Saat hampir tengah malam tiba, suasana di bar mulai mereda. Deral dan Arjuna, dua sahabat baik yang sedang sama-sama galau. Memutuskan untuk meninggalkan bar setelah menghabiskan malam yang seru bersama. Keduanya mulai berjalan keluar dengan langkah yang sedikit terhuyung-huyung, menunjukkan efek dari beberapa gelas minuman keras yang mereka telah habiskan.Deral, dengan senyum lebar di wajahnya, menggenggam kunci apartemennya dan berjalan menuju mobilnya. Dia merasa cukup puas dengan malam yang telah mereka habiskan bersama. Deral adalah tipe orang yang lebih suka menikmati waktu sendiri di rumah setelah berpesta, jadi dia memutuskan untuk pulang ke apartemennya yang nyaman.Bro … gue cabut duluan, ya!” pamitnya kepada Arjuna.“Hah? Mau ke mana Lo, Bro?” tanya Arjuna kepadanya.“Gue mau pulang ke apartemen gue, Bro. Entah kenapa kepala gue mulai berat sekarang,” tutur Darel lagi.“Yaelah, Bro! Hari masih sore begini! Ayolah … kita bersenang-senang dulu! Bencong saja pulang pagi, Bro!
Arjuna seperti sedang membalaskan dendamnya karena kegundahan hatinya gara-gara Jane. Bahkan pria itu membayangkan wajah Jane saat dirinya bermain panas dengan wanita sewaannya tadi.Arjuna terbaring di atas tempat tidur yang nyaman di sebuah hotel mewah, setelah melewati malam yang panjang bersama Cindy dan Nola. Wajahnya terlihat tenang, menunjukkan bahwa dia sedang tidur pulas. Akan tetapi tanpa dirinya sadari di dunia mimpi, Arjuna terbawa ke dalam sebuah taman yang begitu indah. Di tengah taman yang dipenuhi dengan bunga-bunga berwarna-warni, dia dapat melihat Jane, wanita yang selalu mengisi pikirannya belakangan ini.Jane mengenakan gaun putih yang begitu indah, seolah-olah dia adalah sosok malaikat yang turun dari surga. Gaun itu melambangkan keanggunan dan kemurnian dirinya. Arjuna tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kecantikan Jane yang sungguh benar-benar memesona. Mata Jane berbinar-binar, seakan memancarkan cahaya kebahagiaan dan kedamaian.Dalam mimpi itu, Arjuna d
Arjuna melangkah ke luar hotel dengan penuh harapan, untuk segera bertemu dengan Jane dan menanyakan kepadanya tentang perihal tadi malam.Pria itu sengaja tidak mengangkat telepon Boris yang dari tadi terus menghubunginya.“Boris! Lo kenapa terus menghubungi gue? Memangnya ada hal penting apa yang terjadi sekarang?” kesalnya sendiri.Saat Arjuna sampai di tempat parkiran, dia pun membuka pintu mobilnya dan membantingnya dengan keras pertanda kekesalannya. Pria itu pun mulai melajukan mobilnya membelah jalanan Jakarta.Akan tetapi ketika Arjuna melihat jalanan yang dipenuhi dengan mobil-mobil yang saling berdesakan, ekspresinya berubah menjadi semakin kesal. Dia melihat kendaraan-kendaraan yang tidak bergerak, terjebak dalam kemacetan yang tak berujung. Suara klakson yang berulang-ulang menggema di telinganya, menciptakan kebisingan yang tidak menyenangkan.“Damn! Apalagi ini! Macet?” umpatnya.Ternyata pagi itu jalanan Jakarta sedang macet-macetnya. “Kenapa bisa macet, sih?” seruny
