Udara dingin menyelimuti tubuh mereka saat Xuan Li dan Lin Gong terjatuh dari langit, terdorong oleh kekuatan gravitasi yang misterius.Braaakk!Xuan Li mendarat dengan sigap, tubuhnya sedikit terhuyung sebelum ia segera menstabilkan keseimbangannya. Di sisi lain, Lin Gong jatuh dengan cara yang jauh dari elegan."Aduh! Apa-apaan ini?!" keluhnya sambil mengusap punggungnya yang terasa nyeri akibat benturan.Mereka berdiri di atas lantai batu yang telah retak dan tertutup debu tebal. Cahaya matahari yang seharusnya bersinar di siang hari nyaris tidak bisa menembus reruntuhan ini.Tempat itu... gelap dan sunyi.Xuan Li mengamati sekeliling dengan seksama. Pilar-pilar batu raksasa yang telah hancur berserakan, dinding-dinding yang dipenuhi ukiran kuno yang tidak dikenalnya, serta hawa dingin yang meresap hingga ke tulang.Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini.Lin Gong mengendus udara. "Tempat ini aneh..." gumamnya. "Tidak ada bau manusia sama sekali. Bahkan tidak ada aroma makhluk hi
Xuan Li menekan telapak tangannya ke formasi penghalang yang mengitari portal. Energi tak kasatmata bergetar sebagai respons, mengalir seperti gelombang yang merambat ke seluruh lapisan segel.Di sebelahnya, Lin Gong menyipitkan mata, menahan napas saat melihat permukaan formasi mulai menampilkan retakan halus. Cahaya samar merembes keluar dari sela-sela rekahan itu.“Jadi… kau benar-benar akan menghancurkannya?” gumam Lin Gong ragu. “Jangan gegabah, Wu Yu. Kita bahkan belum tahu apa yang tersegel di dalamnya.”Xuan Li tidak segera menjawab. Tatapannya tetap terfokus pada formasi di hadapannya, memperhatikan setiap perubahan dengan saksama."Formasi ini bukan sekadar penghalang," ucapnya tenang namun tegas. "Ini adalah segel. Kita harus segera mencari jalan keluar."Lin Gong mengerutkan kening."Dan kalau kau membukanya?"Xuan Li menekan lebih dalam.Retakan pada formasi semakin besar, suara gemeretaknya menggema di ruangan yang sunyi. Cahaya berpendar dengan intensitas yang terus men
"Gawat!" Xuan Li berseru dalam hati.Situasi ini lebih buruk dari yang ia duga. Segel itu hampir pecah, dan ia tidak punya waktu untuk memikirkan solusi lain. Dengan kilatan petir yang berderak di udara, ia mengendalikan Pedang Petir Naga Hitam dengan pikirannya. Mata pedang itu bergetar seolah-olah memahami urgensinya, lalu menebas tongkat perunggu di depan Xuan Li dengan presisi sempurna.Crack!Tongkat itu terpotong menjadi dua, patahannya terlempar ke udara sebelum jatuh berdebam di lantai batu. Namun, sebelum Xuan Li bisa menarik napas lega, sesuatu yang lebih buruk terjadi.Dari dalam balok es besar, pria yang terperangkap di dalamnya tiba-tiba mengerang keras. Suaranya penuh penderitaan, seperti seseorang yang sedang meregang nyawa. Tatapan matanya yang awalnya kosong kini dipenuhi ketakutan."Arghhh!!"Darah hitam merembes dari sudut bibir pria itu, tubuhnya bergetar hebat, dan dalam sekejap, sesuatu di dalam dirinya hancur. Kristal merah di ujung tongkat yang Xuan Li tebas t
