"Kapan Uncle Brian datang?"
"Mereka akan segera menuju mansion keluarga Atlan, melacak keberadaan musuhmu itu."
"Entah mengapa, aku rasa Atlan tak ada disana, Dad." Ucap Leonardo seraya membalikkan tubuhnya menatap Arthur.
"Maksudmu?"
"Jika dia memang berusaha menyerangku dengan menculik putriku. Artinya ia tau apa yang akan kulakukan."
"Maksudmu?"
"Menyakiti keluarganya kemungkinan adalah hal yang aku lakukan. Dan aku yakin dengan sangat saat ini ia pun tengah menyembunyikan keluarganya agar tetap aman."
"Kau benar."
"Aku akan minta Uncle Matt untuk menghubungi Atlan, dan melacak keberadaan bedebah itu." Ujar Leonardo langsung meraih ponsel yang tersimpan di saku celana bahannya.
Arthur terlebih dahulu menghentikan pergerakan putranya, ia melirik ke arah Leonardo dan menatap dingin Leonardo.
"Biar Daddy yang melacak keberadaan Atlan, sekarang yang menjadi fokusmu adalah kesehatan Florence. Ingatlah dia pernah ham
Leonardo merebahkan tubuh Florence dengan sangat perlahan. Setelah dirasa Florence tak terganggu dalam tidurnya, pria itu lantas mendirikan tubuhnya menatap dingin pada Arthur."Kita bisa pergi sekarang, Dad." Ucap Leonardo tanpa ekspresi."Ya, kita akan berangkat sekarang." Ucap Arthur dengan menepuk bahu Leonardo.Mereka keluar dari kamar gelap nan pekat milik Leonardo. Pria itu bersama Daddy-nya berjalan keluar dari mansion. Namun Leonardo menghentikan sejenak langkah kakinya saat berhadapan dengan Tabitha."Tolong jaga Florence selama aku pergi, Mom." Pinta Leonardo dengan tatapan penuh permohonan pada Tabitha. Tabitha mendekati tubuh Leonardo dan memeluk putranya sayang."Ya, Leo. Tanpa disuruh olehmu pun Mommy pasti akan menjaga Florence." Balas Tabitha seraya mengecup kepala Leonardo.Tabitha melepaskan pelukannya, ia kemudian menjalankan kakinya ke belakang tubuh Leonardo, mendekati sosok Arthur yang terdiam tanpa ekspresi. Tabitha l
Leonardo terus mendekap putrinya erat, sementara Arthur berlari menghampiri putranya."Alaizya tak apa?" Tanya Arthur risau."Ya, dia baik.""Syukurlah.""Bisa pegang Alaizya dulu, Dad?" Pinta Leonardo dibalas anggukkan cepat dari Arthur.Arthur langsung meraih tubuh Alaizya, ia memeriksa seluruh tubuh Alaizya, terdapat sedikit jejak kemerahan di kaki cucunya itu. Dan Arthur tau penyebabnya karena cengkraman Leonardo, namun bayi itu sama sekali tak menangis namun justru ia tengah tertawa lebar di pelukan Arthur.Leonardo menjongkokkan tubuhnya menatap Atlan yang terkulai, ia lalu mencengkram rambut Atlan sampai wajah pria itu menghadap ke arahnya. Leonardo mengeluarkan sesuatu dari dalam jas nya, sebuah suntikan yang berisi obat bius yang diracik Laura, kaki tangan Arthur.Memang, Atlan saat ini tengah dibius, namun obat yang digunakan Brian tak bertahan lama. Dan Leonardo hanya mengantisipasi jika diperjalanan Atlan terbangun dan mem
Alaizya terus menerus menekuk wajahnya, bocah itu sama sekali tak terhibur dengan pesta yang di buatkan oleh Leonardo. Meskipun ia memang senang, artinya Leonardo amat mencintainya. Namun tak perlu sampai seperti ini."Princess cold aunty?"Panggilan itu langsung membuat Alaizya melirik kearah si pemanggil. Sebuah senyuman yang amat tipis terukir di bibirnya kala melihat Fiorella berdiri dengan Christian dan putra mereka, Axalion. Fiorella langsung berlari dan menubrukkan tubuhnya dengan Alaizya. Wanita itu amat mencintai putri dari kakaknya."Kenapa? Kenapa wajahmu murung?" Tanya Fiorella mengusap kepala Alaizya."Daddy berlebihan." Jawab Alaizya datar."Ya? Ini pesta yang indah. Tidak kah kau lihat ini cukup sama dengan pesta teh yang kau inginkan.""Benarkah?""Ya, itu karena Daddy sangat mencintaimu.""Aunty sedang tak bohong kan?""Tidak, Princess." Alaizya kembali memeluk tubuh Fiorella, lalu diba