Jane, gadis muda yang bersemangat dan penuh energi, telah berada di apartemen Arjuna sejak fajar menyingsing. Apartemen itu sendiri adalah sebuah mahakarya modern, dengan dinding kaca besar yang membiarkan cahaya matahari pagi membanjiri ruangan dengan kehangatan dan kecerahan.Sang gadis beberapa kali menekan bel pintu apartemen Arjuna. Namun tidak ada sahutan sama sekali dari dalam apartemen.“Apakah Tuan Arjuna belum bangun? Atau aku yang kepagian datang ke sini?” tanya Jane dalam hatinya.Gadis itu pun menunggu beberapa menit di depan pintu apartemen namun tetap tidak ada jawaban dari dalam apartemen. “Wah, waktu sungguh cepat berlalu. Tapi Tuan Arjuna tidak muncul juga. Apakah aku langsung masuk saja ke dalam?” ujarnya lagi dalam hati.Jane pun memutuskan menekan beberapa angka di tombol apartemen tersebut. Yang sebelumnya Arjuna telah memberi kode apartemennya kepada Jane. Gadis itu mulai masuk ke dalam apartemen dan memanggil nama Arjuna beberapa kali.“Selamat pagi, Tuan Arju
Setelah pertemuannya dengan Tuan Takeshi, akhirnya Arjuna sampai juga di area parkiran apartemen. Diapun keluar dari dalam mobilnya dengan langkah cepat dan hati yang berdebar. Pria itu merasa gugup dan tidak sabar untuk bertemu dengan Jane. Setiap detik terasa seperti waktu yang berlalu terlalu lambat baginya.Arjuna melangkah menuju pintu masuk apartemen dengan langkah mantap. Dia bisa merasakan kegembiraan yang memenuhi dadanya. Setiap langkah yang akan mendekatkannya dengan Jane, membuat hatinya semakin berbunga-bunga. Dia tidak sabar untuk melihat senyumnya, mendengar suara lembutnya, dan merasakan kehangatan sikapnya.Arjuna mulai mengabaikan suara hatinya yang selalu bertanya-tanya dan bingung sendiri dengan sikap hatinya kepada gadis itu. Sepertinya sang pria telah terpikat hatinya oleh pesona Jane.Saat Arjuna memasuki unit apartemennya, dia merasa terkesima. Apartemennya terasa berbeda. Semuanya terlihat lebih teratur dan bersih. Arjuna tersenyum lebar, mengagumi kerja kera
Setelah sarapan pagi yang lezat, Arjuna mengajak Jane masuk ke dalam ruang kerja pribadinya yang terletak di dalam apartemen mewahnya. “Nona Jane, tolong buatkan dua cangkir coklat panas dan bawa ke dalam ruang kerja saya,” tuturnya sambil melangkah menuju ke sana.“Baik, Tuan.” jawab Jane lalu berjalan ke dapur untuk menyiapkan dua cangkir coklat panas seperti yang diminta oleh Arjuna.Keduanya lalu menghabiskan beberapa menit menikmati secangkir coklat panas sambil menikmati pemandangan kota yang memukau dari lantai atas apartemen. Arjuna, dengan senyum misterius nya, mengajak Jane untuk duduk dan hendak memulai percakapan mereka.“Silahkan duduk Nona Jane, kita minum coklat panas ini dulu. Baru kita akan mengobrol serius setelahnya.“Iya, Tuan.” sahut Jane. Gadis itu pun mulai menyeruput coklat panas sedikit demi sedikit. Arjuna juga melakukan hal yang sama namun matanya tidak pernah lepas dari bibir Jane yang begitu sangat menarik di hatinya. Dia ingin sekali mencicipi manisnya
Jane masih duduk di ruang kerja milik Arjuna. Gadis itu masih menatap tumpukan kertas yang berisi perjanjian kerja dari Arjuna. Cahaya matahari yang menembus jendela kaca menciptakan bayangan yang seolah-olah menari di atas permukaan kertas tersebut. Jane meraih perjanjian itu, menghela napas panjang sebelum kembali membacanya.Sang gadis masih belum habis pikir dengan isi perjanjian dari Arjuna yang telah menjeratnya. Ekspresi wajahnya berubah seiring berjalannya waktu. Mulanya, Jane tampak tenang, namun saat detik berubah menjadi menit, wajahnya mulai berubah. Keningnya berkerut, alisnya mengerut dan mulutnya terbuka lebar dalam keterkejutan. Jane merasa seolah-olah dia sedang membaca sebuah novel thriller, bukan perjanjian kerja.Perjanjian itu penuh dengan aturan dan ketentuan yang berat dan mengekang. Jane merasa seolah-olah dia telah menjual jiwanya kepada Arjuna. Dia merasa terjebak, seperti dirinya telah terperangkap dalam jaring laba-laba yang rumit dan tak bisa dilepaskan.