Belum sempat mengatur rencana, tarikan gravitasi di tempat itu semakin menguat, lalu menyeret tubuh Xuan Li dan Lin Gong ke tengah pusaran yang berputar dengan kecepatan mengerikan. Udara bergejolak, dipenuhi dengan riak-riak energi yang merobek ruang. Aura kekacauan yang membungkus pusaran mengaburkan pandangan mereka, seolah dunia di sekitar kehilangan bentuk aslinya.Xuan Li berusaha menahan tubuhnya, tetapi kekuatan itu begitu besar. Tubuhnya melesat tanpa kendali, terombang-ambing dalam kekosongan yang menyesakkan. Sesaat kemudian, cahaya terang menyilaukan pandangannya, dan sebelum ia sempat bereaksi, tubuhnya terhempas ke tanah dengan keras."Brak!"Debu berhamburan, menutupi area sekitar dalam kabut tipis. Suara napas tersengal terdengar dari sisi lain. Lin Gong terkapar beberapa langkah darinya, wajahnya mengernyit kesakitan."Aku jatuh... aduh... pantatku!" Lin Gong mengeluh sambil mengusap bagian belakang tubuhnya. "Wu Yu, ini tempat apa? Kita semakin tersesat! Sepertinya
Pintu gerbang batu itu terbuka perlahan, mengeluarkan suara gemeretak yang bergema di udara. Debu berhamburan, membentuk pusaran tipis yang beterbangan di sekitar mereka. Begitu celah terbuka cukup lebar, hembusan angin dingin menerpa wajah mereka, membawa aroma pengap kayu lapuk.Xuan Li menatap ke dalam. Halaman kuil yang luas terbentang di depannya, dikelilingi bangunan-bangunan kuno yang tampak tak terurus. Dinding-dindingnya tertutup lumut, sementara sebagian atapnya telah runtuh, menyisakan rangka kayu yang mencuat."Hei, Wu Yu! Aku merasa ada sesuatu yang salah!" Lin Gong buru-buru meraih lengan Xuan Li, ekspresinya penuh kekhawatiran. "Tempat ini memiliki tekanan yang luar biasa."Namun, Xuan Li hanya diam, melepaskan pegangan Lin Gong dengan gerakan halus. Sorot matanya tetap tenang, seolah ancaman apa pun yang tersembunyi di dalam kuil ini bukanlah sesuatu yang perlu ia takuti."Aku tidak peduli," ucapnya datar.Lin Gong menghela napas panjang. Ia tahu percuma saja berdebat
Xuan Li berdiri di depan pintu batu yang baru saja terbuka, menghadap kegelapan yang menganga di hadapannya. Meskipun merasakan firasat buruk, ia tetap melangkah masuk.Di belakangnya, Lin Gong terlihat cemas."A-aku yakin ini bukan ide yang bagus," gumamnya, ragu-ragu untuk mengikuti.Xuan Li menoleh sedikit. "Kau bisa menunggu di luar."Lin Gong menghela napas panjang sebelum akhirnya masuk juga. "Aku lebih baik ikut daripada sendirian di luar…"Begitu keduanya melewati ambang pintu, suara berderak berat terdengar. Pintu batu yang mereka masuki menutup dengan sendirinya, mengurung mereka dalam kegelapan.Tiba-tiba, suara lonceng menggema di dalam ruangan. Kilatan api biru menyala di sudut-sudut ruangan, menerangi dinding batu yang dipenuhi ukiran kuno.Lin Gong merapatkan diri ke punggung Xuan Li, tubuhnya tegang. "Wu Yu… aku punya firasat buruk tentang ini."Xuan Li tetap diam, matanya terpaku pada sebuah segel pengunci yang tergambar di salah satu dinding. Simbol-simbol aneh ter
Xuan Li menarik napas dalam-dalam. Udara di sekitarnya terasa berat. Ia berbicara dalam pikirannya, suaranya terdengar mantap meskipun pelan."Wu Hei, aku butuh bantuanmu."Di dalam kesadarannya, Wu Hei terdiam. Tidak ada jawaban, hanya keheningan yang menggantung di antara mereka.Xuan Li tidak terkejut. Wu Hei selama ini hidup di bawah bayang-bayang entitas penjaga abadi klan Liang. Rasa takut dan ketidakberdayaan telah mengakar dalam dirinya. Tetapi kali ini, Xuan Li tidak bisa mundur."Aku tahu kau tidak ingin dikendalikan olehnya. Aku tahu kau ingin melawannya. Tapi kau ragu apakah bisa menang atau tidak, bukan?"Wu Hei mendengar kata-kata itu seperti sebuah tamparan. Ia menelan ludah. Xuan Li benar, rasa percaya dirinya sudah lama terkikis, terutama setelah berada di bawah bayang-bayang makhluk itu begitu lama."Aku tidak akan menyalahkanmu atas apa pun yang terjadi nanti," lanjut Xuan Li. "Tapi setidaknya, jika kita harus jatuh, kita jatuh dengan berjuang. Bukan menyerah tanpa
