Leonardo menatap pada Alfonzo, ia menegakkan duduknya dan semakin menatap penuh intimidasi pada lawan bicaranya.
"Apa maksud dari ucapanmu?" Tanya Leonardo dengan mengangkat satu alisnya.
"Ya, seperti yang kau ketahui aku mencoba untuk mendekati Gia lagi. Dan ternyata wanita itu mau menerimaku kembali."
"Bagus kalau begitu, jadi kau bisa menikahinya nanti." Jawab Leonardo acuh.
"Apa kau sama sekali tak memperdulikan Gia lagi?"
"Aku perduli, namun kau harus ingat. Aku dan dia hanya sebatas kakak adik tak lebih." Sanggah Leonardo tajam.
"Well, aku tau."
"Lalu untuk apa kau kemari?"
"Aku kemari hanya ingin berterimakasih padamu Leonardo." Ucap Alfonzo menjeda dan menaikkan penglihatannya menatap wajah tegas Leonardo.
"Atas?"
"Karena kau yang mendatangi mansionku waktu itu. Sebab itulah aku mulai berpikir dengan saran yang kau aj
Leonardo dan Alfonzo sama sama menatap kedua wanitanya didepan mereka yang tengah sibuk berpelukan. Leonardo berdehem menyadarkan kedua wanita di depannya hingga membuat Florence melepas pelukannya pada Gia."Jadi kalian sudah berdamai?" Tanya Alfonzo dengan mengangkat satu alisnya."Tidak ada pertengkaran diantara kami." Sanggah Florence dengan senyum manisnya."Ya, Florence benar. Kami tak bertengkar." Tambah Gia dengan mengapit tangan kanan Florence."Baguslah." Komentar Leonardo pendek.Florence mendengus menghadapi Leonardo yang tampak sangat acuh, padahal jika dipikirkan masalahnya dengan Gia berhubungan dengan Leonardo. Namun lihatlah pria itu tampak sangat tenang ditempatnya berdiri."Adakah respon lain selain 'baguslah'?" Tanya Florence dengan menekan kata 'baguslah'.Leonardo dengan gerakan cepat namun tetap hati-hati menarik pergelangan tangan Florence hingga tubuh istrinya menabrak dada bidangnya yang keras."Jangan
Florence menatap sendu pada Abigial, sesekali wanita itu melirik takut pada sepupunya. "Abi dengarkan aku ...""Tak ada yang perlu kau katakan Flo!""Abi_" Abigail menjalankan kakinya kearah pintu utama mansion berhenti disana dan membalikkan tubuhnya berhadapan dengan Florence."Aku sangat iri pada hidupmu, sejak kecil kau selalu diistimewakan oleh Mommy ku, apa aku pernah protes akan hal itu? Tidak kan? Lalu saat Mommy meminta mu untuk tetap tinggal dirumah sementara aku bekerja, apakah aku berontak? Tidak kan? Itu semua karena aku selalu memandam rasa iri ku, Flo!""Abi, kau salah paham. Aku bukan tetap diam dirumah aku ikut bekerja.""Pembohong!""Abi_""Sadarkah kau Flo, salah satu alasan mengapa aku pergi dari apartemen adalah karena mu, aku sesak saat kau berada didekatku!""Abigail, aku_" Ucapan Florence terhenti saat m
Florence tersentak saat tiba-tiba mobil yang ia tumpangi berhenti mendadak. Wanita itu dengan gerakan cepat memegangi perutnya berusaha melindungi bayi yang tumbuh di rahimnya. Florence menatap sang supir dengan mengangkat satu alisnya."Ada apa?" Tanya Florence pelan dengan suara yang khawatir."Ada seseorang yang tertabrak nyonya.""Siapa?"Benar saja setelah ucapan Florence lama-kelamaan sudah berkumpul orang di depan mobilnya. Florence pun turun namun tetap dihalangi bodyguard Leonardo."Tolong tetap di dalam nyonya.""Aku ingin lihat korbannya.""Tapi Nyonya_""Ini perintah!" Ucap Florence menalak ucapan bodyguard Leonardo."Baik Nyonya."Florence benar-benar keluar dari mobilnya dan menghampiri kerumunan itu. Langkah kakinya memelan saat menatap punggung pria yang tengah memunggunginya, netra milik Florence menatap pria itu yang mulai membersihkan jas nya yang kotor, tak lama pria itu membalikkan tubuhnya da
Florence menatap kepergian suaminya, punggung suaminya yang mulai menjauh dan ditelan oleh pintu, Florence menatap sekilas pada ponselnya yang berdering. Wanita itu mengangkat panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenal, ia mengernyitkan dahinya lalu tetap meletakkan ponsel itu ditelinga kanannya."Halo?""Hai, Cia."Florence menegang kaku ditempatnya saat ini, suara jernih dari ujung telepon membuatnya kembali teringat akan sosok Edward, dan panggilan khas yang diberikan pria itu benar-benar mengganggu Florence. Florence langsung memperbaiki posisi duduknya, menelan salivanya susah payah lalu kembali menghela napasnya lembut."Edward?""Ya, Cia. Ini aku Edward." Ucap suara itu dengan nada girangnya."Dari mana kau dapat nomorku?""Temanmu yang memberikannya.""Siapa?""Yang tadi siang bersamamu."Floren
