Setelah pertemuannya dengan Tuan Takeshi, akhirnya Arjuna sampai juga di area parkiran apartemen. Diapun keluar dari dalam mobilnya dengan langkah cepat dan hati yang berdebar. Pria itu merasa gugup dan tidak sabar untuk bertemu dengan Jane. Setiap detik terasa seperti waktu yang berlalu terlalu lambat baginya.Arjuna melangkah menuju pintu masuk apartemen dengan langkah mantap. Dia bisa merasakan kegembiraan yang memenuhi dadanya. Setiap langkah yang akan mendekatkannya dengan Jane, membuat hatinya semakin berbunga-bunga. Dia tidak sabar untuk melihat senyumnya, mendengar suara lembutnya, dan merasakan kehangatan sikapnya.Arjuna mulai mengabaikan suara hatinya yang selalu bertanya-tanya dan bingung sendiri dengan sikap hatinya kepada gadis itu. Sepertinya sang pria telah terpikat hatinya oleh pesona Jane.Saat Arjuna memasuki unit apartemennya, dia merasa terkesima. Apartemennya terasa berbeda. Semuanya terlihat lebih teratur dan bersih. Arjuna tersenyum lebar, mengagumi kerja kera
Setelah sarapan pagi yang lezat, Arjuna mengajak Jane masuk ke dalam ruang kerja pribadinya yang terletak di dalam apartemen mewahnya. “Nona Jane, tolong buatkan dua cangkir coklat panas dan bawa ke dalam ruang kerja saya,” tuturnya sambil melangkah menuju ke sana.“Baik, Tuan.” jawab Jane lalu berjalan ke dapur untuk menyiapkan dua cangkir coklat panas seperti yang diminta oleh Arjuna.Keduanya lalu menghabiskan beberapa menit menikmati secangkir coklat panas sambil menikmati pemandangan kota yang memukau dari lantai atas apartemen. Arjuna, dengan senyum misterius nya, mengajak Jane untuk duduk dan hendak memulai percakapan mereka.“Silahkan duduk Nona Jane, kita minum coklat panas ini dulu. Baru kita akan mengobrol serius setelahnya.“Iya, Tuan.” sahut Jane. Gadis itu pun mulai menyeruput coklat panas sedikit demi sedikit. Arjuna juga melakukan hal yang sama namun matanya tidak pernah lepas dari bibir Jane yang begitu sangat menarik di hatinya. Dia ingin sekali mencicipi manisnya
Jane masih duduk di ruang kerja milik Arjuna. Gadis itu masih menatap tumpukan kertas yang berisi perjanjian kerja dari Arjuna. Cahaya matahari yang menembus jendela kaca menciptakan bayangan yang seolah-olah menari di atas permukaan kertas tersebut. Jane meraih perjanjian itu, menghela napas panjang sebelum kembali membacanya.Sang gadis masih belum habis pikir dengan isi perjanjian dari Arjuna yang telah menjeratnya. Ekspresi wajahnya berubah seiring berjalannya waktu. Mulanya, Jane tampak tenang, namun saat detik berubah menjadi menit, wajahnya mulai berubah. Keningnya berkerut, alisnya mengerut dan mulutnya terbuka lebar dalam keterkejutan. Jane merasa seolah-olah dia sedang membaca sebuah novel thriller, bukan perjanjian kerja.Perjanjian itu penuh dengan aturan dan ketentuan yang berat dan mengekang. Jane merasa seolah-olah dia telah menjual jiwanya kepada Arjuna. Dia merasa terjebak, seperti dirinya telah terperangkap dalam jaring laba-laba yang rumit dan tak bisa dilepaskan.