Xuan Li berdiri diam di tengah lautan kesadarannya yang dipenuhi aura gelap. Matanya terpejam, napasnya teratur, tetapi pikirannya berkecamuk. Teknik pengendalian jiwa biasa jelas tidak akan cukup untuk mengalahkan entitas penjaga abadi ini. Ia sudah mencoba berbagai cara, namun lawannya terlalu kuat."Tidak ada pilihan lain," gumamnya dalam hati.Satu-satunya teknik yang mungkin berhasil adalah Teknik Pengendalian Jiwa Tahap Ketiga, sebuah teknik yang belum pernah ia gunakan dalam pertarungan sungguhan. Namun, teknik ini membutuhkan energi spiritual dalam jumlah yang sangat besar. Risiko yang menyertainya juga terlalu tinggi. Jika ia gagal, bukan hanya kesadarannya yang hancur, tetapi tubuhnya bisa kehilangan kendali sepenuhnya.Namun, jika ia tidak mencobanya sekarang, maka ia pasti akan kalah.Xuan Li menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara dalam pikirannya. "Wu Hei, aku butuh bantuanmu."Di dalam ruang kesadarannya, Wu Hei menatapnya tajam. Ada keraguan di mata sosok gelap
Xuan Li terbang di ketinggian rendah, di sekelilingnya hanya tanah retak dan sunyi. Tak ada angin, tak ada suara makhluk hidup, seolah dunia di tempat ini sudah lama mati.Tapi ia tidak peduli. Ia fokus mengikuti sisa simpul energi terakhir dari Alam Bayangan.Setelah beberapa li, medan berubah. Tanah gersang berganti menjadi bukit-bukit batu. Tumbuhan mulai muncul, kering, namun hidup. Tempat ini tampak lebih normal dibanding lembah kematian atau sungai darah yang ia lewati sebelumnya. Tapi Xuan Li tidak lengah. Alam Bayangan dikenal suka menyembunyikan bahaya di balik ilusi ketenangan.Tiba-tiba, tubuhnya berhenti.Ia merasakan hawa manusia.Seseorang mendekat.Xuan Li menoleh dan matanya menyipit. “Mo Xiang?”Laki-laki itu berdiri kaku beberapa langkah di depannya, wajahnya seputih abu. Tubuh kurusnya diselimuti jubah hitam, dan mata yang pernah bersinar ramah itu kini penuh kecemasan.“Wu Yu...?” bisiknya, setengah tak percaya.Sebelum Xuan Li sempat menjawab, Mo Xiang bergerak c
Xuan Li menoleh pada Pemimpin Tanah Jiva yang berdiri tidak jauh darinya. Kini dengan tubuh muda dan vitalitas yang pulih, sang pemimpin tampak jauh berbeda dari sebelumnya.“Aku harus pergi,” kata Xuan Li singkat.Pemimpin mengangguk. “Kami berutang banyak padamu. Jika suatu saat kau kembali, tanah ini akan menyambutmu.”Pengawas Ji yang berdiri di sisi kanan sang pemimpin menunduk hormat. Tidak ada pertanyaan, tidak ada permintaan.Xuan Li berjalan melewati jajaran para tetua yang membungkuk di sisi jalan berbatu menuju gerbang. Tidak ada satu pun yang berani mengangkat kepala.Namun gerbang di depannya bukanlah gerbang tempat ia masuk sebelumnya.“Kami tidak membiarkan tamu istimewa keluar dari pintu kematian,” ujar Pengawas Ji seraya menunjuk jalur berlapis formasi ringan yang membelah hutan belantara. “Jalur ini akan membawamu langsung ke perbatasan luar.”Xuan Li tidak menanggapi. Ia hanya mengangguk tipis, lalu melangkah masuk ke lorong cahaya yang terbentuk dari energi spirit
