Bayangan Yan Hui masih menghantui pikirannya.Tatapan pria itu, seolah mengusik ketenangan Xuan Li. Dalam sekejap, ingatan lama berputar kembali, penghinaan, penderitaan, dan luka yang belum sepenuhnya sembuh.Xuan Li mengepalkan tangannya di balik lengan jubahnya yang lusuh.'Kebencian hanya akan melemahkanku.'Ia menarik napas panjang, menekan api amarah yang nyaris berkobar. Di dunia ini, hanya mereka yang bisa mengendalikan diri yang bisa bertahan. Untuk saat ini, Yan Hui bukanlah masalah yang harus ia prioritaskan.Sepuluh orang berdiri di dalam lingkaran formasi teleportasi. Cahaya biru berpendar di bawah kaki mereka, menandakan bahwa perjalanan lintas ruang akan segera dimulai.Xuan Li berdiri dengan tenang, tubuhnya terbungkus jubah hitam berpenutup kepala yang tampak usang.Beberapa penumpang mencuri pandang ke arahnya dengan ekspresi merendahkan.“Pengembara miskin dari mana lagi ini?” bisik salah seorang pria berzirah ringan kepada rekannya.Yang lain hanya mendengus, “Baju
Raungan panik menggema di udara. Kapal spiritual yang sebelumnya melayang anggun di atas air kini terguncang hebat, nyaris terbelah menjadi dua."Monster laut! Lari!"Tanpa pikir panjang, sebagian besar penumpang segera melesat ke udara, meninggalkan kapal yang mulai hancur. Tubuh mereka berubah menjadi bayangan buram, berusaha melarikan diri dari ancaman yang muncul dari bawah laut.Di antara mereka, Xuan Li dan Lin Gong melayang di udara, mengamati kekacauan yang terjadi di bawah. Ombak bergulung liar, seakan memberontak terhadap langit."Astaga... apa itu?" Lin Gong membelalakkan mata.Dari balik lautan yang mengamuk, makhluk raksasa muncul. Sepasang mata kuning menyala menembus kegelapan air, penuh amarah dan haus darah. Delapan tentakel raksasa mencuat ke permukaan, mencengkeram bagian kapal yang tersisa sebelum meremukkannya dalam sekejap.Jeritan awak kapal menggema, tetapi dalam sekejap, suara mereka terputus. Darah mencemari laut, membentuk pusaran merah yang menyebar dengan
Tubuh pria tua itu masih terasa dingin, tetapi napasnya mulai stabil. Xuan Li memeriksa denyut nadi di pergelangan tangannya, memastikan bahwa pria itu belum terlalu jauh dari batas hidup dan mati.Sebagai seorang tabib dan alkemis berbakat, menyelamatkan orang dalam kondisi seperti ini bukanlah masalah besar baginya. Selama jiwanya belum benar-benar tercerabut, masih ada harapan untuk mengembalikan tubuhnya ke kondisi semula.Tanpa ragu, Xuan Li mengeluarkan sebuah pil pemulihan. Aroma herbal yang kuat langsung menyebar di udara begitu pil itu dikeluarkan, membuat Lin Gong mengendus penasaran."Kau selalu membawa pil penyembuh ke mana-mana, ya?" Lin Gong berkomentar santai, meski matanya tetap tertuju pada pria tua yang terbaring lemah di hadapan mereka.Xuan Li tidak menjawab. Dengan gerakan terampil, ia menyelipkan pil itu ke dalam mulut pria tersebut dan menyalurkan energi spiritual ke dalam tubuhnya. Ujung jarinya bergerak lincah di sepanjang beberapa titik akupuntur, menstimulas