Mendengar bel pintu apartemennya berbunyi, membuat Arjuna seketika menjadi jengkel. Dia berpikir jika Boris, sang asisten yang datang ke apartemennya.“Boris! Berani-beraninya Lo datang ke sini? Jadi Lo beneran mau gue pecat?” kesal Arjuna dari dalam hatinya.“Tuan Arjuna, sepertinya Anda kedatangan tamu. Apakah saya yang akan membuka pintunya?” tanya Jane kepada Arjuna.“Apa? Nona Jane mau membuka pintu apartemenku? Enak saja! Bisa-bisa semua rencanaku gagal total!” ketus Arjuna Lalu Jane pun terlihat mulai melangkah keluar dari ruang kerja Arjuna untuk membukakan pintu kepada tamu yang datang. Namun langkah Jane seketika terhenti karena ucapan dari Arjuna.“Biar saya saja yang membuka pintunya! Kamu tunggu di sini! Jangan pergi ke mana pun, sampai saya kembali ke sini!” tegasnya kepada Jane.“I … iya, Tuan.” Mau tidak mau Jane pun menghentikan langkahnya yang ingin keluar dari ruangan itu.“Tuan Arjuna ternyata galak juga orangnya. Tatapan matanya sangat tajam, membuat aku takut sa
“Kamu kok diam saja, Juna?” tukas sang opa yang melihat cucunya yang tidak mengatakan hal apapun kepada mereka.“Katakan apa yang ada di dalam hatimu, Juna. Oma dan Opa pasti akan mendengarnya.” Kali ini Oma Rini yang angkat bicara.“Tapi ada satu yang kamu tidak boleh lakukan. Perjodohan ini tidak boleh kamu bantah! Titik!” tegas sang opa.“Apa?” kaget Arjuna.“Sudah … kamu tidak perlu sok kaget begitu. Opa tidak mau tahu kamu harus menaati semuanya!” lanjut sang opa lagi.“Tapi Opa …. Dengarkan dulu, aku ingin bicara,”“Tidak ada kata tapi, Juna! Opa sudah menetapkan semuanya!”Mendengar ultimatum sang kakek yang tidak dapat dibantah. Arjuna pun segera menatap ke arah Oma Rini untuk meminta perlindungan darinya. Melihat wajah memelas dari cucunya, membuat sang oma menjadi kasian. Dia pun segera berkata,“Memangnya kamu ingin mengatakan apa, Juna?” tanya Oma Rini.“Oma! Kamu kok membela Arjuna, sih? Sekali tidak tetap tidak! Perjodohan ini adalah langkah yang tepat agar Arjuna lebih
Arjuna membuka pintu ruang kerjanya dengan hati yang sedikit berdebar. Dia tidak pernah mengharapkan bahwa hari ini akan menjadi hari yang begitu mengejutkan baginya. Saat dia memasuki ruangan, pandangannya langsung tertuju pada Jane yang sedang duduk di sofa dengan majalah bisnis di tangannya. Artikel di halaman depan majalah tersebut membahas tentang dirinya sebagai seorang pengusaha sukses. Arjuna terkejut dan tidak bisa menyembunyikan perasaan campur aduk yang melintas di dalam dirinya.“Sial! Nona Jane jadi tahu identitasku!” ujarnya sedikit kesal.Jane, dengan rambut hitamnya yang terurai dengan indah, tidak menyadari kehadiran Arjuna. Dia begitu fokus membaca artikel tentang sang pria yang sukses membangun bisnisnya dari awal. Arjuna ingin mengucapkan sesuatu, akan tetapi kata-katanya terasa terjepit di tenggorokannya. Dia tidak tahu harus merespons situasi ini dengan apa.“Sial! Kok malah jadi aku yang gugup sekarang? Mana keberanianmu, wahai Arjuna Levin?” ujarnya dari dalam
Arjuna dan Jane masih berada di ruang kerja apartemen pria itu. Suasana hati keduanya sungguh sangat berbeda. Hati Jane penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan karena akan berbohong kepada kakek dan nenek dari Arjuna. Namun suasana hati sang pria tampak itu berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Jane. Entah kenapa Arjuna malah merasakan kebahagiaan dan kegembiraan yang hakiki saat ini. Pria itu lalu menatap Jane dengan penuh rasa terima kasih dan kelegaan karena rencana awalnya berjalan dengan baik."Nona Jane, mulai saat ini Anda telah sah menjadi istri pura-pura saya. Saya tahu ini bukan keputusan yang mudah, akan tetapi Anda harus bersedia melakukannya demi perjanjian kerja kita dan juga untuk kebahagiaan Opa Robi,” ujar Arjuna panjang lebar.Jane tersenyum lembut, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak karena merasa bersalah atas semua kebohongan yang akan mereka lakoni.“Iya, Tuan Arjuna. Saya akan melakukan semuanya sesuai dengan perintah Anda,” sahut Jane samb
Namun sebelum Jane menjawab pertanyaan dari Oma Rini, Arjuna terlebih dahulu menyela omongan neneknya.“Yaelah, Oma … tentu saja Jane adalah istriku. Kalau Oma masih nggak percaya, coba lihat di jari manis Jane telah melingkar cincin almarhumah Mommy, dan di jari manisku ada cincin dari almarhum Daddy,” tukas Arjuna cepat, takut sandiwaranya akan ketahuan.“Diam kamu, Juna! Oma sedang bertanya pada Jane! Bukan denganmu,” hardik sang oma yang tentunya masih belum percaya dengan omongan cucunya yang sangat suka mengarang cerita. Jane terlihat menundukkan kepalanya karena Arjuna seketika saja menatapnya dengan sangat tajam. Namun yang tidak diketahui oleh pria itu, diam-diam Opa Robi memperhatikan interaksi diantara keduanya yang terasa sangat aneh.“Hentikan sandiwaramu, Juna! Jangan pernah memberikan harapan palsu kepada Opa!” Kali ini sang kakek yang menghardik cucunya.Mendengar ucapan Opa Robi itu membuat Jane semakin terpuruk. Dia sungguh tidak tega untuk membohongi Oma dan Opa d