Arjuna merasa seperti berada di puncak dunia. Setelah sebelumnya berada dalam tekanan dari Erlan, sepupunya yang sibuk mencoba menjodohkannya, akhirnya dia bisa bernapas lega.Arjuna bisa merasakan kebebasan dan kegembiraan yang mulai merambat dalam setiap serat tubuhnya, seolah-olah dia baru saja bebas dari penjarahan. Pria itu merasa seperti burung yang baru saja dilepaskan dari sangkarnya, terbang bebas di langit biru tanpa batas.Arjuna berjalan dengan langkah ringan, meninggalkan area restoran, hatinya bergetar dengan kebahagiaan. Dia sedang membayangkan Jane, wanita yang akan menjadi istri pura-puranya, dengan senyuman lebar.“Ha-ha-ha! Ternyata asyik juga jika semuanya menjadi suatu kenyataan!” angannya dalam hati. Arjuna tahu bahwa dia mungkin akan berutang banyak pada Jane, tapi pria itu juga tahu bahwa gadis itu tidak bisa menolak permintaannya. Jane telah menandatangani surat perjanjian, berarti dia akan bersedia menjadi istri pura-pura Arjuna, setidaknya sampai Erlan ber
Jane berjalan dengan langkah mantap, melintasi pintu masuk mall yang besar dan mewah. Cahaya lampu-lampu dari dalam mall yang menembus jendela kaca besar itu, membuat wajahnya tampak berkilau. Jane yang cantik laksana putri keraton seolah-olah sedang menari-nari seiring dengan langkahnya, membuatnya tampak seperti bidadari yang turun dari surga. Rambutnya yang panjang dan berkilau tergerai indah di pundaknya, sementara sepasang matanya yang berbinar menunjukkan antusiasme yang membara.Jane melangkah masuk ke dalam kafe yang berada di mall tersebut. Aroma khas kopi yang kuat langsung menyambutnya, membuatnya merasa hangat dan nyaman. Suara cekikikan dan obrolan dari pelanggan lain terdengar meriah di telinganya. Dia pun menoleh ke kanan dan kiri, mencari seseorang.Tepat di sudut kafe, seorang pria tampak duduk di salah satu meja. Pria itu adalah Diki, seorang dokter yang juga sahabat baik Jane. Diki dulunya adalah sosok yang selalu ada di sisi Jane, mendukungnya saat keadaan suka dan
Tak berapa lama setelah itu, makanan yang mereka pesan akhirnya datang juga. Jane dan Diki duduk berhadapan di sebuah kafe yang hangat dan nyaman. Cahaya lampu yang lembut memberikan suasana yang tenang dan santai, sementara aroma makanan yang menggoda untuk segera menyantapnya.“Akhirnya, makanannya datang juga! Ayo … mari kita makan, Jane.” seru Diki antusias.“I … iya, Diki.” sahut Jane sambil tersenyum.Lalu kemudian gadis itu bergumam dalam hatinya,“Duh … bagaimana caranya aku menghabiskan makanan ini? Perut ku kan masih kenyang?” gumamnya dalam hati.Namun Jane menjadi tidak enak hati kepada sahabatnya, Diki. Dia pun mencoba memakan sedikit demi sedikit, untuk menghargai sang pria yang telah lama menunggu kedatangannya. Keduanya pun mulai makan, menikmati makanan yang lezat di depan mereka. Jane tampak mulai menikmati makanannya, senyumnya yang manis selalu muncul setiap kali dia mencoba sesuatu yang baru. Diki, di sisi lain, tampak sedikit gelisah. Dia sering kali mencuri-cu
