“Paaah, Maaah. Liat deh, Abil negerecokin gambar gara terus, jadi gak selesai-selesai kan” adu gara kepada orang tuanya yang sedari tadi asik menonton tv
“Abil bantuin bukan ngercokin” Abil membela dirinya
“mana ada bantuin malah jadi acak-acakan begini” Sagara melempar kertas yang ia maksud kepada Abil
“hey, Sagara gak boleh gitu sama adiknya” kirana menengahi pertengkaran kedua buah hatinya itu “Dan, bantuin dong. Ini anak lo kerjaannya ngerusuh mulu” protes kirana kepada Daniel yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka
“ini anak lo kerjaannya merusuh mulu” Abil menirukan omongan kirana dengan ciri khas anak kecil
Sagara menutup mulut Abil dengan telapak tangannya, ia memberi peringatan lewat matanya kalau apa yang Abil lakukan itu tidak benar. Tapi Abil masih kecil, ia belum cukup pintar untuk mengerti kode yang diberikan Sagara. Abil mengigit tangan Sagara hingga Sagara meringgis menahan sakitnya.
“kalo depan anak tuh, bahasa yang sopan. Ditirukan sama Abil jadinya” Daniel membawa Sagara sedikit menjauh dari Abil, anak sulungnya itu tidak akan melawan sedikitpun kepada Abil walau ia akan dijadikan tempe orek sekali pun
“ouh ini udah fiks, anak gue. Tos dulu nak sini sama Mamah” bukannya berubah, kirana malah membuat sekutu dengan Abil
“ini mamah gue” kalimat tak teduga yang keluar dari mulut Abil sontak saja membuat kirana refleks menutup mulut anaknya tersebut
“Mamah si, nanti Abil ketularan bawel. Kita yang pusing, iyakan Gar?” Sagara mengangguk setuju atas pernyataan Daniel, adiknya itu semakin hari semakin mirip saja dengan kirana.
“kalo bahasa gayanya abang itu apa Mah?” pertanyaan polosdari mulut mungil Abil sontak membuat seisi rumah itu tertawa
Daniel enggan membuka matanya walaupun saat ini ia sedang berada dalam sesak yang tak berujung. Ia tidak ingin moment indah ini kembali hilang bagaikan asap yang tertiup angin. Daniel bahkan tidak ingin menggerakan badannya, takut suara gema tawa yang ia dengar akan hilang dan kembali menjadi kesunyian yang sama yang selama ini menemaninya.
Abil mengguncangkan badan Papahnya sekali lagi. Abil bahkan bisa mendengar isak tangis Papahnya dari jarak beberapa meter, ini tengah malam dan Daniel menagis dalam tidurnya. Walau ini bukan kali pertma bagi Abil menemukan Daniel dalam kondisi yang seperti ini, tapi tetap saja Abil akan merasa ketakutan.
Kondisi Daniel yang sering seperti ini yang membuat Abil urung bertanya lebih jauh tentang mamahnya, walaupun Abil penasaran. Abil rasa papahnya masih belum sembuh dari luka lamanya, dan belum siap untuk menceritakan atau bahkan mendengar pertanyaan Abil pun papahya belum mau. Jadi Abil akan sedikit lebih lama lagi bersabar sampai kondisi papahnya benar-benar sembuh dalam artian sembuh.
Abil menaruh jari telunjuknya diantara kedua bibirnya “sssst, nanti omah denger” Abil memberi kode kepada Daniel supaya ia memelankan suaranya
“kamu ngapain disini?” Daniel membetulkan posisi duduknya terlebih dahulu
“tadinya Abil mau ambil minum, tapi ngedenger Papon nagis, kenapa?” tanya Abil sambil mengusap air mata yang masih tersisa diwajah Daniel
Daniel menggelengkan kepalanya sebagai jawaban “mau Papah temenin nonton drakor? Atau anime?” tawaran dari Daniel dijawab anggukan antusias dari Abil
Abil melemparkan botol yang sedang ia genggam membuat Daniel yang sedang melamun melotot kaget. Kali ini apa lagi? Abil bahkan akan marah habis-habisan hanya karena second lead mengalami perlakuan yang tidak adil.
“aiihs, seharusnya kalau mau mati, mati semuanya sekaligus. Jangan kaya gini, gak menantang. Kesel Abil” aaa sekarang Daniel paham alasan Abil melemeparkan botolnya
“aaaiiishh, seharusnya gak happy ending, semuanya berkahir dengan kematian”
“Aiiish Abil udah nonton ini puluhan kali tapi tetep aja kesal. Kalau mau mati, mati langsung kena bom atau mereka mati karena bencana, kebakaran rumah kek. Jangan dibuat satu-satu gini” Abil tiba-tiba berdiri dan meluapkan amarahnya
Daniel memberikan arahan kepada Abil supaya memelankan suaranya, ini jam dua pagi dan anak itu masih saja brbicara menggunakan suara yang keras. “tenang Bu, ini udah dini hari” Daniel menepuk temapat kosong yang ada disampingnya.