Xuan Li berjalan menuju meja resepsionis di lantai bawah penginapan. Tangannya merogoh kantong dalam jubahnya, mengeluarkan beberapa keping perak dan meletakkannya di atas meja."Tiga kamar dan beberapa hidangan," katanya singkat.Pelayan penginapan, seorang pria paruh baya dengan wajah lelah, mengangguk tanpa banyak bertanya. Ia sudah terbiasa melayani tamu-tamu yang tidak suka berbasa-basi. Tak butuh waktu lama, aroma rempah yang kaya mulai menguar dari dapur, bercampur dengan wangi nasi hangat dan lauk-pauk beraneka ragam.Begitu hidangan disajikan, Lin Gong langsung berseri-seri. Matanya berbinar saat melihat ayam panggang berlapis madu, sup herbal yang mengepulkan uap panas, dan semangkuk besar mie yang masih hangat. Tanpa ragu, ia mengambil sumpit dan mulai melahap makanan dengan lahap."Ini baru namanya makan!" serunya sambil tertawa. "Wu Yu, kau benar-benar tahu bagaimana memperlakukan seorang teman!"Xuan Li hanya meliriknya sekilas sebelum duduk. Ia mengambil cangkir teh dan
Xuan Li meraih surat yang masih tertancap di batang panah. Permukaannya kasar, dengan segel lilin hitam yang sudah retak. Ia merobek amplopnya dan mengamati isi surat di bawah cahaya lentera."Jangan ikut campur urusan organisasi Hitam Berkabut. Jian Cheng harus kembali ke Istana Gelap segera. Jika tidak, akibatnya akan fatal."Xuan Li menyipitkan mata. Tulisan itu dibuat dengan tinta merah tua—seperti darah yang mengering. Ancaman ini jelas bukan main-main.Jian Cheng, yang berdiri di sampingnya, langsung terduduk lemas begitu melihat isi surat itu. Wajahnya yang tadi penuh tekad kini memucat. Tangannya bergetar, seolah kekuatan telah meninggalkannya."Tidak… mereka sudah menemukan aku..." gumamnya, suaranya penuh ketakutan.Xuan Li tetap tenang. Ia melirik pria itu dan menilai ekspresinya. Takut? Bingung? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang ia sembunyikan?"Apakah yang mereka inginkan?" tanya Xuan Li datar.Jian Cheng menelan ludah. Ia menoleh kanan-kiri, memastikan tak ada orang
Dalam kebingungan, ia memejamkan mata dan berbicara dalam hati."Wu Hei, apakah kau tahu sesuatu tentang ini?"Suara dalam jiwanya tetap sunyi selama beberapa saat, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Lalu, sebuah suara dalam dan berat terdengar dalam pikirannya."Heh... Jadi akhirnya kau menemukannya juga."Xuan Li mengepalkan tangan. "Jadi kau tahu?""Tentu saja. Lonceng Pengubah Takdir bukan sekadar artefak biasa. Itu adalah benda yang seharusnya tidak pernah ada di dunia ini. Dan sekarang, kau berdiri di hadapan salah satu pecahannya."Suara Wu Hei terdengar lebih serius dari biasanya, membuat Xuan Li semakin waspada."Apa maksudmu? Jelaskan."Wu Hei tertawa kecil, tapi ada nada kegetiran di dalamnya."Lonceng ini... dibuat dari roh-roh yang dikorbankan dalam ritual terlarang. Setiap bagian yang terpencar membawa jejak energi dari para makhluk yang diambil nyawanya untuk menciptakan lonceng ini. Dan bukan hanya itu... energi dalam tubuhmu, Xuan Li, memiliki resonansi dengan lo
Xuan Li masih merasakan sisa getaran samar dari jejak kesadaran Lin Gong yang menghilang secara misterius."Istana Gelap… di mana tepatnya tempat itu?" pikirnya dalam diam.Organisasi Hitam Berkabut tidak meninggalkan banyak jejak. Mereka beroperasi dalam bayangan, seperti hantu yang tak bisa disentuh. Informasi tentang keberadaan mereka sangat terbatas, bahkan di kalangan dunia bawah. Tapi Xuan Li bukan seseorang yang mudah menyerah.Ia mengepalkan tangannya. "Tidak peduli seberapa sulitnya… Aku akan menemukannya," gumamnya lirih.Tanpa membuang waktu, ia mulai bergerak, menyusuri jalan setapak yang jarang dilalui. Seharian penuh Xuan Li terus berjalan, mengandalkan intuisi dan jejak samar Lin Gong yang tertinggal dalam kesadarannya. Namun, semakin jauh ia melangkah, semakin sulit rasanya menangkap keberadaan Lin Gong.Saat matahari mulai condong ke barat, pikirannya teringat pada satu tempat.Kota Merak.Kota tanpa hukum itu adalah sarang bagi para pembunuh, pencuri, dan para penja