Ternyata, tanpa diduga oleh Jane dan Diki, ada seorang pria yang mengikuti mereka saat mereka keluar dari kafe. Pria itu terus mengikuti mereka hingga masuk ke dalam toko buku. Pria itu adalah Arjuna, pria yang tadi bersama Jane sebelumnya. Sang pria nampaknya cemburu dengan kedekatan Jane dan Diki.Arjuna yang baru saja menyelesaikan meetingnya dengan Tuan Takeshi, mulai berjalan untuk pulang ke apartemennya. Akan tetapi saat ini, dia malah melihat Jane sedang bersama dengan pria lain di mall yang sama di mana dirinya berada saat ini.“Hei! Bukankah itu Nona Jane?” tuturnya dalam hati.“Itu siapa? Kenapa dia sedang bersama dengan pria lain? Siapakah laki-laki itu?” gumamnya tak suka.Arjuna terlihat mengeraskan rahangnya dan mulai mengepalkan tangannya dengan kuat. Pria itu pun memutuskan untuk membuntuti Jane dan pria itu, secara diam-diam.Ketika Jane dan Diki berjalan ke luar dari kafe, keduanya tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mengikuti mereka. Jane dan Diki berjalan deng
Mobil Arjuna masih ada di depan rumah Jane. Mukanya merah dan emosi melandanya saat melihat sang gadis menggenggam erat tangan pria itu. Dia pun mengumpat beberapa kali melampiaskan kekesalannya.“Sial! Sial! Sial!” umpatnya.Arjuna masih duduk di dalam mobilnya, terparkir di seberang jalan dari rumah Jane. Jantungnya berdebar kencang, tangannya gemetar di atas setir saat dia melihat Diki dan Jane berjalan beriringan, tertawa bersama, bahkan berbagi payung di bawah guyuran hujan gerimis.“Hei! Ada apa denganku? Kenapa aku menjadi terganggu dengan gadis itu?” kesalnya sendiri dari dalam hatinya.Namun Arjuna tidak dapat menemukan jawabannya. Entah apa yang merasukinya saat ini. Rasa sakit yang mendalam menggema di dadanya, seperti belati yang menusuk hatinya. Arjuna merasa seolah-olah merasakan udara di paru-parunya telah diperas, membuatnya sulit bernapas. Sang pria meremas setir mobilnya dengan begitu kuat, mencoba meredakan emosi yang membara di dalam dirinya.Wajah Arjuna tampak te
Saat hampir tengah malam tiba, suasana di bar mulai mereda. Deral dan Arjuna, dua sahabat baik yang sedang sama-sama galau. Memutuskan untuk meninggalkan bar setelah menghabiskan malam yang seru bersama. Keduanya mulai berjalan keluar dengan langkah yang sedikit terhuyung-huyung, menunjukkan efek dari beberapa gelas minuman keras yang mereka telah habiskan.Deral, dengan senyum lebar di wajahnya, menggenggam kunci apartemennya dan berjalan menuju mobilnya. Dia merasa cukup puas dengan malam yang telah mereka habiskan bersama. Deral adalah tipe orang yang lebih suka menikmati waktu sendiri di rumah setelah berpesta, jadi dia memutuskan untuk pulang ke apartemennya yang nyaman.Bro … gue cabut duluan, ya!” pamitnya kepada Arjuna.“Hah? Mau ke mana Lo, Bro?” tanya Arjuna kepadanya.“Gue mau pulang ke apartemen gue, Bro. Entah kenapa kepala gue mulai berat sekarang,” tutur Darel lagi.“Yaelah, Bro! Hari masih sore begini! Ayolah … kita bersenang-senang dulu! Bencong saja pulang pagi, Bro!
