Tuan Toni merebut pistol dari istrinya. Ia ingin menembak langsung Ani dengan tangannya. Hatinya kesal karena menghalangi jalannnya untuk membawa Sonia dan di serahkan kepada tuan muda Robi.Brakkk!!Tangan tuan Toni di tendang Sandi yang datang tepat waktu dan pistol jadi terlempar ke arah yang jauh. "Bedebah mana yang berani menghalangi langkahku lagi?!" hujat tuan Toni lagi."Paman ini aku. Jadi kalau aku menghalangi langkahmu apakah kamu akan menembakku juga. Lawanlah aku jangan lawan perempuan yang lemah!" jawab Sandi tegas sambil meregangkan tangannya.Tuan Toni ketakutan tapi dia harus menyembunyikan ketakutannya agar musuh tak mengetahuinya."Sandi kita bosa bicarakan ini baik-baik," ucap nyonya Toni."Bicara baik-baik itu seperti apa? Kalian sudah melukai orangku jadi aku harus membalas perbuatan kalian," balas Sandi.Sandi terus mendekat ke arah paman bibinya dan mereka berjalan mundur. Semakin Sandi maju dari langkahnya mereka akan mundur agar tak terkena amukan Sandi."In
Sandi mengatakan kalau bibi Moli marah dia yang akan bertanggung jawab. Nyonya Lusi tidak perlu khawatir akan hal ini karena semua sudah berada dalam garis yang ditakdirkan Tuhan. Ani sudah melakukan tugasnya dengan baik. "Katakan saja yang sebenarnya tidak perlu berdusta mami. Walau pahit kita harus berkata dengan jujur," ucap Sandi. "Apakah Moli akan memaafkanku jika aku mengatakan yang sejujurnya?" tanya nyonya Lusi lagi. Sandi mengangguk tentu saja bibi Moli tidak akan marah. Semuanya sudah terjadi begitu saja. Jika marah juga tidak berguna karena tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula. "Mami sekarang sudah larut. Ayo kita tidur dulu. Semoga besok Ani akan sadar ketika bibi Moli sampai rumah sakit," pinta Sandi. "Baiklah kalau begitu Sandi. Siapkan kamar vvip rumah sakit untuk Ani. Kita akan tidur di sana," balas nyonya Lusi. *** Jerri dan tim dari geng ular hitam menyisir semua sudut rumah Tuan Toni tanpa terkecuali. Mereka menemukan surat perjanjian dan surat
Sandi sangat marah dan hampir meninju Dokter dan suster yang menutup wajah Ani dengan penutup putih yang menandakan dia sudah meninggal. "Tuan muda tolong tenanglah. Sebenarnya anda salah paham," ucap Dokter yang menghindari tinjuan Sandi."Aku tak peduli dengan apa yang kamu katakan. Tapi dia adalah bagian dari kelurga kami. Jangan bercanda!" seru Sandi dengan geram.Dokter mencoba menjelaskan tapi Sandi sepertinya sudah sangat marah. Tidak menerima omongan dari luar. Wajahnya sudah sangat merah dan tidak bisa di bujuk Dokter dan suster hampir saja kualahan karenanya."Tuan muda Sandi. Tolong tuan muda tenang dan menghadap ke sebelah sini," sapa seseorang yang suaranya familiar."Bibi Moli?" Sandi menoleh ke sumber suara dan langsung memeluknya. Ia sangat rindu pada sosok itu. Walaupun sudah bertemu dengannya sekali kemarin tapi rasa rindunya masih belum usai."Tuan muda minta maaflah pada Dokter yang sudah kamu salah pahami," pinta bibi Moli.Sandi merasa malu dan menundukkan seten
Terri mengatakan dia tidak tahu kenapa keluarganya bisa tidak diserang. Tapi dia terus menegaskan kalau tuan Brawijaya yang mempunyai usaha besar mempunyai banyak saingan dan musuh. Sedangkan ayahnya memiliki usaha kecil jadi tidak begitu dilirik oleh orang yang besar. "Sandi kamu harus merelakan kepergian ayahmu. Semau ini adalah takdir jalan dari Tuhan bukan karena aku dan keluargaku yang membunuhnya," ucap Terri. "Takdir dari Tuhan katamu! Kalau begitu kamu akan mati di tanganku dan aku akan mengatakan itu adalah Takdir dari Tuhan yang diberkati lewat tanganku!" seru Sandi sambil mengeluarkan pistolnya. Terri ketakutan dia tidak ingin mati muda. Karena alasannya adalah dia belum menikmati segala sesuatu di dunia ini. Dia belum menemukan pasangan yang cocok untuk menikah dan menikmati hari-hari menjadi nyonya besar. "Sandi apa yang ingin kamu lakukan. Kita adalah saudara jangan bunuh aku!" tegas Terri yang masih bisa bernegosiasi. "Kita memang saudara. Tapi terkadang keluarga
