleh kehampaan. Tidak ada suara sinis, tidak ada gelombang kekuatan yang menekan. Terlalu sepi.Xuan Li tidak pernah percaya pada ketenangan yang datang tiba-tiba.Ia menghela napas panjang dan memejamkan mata. Jika Wu Hei benar-benar lenyap, maka seharusnya ia bisa merasakannya. Namun, alih-alih menghilang, energi kegelapan di dalam dirinya justru semakin pekat.Tanpa ragu, ia membiarkan kesadarannya tenggelam ke dalam dunia jiwanya.Begitu membuka mata di dalam lautan kesadaran, Xuan Li langsung menyadari sesuatu.Ada sesuatu yang berubah.Biasanya, energi spiritual di tempat ini mengalir dengan tenang, seperti sungai yang mengikuti alur yang sudah ditentukan. Tetapi malam ini, arus itu terasa kacau, berput
Udara di desa itu terasa berat, seakan diliputi oleh sesuatu yang tak kasat mata, namun nyata keberadaannya. Aroma busuk bercampur dengan hawa dingin menyelusup hingga ke tulang, membuat napas terasa lebih sulit dari biasanya. Langit kelabu, tertutup kabut tipis berwarna merah tua yang perlahan-lahan melayang di antara rumah-rumah kayu yang sudah rapuh dimakan waktu.Beberapa penduduk terbatuk-batuk, tubuh mereka melemah, seolah kehidupan mereka terkikis perlahan. Mereka yang lebih kuat hanya bisa berdiri dengan wajah pucat, menyaksikan kematian merayap ke ambang pintu mereka tanpa daya untuk melawan.Di tengah kesunyian yang mencekam itu, Xuan Li berdiri tegak. Matanya menyipit, menatap sosok yang kini berdiri di hadapannya.Makhluk itu bukan iblis biasa. Tubuhnya diselimuti asap hitam beracun yang berdenyut seperti daging busuk, bergerak dalam ritme mengerikan seolah-olah memiliki kehidupan sendiri. Matanya kosong, tak berjiwa, namun di dalam kehampaan itu tersembunyi sesuatu yan
Monster itu meronta, tubuhnya yang semula hitam pekat mulai berdenyut dalam ritme yang kacau. Asap beracun yang menyelubunginya berputar liar, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman tak terlihat yang kini menghisap esensinya.Xuan Li tetap berdiri tenang, tatapannya dingin dan penuh perhitungan. Tangannya terangkat sedikit, hanya sebuah gerakan ringan, tetapi seakan menciptakan tekanan yang tak tertahankan di udara."Menarik...," gumamnya. "Jadi kau bertahan hidup dengan menyerap kehidupan dari sekelilingmu. Lalu, bagaimana jika aku mengambilnya kembali?"Di ujung jarinya, gelombang energi yang nyaris tak terlihat merambat keluar, mengalir seperti riak halus di permukaan air. Tidak ada kilatan cahaya, tidak ada suara ledakan. Namun, efeknya langsung terasa.Monster itu mengeluarkan jeritan melengking yang begitu menyayat, memekakkan telinga, memenuhi udara dengan rasa sakit dan keputusasaan.Tubuhnya yang semula membesar karena menyerap kehidupan kini menyusut, asap hitam yang menye
Kabut hitam menyelimuti desa seperti tangan kematian yang merayap dari kedalaman neraka. Tak ada suara, tak ada bisikan angin, hanya keheningan yang mencekik.Xuan Li berdiri di atas tanah yang keras dan retak, berhadapan dengan sosok misterius dari Alam Bayangan.Di dalam desa, Liu Shan dan penduduk yang cacat berada di balik formasi pelindung, memandang dari kejauhan dengan wajah tegang. Mereka tahu, jika pria itu berhasil menembus pertahanan ini, tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan selain menunggu kematian.'Aku tidak bisa membiarkan mereka diintimidasi.'Xuan Li memandang pria itu dengan tatapan tajam. Aura yang mengalir dari lawannya begitu mencekik, nyaris seperti kabut hitam yang menekan ruang di sekitarnya. Energi spiritual biasa tidak akan cukup menghadapi musuh ini.Ia membutuhkan energi gelap tubuh gioknya.Pria bertopeng di depannya tersenyum tipis, sorot matanya penuh perhitungan."Menarik... aku tidak menyangka bisa menemukan pemilik tubuh giok di tempat seperti ini,
