Sementara Arjuna sangat kaget melihat Jane malah menangis di hadapannya saat ini.“Hei … kenapa dia malah menangis? Apakah karena aku membentaknya? Cih! Dasar cengeng!” gerutunya dalam hati.Jane masih saja menangis sambil mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Arjuna. Sang pria terus saja menatap gadis yang masih menangis di hadapannya saat ini. Tiba-tiba Arjuna merasa kasihan melihat Jane yang terus saja menitikkan air matanya.Secara spontan dan tanpa direncanakan oleh Arjuna sebelumnya. Pria itu dengan cepat merogoh saku celana lalu menyodorkan sapu tangan miliknya kepada Jane. “Kamu kok menangis? Hapus air matamu! Aku paling tidak suka melihat perempuan yang sangat cengeng!” tegasnya.Jane segera meraih sapu tangan yang disodorkan oleh Arjuna, seraya berkata,“Saya bukannya sedang cengeng, Tuan. Tapi saya merasa terharu karena Anda menolong saya malam itu. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi kepada saya jika Anda tidak ada. Entah apa yang bisa saya lakukan untuk membalas keba
Jane menatap dengan kebingungan kepergian Arjuna dari area restoran. Gadis itu tidak tahu saja, jika Arjuna akan masuk ke dalam toilet dan melakukan olah raga lima jari untuk menuntaskan hasratnya.Di dalam kamar mandi, Arjuna terlihat telah melepas semua pakaiannya dan mulai memainkan alat tempurnya dengan menggunakan tangannya. Sesuatu hal yang telah lama dirinya tinggalkan. Biasanya pemuda itu akan menyewa beberapa wanita bayaran untuk memenuhi hasrat birahinya.Namun entah kenapa, tiba-tiba hasratnya muncul begitu saja yang berasal dari dalam tubuhnya. Hanya karena memandang area wajah Jane yang begitu menggoda hatinya.“Shitt! Apakah yang sebenarnya terjadi kepadaku?” ujarnya dalam hati.Tangan Arjuna terus saja melakukan gerakan maju mundur di alat tempurnya yang besar dan panjang itu. Fantasinya semakin liar, dia bahkan membayangkan Jane sedang telanjang di depannya saat ini. Gerakannya yang tadinya lambat dan lembut, kini semakin cepat dan sangat cepat. Hingga di satu ketika,
“Maaf, Tuan Arjuna. Saya sebenarnya ingin bertanya kepada Anda,” ucap Jane. Bagai seorang ahli nujum. Arjuna mengetahui jika Jane ingin menanyakan tentang perihal rambutnya yang sedang basah saat ini. Pria itu pun segera berkata. “Tidak ada waktu untuk bertanya lagi, Nona Jane! Sudah waktunya untuk makan malam! Jadi … mari kita makan!” sahut sang pria yang mulai fokus dengan semua makanan mewah yang ada di depan mereka saat ini. “I … iya, Tuan. Maaf,” sahut Jane lalu mengikuti Arjuna untuk menikmati hidangan super mewah tersebut. Jane duduk dengan tenang di meja makan, fokus pada makan malamnya. Cahaya lembut dari lampu gantung di atas meja menerangi wajahnya yang cantik, membuat matanya berkilau seperti bintang di langit malam. Rambutnya yang hitam legam terurai indah di bahunya, berkilauan di bawah sinar lampu. Dia tampak begitu asyik dengan makanannya, seolah-olah tidak ada yang lain di dunia ini selain dia dan piringnya. Sementara itu, di ujung meja, Arjuna duduk dengan g
“Mengabdi kepada saya artinya mengikuti semua apa yang akan katakan!” ujarnya tegas.“A … apa?” kaget Jane.Jane seketika menjadi terdiam. Gadis itu tak menyangka jika sang pria meminta hal tersebut kepadanya.Diamnya Jane malah membuat Arjuna menjadi kesal.“Anda kok menjadi diam, Nona Jane?”“Saya, kaget dengan perkataan Anda, Tuan Arjuna,” jujur Jane.“Ha-ha-ha! Anda tidak perlu kaget begitu. Akan tetapi Anda harus mengikuti semuanya. Ingat janji Anda, Nona Jane!” ujarnya lagi.“Ta … tapi, Tuan. Saya memiliki aktivitas lain yang sangat penting saat ini. Bagaimana caranya saya bisa mengabdi kepada Anda?” protes Jane.“Ha-ha-ha! Apa peduli saya dengan urusan Anda, Nona Jane? Yang saya inginkan Anda harus menuruti semuanya, karena jika tidak Anda harus membayar denda sebanyak satu milyar rupiah!” ujar Arjuna sambil menatap tajam ke arah Jane, tentu saja untuk mengintimidasi gadis itu.“Apa?” kaget Jane bukan kepalang.“Dari mana saya mendapatkan uang sebanyak itu, Tuan?”“Nah … maka d