Arjuna seperti sedang membalaskan dendamnya karena kegundahan hatinya gara-gara Jane. Bahkan pria itu membayangkan wajah Jane saat dirinya bermain panas dengan wanita sewaannya tadi.Arjuna terbaring di atas tempat tidur yang nyaman di sebuah hotel mewah, setelah melewati malam yang panjang bersama Cindy dan Nola. Wajahnya terlihat tenang, menunjukkan bahwa dia sedang tidur pulas. Akan tetapi tanpa dirinya sadari di dunia mimpi, Arjuna terbawa ke dalam sebuah taman yang begitu indah. Di tengah taman yang dipenuhi dengan bunga-bunga berwarna-warni, dia dapat melihat Jane, wanita yang selalu mengisi pikirannya belakangan ini.Jane mengenakan gaun putih yang begitu indah, seolah-olah dia adalah sosok malaikat yang turun dari surga. Gaun itu melambangkan keanggunan dan kemurnian dirinya. Arjuna tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kecantikan Jane yang sungguh benar-benar memesona. Mata Jane berbinar-binar, seakan memancarkan cahaya kebahagiaan dan kedamaian.Dalam mimpi itu, Arjuna d
Arjuna melangkah ke luar hotel dengan penuh harapan, untuk segera bertemu dengan Jane dan menanyakan kepadanya tentang perihal tadi malam.Pria itu sengaja tidak mengangkat telepon Boris yang dari tadi terus menghubunginya.“Boris! Lo kenapa terus menghubungi gue? Memangnya ada hal penting apa yang terjadi sekarang?” kesalnya sendiri.Saat Arjuna sampai di tempat parkiran, dia pun membuka pintu mobilnya dan membantingnya dengan keras pertanda kekesalannya. Pria itu pun mulai melajukan mobilnya membelah jalanan Jakarta.Akan tetapi ketika Arjuna melihat jalanan yang dipenuhi dengan mobil-mobil yang saling berdesakan, ekspresinya berubah menjadi semakin kesal. Dia melihat kendaraan-kendaraan yang tidak bergerak, terjebak dalam kemacetan yang tak berujung. Suara klakson yang berulang-ulang menggema di telinganya, menciptakan kebisingan yang tidak menyenangkan.“Damn! Apalagi ini! Macet?” umpatnya.Ternyata pagi itu jalanan Jakarta sedang macet-macetnya. “Kenapa bisa macet, sih?” seruny
Musim semi di Negara Jepang adalah waktu yang sangat dinanti. Pohon sakura yang mekar menciptakan bentangan alam yang menakjubkan dengan warna merah muda yang menghiasi setiap sudut kota. Di sinilah, Arjuna memutuskan untuk mengajak istrinya tercinta, Jane, dan putra mereka yang baru berusia satu tahun, Elrod, untuk menikmati liburan keluarga yang tak akan terlupakan.Keluarga Arjuna tiba di Tokyo pada suatu pagi yang cerah. Setelah penerbangan yang cukup lama dari Jakarta, Indonesia, mereka langsung menuju hotel untuk beristirahat sejenak. Arjuna, seorang pria tampan yang juga merupakan pengusaha sukses dengan kaca mata hitamnya, terlihat sangat bersemangat. Jane, dengan senyum lembutnya, memeluk Elrod yang tampak mengantuk di pelukannya."Aku tidak sabar untuk melihat bunga sakura, Mas." ujar Jane dengan mata berbinar saat mereka memasuki lobi hotel."Ya, ini akan menjadi pengalaman pertama Elrod melihat keindahan seperti ini, Sayang." balas Arjuna sambil merapikan rambut putranya
Pada hari yang cerah itu, Tamani Kids Kafe di daerah Kemang, Jakarta Selatan, dipenuhi dengan suasana riang gembira. Jane dan Arjuna, pasangan muda yang penuh cinta dan kebahagiaan, merayakan ulang tahun pertama putra mereka, Elrod Levin. Hari itu sangat istimewa bagi mereka, dan mereka memastikan semuanya sempurna untuk hari besar Elrod.Dekorasi kafe dihiasi dengan tema Kapten Amerika, lengkap dengan balon-balon berwarna merah, biru, dan putih, serta poster-poster superhero yang menghiasi dinding. Di sudut ruangan, terdapat meja penuh dengan makanan lezat, mulai dari kue ulang tahun berbentuk perisai Kapten Amerika, hingga berbagai camilan yang disukai anak-anak.Para tamu mulai berdatangan satu per satu, dan suasana menjadi semakin ramai. Tuan William dan istrinya, Nyonya Amelia, datang bersama ketiga anak mereka, Isaac, Jacob, dan Josie. Mereka disambut dengan hangat oleh Jane dan Arjuna."Selamat ulang tahun, Elrod!" ujar Tuan William sambil menggendong Elrod. "Semoga panjang u
