Share

BAB. 6 Mahir Bermain Piano

Di sebuah lobi hotel, Boris terlihat berjalan mondar-mandir menunggu kemunculan Arjuna dari dalam lift. Pasalnya, saat ini telah tiba waktunya untuk menjemput kedua keponakan sang atasan.

Boris melirik ke arah lift sesaat setelah terbuka, namun yang ke luar bukannya Arjuna. Melainkan Cindy yang terlihat beberapa kali menyeka keringat yang mengucur di kedua pelipisnya. Sisa-sisa sensasi panas yang dirinya rasakan saat bermain kuda-kudaan di atas ranjang bersama Arjuna.

"Lho, kok Anda yang muncul? Tuan Arjuna, di mana?" ujar Asisten Boris penasaran.

"Saya disuruh turun duluan Asisten Boris," sahut Cindy.

"Terus ... Tuan Arjuna ke mana?" tanya Boris lagi.

"Tuan Arjuna sedang membersihkan dirinya. Oh ya, Asisten Boris. Jika Anda membutuhkan jasa saya lagi, jangan segan-segan untuk menghubungi saya.

Saya sangat menunggu kerja sama selanjutnya dengan Tuan Muda Arjuna," seru Cindy penuh harap.

"Cih! Percaya diri sekali Anda?" sindir Boris.

"Ya saya harus percaya diri Asisten Boris, agar jasa saya tetap dipakai oleh klien-klien saya," ucap Cindy bangga karena dia sangat yakin jika layanan servis ranjang yang dia berikan kepada Arjuna mampu memuaskan pria perkasa itu.

"Yang menentukan jasa Anda dipakai lagi oleh Bos Arjuna atau tidak, hanya Bos sendiri yang memutuskannya, so Anda tunggu saja. Semoga Tuan Arjuna puas dengan pelayanan Anda tadi," ujar Boris lagi.

"Tentu! Saya sangat yakin. Bos Arjuna sangat puas dengan bed service yang saya lakukan tadi." Cindy tetap percaya diri.

"Okay, Nona Cindy. Ada baiknya Anda segera pergi dari sini. Anda pasti tahu jika Bos Arjuna tidak suka jika kliennya masih berkeliaran di sampingnya," sergah Asisten Boris mengingatkan.

"Baiklah, Asisten Boris. Saya permisi dulu." Lalu Cindy pun ke luar dari hotel itu dengan cepat sebelum Arjuna terlihat di sana.

Cindy tidak mau jika Arjuna melihat dirinya yang membuat pria itu bisa saja tidak mau memakai jasanya lagi. Bagi Arjuna, dia dan beberapa wanita bayaran itu hanya dapat berkomunikasi saat berhubungan intim di atas ranjang saja. Namun setelah semua selesai, wanita-wanita itu tidak boleh terlihat di sekitar Arjuna.

Tak berapa lama setelah itu, Arjuna ke luar dari lift.

"Selamat datang kembali, Bos. Bagaimana pengalaman Anda bersama Nona Cindy?" tanya Boris penasaran.

"Cih! Jangan kepo Lo, Boris! Itu rahasia! Oh ya, tolong tetapkan Cindy didaftar teratas wanita bayaran dengan servis yang paling terbaik," seru Arjuna lalu ke luar dari dalam hotel menuju ke area parkiran.

"Siap, Bos! Laksanakan!" sahut Boris lalu mengikuti langkah Arjuna ke luar dari dalam hotel tersebut.

Pria itu pun akhirnya percaya dengan omongan Cindy. Jika sang wanita telah mampu memuaskan hasrat dari Arjuna yang sungguh sangat liar di atas ranjang.

Di tempat les piano,

Di sebuah ruang kecil yang dipenuhi dengan aroma kayu dan nada-nada lembut, Asher yang berusia delapan tahun dan Ayin yang berusia enam tahun duduk di depan piano dengan penuh antusiasme. Mereka tengah mengikuti pelajaran piano bersama seorang guru piano perempuan bernama Jane, seorang ahli piano yang mahir dan penuh dedikasi.

Jane, seorang wanita yang selalu berpakaian rapi dengan senyuman hangat di wajahnya, saat ini sedang duduk di bangku piano di antara kedua anak itu. Ruangan itu dipenuhi dengan keheningan, hanya terdengar dentingan piano yang memecah sunyi. Asher dan Ayin memandang not-not kecil di buku musik mereka, mata keduanya bersinar dengan semangat belajar.