Pemimpin Tanah Jiva masih menatap cahaya yang perlahan memudar dari tubuh Xuan Li. Matanya tak berkedip, tubuhnya tegak, namun napasnya tertahan. Sosok armor perempuan langit yang melingkupi Xuan Li belum sepenuhnya sirna, dan getaran auranya masih terasa di tanah, udara, bahkan formasi pelindung wilayah.“Dewi Kultus Suci…” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.Salah satu tetua di belakangnya bergeser gelisah. “Itu… tidak mungkin. Dewi Kultus Suci adalah sosok mitos. Leluhur dari era sebelum era ini. Armor itu...”“Tidak salah,” potong Pemimpin Tanah Jiva pelan, namun tegas. “Aku pernah melihat lukisan armornya dalam gulungan sejarah. Tidak ada keraguan. Itu adalah warisan kekuatan yang diakui oleh langit…”Mata Pemimpin melembut. Tatapannya beralih kepada Xuan Li, kedua tangannya perlahan menarik diri dari wadah giok.Airnya telah tenang.Xuan Li membuka mata. Ekspresinya tak berubah. Datar, penuh kendali. Ia berdiri perlahan dan menatap langsung ke arah sang pemimpin.“Aku tidak
Pengawas Ji berjalan melewati gerbang pusaran angin spiritual yang melingkari pusat Tanah Jiva. Di belakangnya, dua wanita paruh baya membawa gulungan emas dan jimat penguat formasi. Wajahnya tenang, namun di dalam pikirannya, kegelisahan mulai tumbuh.Ia memeriksa formasi pelindung Tanah Jiva. Simbol-simbol kuno terpahat di udara, mengambang di atas batu-batu pelindung yang tertanam di tanah. Aliran spiritual yang keluar dari segel tidak menunjukkan tanda kerusakan.“Masih utuh,” gumamnya pelan.Ia memejamkan mata dan menyentuh tanah. Aura lembut naik dari permukaan dan menyatu dengan tubuhnya.“Tidak ada retakan, tidak ada celah. Tapi dia masuk,” katanya lagi. Suaranya mengeras. “Aku harus bicara dengan Yang Mulia.”Di sisi lain, Xuan Li duduk bersila di paviliun selatan. Empat prajurit wanita berdiri mengelilinginya. Mereka tidak menatapnya langsung, namun jelas sikap mereka lebih waspada dibanding sebelumnya.Bisik-bisik dari luar paviliun semakin keras. Bahkan anak-anak perempuan
Xuan Li melangkah meninggalkan tempat itu. Energi dari batu transmisi telah memberinya arah yang jelas. Kabut perlahan mulai menipis seiring langkahnya menurun ke lembah yang sunyi. Uap dari tanah masih sesekali muncul, tetapi kini tak lagi mampu menembus lautan kesadarannya.Setelah berjalan sekitar lima puluh li, sesuatu berubah.Langkah kakinya tiba-tiba terasa ringan. Udara menjadi hangat. Cahaya menyeruak dari sela-sela pepohonan, bukan cahaya spiritual, melainkan sinar matahari biasa.Kabut lenyap.Begitu ia melewati celah dua batu besar di depannya, dunia di baliknya berbeda. Seolah-olah melangkah keluar dari kelamnya neraka menuju dunia lain.Langit biru cerah. Rumput hijau membentang. Burung-burung berwarna terang terbang di udara. Di kejauhan, gunung-gunung menjulang dengan air terjun yang jatuh seperti benang perak. Bunga-bunga mekar tanpa musim.Ini terlalu indah.Xuan Li berhenti sejenak. Matanya menyipit. Dia menyentuh tanah, memeriksa aliran spiritual.“Ini bukan ilus
Kabut yang menyelimuti daerah ini jauh lebih tebal dibanding wilayah altar sebelumnya. Cahaya spiritual matahari pun tidak bisa menembusnya. Langit dan bumi seperti menyatu dalam kelabu yang membungkam segalanya.Tak ada angin.Tak ada suara.Tak ada kehidupan.Xuan Li terus berjalan.Aura kehidupannya menyala samar di tengah kesunyian itu.Namun setelah puluhan li melangkah, aliran spiritual di tubuhnya mulai terasa aneh. Peredaran energi spiritualnya melambat, pikirannya terasa mengambang.Satu langkah...Dua langkah...Tiba-tiba, suara samar muncul di telinganya.“Wu Yu... kenapa kau pergi begitu saja...?”Langkah Xuan Li terhenti.Suara itu... suara perempuan. Lembut. Penuh kesedihan. Terlalu akrab.Ia mengerutkan alis. "Ilusi."Namun langkah berikutnya membawa suara lain. Suara tawa kecil. Suara anak-anak.“Guru, lihat! Aku bisa terbang!”Gigi Xuan Li mengatup. Jemarinya mengepal.Dia tahu benar bahwa itu bukan kenyataan. Orang-orang yang suaranya dia dengar sudah lama tiada atau