Xuan Li menatap pria misterius di hadapannya dengan mata tajam. Dari sekilas, pria itu tampak biasa saja, tetapi tekanan yang ia pancarkan tidak bisa diremehkan."Pantas saja kau begitu percaya diri," ujar Xuan Li dengan nada tenang, namun penuh ketegasan. "Rupanya kekuatanmu memang patut diperhitungkan."Meski tingkat kultivasinya masih di bawah pria itu, Xuan Li berhasil menyeimbangkan energinya. Aura yang ia lepaskan tak kalah menindas, membuat pria misterius itu sedikit mengernyit.Namun, Xuan Li tahu betul konsekuensi dari kekuatan ini. Menggunakan tubuh giok untuk meningkatkan kekuatannya adalah keputusan berisiko. Tubuhnya memiliki batas waktu sebelum dampak baliknya menyerang.Tapi ia tidak punya pilihan lain.Pria misterius itu tertawa rendah. "Kau memang hebat, aku akui itu. Tapi dengan kekuatan yang kau miliki sekarang, kau tidak mungkin mengalahkanku."Xuan Li tidak menjawab. Kata-kata itu hanya angin lalu baginya.Sebaliknya, ia memusatkan seluruh konsentrasinya. Energi g
Kegelapan menyelimuti kesadaran Xuan Li.Rasa sakit menusuk tulangnya, tajam dan dingin seperti ribuan jarum es yang menembus ke setiap saraf. Tubuhnya terasa berat, seolah terhimpit oleh gunung yang tak kasatmata. Ia mencoba bergerak, namun kekuatan asing mencengkeramnya, membelenggu setiap inci tubuh dan jiwanya.Ada sesuatu di dalam dirinya, bukan hanya Wu Hei. Ini lebih tua, lebih pekat, dan jauh lebih berbahaya. Energi gelap yang seakan bukan hanya ingin menguasai, tetapi juga melahapnya tanpa sisa."Apa… ini?"Pikirannya berputar, kacau dan tumpang tindih. Kilasan-kilasan ingatan dari dalam formasi pohon kembali muncul, fragmen masa lalu yang masih buram. Namun, di antara potongan-potongan yang belum tersusun itu, ada satu kebenaran yang kini tak bisa ia sangkal lagi.Darahnya bukan manusia.Pernyataan itu menghantamnya seperti badai. Ada sesuatu yang menggerogoti dadanya, rasa perih yang samar, hampir menyerupai kesedihan. Jika ia benar keturunan klan iblis, apakah itu berarti
Rasa sakit mengoyak dadanya, membuat napasnya tersengal-sengal. Kakinya gemetar, hampir tak mampu menopang tubuhnya saat ia bersandar pada batang pohon tua itu. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, merembes ke leher dan punggungnya.Namun, yang lebih mengganggunya bukanlah luka fisik, melainkan suara yang menggema dalam benaknya."Takdirmu telah menunggu."Suara itu bukan sekadar bisikan samar, melainkan sesuatu yang terasa akrab, seolah berasal dari bagian terdalam jiwanya sendiri.Xuan Li mengepalkan tangan."Takdir?"Ia menegakkan kepala, menatap langit malam yang gelap dan tak berbintang. Seumur hidupnya, ia telah berjalan sendiri, menempuh jalan yang penuh darah dan pengkhianatan. Ia tidak pernah tunduk pada siapa pun. Tidak kepada klan, tidak kepada guru, tidak kepada dewa sekalipun.Jadi, jika ada yang mengira dirinya akan menyerah pada sesuatu yang disebut ‘takdir’…"Aku tidak percaya pada takdir."Mata Xuan Li berkilat. Namun, ketika ia mencoba bangkit, sesuatu menghantamn