Edward menarik lengan Florence dan tanpa kata melumat bibir Florence rakus. Florence berontak di dalam kungkungan pria itu, Wanita itu memukul dada Edward keras namun tak sedikit pun menghentikan tindakan kurang ajar pria di hadapannya saat ini. Merasa diperlakukan sangat rendah Florence membulirkan air matanya deras, yang ada dipikirannya hanya nama Leonardo, suaminya.Florence dengan cepat mendorong tubuh Edward sekuat tenaga dan menatap sekilas wajah pria itu sebelum menamparnya keras.Plak!Napas Florence memburu, ia menatap penuh kekecewaan pada Edward, hati kecilnya tak menyangka bahwa teman masa kecilnya yang begitu melindunginya ternyata memperlakukannya begitu rendah."Apa yang kau lakukan?!" Sentak Florence dengan tangis yang sudah meraung."Mengklaim mu!" Jawab Edward dengan seringainya."KAU KETERLALUAN!""Dan kau penyebab aku melakukan semua itu, Cia!""Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi! Cia-mu su
Leonardo keluar dari dalam mobilnya dan menjalankan kakinya memasuki ruang bawah tanah dari sebuah club ternama. Pria itu membuka pintu baja dan menatap beberapa temannya yang sudah tersenyum miring menyambut kedatangan Leonardo."Kau akan bertarung malam ini?""Ya." Balas Leonardo melepas kancing jasnya."Ayo ikut aku, kita akan bersiap."Leonardo mengangguk dan mengikuti langkah kaki temannya menuju salah satu ruangan tempat latihan tarung.Ya, saat ini Leonardo tengah berada di tempat tinju ilegal terbesar di New York. Pria itu ingin menyalurkan kekesalannya setidaknya ia ingin mengantarkan dua atau tiga orang menuju kematian agar ia merasa puas."Steve!" Panggil Leonardo pada temannya yang tengah menyiapkan pakaian tinju untuk dipakai Leonardo."Ya, kau pakailah ini."Leonardo menganggukkan kepalanya, ia kemudian mengganti pakaian formalnya denganpakaian tinju yang sudah disiapkan oleh Steve.Leonardo sudah kel
Arthur kembali merlirikkan matanya kearah Leonardo yang memeluk lututnya erat. Pria yang sudah tak lagi muda itu dengan cepat menarik kerah kemeja Leonardo dan menghentakkan tubuh itu ke dinding."PUAS KAU! PUAS KAU TELAH MENGAMBIL APA YANG PALING BERHARGA UNTUKNYA!" Sentak Arthur tepat di depan wajah Leonardo."Arthur." Tabitha melirih dan kembali mendekati suaminya."KAU SANGAT KURANG AJAR! KAU LEBIH MENJIJIKKAN DARI PADA BINATANG! DADDY TAK PAHAM MENGAPA DADDY PUNYA ANAK SEPERTI DIRIMU LEONARDO!" Sentak Arthur lagi semakin menekan tubuh Leonardo bahkan tangan kanan Arthur sudah mencengkram erat leher pria itu."Arthur, jangan ku mohon..." Lirihan Tabitha kembali terdengar di telinga Arthur.Perlahan cengkraman tangan Arthur melemah, ia melepaskan putranya hingga tubuh Leonardo langsung merosot kebawah."MINTA MAAF PADA DIA! JIKA KAU BELUM MENDAPATKAN MAAF DARINYA JANGAN HARAP KAU BISA MEMANGGIKU DENGAN SEBUTAN 'DADDY' LAGI!!" Teriak Arthu
Leonardo menatapnanar pintu ruangan Florence, pria itu menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang bergetar."Apa yang kau katakan benar, Flo. Aku pembunuh." Lirih Leonardo dengan menatap tangannya yang bergetar.Sementara di dalam ruangan, Florence seakan benar-benar kehilangan dunianya. Wanita itu sama sekali tak berucap, ia hanya mampu menangis dan menangis. Cathrine yang berada tepat di samping Florence pun ikut menitikkan air matanya seraya membelai surai Florence."Kau harus kuat." Bisik Cathrine.Florence tak menanggapi ucapan Cathrine, ia seakan benar benar hanya mampu mengunci mulutnya rapat-rapat. Tabitha melepaskan pelukan Arthur dan berjalan mendekati Florence."Mommy tau apa yang sudah dilakukan Leonardo sangat keji terhadap mu ataupun bayi kalian. Namun Flo, apa tak ada sama sekali pintu maaf untuk Leo dari dirimu?" Tanya Tabitha hati-hati. Arthur mendekati Tabit