Mendengar bel pintu apartemennya berbunyi, membuat Arjuna seketika menjadi jengkel. Dia berpikir jika Boris, sang asisten yang datang ke apartemennya.“Boris! Berani-beraninya Lo datang ke sini? Jadi Lo beneran mau gue pecat?” kesal Arjuna dari dalam hatinya.“Tuan Arjuna, sepertinya Anda kedatangan tamu. Apakah saya yang akan membuka pintunya?” tanya Jane kepada Arjuna.“Apa? Nona Jane mau membuka pintu apartemenku? Enak saja! Bisa-bisa semua rencanaku gagal total!” ketus Arjuna Lalu Jane pun terlihat mulai melangkah keluar dari ruang kerja Arjuna untuk membukakan pintu kepada tamu yang datang. Namun langkah Jane seketika terhenti karena ucapan dari Arjuna.“Biar saya saja yang membuka pintunya! Kamu tunggu di sini! Jangan pergi ke mana pun, sampai saya kembali ke sini!” tegasnya kepada Jane.“I … iya, Tuan.” Mau tidak mau Jane pun menghentikan langkahnya yang ingin keluar dari ruangan itu.“Tuan Arjuna ternyata galak juga orangnya. Tatapan matanya sangat tajam, membuat aku takut sa
Musim semi di Negara Jepang adalah waktu yang sangat dinanti. Pohon sakura yang mekar menciptakan bentangan alam yang menakjubkan dengan warna merah muda yang menghiasi setiap sudut kota. Di sinilah, Arjuna memutuskan untuk mengajak istrinya tercinta, Jane, dan putra mereka yang baru berusia satu tahun, Elrod, untuk menikmati liburan keluarga yang tak akan terlupakan.Keluarga Arjuna tiba di Tokyo pada suatu pagi yang cerah. Setelah penerbangan yang cukup lama dari Jakarta, Indonesia, mereka langsung menuju hotel untuk beristirahat sejenak. Arjuna, seorang pria tampan yang juga merupakan pengusaha sukses dengan kaca mata hitamnya, terlihat sangat bersemangat. Jane, dengan senyum lembutnya, memeluk Elrod yang tampak mengantuk di pelukannya."Aku tidak sabar untuk melihat bunga sakura, Mas." ujar Jane dengan mata berbinar saat mereka memasuki lobi hotel."Ya, ini akan menjadi pengalaman pertama Elrod melihat keindahan seperti ini, Sayang." balas Arjuna sambil merapikan rambut putranya
Pada hari yang cerah itu, Tamani Kids Kafe di daerah Kemang, Jakarta Selatan, dipenuhi dengan suasana riang gembira. Jane dan Arjuna, pasangan muda yang penuh cinta dan kebahagiaan, merayakan ulang tahun pertama putra mereka, Elrod Levin. Hari itu sangat istimewa bagi mereka, dan mereka memastikan semuanya sempurna untuk hari besar Elrod.Dekorasi kafe dihiasi dengan tema Kapten Amerika, lengkap dengan balon-balon berwarna merah, biru, dan putih, serta poster-poster superhero yang menghiasi dinding. Di sudut ruangan, terdapat meja penuh dengan makanan lezat, mulai dari kue ulang tahun berbentuk perisai Kapten Amerika, hingga berbagai camilan yang disukai anak-anak.Para tamu mulai berdatangan satu per satu, dan suasana menjadi semakin ramai. Tuan William dan istrinya, Nyonya Amelia, datang bersama ketiga anak mereka, Isaac, Jacob, dan Josie. Mereka disambut dengan hangat oleh Jane dan Arjuna."Selamat ulang tahun, Elrod!" ujar Tuan William sambil menggendong Elrod. "Semoga panjang u