Setelah urusan Tetua Ye selesai, mereka pun kembali pulang ke rumah Tetua Ye. Xuan Li melanjutkan pemeriksaan Shen Tang yang tertunda.Di dalam kamar yang remang, Shen Tang terbaring lemah di atas ranjang. Cahaya lentera yang berkelip-kelip memperlihatkan wajahnya yang semakin pucat, bibir membiru, dan napasnya yang tersengal-sengal. Keringat dingin membasahi dahinya.Xuan Li duduk di tepi ranjang, meletakkan dua jarinya di pergelangan tangan wanita itu. Saat ia mengerahkan kekuatan spiritualnya untuk memeriksa, hawa dingin merayap naik melalui jarinya. Sensasi itu bukan sekadar penyakit biasa, ini lebih dari itu.‘Bukan sekadar penyakit… ini formasi penyerap kehidupan.’Tatapan matanya berubah tajam. Ia bergerak cepat, menekan beberapa titik akupuntur di sepanjang lengan Shen Tang. Tubuh wanita itu tersentak, punggungnya melengkung menahan rasa sakit, sebelum akhirnya napasnya mulai lebih stabil.Xuan Li menarik tangannya kembali. Suaranya tenang, tapi ada ketegangan di dalamnya. "A
Pria tua itu melangkah dengan tenang, tubuhnya tegak meskipun rambutnya telah memutih. Jubahnya yang sederhana bergoyang tertiup angin. Di sampingnya, Xuan Li berjalan tanpa suara, matanya tajam meneliti sekeliling.Penduduk desa yang mereka lewati hanya melirik sekilas sebelum buru-buru mengalihkan pandangan. Langkah mereka terlalu teratur, terlalu kaku. Wajah mereka kosong, seolah hanya mengikuti rutinitas tanpa benar-benar hidup.Xuan Li memperhatikan lebih dalam. Ini bukan sekadar desa terpencil yang terjebak dalam kesunyian. Ada sesuatu yang tidak wajar di sini, bukan kabut, bukan bayangan, tetapi keheningan yang terasa berat, seperti sesuatu yang menyusup ke dalam darah dan tulang setiap orang.Pria tua itu berhenti di depan sebuah rumah sederhana. "Ini tempatku," katanya, suaranya datar dan tak berintonasi.Xuan Li mengamati rumah itu sejenak sebelum melangkah masuk. Suasana di dalamnya tidak jauh berbeda dari yang ia rasakan di luar. Segalanya tampak bersih dan teratur, teta
Jejak energi yang tertinggal di Sekte Pedang Langit masih samar, seperti kabut tipis yang menyelimuti tempat itu. Bagi orang biasa, sekte ini tampak seperti biasa, tenang dan tidak ada tanda-tanda pertempuran. Namun, bagi mereka yang peka terhadap perubahan energi, atmosfer di tempat ini telah berubah.Kegelapan yang menguar dari sekte ini begitu halus, menyatu dengan udara seolah menjadi bagian dari lingkungan. Tidak ada bangunan yang rusak, tidak ada darah yang mengering di tanah, tetapi sesuatu terasa berbeda.Beberapa kultivator dari sekte-sekte lain datang untuk menyelidiki, tertarik oleh rumor yang beredar. Namun, begitu mereka menginjakkan kaki di halaman sekte, yang mereka temukan hanyalah murid-murid Sekte Pedang Langit yang beraktivitas seperti biasa. Tidak ada yang tampak mencurigakan.Seorang pria tua dengan jubah biru, seorang tetua dari Sekte Awan Berbisik, menyipitkan matanya. Ia merasakan sesuatu yang aneh tetapi tidak bisa menunjukinya secara langsung."Apa benar hany
Di antara bayang-bayang yang membungkus Sekte Pedang Langit, seorang pria berdiri dengan penuh percaya diri. Matanya memancarkan rasa puas, bibirnya melengkung dalam senyum kemenangan. Ia adalah anggota Alam Bayangan, yakin bahwa akhirnya Han Sheng akan bergabung dengannya."Kita bisa bekerja sama," katanya dengan nada meyakinkan. "Bayangkan jika kita menyerahkan pecahan Lonceng Pengubah Takdir kepada pemimpin, imbalannya akan luar biasa. Kau tidak perlu bekerja sendirian."Ia berbicara dengan nada santai, seolah-olah segalanya telah ditentukan. Ia berpikir bahwa Han Sheng masih memiliki sisi kompromi.Betapa naifnya.Han Sheng menatap pria itu tanpa ekspresi. Dalam pikirannya, kata-kata orang itu hanya terdengar seperti dengungan nyamuk yang mengganggu. Kerja sama? Berbagi kejayaan? Tidak ada hal seperti itu dalam kamus Han Sheng.Alam Bayangan dan kelompok Penjelajah Malam memang berada di kubu yang sama dengannya, tetapi mereka hanyalah sekutu sementara. Mereka hanyalah alat yang b