Xuan Li bergerak dalam senyap, mengikuti kelompok utusan yang menuju ke Istana Gelap. Setiap langkah mereka dijaga ketat oleh bayangan yang melintas di antara pepohonan, namun ia tetap menjaga jaraknya, bersembunyi di antara rerimbunan tanpa menimbulkan suara sekecil apa pun.Udara malam terasa dingin, menusuk hingga ke tulang. Langit yang mendung membuat bulan hanya sesekali menampakkan cahayanya, memberi Xuan Li kesempatan untuk bergerak tanpa mudah terdeteksi."Lin Gong… Jian Cheng… bertahanlah sedikit lagi," gumamnya dalam hati.Perjalanan mereka berlangsung cukup lama, melewati hutan lebat hingga akhirnya tiba di sebuah lembah tersembunyi. Di sanalah berdiri sebuah bangunan raksasa yang terbuat dari batu hitam pekat—Istana Gelap.Xuan Li berhenti di kejauhan, menyelidiki keadaan. Para penjaga berseragam hitam berjaga di sepanjang gerbang, mata mereka tajam seperti burung pemangsa. Setiap orang yang masuk harus melewati pemeriksaan ketat. Tidak ada celah bagi orang asing untuk men
Angin kencang menerpa rerumputan liar di atas bukit tandus itu. Tiga sosok muncul dari celah ruang yang perlahan menghilang di belakang mereka. Aroma darah, keringat, dan debu pertempuran masih menempel di tubuh mereka.Xuan Li berdiri tegak, matanya menyapu ke sekeliling. Setelah memastikan tidak ada bahaya, ia menurunkan Lin Gong yang masih tak sadarkan diri dan menoleh pada Jian Cheng yang kini terduduk dengan napas berat.“Telan ini,” ucap Xuan Li, mengulurkan sebutir pil berwarna kuning tua.Jian Cheng menerimanya tanpa bicara. Ia menelan pil itu, lalu bersila, mulai memusatkan napas untuk mempercepat penyembuhan.Sementara itu, Lin Gong sudah sadar, meski wajahnya masih pucat. Matanya terbuka sedikit. Tapi ada kesadaran di sana.“Aku belum mati?” bisiknya.“Belum,” jawab Xuan Li pendek.Lin Gong mengerutkan kening. Tapi sebelum ia menjawab, Xuan Li sudah duduk di belakang mereka berdua. Ia meletakkan masing-masing telapak tangannya ke punggung mereka. Energi spiritual mengalir t
Suara ledakan mengguncang lorong bawah tanah.Brakkk!Batu dan debu beterbangan saat dinding di atas mereka hancur berkeping. Xuan Li muncul dari reruntuhan, membawa Lin Gong dalam pelukannya. Wajah Lin Gong pucat, matanya setengah terbuka, tubuhnya nyaris tidak bergerak.Jian Cheng melompat keluar dari celah yang sama, pedangnya menebas dua serangan spiritual yang datang dari arah kanan dan kiri.“Jalan terbuka!” seru Jian Cheng. “Tapi mereka sudah mengepung dari empat arah!”Xuan Li tak menjawab. Kakinya menginjak tanah dan langsung bergerak menuju reruntuhan tua yang berada di sisi halaman utama. Belasan anak panah spiritual terbang ke arah mereka, tapi Xuan Li hanya melambaikan tangannya. Formasi tipis memancar di udara, menangkis semuanya.Lin Gong membuka mulutnya pelan. “Hati-hati… Jenderal Shu… bukan manusia…”Napasnya berat, seperti sedang menahan sakit yang dalam.Xuan Li hanya mengangguk singkat. “Aku tahu. Sekarang diamlah dan pulihkan dirimu.”Ia mengeluarkan sebutir pi