“woaah tidak seharusnya Papon menghentikan amarah Abil yang sedang mengalir” walaupun Abil melakukan protes ia tetap menurut untuk duduk disamping papahnya itu
“eeeyy, kamu ini. Katanya humanity above religon” Daniel membawa anak gadisnya itu kedalam pelukannya.
Rasanya sudah cukup lama mereka tidak menghaabiskan waktu berdua. Semenjak Abil sibuk dengan tugas sekolah dan Daniel yang selalu disibukan karena sedang membangun cabang baru diluar kota membuatnya merindukan wangi khas Abil. Permen karet selalu menjadi wangi-wangian yang digunakan Abil bisa membangkitkan kembali keinginannya untuk hidup.
“Abil”
“hmm?”
“kalau suatu saat Mamah datang, Abil bisa janji sama Papah tentang satu hal?” ucapan yang tidak pernah diduga akan keluar dari mulut Daniel membuat Abil bingung
Abil memandang Papahnya dengan sendu dan mengangguk pasti “Abil gak akan bertanya tentang apa pun kok. Papah gak usah khawatir” Abil memanggil Daniel dengan sebutan Papah, itu artinya Abil sedang dalam mode yang serius, sama seperti Daniel saat ini. Padahal Daniel belum menyebutkan permintaannya apa tapi Abil dengan sigap mengetahui niat Daniel.
Daniel mencium puncak kepala Abil dengan penuh kasih sayang. Ia tidak pernah menyangka kalau anak yang selama ini ia besarkan ternyata sangat dewasa. Ini adalah salah satu alasannya tetap menyuruh kedua anaknya berkonsultasi dengan mentall healt concelor adalah ini, Abil dan Sagara sangat pandai menyembunyikan perasaannya. Walaupun bagi Daniel itu sangat jelas terlihat, tapi tetap saja Daniel tidak bisa memaksa mereka untuk becerita.
“kamu membutuhkan seseorang yang harus kamu percaya di dunia ini”
Daniel dapat mengingat dengan jelas petuah yang diberikan oleh Bunda Ria dulu ketika ia merasa sangat tertekan mendengar kaba rkepergian Ayahnya. Dan Daniel paham kalau orang yang dapat dipercaya itu tidak harus selalu orang tua. Terkadang anak-anak akan merasa sungkan bercerita tentang kesulitannya kepada kedua orang tua mereka, lain halnya dengan ketika mereka menceritakan rasa suka dan bahaganya.
Daniel tidak ingin Abil dan Sagara menyimpan semua keresahannya sendirian. Ia tidak ingin suatu saat anak-anaknya harus mengalamai apa yang dinamakan dengan mental eelness. Daniel tahu dengan pasti kalau menjadi pengidap mental eelnees sangat tidak menyenangkan. Maka dari itu ia mencoba sebisa mungkin untuk tidak menempatkan Abil dan Sagara diposisi tersebut.
“jadi Papon sedih gara-gara Mamah?” panggilan Abil sudah beralih kembali menjadi Papon
“bukan, Papah kena sleep paralise” Daniel menghindari pertanyaan Abil dengan mengalihkan pandangannya “tapi papah masih penasaran deh, kenapa kamu manggil papah Papon, Papon terus. Mana sebutan kamu buat Mamah?” pertanyaan Daniel sudah jelas membuat Abil mendengus kesal
“kan dulu Papah berponi, Abil singkat jadi Papon, papah poni” dengan nada suara kesal Abil menjawab pertanyaan Daniel dengan cepat.
“dan gimana, gimana bisa Abil kasih Mamah julukan kalau mukaya aja Abil gak tau. Papon gak ngasih gambaran apa-apa tentang Mamah. Iiiish” Abil memutar bola matanya kesal
Merasa tertikam dengan ucapan yang keluar dari mulut gadisnya itu. Ia sadar betul kalau Abil mengatakan semuanya sesuai dengan apa yang anak itu pikitkan dan tanpa ada niatan untuk melukai hati Daniel. Tapi tetap saja Daniel merasa sedikit tercubit, ia tidak tahu kalau niat baiknya untuk tidak memberitahu Abil tentang Mamahnya membuat anak itu meradang.
“Papon, kalau misalkan Abil tanya sebaliknya giamana?” kali ini giliran Abil yang membuat Daniel mengerutkan keningnya bingung.
“kalau suatu saat Abil lepas kendali dan gak bisa ngedaliin emosi Abil, terus Abil marah sama Mamah gimana?” pertanyaan dari Abil membuat Daniel tercengang.