Kabut belum reda saat altar itu runtuh. Batu-batu spiritual berserakan, pilar-pilar hancur menjadi debu, dan lubang pemrosesan jiwa itu kini tertutup puing-puing. Gelombang energi spiritual yang meledak menghantam para penjaga hitam, melemparkan mereka hingga puluhan langkah. Xuan Li berdiri di kejauhan. Jubahnya berkibar pelan oleh angin spiritual yang masih tersisa dari ledakan. Ia memandang sekeliling. Barisan manusia yang tadinya dikendalikan kini berhenti bergerak. Mereka berdiri kaku di tempat masing-masing, tatapan kosong, tubuh gemetar ringan. Simbol spiritual di belakang kepala mereka masih ada, tapi koneksinya terputus. Mereka seperti wayang tanpa dalang. “Masih belum sadar... tapi sudah tidak terikat,” gumamnya. Namun tak ada waktu untuk merenung. Angin spiritual bergetar. Dari reruntuhan altar, lima penjaga hitam bangkit. Wajah mereka dipenuhi retakan darah, mata kehijauan bersinar tajam. Aura spiritual mereka melonjak, membentuk pusaran energi pekat. “Peny
Kabut belum benar-benar hilang ketika Xuan Li berdiri di atas tebing, memandangi reruntuhan lembah yang baru saja ditinggalkannya. Sisa-sisa kabut spiritual masih menyusup di antara batu-batu, namun energi pusat kendali sudah benar-benar menghilang.Ia menutup matanya sejenak. Nafas diatur. Lalu, mata spiritualnya dibuka.Dalam sekejap, dunia berubah. Di balik pemandangan biasa, jaring-jaring tipis spiritual terbentang di udara. Seperti sarang laba-laba yang tak terlihat mata biasa, jalur-jalur itu memancar dari titik-titik tertentu, menjalar ke segala arah.“Ini bukan satu titik. Mereka membangun banyak simpul seperti ini,” pikir Xuan Li.Dia mengikuti aliran salah satu jalur yang tampak lebih kuat dibanding yang lain. Ujungnya mengarah ke utara, menyusuri perbukitan tandus yang dilapisi kabut kelabu.Tanpa berkata apa pun, Xuan Li melompat turun dan mulai bergerak mengikuti jalur itu. Jika satu simpul telah dihancurkan, maka simpul berikutnya harus segera ditemukan.Setengah jam ber
Ledakan energi tadi belum sepenuhnya mereda ketika Xuan Li kembali mengambil sikap. Kabut tebal di lembah bergolak, menyelimuti pandangan dan menyamarkan gerakan. Namun, dia tidak bisa membiarkan ketajaman indranya tumpul.Di hadapannya berdiri sosok besar bertopeng besi. Tubuh makhluk itu dilapisi lapisan spiritual hitam pekat, seolah merupakan perpanjangan dari kabut itu sendiri.Ini bukan mayat hidup biasa. Boneka ini memiliki kesadaran.Dan kekuatannya... setara dengan kultivator Formasi Kekosongan puncak.Xuan Li menarik napas pelan, menahan laju amarah dan naluri bertarungnya. Ini bukan pertarungan yang bisa dimenangkan dengan serangan membabi buta.“Makhluk ini... bukan sekadar boneka,” pikirnya. “Ia bisa berpikir. Bisa menyesuaikan taktik. Bahkan mungkin sedang mengukur kekuatanku.”Dari awal, gerakannya tidak sembarangan. Ia menunggu, memancing. Dan sekarang, ia mulai menyerang balik dengan teknik-teknik yang terstruktur.Sebuah pukulan berat meluncur dari arah kiri, menghant