Langit belum sepenuhnya terang saat perahu terbang Xuan Li meluncur menembus awan, menyisakan jejak tipis energi spiritual yang langsung terhapus angin.Di atas geladak perahu, Jian Cheng berdiri dengan tangan bersedekap, matanya memandang ke kejauhan.Xuan Li duduk bersila di ujung perahu. Mata setengah tertutup, namun kesadarannya terjaga penuh. Di dadanya, jejak darah jiwa Lin Gong berdenyut seperti benang merah tak kasat mata, menariknya ke satu arah tertentu menuju tenggara."Arah ini…" gumamnya pelan. Alisnya mengerut. "Tidak kusangka, aku akan datang ke sana lagi."Jian Cheng menoleh. “Apa maksudmu, Tuan?”“Kerajaan Bintang Timur,” jawab Xuan Li singkat. Matanya terbuka sepenuhnya. “Wilayah kekuasaan Raja Jing dan… Putri Jing Yue.”Jian Cheng tidak bertanya lebih lanjut. Ia tahu Xuan Li menyimpan banyak masa lalu yang tak pantas disentuh.Perjalanan berlangsung satu hari penuh tanpa henti. Di bawah bayangan awan, pegunungan, dan sungai-sungai yang membelah daratan, Xuan Li teta
Xuan Li mengepalkan tangan.“Kalau aku langsung mendatanginya sekarang… itu sama saja membunuhnya.”Ia telah melihat dari kejauhan. Tempat itu diselimuti formasi jiwa. Bentuknya kompleks. Energi spiritual mengalir dalam pola melingkar, menelan siapa pun yang masuk tanpa izin. Bahkan seorang ahli tahap formasi kekosongan sekalipun bisa terjebak di dalamnya.“Formasi itu tidak diciptakan secara sembarangan. Ada tangan ahli di baliknya.”Ia menutup mata, menarik napas panjang. Tak bisa gegabah. Lin Gong memang penting, tapi jika ia masuk tanpa rencana, hasilnya hanya satu: dua orang hancur, bukan satu yang diselamatkan.“Aku butuh teknik pemecah formasi. Bukan yang umum. Aku butuh yang diajarkan Guru…”Tabib Hantu Wu. Namanya muncul di benaknya seperti kilatan cahaya. Orang itu bukan hanya seorang ahli racun dan akupuntur. Ia juga seorang peracik formasi spiritual yang tak bisa dipahami oleh kebanyakan kultivator.Xuan Li duduk bersila di atas batu. Tubuhnya mulai menyerap udara spiritua
Pertanyaan Xuan Li menghentikan rona bahagia yang masih tersisa di wajah Jian Cheng. Lelaki itu terdiam sejenak. Matanya bergerak ragu, dan senyumnya lenyap seketika."Maaf, Tuan," ucapnya perlahan. "Saat saya keluar dari pengasingan… Lin Gong sudah tidak ada. Goa itu kosong."Xuan Li memicingkan mata."Dan kau tidak mencarinya?""Saya mencarinya," jawab Jian Cheng cepat. "Saya memeriksa area sekitar, bahkan meninggalkan penanda spiritual. Tapi tidak ada satu pun jejaknya."Kening Xuan Li mengernyit, rahangnya menegang. Tatapannya tajam seperti bilah pisau yang terhunus, menyapu tubuh Jian Cheng dari ujung rambut hingga kaki."Benarkah tidak ada petunjuk?" tanyanya pelan, tapi tekanan dalam suaranya meningkat. "Atau kau menyembunyikan sesuatu dariku?"Aura dingin merambat dari tubuh Xuan Li. Udara di sekitarnya mendadak membeku. Jian Cheng menggigil, lalu jatuh berlutut tanpa mampu melawan tekanan yang menghimpit tubuhnya.“Saya tidak berani!” seru Jian Cheng tergesa. Nafasnya terenga
Xuan Li melihat sosok pria itu yang berjalan perlahan mendekatinya. Mata pria itu tenang, tidak menyimpan tekanan, tidak menyembunyikan niat. Tapi Xuan Li tidak menurunkan kewaspadaannya. Energi spiritual terkumpul di telapak tangannya siap untuk dilepaskan.Rambut panjang pria itu berwarna perak seperti rambut seorang yang telah renta. Tapi wajahnya begitu muda terlihat seumuran dengan Xuan Li.‘Aneh,’ pikir Xuan Li. Ia mengernyit.Pakaian yang dikenakan pria itu sangat mirip dengan pakaian yang pernah dikenalinya, bukan itu saja, ada aroma herbal samar yang menguar dari tubuhnya.'Aroma ini...seharusnya hanya muncul ketika aku membuat pil penerobosan tingkat tinggi,' gumam Xuan Li dalam hati.Mata Xuan Li menyipit. Ia hanya mengenal satu orang yang cocok dengan petunjuk itu.Jian Cheng.Tapi Jian Cheng adalah lelaki tua dengan tubuh yang rapuh karena luka dalam. Beberapa kali Xuan Li menyelamatkannya dari kematian. Tetapi, Xuan Li bisa merasakan kali ini tidak ada jejak luka sedikit