Bagaimana bisa Daniel begitu egois dengan meminta Abil supaya tidak menanyakan apapun kepada istrinya sedangkan disisi lain Abil merasakan kesedihan yang sama karena tidak pernah mengenal sosok sang Mamah. Dari dulu Daniel memang tidak pernah berubah ternyata, ia masih tetap mendahulukan dirinya padahal sekarang sudah jelas-jelas ia mempunyai tanggung jawab yang besar, dan yang seharusnya menjadi prioritas utamanya adalah Sagara dan Abil.
“heeeey, Abil besok upacara. Papon siiih, pake acara sleep sleep itu. Jadinya Abil ada alasan buat gak sekolah. Jadi seneng deh” bukannya beranjak untuk tidur Abil malah menenggelamkan dirinya dipelukan Daniel dan mencari posisi nyamannya untuk tidur.
“papah si oke oke aja. Tapi besok gravity bakalan buat kamu bangun dengan sendirinya” sepertinya menjadikan gravity alasan untuk membuat Abil bangun bukan hal buruk
“heeey Papon ketinggalan edukasi versi gosip ini” Abil bersemangat sekali ketika mendengar nama gravity keluar dari mulut Ayahnya. “Grav itu di skors 3 hari gara-gara berantem sama Galaksi” aiish mengingatnya saja sudah membuat Abil kesal
“anak laki, biasa itu” Daniel menajwabnya dengan enteng
“aaaa, ternyata memilih tidur itu lebih baik dari pada harus bergosip sama bapak-bapak”
Mempunyai Papah yang sangat menyayanginya juga seorang Adik yang sungguh menggemaskan dan sangat menghormatinya saja sudah membuat Sagara bersyukurbukan main. Pasalanya ia adalah orang asing, senormal dan semurni apapun kasih sayang yang diberikan Daniel padanya tidak akan mengubah fakta kalau Sagara bukan anaknya. Melihat Abil dan Papahnya menghabiskan waktu semalaman membuat Sagara merasa bersalah kepada Abil. Mengingat Abil yang tidak pernah mengetahui bagaimana sosok Mamahnya. Kirana, semua anggota keluarga sepakat untuk tidak membawa nama itu kepermukaan apalgi menjadikannya topik pembicaraan sebelum Daniel sendiri yang mengatakannya terlebih dahulu. Dan sekarang setelah hampir 16 tahun Daniel sendiri yang mulai mengatakan fakta yang sebenarnya.“kamu ada kerjaan diluar Dan?” pertanyaan kalia membuat seisi meja makan men
“Abiiiil” Abil meringis lagi dan lagi. Semua teman-temannya kembali menertawakan Abil. Saat ini Abil sedang praktik membongkar dan merakit kembali Gardan atau Differential. Tapi ini sudah yang ketiga kalinya Abil masih saja tidak bisa merakitnya kembali, semua urutan yang Abil hafalkan ketika melihat teman-temannya praktik sekarang mendadak terbang bagaikan abu.Abil melempar kunci yang sedang ia genggam “semester depan Abil mau pindah jurusan aja”“heh, jangan main lempar-lempar aja. Itu punya sekolah” Pak Irfan memberi pelototan kepada Abil Abil memalingkan wajahnya malas. Rasanya Abil ingin protes saja kepada Papahnya, kenapa nama Abil dimulai dari huruf S? nomor urut absen Abil jadinya kedua dari belakang setelah dibawahnya ada Wahyu yang berawal dari huruf W. Gara-gara nomor absen Ab
Abil kecil berlarian mengelilingi taman mencari dimana Gravity kecil bersembunyi. Gadis kecil itu terlihat sangat lucu dengan gaun merah selutut yang ia kenangan, sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Rambut hitamnya dicepol rapih dengan poni yang menutupi keningnya membuat siapa saja pasti akan langsung jatuh cinta pada gadis kecil ini. “Graav, Abil cape ah. Mau duduk aja, ndak mau cari Grav lagi” Abil mendudukan dirinya ditengah-tengah taman tanpa memperdulikan pakaian yang akan kotor“sini aku bantu, jangan dudk disini kotor” Abil melihat uluran tangan dari seorang anak yang juga sedang bermain ditaman tersebut, dengan cepat Abil menggeleng keras “Abil gak mau berdiri kalau bukan Gravity yang bantu” Abil memalingkan wajahnya“aku Galaksi, adiknya Gravity. Jadi kamu udah bisa berdiri” Ga
