"Yang pake headband kotak-kotak warna merah geser dikit dong, gak kelihatan nih!" Seru Caca karena tidak dapat melihat anggota yang berlatih di depan sana.
"Dasar pendek."
Sontak gadis itu menatap sinis pada laki-laki disampingnya yang barusan bergumam.
"Enggak usah nyari masalah kalau nggak mau gue banting," balasnya dengan ketus.
Memangnya saat akan dilahirkan ke dunia diberi pilihan terlebih dahulu mau tumbuh tinggi atau sebaliknya? Lagian dia tidak pendek-pendek amat kok untuk ukuran seorang perempuan.
Keduanya kembali terdiam dan menyaksikan pertarungan di depan.
"Bang, yang pakai sarung tangan itu kok agak aneh ya?" Ucapnya saat melihat salah satu anggota yang mencurigakan.
"Yang mana?" Tanya Gara sembari memandang ke arah yang ditunjuk adiknya.
"Itu, tuh."
Semua yang ada di dekatnya memfokuskan pandangan pada laki-laki yang dimaksud Caca.
"Kayak bawa pisau nggak sih?" Ujar Erza membuat Arga tersentak.
<Sehabis magrib, Caca datang ke rumah pohon karena telah berjanji pada Dafa."Permisi ... apa di dalam ada orang?" Tanya Caca dengan iseng sembari mengintip dibalik pintu."Mohon maaf, orangnya lagi pergi!" Sahut suara laki-laki yang sedang rebahan sambil membaca buku.Perempuan memakai piyama tidur berwarna hitam motif beruang itu terkekeh geli, dengan riang dia ikut merebahkan diri di samping sang sahabat."Ngapain deket-deket? Hus-hus, ganggu aja." Laki-laki berkaos putih tersebut mendorong kepala Caca ke samping."Kenapa sih? Aku tuh lagi seneng, kamu jangan bikin badmood ya," balas gadis itu setelah berdecak kesal karena tidak dapat menempeli sahabatnya."Seneng karna tadi habis ketemu banyak cowok?""Ya ... kira-kira begitulah."Dafa mendengus sebal."Jangan ganjen, aku nggak suka," ucapnya tanpa mengalihkan pandangan dari buku."Lah, kenapa? Hidup-hidupku, ya suka-sukaku lah. Lagian sekarang aku udah n
Caca duduk di pinggir ranjang sambil tersedu-sedu, di depannya ada Arga yang sibuk menenangkan. Tadi sebelum pertengkarannya dengan Gara berakhir, laki-laki itu lagi-lagi menggigit pipinya."Sa--kit Abang ... Jijik ju--ga ...," ucapnya dengan terbata-bata.Arga menghapus air mata sang adik sambil menatap miris pipi gembul yang kini bercap gigi, sesekali menyuapi stroberi agar tangisan adiknya cepat reda.Di sofa, Albert dan Lizzy menatap geli kedua anaknya, sedangkan Gara, tengah diceramahi oleh oma di ruangan lain."Jangan nangis lagi, besok Abang beliin martabak deh," ucap Arga."Maunya beli novel," rengek Caca.Mau tidak mau Arga mengangguk, meski dalam hati dia menahan kesal. Orang tuanya ada disini tapi kenapa tidak membantunya sih? Anak nangis bukannya ditenangkan malah hanya ditonton.Tidak taukah mereka kalau dirinya harus mengocek uang lebih setiap menenangkan Caca yang menangis? Ah, sungguh menyebalkan!"Iya, be
Caca menghentikan motornya di depan rumah Fey dengan bibir pucat dan jantung berdetak tidak karuan. Bagaimana jadinya kalau Dafa tadi benar-benar kecelakaan?Hah, dia meraup wajah dengan kasar. Setelah ini tidak akan melakukan hal membahayakan seperti tadi lagi."Kenapa lo, Ca?" Tanya gadis berhoodie putih yang baru keluar dari rumahnya.Caca menggeleng, pikirannya masih berkelana pada Dafa yang menghindari truk hingga sahabatnya itu hampir menabrak anak kecil. Untung saja Dafa tetap bisa menghindar dan pergi dari sana, coba kalau jatuh atau berhenti, bukannya ditolong dia pasti akan digebuki."Bengong mulu, awas kesambet," ucap Fey memperingati."Gila. Gue hampir aja lihat orang kecelakaan, Kak," kata Caca sembari memegangi dadanya."Hah, dimana?"Fey urung memasang helmnya."Tadi dijalan gue saling nyalip sama Dafa terus dia hampir tabrakan. Duh Kak, gue ... gue ...." Caca jadi bingung sendiri mau ngomong apa.