Langkah Xuan Li mantap menapaki jalan berbatu yang mengarah ke perbukitan tandus di perbatasan timur Kekaisaran Bulan Perak. Udara kering berhembus pelan, menyapu ujung jubah hitamnya. Sejak meninggalkan wilayah naga ular, pikirannya tak pernah benar-benar tenang.Ia tahu apa yang sedang dirasakan Yi Qing. Ikatan darah yang pernah ditanamkan padanya masih aktif, menghubungkan kesadaran mereka secara samar. Luka-luka, kegelisahan, rasa sakit, semuanya terpantul dalam benaknya bagai riak di permukaan air. Tapi Xuan Li tak berniat mencampuri lagi. Ia sudah meletakkan dasar. Selebihnya, terserah pada tekad gadis itu."Kalau kau ingin hidup, maka bertahanlah. Kalau kau ingin menjadi kuat, jangan menunggu diselamatkan," gumamnya pelan.Tujuannya kali ini adalah gua kecil yang terletak di kaki Gunung Menara Langit. Tempat itu dulunya hanya sarang binatang buas, tapi kini menjadi tempat tinggal dua orang yang pernah ia beri petunjuk latihan: Lin Gong dan Jian Cheng.Sudah beberapa bulan berla
Setelah kepergian Xuan Li, sunyi menggantung di udara. Formasi teleportasi yang sebelumnya memancarkan cahaya terang kini hanya menyisakan bayangan melingkar di atas tanah. Angin gurun Qiuqi berembus pelan, membawa debu halus yang menyapu ujung jubah para tetua naga ular.Semua pandangan akhirnya tertuju pada satu sosok: Yi Qing.Gadis muda itu masih terduduk di tanah, tubuhnya lemas. Darah kering menempel di sudut bibir dan hidungnya. Napasnya belum stabil. Namun lebih dari luka fisik, sorot matanya mencerminkan pergolakan batin yang tak mudah dimengerti.Wen Huyui melangkah maju. Wajahnya tampak tenang, tapi matanya mengandung amarah yang ditahan.“Petaka darah... pada tubuh seperti dia?” gumamnya pelan namun tajam. “Itu bukan sesuatu yang muncul tanpa alasan.”Yi Qing menunduk. Bahunya sedikit gemetar. Ia tidak berani membalas tatapan itu.“Siapa kau sebenarnya?” Wen Huyui bertanya lagi. Suaranya tidak meninggi, tapi tekanannya membuat udara terasa berat.Langkah kaki terdengar dar
Menjadi penguasa ras naga ular bukanlah kehormatan semata. Itu adalah beban. Qing Peng mengetahuinya sejak hari pertama ia duduk di tahta. Ritual penobatan telah usai, para tetua membungkuk hormat, dan suara seruling ritual masih bergema di kejauhan.Namun tidak ada waktu untuk bernafas dengan bebas.Wen Huyui berdiri di samping cucunya, wajahnya datar. “Kau tidak akan mendapat waktu bersantai. Mulai hari ini, kau harus mempelajari aturan, sejarah, dan rahasia garis keturunan kita. Aku akan mengajarimu sendiri.”Qing Peng mengangguk tanpa banyak bicara. Tidak ada keberatan. Ia tahu siapa dirinya sekarang.Di sisi lain, Xuan Li berdiri dalam diam di tepi panggung upacara, jubah hitamnya berkibar ditiup angin gurun. Tatapannya menembus kejauhan, seolah semua yang terjadi di belakangnya hanyalah riak dalam kolam yang tenang.Qing Peng menghampirinya saat hari mulai senja. “Apakah kau akan pergi, Tuan?”Xuan Li tidak menoleh. “Sudah saatnya aku pergi.”“Setidaknya tinggal beberapa har