Terri melanjutkan ceritanya atas perintah Sandi. Dia mengatakan atas desakan dan ocehan dari ibunya sang ayah nekat menjual obat-obatan terlarang. Semua itu demi nyonya Toni agar tak meninggalkannya. Tuan Toni sangat menyayangi istrinya. "Itulah sebabnya ayah nekat menjual barang terlarang itu," ucap Terri."Apa hanya ini saja yang kamu tahu?" tanya Sandi."Ayah kemudian bertemu geng sembilan naga. Orang itu sangat membenci ayahmu lalu mulai menghasut ayahku untuk melakukan tindak krimianal," jawab Terri.Tuan Toni awalnya tidak setuju tapi lagi-lagi karena bujukan dari sang istri dia menyetujuinya. Karena diiming-imingi kalau tuan Brawijaya meninggal seluruh perusahaan bisa menjadi milik Tuan Toni dan juga sang istri bisa tak marah lagi karena kesulitan ekonomi."Tapi karena setahun dua tahun bahkan lima tahun sudah menduduki posisi ini. Ayah seakan semakin tamak dan ibu juga tidak pernah puas. Sandi aku sudah memberitahumu semuanya. Tolong lepaskan aku!" seru Terri memohon pada San
Nyonya Toni membungkam mulutnya pakai kedua tangan. Ia keceplosan atas apa yang ia lakukan di masa lalu. Mau mengelak juga sekarang percuma Sandi tak akan percaya begitu saja."Kalau iya memangnya kenapa? Kamu juga tak punya bukti apapun untuk menuduhku. Omongan saja tidak akan bisa menjadikan barang bukti!" ucap nyonya Toni sambil tertawa."Tunggu saja kamu akan mati mengenaskan selesai ini," balas Sandi.Nyonya Toni menertawakan Sandi. Dia merasa menang melihat Sandi dengan wajah sedihnya. Tidak tahu apa yang ia pikirkan yang jelas ia puas membuat Sandi tertekan."Seharusnya aku membunuhmu juga lima tahun lalu. Kenapa kamu bisa kembali? Mengacaukan semua rencanaku saja!" seru nyonya Toni."Aku kembali karena akan mengambil apa yang aku punya. Masa kejayaanmu sudah habis. Jangan merasa pintar karena tanpa bantuan orang lain kamu hanya sebutir debu yang tak bernilai," balas Sandi sambil meninggalkan ruangan.Nyonya Toni menggertakkan giginya. Ia sangat kesal dengan kejadian ini. Sandi
Sandi menggelengkan kepalanya. Di hatinya kini sudah ada Ani. Tidak mungkin ia berpaling untuk Velope sejak dulu sahabatnya mencintai wanita cantik itu. Tak mungkin dia akan berpacaran dengannya. Karena itu akan merusak persahabatannya."Velope hatiku hanya satu dan sudah terisi dengan satu nama. Aku harap kamu bahagia bersama Martin. Jangan kamu hancurkan hatinya karena mengejarku yang sudah mencontai satu wanita!" tegas Sandi."Baik. Tapi aku tak akan rela jika wanita yang kamu cintai adalah wanita yang tak punya latar belakang kuat seperti Ani yang hanya anak dari seorang bekas kepala pelayan keluargamu!" seru Velope.Sandi menghembuskan nafas kasarnya. Ia tak rela jika kekasih hatinya di hina seperti ini oleh seorang wanita yang menginginkan hatinya. Sepertinya ia harus tahu. Hati itu tak bisa dipaksakan. Velope harus mengerti itu karena sekeras apapaun ia menginginkan hati Sandi jika ia tak bisa membukanya maka akan susah baginya menerima kehadiran Velope."Velope yang namanya ha
Robi sangat kesal dengan apa yang dikatakan oleh nyonya Toni. Dia merasa nyonya terlalu bawel seakan memerintahnya untuk menghabisi Sandi. Robi tidak suka jika ada orang yang begitu teguh memerintahnya. ia mencekik leher nyonya Toni kuat. "Aku memang ingin menyingkirkan Sandi. Tapi kalau kamu meminjam tanganku untuk menghabisi Sandi karena kamu merasa berhak atas warisan orang tuanya kamu salah besar! seru Robi yang kesal mendengar alasan nyonya Toni. "Ampuni aku tuan Robi. Aku mengaku salah lepaskan aku. Aku bisa mati jika tercekik dengan kuat seperti ini. Tubuhku sudah sakit digebuki tadi oleh tahanan rendahan itu," ucap nyonya Toni lirih karena kesakitan. Robi mendorong nyonya Toni kuat sehingga terbanting ke lantai dengan keras. Nyonya Toni berteriak kesakitan lagi. Hari ini adalah hari yang sangat apes untuknya karena tiga kali tersakiti oleh orang. Tapi dia tidak akan menyerah untuk menghasut Robi yang sepertinya sudah mulai goyah hatinya. "Tuan muda Robi kenapa kamu meny