Leonardo menatap nanar pintu ruangan Florence, pria itu menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang bergetar.
"Apa yang kau katakan benar, Flo. Aku pembunuh." Lirih Leonardo dengan menatap tangannya yang bergetar.
Sementara di dalam ruangan, Florence seakan benar-benar kehilangan dunianya. Wanita itu sama sekali tak berucap, ia hanya mampu menangis dan menangis. Cathrine yang berada tepat di samping Florence pun ikut menitikkan air matanya seraya membelai surai Florence.
"Kau harus kuat." Bisik Cathrine.
Florence tak menanggapi ucapan Cathrine, ia seakan benar benar hanya mampu mengunci mulutnya rapat-rapat. Tabitha melepaskan pelukan Arthur dan berjalan mendekati Florence.
"Mommy tau apa yang sudah dilakukan Leonardo sangat keji terhadap mu ataupun bayi kalian. Namun Flo, apa tak ada sama sekali pintu maaf untuk Leo dari dirimu?" Tanya Tabitha hati-hati.
Arthur mendekati Tabit
Reoxane mengetuk pintu kamar Leonardo beberapa kali hingga terdengar sahutan dari dalam. Reoxane pun menjalankan kakinya memasuki kamar gelap milik bossnya itu. "Kita diundang oleh Mr. Xavier." "Aku tak akan datang." "Ayolah Leo, ini pernikahan putri tunggal Mr. Xavier, lagi pula kau tau betul kan bagaimana dekatnya Mr. Xavier dengan Daddy mu?" "Lalu apa urusannya denganku?" "Kau bisa bertemu dengan Daddy dan Mommy mu disana." "Aku tak perduli." "Leo, Daddy ku bilang Uncle Arthur akan kesana. Setidaknya pergunakan ini untuk kembali menjalin hubungan baik dengannya." "Reo, dia sendiri yang membuangku layaknya sampah." "Apa maksudmu?" "Saat aku depresi kemana mereka? Yang ada hanya adikku!" "Leo, asal kau tau. Selama ini orang tuamu tetap mengawasimu, bahkan dokter yang mengurusmu selama kau depresi adalah suruhan Uncle Arthur." "Apa mak
Leonardo menatap Florence tak berkedip, tangannya terulur untuk menyentuh lengan Florence namun dengan cepat di tepis oleh wanita itu."Jangan menyentuhku!""Flo, dengarkan aku.""Babe?" Perhatian semua orang kini tertuju pada seorang pria di belakang Florence. Florence menegang ditempatnya saat tubuhnya tiba-tiba dibawa masuk ke dalam dekapan pria itu."Ada apa?" Tanya pria itu lembut."Pria ini membuatku takut." Adu Florence dengan menengadahkan kepalanya."Siapa?""Dia." Florence menunjuk Leonardo."Siapa dia Flo?" Tanya Leonardo dingin."Aku Jack, suami Florence." Ujar pria itu dengan senyum manisnya."Tak mungkin, kita belum berpisah!""Tujuh bulan yang lalu, apa kau masih ingat kau menandatangani surat tanpa sadar, itu adalah surat perpisahan kita!""Tak mungkin!""Kau lah yang menyakiti kita berdua Leonardo!""Tidak
"Baiklah." Jawab Florence dengan anggukan kecil.Leonardo langsung tersenyum bahagia, ia ingin sekali kembali merengkuh tubuh Florence, namun ia sadar. Kesalahannya terlalu besar, dan ini adalah masa renggangnya dengan Florence. Leonardo akan memberikan wanita itu waktu untuk menenangkan dirinya sebelum kembali menerimanya di dalam hidupnya kembali.Leonardo kembali menurunkan penglihatannya pada Alaizya. Ia kecup lembut puncak kepala bayi itu, lalu jarinya ia ulurkan untuk membelai dahi bayinya sayang."Maafkan Daddy, Daddy berjanji akan menjagamu." Tutur Leonardo penuh keyakinan."Jadi kapan kalian akan menikah lagi?"Sontak saja ucapan Arthur berhasil membuat Leonardo maupun Florence terhenyak. Mereka berdua sama-sama menatap Arthur tanpa berkedip."Ayolah, ini sudah cukup lama memberimu pelajaran. Dan Alaizya juga ingin diperlakukan baik oleh Daddy-nya." Ucap Arthur lagi."Yang dikatakan Daddy mu benar, Leo. Kalian harus secepatny
Leonardo terus menatap Florence dari kejauhan. Bagaimanapun dan walaupun wanita itu telah sah menjadi miliknya, namun ia tau pasti dalam hati kecil Florence. Wanita itu belum bisa menerima kehadiran Leonardo seperti dulu. Ibaratnya kaca yang sudah pecah walaupun di tempel dan dipasang kembali, namun hasilnya tak akan lagi seperti sebelumnya. Mungkin seperti itulah hati wanita yang berstatus menjadi istrinya itu.Ditengah lamunannya, seseorang menepuk bahu Leonardo. Leonardo dengan perlahan membalikkan tubuhnya dan menatap orang itu. Pancaran kebahagiaan terukir jelas di wajah orang yang menepuk pundaknya. Dan dalam hitungan detik, si pelaku memeluknya erat."Selamat atas pernikahan mu, Kak." Ucap Fiorella dengan senyum manisnya.Leonardo mengusap kepala Fiorella pelan, lalu ia kecup kepala adiknya."Terimakasih Little honey." Ucap Leonardo dengan senyum yang tak kalah manisnya."Sepertinya hidupmu telah kembali.""