Leonardo menatap serta memicingkan matanya pada sosok seorang pria yang ada di layar leptopnya. Ponsel Leonardo berdenting, pria itu pun memeriksa si pengirim pesan.'Aku langsung menunggu di landasan pribadi milik Uncle Arthur. Kau langsung saja kemari'Leonardo mengetikkan balasan untuk Reoxane dan setelah itu ia pun meletakkan ponselnya dengan posisi terbalik. Tak lama ketukan pintu terdengar, Leonardo lantas menatap pintu yang perlahan terbuka menampilkan Arthur yang sudah siap dengan tuxedonya."Kau belum bersiap?""Ah, ini aku akan bersiap." Ucap Leonardo seraya mendirikan tubuhnya dan melangkah mendekati Arthur."Daddy tunggu di ruang tengah.""Baiklah."Arthur pergi mendahului Leonardo, sementara pria itu berjalan memasuki kamarnya. Ia membersihkan tubuhnya dan langsung memasuki walk in closet untuk bersiap.Setelah dirasa sudah siap, Leonardo keluar dari walk in closet dan memakai pomade di rambutnya. Ia pun m
"Ucapan mu bisa dipercaya?""Kau bisa tanyakan pada semua orang.""Dan tunggu, Wilson? Apa kau paman Florence?""Oh maksudmu, Cia?""Ya, Florence.""Ya, aku pamannya yang ternistakan.""Maksudmu?""Sudahlah, terlalu menyakitkan untuk diingat." Jawab Alrick mengenaskan.Leonardo mendirikan tubuhnya masih dengan mengunci tatapannya pada Alrick."Kau akan disini, sampai misi ini selesai.""Aku bahkan tak tau misi yang kau maksudkan. Kau bisa menahanku kapanpun kau mau, asal kau memberikan aku uang, yah tak banyak hanya 10 juta dollar.""Kau memerasku!!""Hanya penawaran, lagi pula aku sudah memberikan informasi yang penting padamu.""Sialan!""Terserah, jika kau tak memberikan aku uang itu maka jangan harap kau dapat informasi lagi dariku.""FINE!" Teriak Leonardo dengan desisan tajamnya.Leonardo bergegas keluar dari ruang penyiksaan, sungguh! Pria itu benar-benar m
Florence menghentikan langkah kakinya saat mendengar dering ponsel Leonardo yang tak berhenti. Wanita itu mencari asal suara, dan ia menemukan ponsel suaminya tepat di atas meja ruang tamu. Florence meraihnya lalu terdapat nama 'Jacob' di layar ponsel.Florence menatap pintu ruang kerja Leonardo, ia langsung menjalankan kakinya menuju ruangan itu seraya bergumam."Dasar suami ceroboh! Bagaimana bisa ponsel di biarkan disana!" Rutuk Florence pelan.Florence mengetuk pintu tiga kali, terdengar sahutan dari dalam ruangan. Florence membuka knop pintu lalu menatap Leonardo yang tengah berkutat dengan berbagai dokumen di atas meja kerjanya."Ada apa?" Tanya Leonardo dengan mengangkat satu alisnya."Sejak tadi ponsel mu berdering."Leonardo mengernyitkan dahinya bingung, ia lalu menatap apa yang tengah digenggam oleh Florence."Ah, aku melupakannya."Florence mengangguk, ia menjalankan kakinya mendekati Leonardo lalu duduk tepat di ha
Siang berganti malam, kini tiga kelompok besar bersatu, antara Regnarok, The Devil, dan De' Eagler.Leonardo menatap penuh ancaman pada area depan markas, pria itu sesekali mencengkram erat pinggiran jendela menyalurkan rasa sesak yang terus menerus menghimpit dadanya. Sementara tepat di belakang Leonardo, terdapat Arthur, Alfonzo dan Jones beserta Brian dan yang lainnya."Aku akan mencegah lewat samping kanan dan kiri." Ucap Jones memecah keheningan."Ya, dan aku akan mencegah lewat belakang." Timpal Alfonzo dengan mengetukkan jarinya di dagu."Dan Regnarok akan mencegah lewat depan. Brian dan Alexander akan mengawasi lewat atas.""Kenapa kami tak langsung turun?" Tanya Brian menatap Arthur."Aku yakin, mereka sebagian datang dengan helikopter.""Baiklah, aku mengerti. Tugasku adalah menghancurkam helikopter itu sebelum mendarat disini?""Ya, kau cerdas Brian." Puji Arthur."Lalu bagaimana rencananya? Apa saat mereka da
"... Maaf tapi aku memilih putriku." Ucap Florence dengan menundukkan kepalanya."Florence, kita bisa membawa putrimu dengan kita. Kita bisa membawanya pulang.""Bukan itu masalahnya. Jika kau tak bisa pulang tanpa ku, maka aku juga tak bisa pergi tanpa putriku.""Lalu?"Florence melirikkan matanya menatap Leonardo yang tengah menundukkan kepalanya."Aku tau, meskipun kau adalah Daddy ku yang sesungguhnya. Namun asal kau tau, selama aku hidup sosok seorang ayah tak pernah ada di dalam hidupku. Namun setelah aku menikah, sosok itu aku dapatkan dari Daddy Arthur. Ia lah sosok ayah pertama yang ada di dalam hidupku. Lalu tiba-tiba kau hadir tanpa ada pertanda, mengaku sebagai Daddy ku kemudian memaksaku berpisah dengan suamiku. Walaupun aku tau, aku kecewa terhadapnya, namun diantara kami kini hadir seorang nyawa, putriku tak akan hidup dengan satu orang tuanya. Kami akan terus bersama dalam membesarkan putri kami, tak akan aku biarkan nasibku dialami