Pukul enam pagi, Jane terbangun dengan perlahan, matanya meresapi keadaan sekitar. Ruangan yang asing baginya membuatnya sesaat menjadi bingung. Namun, kehadiran sofa di sampingnya mengembalikan ingatannya. Semalam, dia tidur di sana setelah pertolongan dari seorang pria misterius.Dengan hati yang penuh rasa syukur, Jane bangkit dari sofa dan melangkah menuju pintu dapur. Cahaya pagi menyinari ruangan dapur yang sederhana. Dia melihat pria yang tadi malam menyelamatkannya, masih tertidur di dalam kamarnya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Jane bergegas menuju ke dapur untuk memasak sarapan untuk pria itu.Di dapur yang penuh wangi rempah-rempah, Jane berdiri di depan kompor dengan semangat. Dia membuka lemari dapur pria itu dan menemukan semua bahan yang diperlukan untuk membuat nasi goreng. Terdapat beras, bawang merah, bawang putih, cabai, wortel, dan telur segar.Jane mulai memasak dengan gesit, mengukur beras dan memasukkannya ke dalam panci untuk direbus. Sementara beras sedang
Setelah beberapa saat dalam perjalanan, Jane akhirnya sampai di kediamannya, bersama Oma Ainur. Namun alangkah terkejutnya gadis itu saat mendapati pintu rumah telah terkunci dari luar. Pertanda tidak ada orang di dalam rumah.Namun Jane tidak putus asa. Dia segera membuka pintu rumah dengan kunci yang ada kepadanya. Gadis itu sangat berharap bisa melihat Oma Ainur masih berada di dalam rumah. Namun, saat dia membuka pintu, Jane tidak melihat Oma Ainur di ruang tamu seperti biasanya. Jane langsung merasa panik dan mencari-cari Oma Ainur di setiap sudut rumah."Oma Ainur? Oma Ainur, kamu ada di mana?" panggil Jane dengan nada khawatir. Tapi tidak ada jawaban. Jane merasa semakin cemas dan pikirannya mulai melayang ke berbagai kemungkinan buruk."Mungkin Oma Ainur ke luar sebentar?" gumam Jane dalam hati. Namun, dia tahu bahwa hari ini adalah jadwal Oma Ainur untuk menjalani sesi fisioterapi di rumah sakiti. Jane mencoba mengingat apa yang dikatakan Oma Ainur, jika sang nenek akan menun
Ketika hendak ke luar dari kafetaria rumah sakit, Jane menemukan wajah yang familiar. Dokter Diki, sahabatnya saat masih di bangku sekolah, berdiri tepat di depannya saat ini, dengan jas putihnya yang bersih dan stetoskop yang menggantung di lehernya. Wajahnya yang tampan dan sikapnya yang baik membuatnya tampak seperti pangeran dari negeri dongeng."Jane?" Diki bertanya, matanya membelalak seolah tidak percaya. "Jane, benarkah itu kamu?"Jane tersenyum, menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapi. "Ya, Diki. Ini aku. Sudah lama ya kita tidak bertemu?"Diki mengangguk,lalu tersenyum lebar. "Ya, sudah sangat lama. Waktu terlalu cepat berlalu. Bagaimana kabarmu, Jane?"Sementara itu, Oma Ainur yang berdiri di sebelah Jane,memperhatikan interaksi mereka dengan senyum yang lebar. Sang Oma mengenal Diki sejak lama, dan selalu berharap bahwa pria itu dan cucunya, Jane bisa menjadi lebih dari sekedar teman. Oma Ainur adalah wanita yang bijaksana dan penuh cinta, dan dia tahu bahwa Diki adal