Leonardo berdiri di depan pintu kamarnya, ia menghembuskan napasnya kasar. Tak lama ia mendapat tepukan kasar di bahunya."Kenapa?"Leonardo membalikkan tubuhnya, ia tatap manik biru terang milik Arthur."Daddy?""Ya? Kenapa diam disini?""A-Aku, tak apa.""Bohong sekali.""Daddy.""Kau takut pada Florence?""Em, tidak." Jawab Leonardo gugup."Putra yang payah!" Rutuk Arthur. "Minggir!" Tepis Arthur meminggirkan tubuh Leonardo dengan kasar.Kini Arthur berdiri tepat di depan pintu kamar Florence. Ia menatap sekilas pada Leonardo."Bodoh!"Arthur menatap penuh ejekan pada putranya.Tok ... Tok ... Tok ...Arthur mengetuk pintu tiga kali, dan dalam sepersekian detik pintu dibuka. Menampilkan Florence dengan raut kebingungan."Ada apa Dad?" Tanya Florence lembut.Arthur menarik tubuh kaku Leonardo dan mendirikan tubuh putranya tepat ditengah, diantaranya denga
Florence membuka matanya perlahan, sayup-sayup ia mendengar suara seorang pria di balkon kamar. Florence turun dari ranjang dengan mengeratkan pegangan tangannya pada selimut yang menutupi tubuh polosnya. Wanita itu berjalan mendekati suara di balkon, ia mendirikan tubuhnya dengan menyenderkan tubuhnya di kaca yang membatasi dalam kamar dengan balkon."Ekhm!" Florence berdehem dan berhasil membuat sosok itu berbalik dengan senyum lebarnya."Morning beautiful wife." Ucap Leonardo dengan senyum manisnya."Morning handsome husband." Balas Florence mendekati tubuh Leonardo.Leonardo membelai perlahan kepala Florence dan mencium kepala wanitanya lembut."Kenapa di balkon?" Tanya Florence."Menikmati sunrise." Ucap Leonardo menunjuk kedepan dimana matahari bersinar malu-malu di ujung laut."So beautiful." Florence menatap kagum dengan
"Kapan Uncle Brian datang?""Mereka akan segera menuju mansion keluarga Atlan, melacak keberadaan musuhmu itu.""Entah mengapa, aku rasa Atlan tak ada disana, Dad." Ucap Leonardo seraya membalikkan tubuhnya menatap Arthur."Maksudmu?""Jika dia memang berusaha menyerangku dengan menculik putriku. Artinya ia tau apa yang akan kulakukan.""Maksudmu?""Menyakiti keluarganya kemungkinan adalah hal yang aku lakukan. Dan aku yakin dengan sangat saat ini ia pun tengah menyembunyikan keluarganya agar tetap aman.""Kau benar.""Aku akan minta Uncle Matt untuk menghubungi Atlan, dan melacak keberadaan bedebah itu." Ujar Leonardo langsung meraih ponsel yang tersimpan di saku celana bahannya.Arthur terlebih dahulu menghentikan pergerakan putranya, ia melirik ke arah Leonardo dan menatap dingin Leonardo."Biar Daddy yang melacak keberadaan Atlan, sekarang yang menjadi fokusmu adalah kesehatan Florence. Ingatlah dia pernah ham
Leonardo merebahkan tubuh Florence dengan sangat perlahan. Setelah dirasa Florence tak terganggu dalam tidurnya, pria itu lantas mendirikan tubuhnya menatap dingin pada Arthur."Kita bisa pergi sekarang, Dad." Ucap Leonardo tanpa ekspresi."Ya, kita akan berangkat sekarang." Ucap Arthur dengan menepuk bahu Leonardo.Mereka keluar dari kamar gelap nan pekat milik Leonardo. Pria itu bersama Daddy-nya berjalan keluar dari mansion. Namun Leonardo menghentikan sejenak langkah kakinya saat berhadapan dengan Tabitha."Tolong jaga Florence selama aku pergi, Mom." Pinta Leonardo dengan tatapan penuh permohonan pada Tabitha. Tabitha mendekati tubuh Leonardo dan memeluk putranya sayang."Ya, Leo. Tanpa disuruh olehmu pun Mommy pasti akan menjaga Florence." Balas Tabitha seraya mengecup kepala Leonardo.Tabitha melepaskan pelukannya, ia kemudian menjalankan kakinya ke belakang tubuh Leonardo, mendekati sosok Arthur yang terdiam tanpa ekspresi. Tabitha l