Pagi itu, Jane terbangun dengan rasa mulas di perutnya. Awalnya dia mengira itu hanya ketidaknyamanan biasa yang sering dia rasakan akhir-akhir ini, akan tetapi rasa mulasnya semakin kuat dan intens. Jane mencoba bangun dari tempat tidur dengan hati-hati, tapi rasa sakit itu membuatnya terhenti sejenak."Mas Arjuna …" panggil Jane dengan suara gemetar."Aku merasa ada yang tidak beres di perutku."Arjuna, yang baru saja selesai mandi, segera menghampiri Jane dengan wajah cemas. "Ada apa, Sayang? Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanyanya dengan khawatir."Perutku mulas sekali, Mas. Sepertinya ini lebih dari sekedar kontraksi biasa," jawab Jane sambil memegang perutnya.Arjuna tahu bahwa waktunya telah tiba. Tanpa ragu, dia segera mengambil kunci mobil dan membantu Jane menuju pintu depan. "Sayang, sepertinya kita harus segera ke rumah sakit. Jangan khawatir, aku akan mengemudi dengan cepat dan hati-hati," ucapnya sambil membantu Jane masuk ke dalam mobil.“Iya, Mas. Ada baiknya kita
Di kediaman utama Levin yang megah dan elegan, suasana hari itu dipenuhi dengan kebahagiaan dan kehangatan. Pagi yang cerah seakan menyambut acara tujuh bulanan kandungan Jane dengan penuh suka cita. Rumah Keluarga Levin yang selalu bersinar dengan kemewahan, hari ini terlihat lebih bersinar lagi karena persiapan yang telah dirancang dengan matang oleh Arjuna untuk istrinya tercinta, Jane.Arjuna, seorang pria dengan karakter kuat dan perhatian yang mendalam, memastikan setiap detail acara ini sempurna. Jane, dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajahnya, tampak anggun dengan balutan kebaya modern berwarna biru pastel. Kandungannya yang sudah memasuki tujuh bulan tampak jelas, dan itu menjadi pusat perhatian dan kebahagiaan semua orang yang hadir."Mas Arjuna, terima kasih sudah mengatur semua ini," ucap Jane sambil tersenyum manis kepada suaminya. "Tentu saja, Sayang. Ini semua untuk kamu dan Baby Elrod," jawab Arjuna dengan tatapan penuh kasih.Di taman belakang rumah, berbaga
Setelah sebulan penuh menikmati bulan madu mereka di Pulau Bora-Bora, Arjuna dan Jane akhirnya kembali ke Jakarta dengan kenangan indah yang tak terlupakan. Mereka menjalani hari-hari dengan penuh kebahagiaan dan cinta. Namun, kebahagiaan mereka tak berhenti di situ. Tak lama setelah kepulangan keduanya, Jane mulai merasakan mual dan muntah, terutama di pagi hari."Mas Juna, aku merasa mual setiap pagi," ucap Jane suatu pagi sambil memegang perutnya. Arjuna yang sedang siap-siap berangkat ke kantor segera menghampiri istrinya. "Apakah kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Arjuna dengan wajah khawatir."Aku tidak tahu, Mas. Mungkin saja aku hanya kecapekan," jawab Jane dengan lemah.Namun, gejala mual dan muntah yang dialami Jane tidak kunjung hilang. Arjuna pun memutuskan untuk membawa Jane ke sebuah rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya. Di rumah sakit, setelah serangkaian pemeriksaan, dokter akhirnya memberikan kabar yang sangat mengejutkan dan menggembirakan."Selamat, Nona J