Disclaimer : it’s gonna be a special part for G>ernyata, selain jago di arena balap Gravity juga sangat bisa diandalkan dalam urusan masak-memasak. Bahkan masih ada beberapa hal lagi yang membuat Galaksi terkesan pada Gravity. Bagaimana tidak, Gravity memasakan Galaksi bubur dan juga menyiapkan keperluan untuk membersihkan diri Galaksi.Dengan telaten Gravity menyuapi Galaksi, walaupun anak itu masih kukuh menolak dan mengkalim kalau dirinya bisa makan sendir, tapi Gravity menulikan telinganya. Kali ini Galaksi tidak jauh berbeda dari Abil yang sedang sakit.Banyak sekali rengekan yang keluar dari bibir adiknya itu. Buburnya kurang asin, kepanasan, harus pake kerupuk lah, kecap lah. Kalau Galaksi berpikir dengan seperti itu Gravity akan mundur dan membiarkannya makan sendiri, Galaksi salah. Rengekan yang keluar dari mulut Abil lebih dari ini, Gravity sudah terbiasa akan hal tersebut.Setelah memaksal Gala
Jam dinding dikamar milik Galaksi sudah menunjukan pukul dua dini hari, tapi ia masih belum tertidur barang lima belas menit pun. Rasa pusing yang semula menyerang kepalanya kini berkembak biak, bukan hanya nafasnya yang semakin sesak, tapi sekujur tubuhnya pun mengalami sakit. Semakin ia abaikan, rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Seingat Galaksi, ia tidak pernah mempunyai riwayat penyakit yang akan menyebabkanya sesakit ini. Mentok-mentok ia tifus diakhir taun, itu pun tidak separah ini. Seluruh badannya ngilu-ngilu, bahkan keringat dingin membanjiri badannya. Ingin sekali Galaksi meminta bantuan Mamahnya, tapi Earth tidak ada dirumah. Earth bilang kalau dia harus menyelesaikan pekerjaannya, dan kemungkinan pulangnya dipagi hari. Meminta bantuan Gravity? Tidak, lebih b
Gravity menghela nafas terlebih dahulu mempersiapkan diri untuk memasuki club malam yang biasanya ia kunjungi bersama Bagas. Sebenarnya Gravity sudah hampir enam bukan ia tidak lagi menginjakan kakinya ditempat ini dan sekarang Gravity kembali untuk menjemput Bagas. Kalau mengingat perlakuan Bagas terhadapnya beberapa hari terakhir ini sungguh membuat Gravity marah. Tapi, ia juga tidak bisa dengan tega membiarkannya kesulitan. Apalagi setahu Gravity, orang tua Bagas cukup disiplin. Mengetahui Bagas yang berkecimpung di dunia balap saja sudah membuat orang tuanya marah besar apalagi melihat kondisi Bagas yang pulang dengan keadaan mabuk. Bukan maksud Gravity menyembunyikan sifat atau kelakuan Bagas yang bisa dibilang tidak baik, hanya saja Gravity percaya kalau suatu saat,
Akhirnya Gravity bisa membawa Bagas ke kamar hotel setelah perjuangan yang menyebabkan bahunya kesemutan. Bagas tidak ada henti-hentinya meracau, Gravity bahkan menjadi pusat perhatian orang karena suara Bagas yang cukup keras. Ia membanting tubuh Bagas ke atas kasur, membuka sepatu yang dikenakannya dan juga melepaskan ikat pinggangnya. Ia tidak ingin kalau hal tersebut akan menganggu tidur Bagas.“Graav” Gravity memutar bola matanya malas mendengar panggilan dari Bagas“Graav, lo masih disni kan?” Gravity hanya menajwab pertanyaan Bagas dengan anggukan kepala saja, walau pun ia tahu kalau Bagas tidak akan melihatnya“Graav? Lo gak akan ninggalin gue demi si Abil lagi kan?” ucapan dari Bagas kali ini sukses membuat Gravity menghentikan aktivitasnya“lo tahu seberapa tersiksanya gue? Hah?” oke, sepertnya Gravity hanya perlu mendengarkan racau
Sinar matahari menyeruak masuk menembus jendela kamar hotel. Tapi walaupun begitu Gravity masih asik terlelap dipelukan Bagas padahal handphone Bagas sedari tadi terus berdering tapi hal itu tidak membuat mereka terusik, Gravity malah semakin meneggelamkan wajahnya dibalik badan Bagas, membuat Bagas semakin memper erat pelukannya. Bagas adalah orang pertama yang membuka matanya, ia tersenyum melihat Gravity yang terdur dipelukannya bak putri tidur. Rasa kesal da cembutu yang beberapa hari belakang ini terus membuatnya merasa tak nyaman kini hilang entah kemana setelah kejadian semalam, tidak maksud Bagas adalah kejadian pagi tadi. Mereka terpaksa harus bolos sekolah karena jam sudah hampir menunjukan pukul sebelas siang yang artinya mereka sudah terlambat hampir lima ja