Arjuna yang baru saja selesai mandi, segera mengganti bajunya dengan pakaian baru. Tiba-tiba pria itu melihat sebuah catatan kecil di atas nakas. Dia pun segera meraih secarik kertas tersebut lalu membacanya dengan seksama.“Jadi, namanya Jane? Hhhhhmmm, nice name!” ujarnya lagi lalu kembali membaca pesan Jane di secarik kertas itu.“What? Jadi gadis itu yang menyiapkan semua ini? Apakah dia juga yang mengganti semua pakaianku dari atas sampai bawah? Jadi sang gadis telah menyentuh tubuhku? Ini tidak bisa dibiarkan!” geram Arjuna dengan penuh kemarahan.“Aku harus meneleponnya dan menanyakan semuanya! Berani-beraninya dia menyentuh sekujur tubuh ku sesuka hatinya?” sergahnya tak suka.Arjuna duduk di kursi ruang tv apartemennya. Tatapan kosongnya tertuju kepada layar ponsel yang tidak berkedip. Sementara dering telepon terdengar berkali-kali, kekesalan merayap di hatinya. "Kenapa Jane tidak mengangkat teleponku?" desis Arjuna, mengernyitkan keningnya.Di sisi lain kota Jakarta, Jane
Mami Mitha duduk di kursi di bagian tengah mobil. Sedangkan sopir kepercayaan keluarganya sedang mengendarai mobil dengan hati-hati menuju ke sebuah mall yang ramai. Di sampingnya, Asher dan Ayin duduk bersebelahan di kursi penumpang yang sama dengannya, penuh dengan antusiasme dan kegembiraan. Mami Mitha pun memutuskan untuk mengajarkan sebuah pelajaran berharga kepada kedua anaknya."Mami, tahu nggak sih aku sangat ingin belajar main piano dengan Miss Jane, hari ini," ucap Asher dengan penuh semangat. "Tapi sayangnya Miss Jane tidak bisa mengajar kami, karena kesibukannya. Apa yang harus kami lakukan, Mi? Jujur saja, aku sangat kesal sekarang!" Kali ini Ayin yang mengungkapkan isi hatinya.Mami Mitha tersenyum lembut, memandang ke arah samping untuk melihat wajah Ayin yang penuh harap. "Ayin, Asher …. Kalian berdua harus belajar untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, terutama jika mereka memiliki kesibukan sendiri," ujar Mami Mitha dengan lembut. "Kita harus menghar
Restoran mewah itu berkilau dengan lampu gantung yang berpendar lembut, menciptakan suasana yang hangat dan romantis. Jane duduk di meja pojok, menatap pintu masuk dengan harapan dan kecemasan. Dia hanya mengenakan pakaian bergaya kasual namun mampu menonjolkan kecantikannya, dan rambutnya yang hitam legam terurai indah di bahunya semakin menambah keanggunannya."Apakah dia akan datang?" pikir Jane dalam hati, sambil memainkan gelas yang berisi jus alpukat di tangannya. Dia mengingat kembali bagaimana Arjuna telah menyelamatkannya dari bahaya, dan hatinya berdebar-debar memikirkan pertemuan mereka malam ini.Senja mulai merayap masuk, meredupkan langit Jakarta dengan warna merah muda dan ungu. Lampu-lampu kota mulai menyala, menciptakan pemandangan yang indah dari jendela restoran. Namun, keindahan itu tidak bisa mengalihkan perhatian Jane dari kekhawatirannya saat ini. Arjuna tak kunjung tiba juga.Ada sedikit rasa penyesalan di hati Jane karena terpaksa tidak mengajari Ayin dan Ashe
Sementara Arjuna sangat kaget melihat Jane malah menangis di hadapannya saat ini.“Hei … kenapa dia malah menangis? Apakah karena aku membentaknya? Cih! Dasar cengeng!” gerutunya dalam hati.Jane masih saja menangis sambil mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Arjuna. Sang pria terus saja menatap gadis yang masih menangis di hadapannya saat ini. Tiba-tiba Arjuna merasa kasihan melihat Jane yang terus saja menitikkan air matanya.Secara spontan dan tanpa direncanakan oleh Arjuna sebelumnya. Pria itu dengan cepat merogoh saku celana lalu menyodorkan sapu tangan miliknya kepada Jane. “Kamu kok menangis? Hapus air matamu! Aku paling tidak suka melihat perempuan yang sangat cengeng!” tegasnya.Jane segera meraih sapu tangan yang disodorkan oleh Arjuna, seraya berkata,“Saya bukannya sedang cengeng, Tuan. Tapi saya merasa terharu karena Anda menolong saya malam itu. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi kepada saya jika Anda tidak ada. Entah apa yang bisa saya lakukan untuk membalas keba