Pagi itu, Jane terbangun dengan rasa mulas di perutnya. Awalnya dia mengira itu hanya ketidaknyamanan biasa yang sering dia rasakan akhir-akhir ini, akan tetapi rasa mulasnya semakin kuat dan intens. Jane mencoba bangun dari tempat tidur dengan hati-hati, tapi rasa sakit itu membuatnya terhenti sejenak."Mas Arjuna …" panggil Jane dengan suara gemetar."Aku merasa ada yang tidak beres di perutku."Arjuna, yang baru saja selesai mandi, segera menghampiri Jane dengan wajah cemas. "Ada apa, Sayang? Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanyanya dengan khawatir."Perutku mulas sekali, Mas. Sepertinya ini lebih dari sekedar kontraksi biasa," jawab Jane sambil memegang perutnya.Arjuna tahu bahwa waktunya telah tiba. Tanpa ragu, dia segera mengambil kunci mobil dan membantu Jane menuju pintu depan. "Sayang, sepertinya kita harus segera ke rumah sakit. Jangan khawatir, aku akan mengemudi dengan cepat dan hati-hati," ucapnya sambil membantu Jane masuk ke dalam mobil.“Iya, Mas. Ada baiknya kita
Di kediaman utama Levin yang megah dan elegan, suasana hari itu dipenuhi dengan kebahagiaan dan kehangatan. Pagi yang cerah seakan menyambut acara tujuh bulanan kandungan Jane dengan penuh suka cita. Rumah Keluarga Levin yang selalu bersinar dengan kemewahan, hari ini terlihat lebih bersinar lagi karena persiapan yang telah dirancang dengan matang oleh Arjuna untuk istrinya tercinta, Jane.Arjuna, seorang pria dengan karakter kuat dan perhatian yang mendalam, memastikan setiap detail acara ini sempurna. Jane, dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajahnya, tampak anggun dengan balutan kebaya modern berwarna biru pastel. Kandungannya yang sudah memasuki tujuh bulan tampak jelas, dan itu menjadi pusat perhatian dan kebahagiaan semua orang yang hadir."Mas Arjuna, terima kasih sudah mengatur semua ini," ucap Jane sambil tersenyum manis kepada suaminya. "Tentu saja, Sayang. Ini semua untuk kamu dan Baby Elrod," jawab Arjuna dengan tatapan penuh kasih.Di taman belakang rumah, berbaga
Setelah sebulan penuh menikmati bulan madu mereka di Pulau Bora-Bora, Arjuna dan Jane akhirnya kembali ke Jakarta dengan kenangan indah yang tak terlupakan. Mereka menjalani hari-hari dengan penuh kebahagiaan dan cinta. Namun, kebahagiaan mereka tak berhenti di situ. Tak lama setelah kepulangan keduanya, Jane mulai merasakan mual dan muntah, terutama di pagi hari."Mas Juna, aku merasa mual setiap pagi," ucap Jane suatu pagi sambil memegang perutnya. Arjuna yang sedang siap-siap berangkat ke kantor segera menghampiri istrinya. "Apakah kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Arjuna dengan wajah khawatir."Aku tidak tahu, Mas. Mungkin saja aku hanya kecapekan," jawab Jane dengan lemah.Namun, gejala mual dan muntah yang dialami Jane tidak kunjung hilang. Arjuna pun memutuskan untuk membawa Jane ke sebuah rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya. Di rumah sakit, setelah serangkaian pemeriksaan, dokter akhirnya memberikan kabar yang sangat mengejutkan dan menggembirakan."Selamat, Nona J
Pulau Bora-Bora selalu memancarkan pesonanya, namun malam ini terasa lebih istimewa. Senja mulai turun, langit memerah keemasan, dan angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma laut yang segar. Di salah satu kafe tepi pantai yang romantis, persiapan sedang dilakukan dengan hati-hati. Arjuna, dengan bantuan Farah dan Peter, telah menyewa kafe tersebut untuk mengatur momen penting dalam hidupnya, yaitu ingin menyampaikan permohonan maaf kepada Jane, istrinya.Dekorasi kafe malam itu sangat indah. Bunga mawar putih menghiasi setiap sudutnya, melambangkan kesucian dan permintaan maaf yang tulus dari Arjuna. Meja-meja dihiasi lilin-lilin kecil yang akan menerangi malam dengan cahaya lembut. Di tengah kafe, sebuah panggung kecil disiapkan, lengkap dengan alat musik sederhana untuk menyemarakkan suasana.Arjuna berdiri di depan cermin, merapikan pakaiannya dan menarik napas dalam-dalam. Dia merasa gugup, tapi juga bersemangat. Malam ini, sang pria akan mengungkapkan isi hatinya yang t
