Share

BAB. 3 Ancaman Dari Erlan

"What? Kak Erlan juga ikut dalam meeting sore ini?" tanya Arjuna tak menyangka.

"Tepat sekali, Bos. Jadi saya berharap, Anda jangan memancing pertikaian dengan Tuan Erlan."

"Cih! Siapa Lo ngatur-ngatur gue, Boris?" serunya sambil berkacak pinggang di hadapan pemuda itu.

"Saya ... Asisten Anda, Bos. Yang ditunjuk langsung oleh Tuan Fred selaku, Chairman. Anda jangan lupakan itu!" seru Boris menjelaskan.

"Apa? Jadi Lo mau nakut-nakutin gue, Boris?"

"Tidak sama sekali, Bos. Saya mengingatkan Anda saja."

"Terus, Lo ngapain sebut-sebut nama Uncle Fred? Lo mau gertak gue?" Arjuna semakin emosi.

Hal tersebut membuat Boris terdiam. Dia tahu betul bagaimana keras kepalanya seorang Arjuna. Sang asisten pasti akan kalah berdebat dengannya.

Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar pertanda ada pesan masuk. Arjuna segera memeriksanya. Ternyata pesan itu berasal dari Oma Rini yang menyuruhnya untuk berkunjung ke Kediaman Levin, jika jam pulang kantor tiba.

"Wow! Kebetulan sekali Aku jadi ada alasan untuk menghindar dari Kak Erlan!" ujarnya senang dari dalam hatinya.

Tanpa basa-basi lagi, Arjuna pergi dari hadapan Boris dan tidak menggubris panggilan dari asistennya yang memanggil-manggil dirinya.

"Bos ... tolong jangan pergi, Bos! Nanti Tuan Muda Erlan akan marah besar," ucap sang asisten.

"Bodoh amat! Emangnya gue pikirin?" sahut Arjuna lalu segera masuk ke dalam lift meninggalkan asistennya, Boris.

Namun baru saja Arjuna masuk ke dalam lift, pria itu diseret kembali ke luar dari lift oleh Asisten Dio, orang kepercayaan dari Erlan, sepupunya.

"Dio! Lo ngapain megang-megang gue? Woi! Gue masih normal, ya! Gue masih doyan makan donat! Lo pikir gue pecinta batang?" kesal Arjuna lalu mencoba lepas dari cengkraman tangan Dio yang besar.

"Maaf, Tuan Arjuna. Ini perintah," seru Dio sambil terus memastikan jika Arjuna tidak akan lepas dari kungkungan tubuhnya.

"Jangan kurang ajar Lo, Dio! Perintah siapa maksud Lo, hah!" hardik Arjuna.

Sementara Asisten Boris terlihat senyum-senyum sendiri melihat tingkah Arjuna yang seperti anak kecil yang tidak diperbolehkan untuk ke luar dari rumah.

"Lo ngapain cengengesan begitu, Boris! Bantuin gue, sekarang!" ujar Arjuna tajam.

"Maaf, Bos. Saya tidak berani dengan Asisten Dion. Dia pemegang sabuk hitam dari beberapa cabang olahraga bela diri," tukas Boris kepada sang atasan.

Lalu tak berapa lama setelah itu, Erlan Levin yang merupakan kakak sepupu dari Arjuna mulai ke luar dari dalam lift.

"Kak Erlan?" kaget Arjuna.

"Oh ...jadi ini hasil dari konspirasi?" ujar Arjuna sambil menatap tajam ke arah asistennya, seraya berkata,

"Jadi ini hasil kerja Lo, Boris?" kesal Arjuna kepada orang kepercayaannya.

"Maafkan saya, Bos." tutur Boris sambil menundukkan kepalanya.

"Dasar pengkhianat, Lo!" teriak Arjuna, sambil terus mencoba lepas dari tubuh Dio yang sedang menahan tubuhnya.

"Bawa Arjuna ke dalam!" ujar Erlan sambil menatap sang sepupu dengan sangat dingin. Lalu dia melangkah untuk masuk ke dalam ruangan CEO, milik Arjuna.

"Siap, Bos! Laksanakan!" sahut Dio, lalu mulai menyeret tubuh Arjuna ke dalam ruang kebesarannya.

"Kakak! Gue mau pergi sebentar, Kak. Gue ada urusan! Kok malah gue ditahan di sini, sih? Ini pelanggaran hak asasi manusia!" ujar Arjuna semakin tajam.

Ternyata, kekuatan Arjuna di atas rata-rata dari Asisten Dio. Tubuhnya hampir terlepas dari Dio. Mau tak mau Boris pun ikut membantu menyeret Arjuna untuk masuk kembali ke dalam ruangan pribadinya.