Jane menatap dengan kebingungan kepergian Arjuna dari area restoran. Gadis itu tidak tahu saja, jika Arjuna akan masuk ke dalam toilet dan melakukan olah raga lima jari untuk menuntaskan hasratnya.Di dalam kamar mandi, Arjuna terlihat telah melepas semua pakaiannya dan mulai memainkan alat tempurnya dengan menggunakan tangannya. Sesuatu hal yang telah lama dirinya tinggalkan. Biasanya pemuda itu akan menyewa beberapa wanita bayaran untuk memenuhi hasrat birahinya.Namun entah kenapa, tiba-tiba hasratnya muncul begitu saja yang berasal dari dalam tubuhnya. Hanya karena memandang area wajah Jane yang begitu menggoda hatinya.“Shitt! Apakah yang sebenarnya terjadi kepadaku?” ujarnya dalam hati.Tangan Arjuna terus saja melakukan gerakan maju mundur di alat tempurnya yang besar dan panjang itu. Fantasinya semakin liar, dia bahkan membayangkan Jane sedang telanjang di depannya saat ini. Gerakannya yang tadinya lambat dan lembut, kini semakin cepat dan sangat cepat. Hingga di satu ketika,
Di malam yang tenang di pulau Bora-Bora, bungalow yang terletak di pinggir pantai itu menjadi saksi bisu dari momen yang sangat penting dalam kehidupan Jane dan Arjuna. Bulan bersinar terang, memantulkan cahaya ke permukaan air laut yang tenang, menciptakan suasana yang sangat romantis dan damai. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma laut yang menyegarkan, sementara suara ombak yang tenang menghantam pantai menambah nuansa magis malam itu.Jane dan Arjuna telah menunggu momen ini sejak lama. Setelah pernikahan mereka yang indah dan penuh kebahagiaan, akhirnya keduanya tiba di tempat di mana mereka akan memulai babak baru dalam kehidupan Arjuna dan Jane sebagai pasangan suami istri. Bungalow tersebut didekorasi dengan elegan, dengan lilin-lilin yang menyala di sudut-sudut ruangan, memberikan cahaya hangat yang menyelimuti mereka berdua.Jane mengenakan gaun malam yang indah, berwarna putih lembut, melambangkan kemurniannya. Arjuna, dengan senyumnya yang menenangkan, menatap Jan
Perjalanan bulan madu Jane dan Arjuna dimulai dengan semangat dan antusiasme. Setelah menikah dalam sebuah acara resepsi yang indah dan megah, keduanya pun memutuskan untuk menghabiskan bulan madu mereka di salah satu destinasi paling eksotis di dunia yaitu di Kepulauan Bora-Bora, Polinesia Prancis. Destinasi ini terkenal dengan keindahan alamnya, pantai berpasir putih, dan air laut yang jernih. Minggu pagi yang cerah di Jakarta saat ini, Jane dan Arjuna tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dengan penuh semangat. Tak lupa keduanya memeriksa tiket dan bagasi sebelum menikmati secangkir coklat panas sambil menunggu penerbangan mereka. Penerbangan pertama mereka adalah menuju Bandara Internasional Los Angeles (LAX) dengan maskapai penerbangan internasional.Jane pun lalu berkata,"Mas Juna aku sungguh tidak sabar untuk melihat Bora-Bora. Aku sudah mencari tahu tentang tempat itu melalui media online, pantainya sangatlah indah.""Aku juga, Sayang. Ini akan menjadi perjalanan yan