Di antara reruntuhan Sekte Pedang Langit, udara terasa berat. Suara angin yang biasanya lembut kini berubah menjadi bisikan-bisikan kelam yang menusuk telinga. Semua orang terdiam, pandangan mereka terpaku ke langit yang diselimuti kabut gelap.Kemudian, sosok itu muncul.Langkahnya pelan, tapi setiap gerakannya seolah membawa tekanan yang tak kasatmata. Aura kegelapan yang menyelimutinya begitu pekat, berputar seperti kabut hitam yang menari di sekeliling tubuhnya.Di antara orang-orang yang masih tersisa, Ketua Alam Bayangan menyipitkan mata. Suaranya terdengar dingin saat ia angkat bicara,"Siapa yang berani mengganggu urusan kami?"Tak ada jawaban.Shu Jin, yang masih berlutut dengan tubuh lemah dan luka yang menganga, merasakan dadanya bergetar hebat. Napasnya tersengal saat sosok itu semakin jelas di balik kabut. Dan ketika akhirnya bayangan hitam itu tersingkap sepenuhnya, matanya membelalak.Han Sheng.Para murid Sekte Pedang Langit yang tersisa pun tersentak."Senior Han Shen
Para anggota Alam Bayangan bergerak cepat di antara reruntuhan, menyelinap dalam kegelapan. Di antara bayang-bayang yang berjatuhan akibat pertempuran, Shu Jin berdiri tegap. Napasnya memburu, keringat mengalir di pelipisnya, tetapi ia tetap mengangkat pedangnya, bersiap menghadapi mereka.Ia tidak bisa membiarkan mereka menemukan tempat yang sebenarnya."Kalian tidak akan menemukannya," ujarnya, suaranya tegas meskipun dadanya naik-turun karena lelah. "Pergilah sebelum semuanya berakhir lebih buruk untuk kalian."Ketua Alam Bayangan, sosok berwibawa dengan mata tajam, mengangkat tangan, memberi isyarat pada dua anak buahnya untuk maju."Jaga dia," perintahnya dingin. "Aku akan mencari sendiri."Dua anggota Alam Bayangan langsung bergerak, yang satu membawa belati melengkung, yang lain dengan rantai besi yang berkilat di bawah sinar bulan.Shu Jin mengepalkan gagang pedangnya lebih erat. Otot-ototnya sudah kaku, energi spiritualnya mulai menipis, tetapi melihat pemimpin mereka bergera
Langit Bergetar, Tanah BerdarahAngin malam membawa aroma darah yang mulai meresap ke dalam tanah. Pasukan Penjelajah Malam bergerak tanpa suara, bayangan mereka menyatu dengan kegelapan. Dalam hitungan detik, mereka melintasi dimensi melalui formasi teleportasi, meninggalkan dunia yang satu dan muncul di dunia lain.Saat cahaya teleportasi meredup, mereka telah berdiri di gerbang Sekte Pedang Langit. Suasana di sana penuh ketegangan. Anggota mereka yang lebih dulu tiba kini terdesak, berusaha bertahan dari serangan murid-murid sekte yang terlatih dalam seni pedang.Teriakan pertempuran menggema di udara. Dentingan senjata bertemu dalam kilatan cahaya. Tanah yang tadinya bersih kini ternoda darah.Seorang anggota Penjelajah Malam menyapu pandangannya ke medan pertempuran. Rahangnya mengeras saat melihat bagaimana rekannya mulai tumbang satu per satu."Kita datang tepat waktu," gumamnya, suaranya nyaris tenggelam dalam kegaduhan.Tetapi, harapan itu segera sirna. Sekte Pedang Langit bu