"Woi! Boris! Sialan Lo! Ngapain Lo bantuin Dio menyeret gue? Seharusnya Lo bantuin gue melarikan diri!" teriak Arjuna lagi.

"Maafkan saya, Bos. Ini perintah." ujar Boris mantap.

Akhirnya, Arjuna bisa masuk juga ke dalam ruangannya. Erlan terlihat sedang duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Sambil menatap tajam ke arah Arjuna.

"Ada apa sih, Kak. Kok malah menatap tajam terus ke arah ku? Aku sih tidak takut terhadap apapun dan siapapun di dunia ini. Termasuk tatapan menusuk dari mu Kak!" seru Arjuna lalu duduk tepat di hadapan Erlan.

Bahkan dengan beraninya, Arjuna mengangkat satu kakinya di hadapan Erlan.

Sang sepupu terlihat menghela napasnya dengan sangat berat, seraya berkata.

"Sampai kapan kamu dewasanya, Juna?" ujar Erlan sambil mencampakkan lembaran demi lembaran foto intim Arjuna dengan beberapa wanita.

"Apa untungnya kamu bermain dengan banyak wanita?" tegur Erlan kepada Arjuna.

"Yaelah, Kakak! Kurang kerjaan banget sih, sampai mengusik kehidupan pribadi ku?" kesal Arjuna lalu memungut foto-foto tersebut kemudian dengan cepat merobeknya sampai keping-kepingan kecil.

"Kakak bukannya kurang kerjaan, Juna! Tapi mau sampai kapan kamu seperti itu? Usiamu sudah cukup matang untuk berumah tangga. Pilihlah salah satu dari para perempuan itu untuk kamu jadikan, istri!" ucap Erlan mencoba memberi solusi kepada adik sepupunya.

"Dih! Enak saja. Mereka itu semua adalah perempuan murahan!"

"Kalau kamu tahu mereka murahan, ngapain kamu menjalin hubungan dengan gadis-gadis itu, Juna?"

"He-he-he! Namanya aku sedang bermain, Kak."

"Wanita itu bukan untuk dijadikan permainan, Juna. Pokoknya Kakak tidak mau tahu! Akhir tahun ini, kamu harus sudah mengenalkan kepada keluarga besar Levin, seorang wanita sebagai calon pendamping mu. Jika tidak ...." Erlan sengaja menggantung kalimatnya, untuk menakut-nakuti Arjuna.

"Kenapa Kakak tidak melanjutkan kalimatnya? Aku penasaran dengan lanjutannya," ujar Arjuna tak gentar sedikitpun.

"Jika sampai akhir tahun kamu tidak mengenalkan satu wanita pun kepada keluarga semua, maka Kakak akan membeberkan semua aktivitas intimmu dengan banyak wanita, yang telah lama kamu lakoni!" seru Erlan panjang lebar.

"Apaan sih, Kakak! Reseh banget deh jadi orang!" kesal Arjuna tak terima dengan ancaman Erlan.

"Makanya segera cari calon istri untukmu sendiri. Jika tidak, Kakak akan membongkar semuanya!"

"Apa sih, Kak? Kakak pikir mencari jodoh itu gampang?"

"Makanya mulai cari dari sekarang! Kamu jangan sibuk berpetualangan terus tanpa ujung yang pasti!" ujar Erlan.

Sang sepupu lalu berjalan ke luar dari ruangan kebesaran Arjuna seraya berkata,

"Kakak tunggu kamu di ruang meeting! Memimpin perusahaan adalah tanggung jawabmu! Jangan pernah lagi melarikan diri dari kewajiban mu!" tegas Erlan lagi, lalu benar-benar pergi dari hadapan Arjuna.

Di dalam ruangan pribadinya,

Arjuna menggerutu sendiri karena ancaman dari sepupunya.

"Shitt! Di mana aku mencari seorang wanita untuk ku jadikan istri?" kesalnya sendiri.

"Kak Erlan pikir, mencari wanita baik-baik itu gampang, apa? Apalagi zaman sekarang! Mana ada wanita yang memiliki hati yang tulus? Cih! Malah nambah PR gue ini! Sial banget gue!" serunya semakin kesal.

Arjuna pun melangkah ke luar dari ruangan kebesarannya menuju ke ruang meeting, di mana semua orang sedang menunggunya.

Arjuna sama sekali tidak menyimak apa yang terjadi di dalam ruang meeting itu, sang pria terlihat beberapa kali menguap menahan kantuk yang tiba-tiba menyerangnya.

"Untuk penjelasan lebih lanjut, kami serahkan kepada Tuan Arjuna untuk memaparkannya!" tutur Erlan sengaja berkata seperti itu, karena melihat sang sepupu yang tidur di ruang meeting tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status