“Ini surat apa, Tuan?” tanya Jane kepada Arjuna.“Surat perjanjian kerja untukmu! Ayo segera tanda tangan. Saya buru-buru, nih!” desak Arjuna, kepada gadis itu.Jane ingin sekali membaca surat perjanjian tersebut, namun tulisannya sangat padat dan hurufnya kecil-kecil. Sehingga harus dibaca dengan teliti. Akan tetapi Arjuna terlihat buru-buru ingin pergi dari restoran itu. Demikian halnya dengan Jane yang juga memiliki janji untuk bertemu dengan dokter Diki.Apalagi saat ini Arjuna menyodorkan sebatang pulpen di hadapannya, seraya berkata,“Ayo, segera tanda tangani!” desaknya lagi.Tanpa pikir panjang, Jane pun menandatangani surat perjanjian kerja dari Arjuna kepada dirinya, tanpa rasa curiga sedikitpun.Jane merasa senang karena berhasil menandatangani perjanjian kerja dengan Arjuna. Namun, tanpa disadarinya, dibalik kesenangan tersebut, tersembunyi konsekuensi yang mungkin akan menjeratnya seumur hidup.Dalam kegembiraannya, Jane tidak menyadari bahwa dia tidak sepenuhnya memahami
Arjuna merasa seperti berada di puncak dunia. Setelah sebelumnya berada dalam tekanan dari Erlan, sepupunya yang sibuk mencoba menjodohkannya, akhirnya dia bisa bernapas lega.Arjuna bisa merasakan kebebasan dan kegembiraan yang mulai merambat dalam setiap serat tubuhnya, seolah-olah dia baru saja bebas dari penjarahan. Pria itu merasa seperti burung yang baru saja dilepaskan dari sangkarnya, terbang bebas di langit biru tanpa batas.Arjuna berjalan dengan langkah ringan, meninggalkan area restoran, hatinya bergetar dengan kebahagiaan. Dia sedang membayangkan Jane, wanita yang akan menjadi istri pura-puranya, dengan senyuman lebar.“Ha-ha-ha! Ternyata asyik juga jika semuanya menjadi suatu kenyataan!” angannya dalam hati. Arjuna tahu bahwa dia mungkin akan berutang banyak pada Jane, tapi pria itu juga tahu bahwa gadis itu tidak bisa menolak permintaannya. Jane telah menandatangani surat perjanjian, berarti dia akan bersedia menjadi istri pura-pura Arjuna, setidaknya sampai Erlan ber
Jane berjalan dengan langkah mantap, melintasi pintu masuk mall yang besar dan mewah. Cahaya lampu-lampu dari dalam mall yang menembus jendela kaca besar itu, membuat wajahnya tampak berkilau. Jane yang cantik laksana putri keraton seolah-olah sedang menari-nari seiring dengan langkahnya, membuatnya tampak seperti bidadari yang turun dari surga. Rambutnya yang panjang dan berkilau tergerai indah di pundaknya, sementara sepasang matanya yang berbinar menunjukkan antusiasme yang membara.Jane melangkah masuk ke dalam kafe yang berada di mall tersebut. Aroma khas kopi yang kuat langsung menyambutnya, membuatnya merasa hangat dan nyaman. Suara cekikikan dan obrolan dari pelanggan lain terdengar meriah di telinganya. Dia pun menoleh ke kanan dan kiri, mencari seseorang.Tepat di sudut kafe, seorang pria tampak duduk di salah satu meja. Pria itu adalah Diki, seorang dokter yang juga sahabat baik Jane. Diki dulunya adalah sosok yang selalu ada di sisi Jane, mendukungnya saat keadaan suka dan
Tak berapa lama setelah itu, makanan yang mereka pesan akhirnya datang juga. Jane dan Diki duduk berhadapan di sebuah kafe yang hangat dan nyaman. Cahaya lampu yang lembut memberikan suasana yang tenang dan santai, sementara aroma makanan yang menggoda untuk segera menyantapnya.“Akhirnya, makanannya datang juga! Ayo … mari kita makan, Jane.” seru Diki antusias.“I … iya, Diki.” sahut Jane sambil tersenyum.Lalu kemudian gadis itu bergumam dalam hatinya,“Duh … bagaimana caranya aku menghabiskan makanan ini? Perut ku kan masih kenyang?” gumamnya dalam hati.Namun Jane menjadi tidak enak hati kepada sahabatnya, Diki. Dia pun mencoba memakan sedikit demi sedikit, untuk menghargai sang pria yang telah lama menunggu kedatangannya. Keduanya pun mulai makan, menikmati makanan yang lezat di depan mereka. Jane tampak mulai menikmati makanannya, senyumnya yang manis selalu muncul setiap kali dia mencoba sesuatu yang baru. Diki, di sisi lain, tampak sedikit gelisah. Dia sering kali mencuri-cu