Pulau Bora-Bora selalu memancarkan pesonanya, namun malam ini terasa lebih istimewa. Senja mulai turun, langit memerah keemasan, dan angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma laut yang segar. Di salah satu kafe tepi pantai yang romantis, persiapan sedang dilakukan dengan hati-hati. Arjuna, dengan bantuan Farah dan Peter, telah menyewa kafe tersebut untuk mengatur momen penting dalam hidupnya, yaitu ingin menyampaikan permohonan maaf kepada Jane, istrinya.Dekorasi kafe malam itu sangat indah. Bunga mawar putih menghiasi setiap sudutnya, melambangkan kesucian dan permintaan maaf yang tulus dari Arjuna. Meja-meja dihiasi lilin-lilin kecil yang akan menerangi malam dengan cahaya lembut. Di tengah kafe, sebuah panggung kecil disiapkan, lengkap dengan alat musik sederhana untuk menyemarakkan suasana.Arjuna berdiri di depan cermin, merapikan pakaiannya dan menarik napas dalam-dalam. Dia merasa gugup, tapi juga bersemangat. Malam ini, sang pria akan mengungkapkan isi hatinya yang t
Peter mengangguk paham. "Baiklah. Jane, kamu bisa tinggal di sini selama yang kamu butuhkan. Kami akan mendukungmu."Jane tersenyum tipis. "Terima kasih, Kak Peter. Aku sangat menghargai kebaikan kalian."Peter merangkul bahu Farah. "Aku akan tidur bersama anak-anak malam ini. Kamu bisa tidur bersama Jane. Aku tahu dia butuh dukunganmu."Farah mengangguk dan tersenyum kepada suaminya. "Terima kasih, Sayang."Setelah makan malam sederhana, mereka semua bersiap-siap untuk tidur. Farah dan Jane masuk ke kamar yang nyaman dengan pemandangan laut yang luas. Jane merasa sedikit lebih tenang berada di dekat sahabatnya. Mereka duduk di atas tempat tidur, berbicara dalam kegelapan yang lembut."Farah, aku takut," bisik Jane, suaranya hampir tidak terdengar. "Aku takut jika aku kembali, semuanya akan berubah. Aku nggak tahu apakah aku bisa memaafkan Mas Arjuna."Farah menggenggam tangan Jane dengan erat. "Aku ngerti, Jane. Perasaanmu pasti sangat terluka sekarang. Tapi kamu harus ingat, seti
Pekatnya malam semakin merayap di tepian pantai di Pulau Bora-Bora, menutupi resort yang megah dengan gelapnya malam. Angin lembut menerpa wajah Arjuna yang duduk di kursi rotan di beranda bungalow mereka. Suara debur ombak terdengar merdu, seolah-olah bernyanyi dalam harmoni dengan suara serangga malam yang riuh rendah. Cahaya rembulan yang hampir penuh memantulkan bayangannya di permukaan laut yang tenang, menciptakan kilauan perak yang mempesona.Namun, keindahan malam itu tak dapat menenangkan hati Arjuna yang sedang gundah. Sejak pagi tadi, Jane, istrinya, hilang tanpa jejak. Arjuna tahu betul alasan kepergian Jane. Sebelum mereka menikah, Arjuna terkenal dengan gaya hidupnya yang suka bergonta-ganti perempuan. Jane baru mengetahui semuanya tadi pagi, dan sejak saat itu, hubungan mereka menjadi berubah tegang.Pagi tadi, saat Arjuna selesai mandi, Jane sudah tak ada di sampingnya. Awalnya, dia berpikir mungkin istrinya sedang berjalan-jalan di pantai untuk menenangkan diri. Nam
"Farah, aku merasa sangat bodoh. Aku berpikir bahwa Mas Arjuna adalah pria yang sempurna. Ternyata dia memiliki masa lalu yang begitu kelam, dan dia tidak pernah memberitahuku," ujar Jane, matanya berkaca-kaca."Kamu tidak bodoh, Jane. Kamu hanya mencintai dan mempercayai suamimu. Tidak ada yang salah dengan itu. Tapi, kamu juga berhak untuk mengetahui kebenaran. Jika Arjuna benar-benar mencintaimu, dia seharusnya jujur sejak awal," tutur Farah mencoba menenangkan."Aku tahu. Tapi sekarang aku merasa semuanya berantakan. Apa yang harus kulakukan, Farah?" tanya Jane, putus asa."Yang pertama, kamu harus menenangkan diri. Jangan membuat keputusan saat kamu sedang emosi. Setelah kamu merasa lebih tenang, kamu bisa bicara dengan Arjuna dan meminta penjelasan darinya. Kamu berhak untuk mendapatkan jawaban," jawab Farah dengan bijak.Jane mengangguk, menyadari kebenaran kata-kata sahabatnya. "Kamu benar, Farah. Aku akan berusaha menenangkan diri dulu. Terima kasih telah membantuku."Farah