Di sebuah apartemen yang terletak di salah sudut Kota Jakarta, Nola duduk sendirian di sofanya. Layar televisi di depannya menayangkan siaran langsung resepsi pernikahan antara Arjuna Levin dan Jane Calista Cintania. Ballroom hotel bintang lima itu tampak megah, penuh dengan tamu yang berbahagia. Nola menatap layar dengan perasaan campur aduk. Nola ingat betul masa-masa ketika dia dan Arjuna sering bertemu diam-diam. Mereka adalah partner ranjang, namun bagi Nola, Arjuna lebih dari sekadar itu. Meski tahu bahwa hubungannya dengan Arjuna tidak memiliki masa depan, Nola tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa sesuatu yang lebih. Kini, melihat Arjuna menikah, hatinya merasa kosong tapi wanita itu juga merasa lega.Nola menarik napas panjang dan tersenyum tipis. "Aku ikut berbahagia untukmu, Bos Arjuna," bisiknya pada layar televisi. "Semoga Anda dan Nona Jane bahagia selalu."Di tempat lain, di sebuah apartemen yang lebih modern dan mewah, Dona dan Cindy, mantan partner ranjang Arj
Ballroom mewah di hotel bintang lima di kawasan Jakarta Pusat tampak berkilauan oleh gemerlap lampu kristal yang memancarkan kemegahan. Suasana malam itu penuh dengan keceriaan dan kebahagiaan, ketika Arjuna Levin dan Jane Calista Cintania merayakan hari pernikahan mereka. Para tamu yang hadir tampak berbaur, mengobrol, dan menikmati sajian yang telah disiapkan dengan cermat.Tamu-tamu yang datang tidak hanya dari kalangan keluarga, akan tetapi juga kolega bisnis dan sahabat dekat kedua mempelai. Tuan Rahez dan istrinya, Nyonya Zemi, terlihat sedang berbincang dengan Tuan Edward dan Nyonya Zuri di salah satu sudut ballroom. Sementara itu, Tuan Gideon dan Nyonya Septin duduk bersama di meja yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Di sisi lain ruangan, Farah dan suaminya, Peter, terlihat sedang tertawa bersama Jane yang tampak anggun dalam gaun pengantinnya. Jane, dengan senyuman manisnya, tampak bahagia dikelilingi oleh orang-orang terdekatnya. Farah, sahabat Jane sejak lama, meng
Pada suatu malam, suasana di rumah baru Arjuna dan Jane sangat hangat dan penuh kebahagiaan. Mereka baru saja pindah ke rumah yang baru yang telah dipersiapkan oleh Arjuna untuk istrinya, Jane. Kini rumah megah itu menjadi saksi berkumpulnya keluarga besar mereka untuk pertama kalinya. Malam ini istimewa, bukan hanya karena seluruh keluarga berkumpul, akan tetapi juga karena semua akan membicarakan tentang detail resepsi pernikahan Arjuna dan Jane yang akan dilangsungkan minggu depan.Di ruang makan yang besar dan elegan, hidangan mewah tersaji di atas meja panjang yang dihiasi oleh bunga-bunga segar. Aroma makanan menggoda, dari roasted chicken, beef wellington, hingga berbagai macam hidangan penutup yang menggiurkan. Di tengah-tengah ruangan, lampu gantung kristal berkilauan menambah keanggunan suasana malam itu.Opa Robi dan Oma Rini, orang tua dari Papi Fred, duduk di sisi kiri meja. Mereka tampak gembira dan penuh semangat, berbicara dengan cucu-cucunya. Opa Robi, dengan kemeja
Malam itu, suasana begitu tenang di sebuah perumahan elit yang berlokasi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Pohon-pohon rindang yang berbaris rapi di sepanjang jalan utama menambah kesan sejuk dan nyaman. Jane sedang duduk di teras rumah, menikmati angin malam yang semilir. Matahari telah terbenam sepenuhnya, namun suasana hatinya masih diselimuti kegembiraan setelah kejutan spesial untuk Oma Ainur yang diberikan oleh suaminya, Arjuna, tadi pagi.Namun, Jane tidak menyangka bahwa Arjuna memiliki kejutan lain yang tak kalah mengejutkan. Pria tampan dan kaya raya itu datang menghampirinya dengan senyum yang penuh arti."Sayang, ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu," ucap Arjuna sambil mengulurkan tangannya.Jane menerima uluran tangan suaminya dengan penasaran. Mereka berjalan beriringan menuju sebuah rumah besar yang berdiri megah di samping rumah pribadi Oma Ainur, yang juga merupakan pemberian Arjuna. Jane memperhatikan rumah itu dengan seksama, merasa ada yang istimewa dengan