Peter mengangguk paham. "Baiklah. Jane, kamu bisa tinggal di sini selama yang kamu butuhkan. Kami akan mendukungmu."Jane tersenyum tipis. "Terima kasih, Kak Peter. Aku sangat menghargai kebaikan kalian."Peter merangkul bahu Farah. "Aku akan tidur bersama anak-anak malam ini. Kamu bisa tidur bersama Jane. Aku tahu dia butuh dukunganmu."Farah mengangguk dan tersenyum kepada suaminya. "Terima kasih, Sayang."Setelah makan malam sederhana, mereka semua bersiap-siap untuk tidur. Farah dan Jane masuk ke kamar yang nyaman dengan pemandangan laut yang luas. Jane merasa sedikit lebih tenang berada di dekat sahabatnya. Mereka duduk di atas tempat tidur, berbicara dalam kegelapan yang lembut."Farah, aku takut," bisik Jane, suaranya hampir tidak terdengar. "Aku takut jika aku kembali, semuanya akan berubah. Aku nggak tahu apakah aku bisa memaafkan Mas Arjuna."Farah menggenggam tangan Jane dengan erat. "Aku ngerti, Jane. Perasaanmu pasti sangat terluka sekarang. Tapi kamu harus ingat, seti
Pekatnya malam semakin merayap di tepian pantai di Pulau Bora-Bora, menutupi resort yang megah dengan gelapnya malam. Angin lembut menerpa wajah Arjuna yang duduk di kursi rotan di beranda bungalow mereka. Suara debur ombak terdengar merdu, seolah-olah bernyanyi dalam harmoni dengan suara serangga malam yang riuh rendah. Cahaya rembulan yang hampir penuh memantulkan bayangannya di permukaan laut yang tenang, menciptakan kilauan perak yang mempesona.Namun, keindahan malam itu tak dapat menenangkan hati Arjuna yang sedang gundah. Sejak pagi tadi, Jane, istrinya, hilang tanpa jejak. Arjuna tahu betul alasan kepergian Jane. Sebelum mereka menikah, Arjuna terkenal dengan gaya hidupnya yang suka bergonta-ganti perempuan. Jane baru mengetahui semuanya tadi pagi, dan sejak saat itu, hubungan mereka menjadi berubah tegang.Pagi tadi, saat Arjuna selesai mandi, Jane sudah tak ada di sampingnya. Awalnya, dia berpikir mungkin istrinya sedang berjalan-jalan di pantai untuk menenangkan diri. Nam
"Farah, aku merasa sangat bodoh. Aku berpikir bahwa Mas Arjuna adalah pria yang sempurna. Ternyata dia memiliki masa lalu yang begitu kelam, dan dia tidak pernah memberitahuku," ujar Jane, matanya berkaca-kaca."Kamu tidak bodoh, Jane. Kamu hanya mencintai dan mempercayai suamimu. Tidak ada yang salah dengan itu. Tapi, kamu juga berhak untuk mengetahui kebenaran. Jika Arjuna benar-benar mencintaimu, dia seharusnya jujur sejak awal," tutur Farah mencoba menenangkan."Aku tahu. Tapi sekarang aku merasa semuanya berantakan. Apa yang harus kulakukan, Farah?" tanya Jane, putus asa."Yang pertama, kamu harus menenangkan diri. Jangan membuat keputusan saat kamu sedang emosi. Setelah kamu merasa lebih tenang, kamu bisa bicara dengan Arjuna dan meminta penjelasan darinya. Kamu berhak untuk mendapatkan jawaban," jawab Farah dengan bijak.Jane mengangguk, menyadari kebenaran kata-kata sahabatnya. "Kamu benar, Farah. Aku akan berusaha menenangkan diri dulu. Terima kasih telah membantuku."Farah