Seusai kuliah, keempat perempuan yang tergabung dalam grub HiDFY itu melakukan latihan, kemudian lanjut nongkrong di sebuah kafe.Kiara terus tertawa ketika mengingat Naya yang ketika latihan tadi sempat terjatuh dan wajahnya menubruk sekotak pizza."Apalagi pas tau bajunya kebalik. Sumpah ya pas itu mukanya lucu banget." Tak henti-hentinya gadis itu tertawa sampai air mata hampir mengalir dari ujung matanya.Sedangkan yang menjadi topik pembicaraan hanya memasang wajah masam, jengkel sekali mempunyai teman yang suka mengungkit hal memalukan. Tapi mau bagaimana lagi, yang setia kawan hanya mereka bertiga."Bisa diem nggak sih, Ki. Sekali lagi ngomongin hal tadi, gue sumpahin lo diputusin Satria," ketusnya.Kiara seketika terdiam. Tidak lama setelah mengantarnya ke rumah sakit saat Caca koma, dia memang berhasil berpacaran dengan Satria, namun beberapa hari ini hubungannya sedang bermasalah. Meski begitu Kiara tidak berharap sampai putus.
Di belakang laki-laki itu ada Vania yang pura-pura ketakutan, namun Caca sempat melihat senyum puas di wajah musuhnya yang menandakan seolah sudah menang.Dia membasahi bibirnya kemudian memasang wajah datar."Lo kalau nggak tau kejadian sebenarnya mending diem aja deh, nggak usah ikut campur!" Ujarnya dengan penuh penekanan."Kejadian apa lagi? Jelas-jelas lo yang tiba-tiba nampar Vania."Mendengar Fahry yang terus membentaknya dan bersikap seperti siap melindungi Vania dari bahaya sekecil apapun membuat Caca terkekeh sinis. Disini sebenarnya siapa sih yang salah?Dasar muka dua, bisanya cuma ngadu domba."Heh Fahry! Jangan nyalahin temen gue dong, tanyain aja sama cewek kesayangan lo itu kenapa tiba-tiba jambak Caca," sela Fey dengan ketus.Enak saja temannya yang disalahkan."Lo diem, nggak usah ikut campur! Gue kenal banget sama Vania, nggak mungkin dia berbuat kayak gitu.""Halah kenal sehari-dua hari aj
Dafa menghentikan mobilnya di depan gerbang rumah Caca yang sebenarnya juga berhadapan dengan rumahnya."Makasih. Boleh aku ngomong sesuatu?" Tanya Caca.Dafa terkekeh, kemudian mengacak rambut sahabatnya dengan gemas."Barusan juga udah ngomong," ucapnya setelah menarik tangan kembali."Aku tau mungkin kamu nggak akan percaya, nggak masalah. Aku cuma berharap kamu nggak marah dan kita nggak berantem lagi setelah kamu denger ucapanku nanti."Satu alis Dafa terangkat, wajahnya menjadi serius."Ngomong aja."Caca menghirup nafas dalam-dalam lalu membuangnya."Pacar kamu sekarang enggak sepolos kelihatannya, intinya kamu nggak boleh terlalu baik dan nurutin semua kemauan dia." Caca menatap Dafa dengan intens, begitupun sebaliknya."Maksudnya nggak polos gimana? Omongan kamu kok sama kayak Bunda sih," balas Dafa sembari terkekeh.Dia ingat ucapan bundanya semalam yang terdengar hampir sama dengan kalimat yang ba
Sepanjang jalan menuju gedung fakultas, perempuan itu merasa semua orang yang ditemui melirik sinis ke arahnya lalu akan saling berbisik. Netranya melirik pakaian yang hari ini dia kenakan, sama seperti biasa dan tidak ada yang aneh. Pandangannya turun ke arah sepatu, kanan dan kiri sama kok, lalu apa yang mereka lihat?Bahkan ketika baru masuk kelas dia masih mendapat tatapan yang sama.Tak mau ambil pusing, Caca langsung menghampiri kedua teman akrabnya yang sedari tadi sudah melambaikan tangan."Orang-orang pada kenapa sih, apa pakaian sama make up gue aneh?" Tanyanya.Spontan teman-temannya menggeleng."Bukan itu, lo nggak baca chat dari gue ya?" Ujar Naya dengan tatapan menyelidik."Emang lo ngirim chat apaan? Sorry, pagi ini gue belum sempet buka hp."Fey dan Naya berdecak kesal. Inilah Caca, terlalu tidak peduli pada keadaan, mau dihujat pun terserah asal belum keterlaluan."Video di kafe kemarin udah kesebar, dan
Caca beserta ketiga member HiDFY, juga Diana, Agam, dan Vika, wanita yang biasanya menjadi fashion stylish sekaligus penata rias HiDFY yang sayangnya jarang ikut ketika mereka biasa bepergian dikarenakan memiliki anak balita. Untuk kali ini dia ikut karena bisa mengajak suami dan anaknya, Caca yang membayar semua biaya keperluan keduanya. Mereka kini duduk di ruang tunggu Bandara.Sejak kejadian di rumah pohon, Caca enggan bertemu dan berbicara dengan Dafa. Susah-susah move on eh tiba-tiba disosor, runtuh sudah pertahanannya."Masih lama banget lagi," keluh Fey sambil menyandarkan tubuh pada sandaran kursi.Sambil menunggu, Caca saling berkirim pesan dengan kedua abangnya. Mereka mengatakan akan pergi ke rumah lama terlebih dahulu, rumah yang selalu dia kunjungi ketika masih ada Carla.[Jangan lupa kalau udah sampai nanti kabarin] Arga.[Oke. Abang juga kasih kabar, kalian juga kan mau pergi] Caca.[Sebelum masuk pesawat nanti jangan l