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kondisi kesehatan Oma Ainur semakin membaik dan dokter pun memberikan izin untuk pulang. Namun, yang tidak disangka oleh Oma Ainur adalah bahwa cucu menantunya, Arjuna, telah menyiapkan sebuah kejutan besar untuknya.Arjuna dan Jane segera membawa Oma Ainur ke sebuah rumah yang baru. Rumah tersebut terletak di lingkungan yang tenang dan asri, jauh dari kebisingan kota. Ketika mereka tiba, Oma Ainur tertegun melihat rumah megah dengan taman yang luas dan tertata rapi.“Ini … rumah siapa, Jane?” tanya Oma Ainur dengan wajah penuh keheranan.Arjuna tersenyum dan menggenggam tangan Oma Ainur. “Ini rumah baru Oma. Kami ingin Oma tinggal di tempat yang lebih nyaman dan tenang,” jawabnya dengan lembut.Jane, yang berdiri di samping Arjuna, menambahkan,“Kami ingin Oma mendapatkan perawatan terbaik dan merasa nyaman di masa pemulihan ini.” Jane ikut menimpali walaupun hatinya juga masih sangat kaget dengan semua yang telah dilakukan oleh Arjuna u
Keesokan harinya, kondisi kesehatan Oma Ainur berangsur-angsur mulai pulih. Kamar rumah sakit yang semula dipenuhi kekhawatiran kini dipenuhi rasa syukur dan harapan. Pagi itu, sinar matahari yang masuk melalui jendela memberikan kehangatan, seakan-akan menyampaikan pesan bahwa semuanya akan baik-baik saja.Oma Ainur duduk di tempat tidurnya, wajahnya lebih cerah dibandingkan hari sebelumnya. Dokter Diki baru saja selesai memeriksa tekanan darahnya."Bagaimana dengan kondisi Oma Ainur sekarang, Dokter?" tanya Jane, dengan nada penuh harap.Dokter Diki tersenyum sambil menatap monitor tekanan darah. "Tekanan darah Oma sudah normal. Ini perkembangan yang sangat baik," ucapnya sambil menoleh ke arah Oma Ainur. "Oma Ainur, Anda benar-benar tangguh. Terus jaga pola makan dan istirahat yang cukup, ya."Oma Ainur mengangguk pelan, matanya berbinar penuh rasa syukur. "Terima kasih, Dokter. Sekarang, saya merasa jauh lebih baik."Jane menghela napas lega. "Syukurlah, Oma. Kita semua sangat
Namun, sebelum mereka sempat mematikan lampu dan berbaring, ponsel Jane berdering. Jane mengangkat alisnya, sedikit terkejut karena ada panggilan malam-malam begini. Dia lalu meraih ponselnya dari meja samping tempat tidur dan melihat nama yang tertera: Dokter Diki.Jane : “Halo, Dokter Diki,” sapa Jane dengan nada sedikit khawatir.Dokter Diki :“Jane, saya minta maaf mengganggu tidurmu di malam hari ini. Tapi saya harus memberitahukan kepadamu jika Oma Ainur sedang dirawat di rumah sakit. Tekanan darahnya sangat tinggi dan kondisinya perlu pengawasan intensif,” seru Dokter Diki, suaranya terdengar serius.Jane : “Oh tidak ... bagaimana kondisi Oma sekarang, Dok?”Jane merasa darahnya berdesir.Dokter Diki :“Kondisi Oma Ainur telah stabil untuk saat ini, tapi kami para tim dokter masih memonitor. Saya pikir sebaiknya kamu datang ke sini secepatnya,” sahut Dokter Diki dari seberang sana.Jane :“Tentu, kami akan akan segera ke sana,” ujar Jane sebelum menutup telepon.Arjuna, ya