Asher, dengan rambut cokelatnya yang berombak, memegang jari-jarinya di atas tuts piano dengan penuh ketertarikan. Tangannya yang kecil merangkak di atas tuts putih dan hitam, mengikuti alunan melodi yang dia pelajari dari Jane. Wajahnya mencerminkan konsentrasi, tingkat tinggi. Seakan-akan dunia di sekitarnya lenyap, digantikan oleh keindahan musik yang diciptakan oleh sentuhan tangannya.

Di sampingnya, sang adik Ayin dengan rambut hitam kemerah-merahan yang menyala, memandang partitur musiknya dengan serius. Tangannya yang mungil dengan lincah menari di atas tuts piano, menciptakan harmoni yang mengisi semuaruangan. Meskipun usianya yang lebih muda, semangat dan bakatnya dalam bermain piano tidak kalah dengan kakaknya.

Jane, sang guru piano, memberikan panduan dengan penuh kesabaran. Suaranya yang lembut terdengar memberikan arahan, membetuk nada-nada yang dihasilkan oleh Asher dan Ayin menjadi melodi yang indah. Dia tidak hanya mengajarkan teknik bermain piano, akan tetapi juga menyulut api semangat dan cinta terhadap musik di dalam hati kedua anak itu.

Selama jam pelajaran, ruangan itu penuh dengan keceriaan, tawa, dan tentu saja, melodi indah. Jane terkadang memberikan contoh langsung, memainkan potongan-potongan musik dengan keahlian yang memukau. Asher dan Ayin, dengan mata yang bersinar-sinar, menyimak setiap gerakan jari-jari Jane dengan kagum.

Pada satu titik, Jane memuji Asher karena kemajuan yang pesat dalam memahami not-not yang lebih kompleks. Asher tersenyum bangga, merasa dihargai atas usahanya. Ayin juga mendapat sorotan positif saat berhasil mengatasi bagian yang sulit dalam sebuah lagu. Raut wajahnya penuh kebahagiaan, seolah-olah dia baru saja meraih pencapaian besar.

Di luar jam les piano, Asher dan Ayin sering berlatih bersama di piano yang ada di rumah mereka. Keduanya membagi pengetahuan dan dukungan satu sama lain, menciptakan ikatan yang erat antara saudara kandung. Musik membawa mereka lebih dekat, menjadi bahasa yang menghubungkan hati mereka.

Sore itu, Asher dan Ayin menyelesaikan les piano mereka dengan baik.

"Wah ... Asher, Ayin. Permainan piano kalian semakin bagus dan mampu menciptakan nada-nada yang merdu. Miss bangga dengan pencapaian kalian berdua!" seru Jane kepada kedua siswanya.

"Terima kasih, Miss. Semua juga karena kerja keras Miss dalam mengajari kami dengan baik dan penuh kesabaran," ujar Asher dan dibalas anggukan oleh Ayin.

Jane tersenyum bangga dengan kedua muridnya itu.

"Baiklah, anak-anak. Waktunya untuk pulang telah tiba. Hari ini kalian dijemput oleh Mami atau Papi?" tanya Jane bingung.

Karena sampai jam segini baik Nyonya Mitha maupun Tuan Erlan, keduanya tidak menghubungi dirinya, perihal penjemputan kedua anak mereka.

"Sore ini, kita dijemput oleh Uncle Juna, Miss." tutur Ayin sambil tersenyum ke arah gurunya yang sangat cantik itu.

"Uncle Juna? Siapa itu?" tanya Jane bingung.

"Nama panjangnya, Uncle Arjuna Levin. Dia adalah adiknya Papi." Kali ini Usher yang menjelaskan.

"Oh, begitu rupanya. Baiklah, anak-anak. Kita tunggu uncle Arjuna di depan, ya!" seru Jane lalu menuntun keduanya menuju ke luar dari ruangan itu.

Tak berapa setelah itu, mobil Arjuna sampai juga tepat di depan gedung tersebut. Sebelum ke luar dari dalam mobil. Arjuna segera memakai topi dan kaca mata hitam ciri khasnya jika sedang berada di luar kantor. Kostum ini sering dirinya pakai untuk menyamarkan keberadaannya di suatu tempat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status